"Maaf," lirih pria berahang tegas sembari menyodorkan undangan pernikahan ke atas meja. Kepala tertunduk, tak kuasa melihat respon sang lawan bicara.
Senyum yang tadi tersunggih di wajah Andara perlahan pudar. Dia meraih benda pipih yang disodorkan oleh sang kekasih. Dibukanya benda tersebut lalu dibacanya dengan saksama.
Hancur, hatinya benar-benar hancur. Melihat nama sang kekasih bersanding dengan nama wanita lain di undangan yang didesain begitu elok.
Runtuh sudah harapannya untuk membina rumah tangga dengan sang pria pujaan. Mimpi-mimpi hidup dan mempunyai anak bersama lenyap sudah entah ke mana.
Air mata perlahan mengalir dari netra indah itu hingga membasahi kedua pipi. Tak ada kata yang mampu menjelaskan betapa sakitnya hati yang digores sembilu hingga hanya air matalah yang terjatuh.
Jemari lentik yang berwarna kuning langsat itu kembali menutup undangan pernikahan yang didominasi warna emas dan hitam lalu kembali meletaknya ke atas meja. Dia menatap pria puja untuk menuntut penjelasan.
"Kenapa, Mas? Kenapa bukan aku? Kenapa malah orang lain?" Andara bertanya dengan suara yang bergetar dan bercampur isakan tangis penuh kepiluan.
"Maaf, Ra, maaf."
Lagi-lagi hanya kata maaf yang mampu terlontar dari mulut Zelian. Dia sendiri tak tahu harus mulai menjelaskan dari mana.
"Apa artinya tiga tahun kita bersama selama ini kalau akhirnya kamu menikah dengan orang lain?"
Andara menumpuhkan kedua siku pada paha lalu membenamkan wajah pada telapak tangan yang terbuka. Dia menangis sejadi-jadinya, menumpahkan segala rasa sakit yang hinggap di dada.
Dia tak pernah berpikir, hubungan yang bertahun-tahun dijalinnya akan berakhir percuma. Pria yang dicintainya setengah mati sebentar lagi menjadi suami sah milik wanita lain.
"Aku juga gak mau pernikahan ini terjadi, tapi aku bisa apa? Kamu tau sendiri dari awal hubungan kita ditentang keras sama orang tua aku dan perjodohan aku dengan Kila sudah direncanakan sejak lama." Setelah diam cukup lama, akhirnya Zelian mampu mengeluarkan kalimat yang lebih panjang dari sebelumnya.
"Tapi kenapa dari awal kamu gak biarin aku berhenti dan pergi? Kenapa kamu berjanji padaku untuk meyakinkan orang tuamu dan membujuk mereka untuk membatalkan perjodohan itu dan segera menerimaku?" Andara kembali melayangkan tanya. Mengungkit janji yang pernah Zelian berikan padanya, hingga Andara mau terus bertahan sampai detik ini. "Kalau tau akhirnya akan begini, lebih baik aku menyerah di awal. Waktuku tak akan terbuang percuma dan hatiku tak akan mungkin sesakit sekarang."
"Aku udah berusaha buat nepatin janji itu, tapi pada akhirnya takdir tak berpihak pada kita. Aku telah berulang kali mencoba membujuk mereka, tapi pada nyatanya keputusan orang tuaku tak dapat ditawar," jelas Zelian dengan raut frustasi yang terpampang jelas di wajah tampannya.
Andara tak lagi mengeluarkan sepatah kata pun. Dia seakan bisu. Otaknya rasanya berhenti bekerja sekarang. Satu-satunya hal yang dilakukannya sekarang ada menumpahkan segala kesedihannya.
Bahu wanita yang berusia seperempat abad itu tampak naik turun seiringan dengan suara tangis yang menguar memenuhi ruangan yang mereka tempati.
Zelian yang melihat kekasihnya begitu terpukul, memilih memangkas jarak lalu memeluk tubuh rapuh Andara.
Andara berusaha berontak. Namun, dekapan itu kian mengerat.
"Lepasin, Mas!"
"Lepasin aku!"
"Lepasin!"
Teriakan-teriakan Andara sama sekali tak dihiarukan oleh Zelian. Dia masih ingin menikmati nyamannya memeluk tubuh wanita yang selama ini mengisi hari-harinya.
"Biarkan seperti ini, Ra karena mungkin ini akan jadi yang terakhir," lirih Zelian.
Setelah itu, barulah Andara bisa tenang dan tak lagi memberontak. Andara memperbaiki posisi dan balas memeluk Zelian.
Wajah Andara dibenamkan di perpotongan leher Zelian, sedangkan Zelian meletakan dagu di atas kepala Andara.
Dua insan itu menumpahkan tangis sembari memberi dekapan erat. Mencoba mencari kenyamanan dan kehangatan seperti biasa untuk dijadikan kenangan. Sebab mereka sadar, mereka tak bisa seperti ini lagi. Perpisahan sudah di pelupuk mata dan tak bisa untuk disangkal.
Detik berganti menit tanpa ada yang bisa menghentikannya. Waktu benar-benar menggerak cepat.
Mau tak mau kedua insan yang tengah diliputi kesedihan itu harus saling mengurai pelukan. Sebab sebentar lagi langit senja akan berubah kelam.
Zelian menyeka air matanya terlebih dahulu. Kemudian, beralih menangkup kedua pipi basah milik Andara lalu perlahan jempol besarnya menghapus sisa-sisa air mata yang membasahi area mata hingga ke pipi.
"Jaga diri baik-baik. Jangan suka begadang dan lambat makan," pesan Zelian yang teringat wanita kesayangannya ini gemar tidur larut malam dan suka lupa untuk makan saat sibuk bekerja.
"Mas Ian juga, ya. Kalo cape, jangan dipaksain buat lanjut kerja," balas Andara.
Zelian mengangguk. Kemudian, merogoh saku celana bahannya. Dia mengeluarkan kotak berwarna merah lalu membukanya. Dia mengambil cincin dari kotak itu lalu meraih jemari kiri Andara lalu segera memasangkannya di jari manis. Begitu pas dan cantik.
"Simpan ini baik-baik, ya. Ini bakal jadi kenang-kenang dari aku buat kamu," ujar Zelian.
Andara mengangguk. Perlahan pandangannya turun ke arah jam yang melingkar indah di pergelengan tangan Zelian. Dia mengusap benda itu, benda yang dibelikannya beberapa bulan yang lalu sebagai kado ulang tahun Zelian. Harganya tak mahal, tetapi itu dibeli dari hasil jerih payahnya sendiri.
"Ini juga jaga baik-baik. Aku tau, Mas, punya banyak jam tangan mahal di rumah dan jauh lebih bagus dari ini, tapi aku harap Mas bisa merawat dan menyimpan jam pemberianku dengan baik."
Zelian mengecup lembut kening mulus Andara, cukup lama.
"Mas pamit," pamit Zelian yang perlahan bangkit dari duduknya.
"Hati-hati, Mas."
Andara memperhatikan Zelian yang melangkah pergi, tetapi sesekali menoleh ke arahnya.
Setelah Zelian benar-benar berlalu bersama mobil mewahnya, Andara segera bangkit dan menutup pintu.
Andara bersandar pada daun pintu, beberapa detik kemudian tubuhnya merosot dan terduduk lemah di lantai. Tangisnya kembali pecah dan isakannya semakin memilu hingga mampu mengores hati siapa pun yang mendengarnya.
Dia mengusap pelan cincin yang melingkar indah di jari manisnya. Cincin yang seharusnya menjadi bukti pengikat di acara pertunangan impian mereka, sekarang malah menjadi hadiah untuk kenang-kenangan di hari perpisahan.
***
Dua minggu telah berlalu. Tepat hari ini adalah hari dilangsungkannya pernikahan megah dan mewah seorang CEO muda dan aktris muda berbakat.
Berita dan artikel tentang pernikahan Zelian dan Akila berseliweran di mana-mana. Foto-foto kedua mempelaimu memenuhi sosial media dan menjadi tranding topik.
Andara yang tadi menonton televisi langsung saja mematikan benda tersebut saat tayangan telah berganti dengan berita yang menyiarkan pernikahan Zelian dan Akila.
Andara mencengkeram dada saat sesak merembes. Hal itu benar-benar menyiksa. Namun, tak ada lagi tangis karena mata mungkin telah lelah mengeluarkan cairannya.
Suara ponsel yang berdering mengalihkan perhatian Andara. Wanita itu buru-buru mengambil ponsel dan menerima panggilan masuk dari sekertaris Zelian yang sudah dianggapnya teman bahkan sahabat.
"Halo, kenapa, Ta?" Andara berusaha mengontrol suara agar terkesan bisa saja.
"Kamu gak datang ke pernikahannya Pak Zelian?" tanya si penelepon.
"Gak, aku takut gak bisa ngendaliin diri di sana. Lagi pula, datang ke sana akan membuat aku makin sakit," jawab Andara.
"Yaudah, kalo ada apa-apa kamu bisa hubungin aku, ya."
"Iya."
Setelah itu panggilan berakhir. Andara bangkit dan menuju kamar. Lebih baik dia tidur untuk menenangkan diri dan berharap besok dia lupa ingatan agar bisa cepat melupakan sang mantan kekasih yang sekarang sudah sah menjadi suami orang.
Gemercik suara lonceng yang terpasang di bagian atas pintu Cafe membuat pandangan beberapa orang yang berada di dalam langsung menoleh untuk mencari tahu siapa yang baru saja masuk atau keluar dari tempat tersebut.Andara yang saat ini tengah menjaga kasir ikut menoleh. Dia menyipitkan mata, seolah tak asing dengan dengan satu persona yang baru saja masuk dan berjalan menuju ke arahnya.Ah, dia ingat dan sangat mengenali orang itu, meskipun wajah tertutup masker hitam dan kacamata dengan warna senada serta tubuh dibaluti sweter, tak lupa kepala tertutup topi dengan rambut hitam yang menjuntai sebahu. Orang itu adalah istri dari mantan kekasihnya sekaligus seorang aktris terkenal, yaitu Akila Zianasta."Kau Andara bukan, mantan pacar suamiku?" Wanita bermasker itu bertanya dengan suara cukup pelan saat berada di depan kasir."Ya. Ada perlu apa kau mencariku hingga ke tempat kerjaku? Apa kau tak takut ketahuan dan berujung dikerubungi oleh orang-orang untuk
"Ya, bekerja sama. Kau harus berpura-pura menjadi pacar Fabian untuk menutupi skandal yang tercipta antara aku dan dia. Kalau kau bersedia, maka aku akan biarkan kau dan Mas Zelian untuk kembali menjalin hubungan tanpa ketahuan oleh orang tuanya. Kita saling menutupi hubungan gelap kita bagaimana?"Andara terdiam, mencoba memikirkan perjanjian yang cukup mengiurkan yang ditawarkan oleh Akila. Namun, kalau dipikir-pikir lagi isi perjanjian itu tidaklah baik, isinya berupa pembohongan."Bukan hanya itu keuntungan yang akan kau dapatkan jika menyetujuinya. Aku akan memberikamu uang lima puluh juta setiap bulannya untuk biaya hidupnya, banyak orang yang akan mengenalmu nantinya, kalau sedang hoki mungkin akan ada beberapa media atau stasiun televisi yang menawarkan pekerjaan padamu nantinya." Akila kembali bersuara, menambahi apa saja keuntungan lain yang didapatkan oleh Andara."Sampai kapan perjanjian ini akan terjalin?" tanya Andara. Sepertinya hatinya suda
Andara berjalan bersisian dengan sang pemilik apartemen. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya karena sebentar lagi akan bertemu dengan sang mantan tercinta.Sesampainya di ruang tengah apartemen mewah itu, Andara tak mendapati sosok yang dirindukannya. Namun, Andara berhenti melangkah saat tatapannya bertemu dengan tatapan pria berwajah tampan dengan mata sipit khasnya. Andara mengenalnya, itu Fabian Wijayatama.Andara menelan ludah dengan susah payah. Pesona Fabian benar-benar gila, wajah pria itu jauh lebih tampan jika dilihat secara langsung seperti sekarang. Kulitnya juga jauh lebih putih dari yang biasa Andara lihat di layar kaca. Gila, Fabian idaman para wanita."Jadi, ini wanita yang kamu pilih jadi pacar pura-puraku?" tanya Fabian sembari menatap Andara dari atas sampai bawah.Hal itu mampu menarik kesadaran Andara dari lamunannya.Jujur Andara sedikit risih ditatap seperti itu, ditambah ada sedikit rasa grogi karena yang menatapny
Akila menjelaskan rencana awal mereka dengan suara pelan, tetapi begitu jelas. Ketiga orang lain menatap Akila dengan saksama dengan telinga yang fokus menangkap apa yang wanita itu katakan."Mengerti?" tanya Akila di akhir perjelasnya."Mengerti," jawab tiga persona itu sembari mengangguk."Bagus. Tadi hal pertama yang kita lakukan berfoto bersama. Aku akan mengambil foto berdua terlebih dahulu dengan Mas Zelian, kalian berdua juga." Akila mengulangi kembali perkataannya beberapa menit yang lalu sembari menunjuk dirinya sendiri dan sang suami lalu beralih menunjuk Fabian dan Andara. "Barulah setelah itu kita foto berempat. Setelah itu, foto-fotonya kita posting ke instagram dengan caption simple, tapi membuat penasaran para netizen."Setelah itu, Andara dan Akila bertukar tempat duduk. Akila berdampingan dengan Zelian, sedangkan Andara dengan Fabian.Akila dan Zelian, meskipun mereka dijodohkan, tapi mereka terlihar akur padahal tak saling mencint
"Jadi, bisa jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" Dua wanita paruh baya yang terlihat awet muda, meskipun ada beberapa kerutan yang menghinggapi wajah. Mereka menahan Zelian dan Akila di ruang tamu."Kalian sudah terlalu lama menghindar!" Melia---Ibunda Zelian---bersedekap dada sembari menatap anak dan menantunya itu secara bergantian.Baik Zelian maupun Akila, sama-sama menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Sesering apapun mereka menghindari pertanyaan dari orang tua, tetap saja pada akhirnya mereka harus membuka suara juga, meskipun harus berbohong."Baiklah, aku akan jelaskan sekarang," ujar Akila. Setidaknya dia tidak perlu takut lagi menjawab pertanyaan ibu dan mertunya itu. Sebab semua skenario kebohongan sudah tersusun rapi di pikirannya.Kedua wanita paruh baya itu memilih duduk kembali dan disusul oleh pasangan pengantin baru tersebut."Jadi, apa hubunganmu dengan Fabian?" tanya Mariana---Ibunda Akila."Bunda lihat, An
"Andara, kau di mana? Aku sudah muak melihat puluhan wartawan yang sedari tadi berkeliaran di sekitar cafe untuk mencarimu?"Andara menjauhkan ponsel dari telinga, suara cempreng dan melengking milik Sofia membuat gendang telinga rasanya ingin pecah."Dia perempuan, tapi kenapa tidak punya sisi kalem sama sekali? Suaranya bahkan layaknya toa," dumel Andara sembari mengelus telinga.Namun, tak ingin membuang waktu dan membuat si penelepon semakin emosi, Andara kembali mendekatkan benda canggih tersebut ke samping telinga. Dia juga sudah bersiap menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan."Aku berada di rumah sekarang, tadi aku sempat dikejar para wartawan itu saat hampir sampai di cafe, untung saja aku bisa lolos dari mereka," jawab Andara dengan degup jantung yang masih tak sepenuhnya kembali normal. Adegan kejar-kejaran antara dia dan beberapa wartawan baru terjadi beberapa menit yang lalu. Untung saja nasib baik berpihak padanya, tuka
"Menurutmu? Memangnya kau ada melihat orang lain di sini?" Andara malah balik bertanya dengan sebelah alis terangkat. Dia bersedekap dada sembari menatap sang lawan bicara dengan sedikit tak suka. "Tidak ada, sih. Tapi siapa tahu saja, ada anggota keluargamu yang sedang keluar untuk bekerja atau—" "Tidak ada," sergah Andara bahkan sebelum Fabian menyelesaikan kalimatnya. "Sebaiknya kau kembali duduk dan jangan menyentuh barang apapun. Aku akan ke dapur untuk membuatkan minum!" Andara menujuk tepat di depan pangkal hidung Fabian sehingga mata lelaki itu nampak juling karena memperhatikan jemari mungil dan lentik milik Andara. Andara buru-buru menarik lagi jemarinya. Raut wajah si mata sipit terlihat begitu menyebalkan. Setelah itu, Andara buru-buru memutar tubuh dan melangkah menuju dapur. "Huh, dasar bawel. Kalau sampai aku benar memiliki pacar secerewet dia, bisa-bisa kupingku terlepas dari tepatnya," oceh Fabian sembari berjalan menuju kursi
Akila yang mengenakan dress panjang berwarna maroon tanpa lengan berjalan begitu anggun ke dalam ruang yang telah dipenuhi oleh wartawan dan beberapa fans. Zelian yang digandengnya tak kalah mempesona malam ini dengan balutan kemeja putih dan jas hitam, celana bahan dan sepatu mengkilap senada dengan jas, wajahnya yang tampan dan mengukir senyum sopan membuat beberapa orang terpanah. Pasangan sah tersebut berjalan menuju tempat duduk yang telah disediakan.Sementara, di belakang mereka menyusul Fabian yang merangkul mesra pinggang ramping Andara. Fabian tersenyum ramah seperti biasanya, sedangkan Andara tersenyum sedikit canggung karena dia tak terbiasa berada di situasi seperti sekarang.Lampu flash di mana-mana, semua orang berlomba-lomba mengambil gambar para pasangan tersebut untuk mengabadikannya.Konferensi pers malam itu dibuka. Tak ada kalimat sapaan formal karena orang-orang yang sedari tadi menunggu kini mengajukan berbagai pertanyaan terlebih dahulu.
Akila yang mengenakan dress panjang berwarna maroon tanpa lengan berjalan begitu anggun ke dalam ruang yang telah dipenuhi oleh wartawan dan beberapa fans. Zelian yang digandengnya tak kalah mempesona malam ini dengan balutan kemeja putih dan jas hitam, celana bahan dan sepatu mengkilap senada dengan jas, wajahnya yang tampan dan mengukir senyum sopan membuat beberapa orang terpanah. Pasangan sah tersebut berjalan menuju tempat duduk yang telah disediakan.Sementara, di belakang mereka menyusul Fabian yang merangkul mesra pinggang ramping Andara. Fabian tersenyum ramah seperti biasanya, sedangkan Andara tersenyum sedikit canggung karena dia tak terbiasa berada di situasi seperti sekarang.Lampu flash di mana-mana, semua orang berlomba-lomba mengambil gambar para pasangan tersebut untuk mengabadikannya.Konferensi pers malam itu dibuka. Tak ada kalimat sapaan formal karena orang-orang yang sedari tadi menunggu kini mengajukan berbagai pertanyaan terlebih dahulu.
"Menurutmu? Memangnya kau ada melihat orang lain di sini?" Andara malah balik bertanya dengan sebelah alis terangkat. Dia bersedekap dada sembari menatap sang lawan bicara dengan sedikit tak suka. "Tidak ada, sih. Tapi siapa tahu saja, ada anggota keluargamu yang sedang keluar untuk bekerja atau—" "Tidak ada," sergah Andara bahkan sebelum Fabian menyelesaikan kalimatnya. "Sebaiknya kau kembali duduk dan jangan menyentuh barang apapun. Aku akan ke dapur untuk membuatkan minum!" Andara menujuk tepat di depan pangkal hidung Fabian sehingga mata lelaki itu nampak juling karena memperhatikan jemari mungil dan lentik milik Andara. Andara buru-buru menarik lagi jemarinya. Raut wajah si mata sipit terlihat begitu menyebalkan. Setelah itu, Andara buru-buru memutar tubuh dan melangkah menuju dapur. "Huh, dasar bawel. Kalau sampai aku benar memiliki pacar secerewet dia, bisa-bisa kupingku terlepas dari tepatnya," oceh Fabian sembari berjalan menuju kursi
"Andara, kau di mana? Aku sudah muak melihat puluhan wartawan yang sedari tadi berkeliaran di sekitar cafe untuk mencarimu?"Andara menjauhkan ponsel dari telinga, suara cempreng dan melengking milik Sofia membuat gendang telinga rasanya ingin pecah."Dia perempuan, tapi kenapa tidak punya sisi kalem sama sekali? Suaranya bahkan layaknya toa," dumel Andara sembari mengelus telinga.Namun, tak ingin membuang waktu dan membuat si penelepon semakin emosi, Andara kembali mendekatkan benda canggih tersebut ke samping telinga. Dia juga sudah bersiap menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan."Aku berada di rumah sekarang, tadi aku sempat dikejar para wartawan itu saat hampir sampai di cafe, untung saja aku bisa lolos dari mereka," jawab Andara dengan degup jantung yang masih tak sepenuhnya kembali normal. Adegan kejar-kejaran antara dia dan beberapa wartawan baru terjadi beberapa menit yang lalu. Untung saja nasib baik berpihak padanya, tuka
"Jadi, bisa jelaskan apa yang terjadi sebenarnya?" Dua wanita paruh baya yang terlihat awet muda, meskipun ada beberapa kerutan yang menghinggapi wajah. Mereka menahan Zelian dan Akila di ruang tamu."Kalian sudah terlalu lama menghindar!" Melia---Ibunda Zelian---bersedekap dada sembari menatap anak dan menantunya itu secara bergantian.Baik Zelian maupun Akila, sama-sama menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Sesering apapun mereka menghindari pertanyaan dari orang tua, tetap saja pada akhirnya mereka harus membuka suara juga, meskipun harus berbohong."Baiklah, aku akan jelaskan sekarang," ujar Akila. Setidaknya dia tidak perlu takut lagi menjawab pertanyaan ibu dan mertunya itu. Sebab semua skenario kebohongan sudah tersusun rapi di pikirannya.Kedua wanita paruh baya itu memilih duduk kembali dan disusul oleh pasangan pengantin baru tersebut."Jadi, apa hubunganmu dengan Fabian?" tanya Mariana---Ibunda Akila."Bunda lihat, An
Akila menjelaskan rencana awal mereka dengan suara pelan, tetapi begitu jelas. Ketiga orang lain menatap Akila dengan saksama dengan telinga yang fokus menangkap apa yang wanita itu katakan."Mengerti?" tanya Akila di akhir perjelasnya."Mengerti," jawab tiga persona itu sembari mengangguk."Bagus. Tadi hal pertama yang kita lakukan berfoto bersama. Aku akan mengambil foto berdua terlebih dahulu dengan Mas Zelian, kalian berdua juga." Akila mengulangi kembali perkataannya beberapa menit yang lalu sembari menunjuk dirinya sendiri dan sang suami lalu beralih menunjuk Fabian dan Andara. "Barulah setelah itu kita foto berempat. Setelah itu, foto-fotonya kita posting ke instagram dengan caption simple, tapi membuat penasaran para netizen."Setelah itu, Andara dan Akila bertukar tempat duduk. Akila berdampingan dengan Zelian, sedangkan Andara dengan Fabian.Akila dan Zelian, meskipun mereka dijodohkan, tapi mereka terlihar akur padahal tak saling mencint
Andara berjalan bersisian dengan sang pemilik apartemen. Jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya karena sebentar lagi akan bertemu dengan sang mantan tercinta.Sesampainya di ruang tengah apartemen mewah itu, Andara tak mendapati sosok yang dirindukannya. Namun, Andara berhenti melangkah saat tatapannya bertemu dengan tatapan pria berwajah tampan dengan mata sipit khasnya. Andara mengenalnya, itu Fabian Wijayatama.Andara menelan ludah dengan susah payah. Pesona Fabian benar-benar gila, wajah pria itu jauh lebih tampan jika dilihat secara langsung seperti sekarang. Kulitnya juga jauh lebih putih dari yang biasa Andara lihat di layar kaca. Gila, Fabian idaman para wanita."Jadi, ini wanita yang kamu pilih jadi pacar pura-puraku?" tanya Fabian sembari menatap Andara dari atas sampai bawah.Hal itu mampu menarik kesadaran Andara dari lamunannya.Jujur Andara sedikit risih ditatap seperti itu, ditambah ada sedikit rasa grogi karena yang menatapny
"Ya, bekerja sama. Kau harus berpura-pura menjadi pacar Fabian untuk menutupi skandal yang tercipta antara aku dan dia. Kalau kau bersedia, maka aku akan biarkan kau dan Mas Zelian untuk kembali menjalin hubungan tanpa ketahuan oleh orang tuanya. Kita saling menutupi hubungan gelap kita bagaimana?"Andara terdiam, mencoba memikirkan perjanjian yang cukup mengiurkan yang ditawarkan oleh Akila. Namun, kalau dipikir-pikir lagi isi perjanjian itu tidaklah baik, isinya berupa pembohongan."Bukan hanya itu keuntungan yang akan kau dapatkan jika menyetujuinya. Aku akan memberikamu uang lima puluh juta setiap bulannya untuk biaya hidupnya, banyak orang yang akan mengenalmu nantinya, kalau sedang hoki mungkin akan ada beberapa media atau stasiun televisi yang menawarkan pekerjaan padamu nantinya." Akila kembali bersuara, menambahi apa saja keuntungan lain yang didapatkan oleh Andara."Sampai kapan perjanjian ini akan terjalin?" tanya Andara. Sepertinya hatinya suda
Gemercik suara lonceng yang terpasang di bagian atas pintu Cafe membuat pandangan beberapa orang yang berada di dalam langsung menoleh untuk mencari tahu siapa yang baru saja masuk atau keluar dari tempat tersebut.Andara yang saat ini tengah menjaga kasir ikut menoleh. Dia menyipitkan mata, seolah tak asing dengan dengan satu persona yang baru saja masuk dan berjalan menuju ke arahnya.Ah, dia ingat dan sangat mengenali orang itu, meskipun wajah tertutup masker hitam dan kacamata dengan warna senada serta tubuh dibaluti sweter, tak lupa kepala tertutup topi dengan rambut hitam yang menjuntai sebahu. Orang itu adalah istri dari mantan kekasihnya sekaligus seorang aktris terkenal, yaitu Akila Zianasta."Kau Andara bukan, mantan pacar suamiku?" Wanita bermasker itu bertanya dengan suara cukup pelan saat berada di depan kasir."Ya. Ada perlu apa kau mencariku hingga ke tempat kerjaku? Apa kau tak takut ketahuan dan berujung dikerubungi oleh orang-orang untuk
"Maaf," lirih pria berahang tegas sembari menyodorkan undangan pernikahan ke atas meja. Kepala tertunduk, tak kuasa melihat respon sang lawan bicara.Senyum yang tadi tersunggih di wajah Andara perlahan pudar. Dia meraih benda pipih yang disodorkan oleh sang kekasih. Dibukanya benda tersebut lalu dibacanya dengan saksama.Hancur, hatinya benar-benar hancur. Melihat nama sang kekasih bersanding dengan nama wanita lain di undangan yang didesain begitu elok.Runtuh sudah harapannya untuk membina rumah tangga dengan sang pria pujaan. Mimpi-mimpi hidup dan mempunyai anak bersama lenyap sudah entah ke mana.Air mata perlahan mengalir dari netra indah itu hingga membasahi kedua pipi. Tak ada kata yang mampu menjelaskan betapa sakitnya hati yang digores sembilu hingga hanya air matalah yang terjatuh.Jemari lentik yang berwarna kuning langsat itu kembali menutup undangan pernikahan yang didominasi warna emas dan hitam lalu kembali meletaknya ke atas