“Lio, Lia, ayah harap kalian tidak membuat pengasuh baru kalian kesulitan. Jika Dewi mengalami kesulitan hingga berhenti menjaga kalian, maka Ayah tidak akan pernah mencari pengasuh lagi. Apa kalian mengerti?” Dhananjaya terkesan mengancam, menatap kedua anaknya dengan tajam.“Kamu?” Adelio melongo melihat Dewi di samping sang ayah.“Kamu menjadi pengasuhku?” Adelia sama tercengangnya.“Kenapa? Apa ada masalah?” Dewi bingung sendiri dengan reaksi mereka seolah tak percaya bahwa ia akan menjadi pengasuhnya.“Cih, bagaimana kamu bisa menjaga kami jika kamu saja bersikap sembarangan?” Adelia terlihat jijik.“Aku wanita kuat. Akan kupastikan aku akan selalu melindungi kalian,” kata Dewi dengan tegas, tapi sesungguhnya ia sengaja membuat nadanya terdengar lembut walau tidak berhasil.“Jangan harap bisa membodohiku.” Adelio bersungut-sungut, memutar bola matanya ke arah lain dengan malas.“Kalian yang putuskan, ingin memiliki pengasuh atau tidak.” Dhananjaya tak ingin pusing dengan reaksi k
“Dewi, bisakah ambilkan pensilku?” titah Adelia tanpa menatap Dewi, fokus membaca tulisan di bukunya.“Tidak.” Dewi menolak tanpa banyak berpikir.“Sepertinya kamu tidak menyukai pekerjaanmu.” Adelia lalu mendelik tajam.“Aku suka.” Dewi tidak setuju atas singgungan bocah itu. “Tapi, jangan harap aku akan tunduk dengan perintah konyol kalian,” lanjutnya dengan tenang.“Perintah konyol?” Adelia terlihat kesal.“Kamu bisa turun dari kursimu, lalu mengambil pensilmu sendiri. Tidak perlu menyuruh orang lain selagi kamu bisa melakukannya.” Dewi menegur sekaligus menasehati.“Ayahku sudah menggajimu.” Adelio ikut bicara, membela sang adik.“Ayahmu tidak mengatakan aku harus mengambil sebuah pensil di kolong meja.” Dewi tak sungkan menegaskan melalui tatapannya.Ya, seperti inilah sikap Dewi terhadap dua bocah yang berlaku seperti anak seorang raja, sombong dan bersikap seenaknya. Baru tiga hari bekerja saja, Dewi sudah muak dengan sikap mereka. Belum lagi sikap semua pelayan terutama Alda y
Hari minggu pun tiba, hari di mana Adelio dan Adelia akan menikmati liburannya di sebuah taman. Bukan hanya Dewi yang akan menemani mereka, tapi Caroline juga dikabarkan akan ikut menemani. Sementara Dhananjaya, memilih untuk tetap di dalam ruangannya, mengerjakan beberapa dokumen seperti biasanya. Kabarnya Basuki dan Maria sedang menghadiri acara pernikahan anak kerabatnya. Sedangkan Jasmin, mengunjungi rumah mertuanya.Satu setengah jam menunggu, akhirnya Caroline datang juga. Ini adalah pertama kalinya Dewi bertemu Caroline, wanita yang sangat cantik bak bidadari. Tubuhnya yang persis manekin di sebuah toko pakaian sungguh membuat Dewi terkagum-kagum. Dari pandangan pertama saja, Dewi sudah dapat menilai begitu lembutnya wanita itu. Tidak seperti orang kaya lainnya, Caroline murah senyum dan rendah hati. Definisi cantik luar dalam, ditambah keturunan bangsawan, tapi tidak sombong yang sesungguhnya.“Kamu pengasuh baru?” tanya Caroline seraya tersenyum manis.“Benar.” Dewi menganggu
Jalanan di siang itu cukup macet tidak seperti biasanya, entah ada apa di depan sana hingga kendaraan bergerak sangat lambat. Dewi tampak tetap santai, bersiul menyanyikan lagu kesukaannya. Namun, Adelio dan Adelia yang duduk di kursi belakang memasang wajah masam, terlihat dari kaca spion dan Dewi tidak peduli. Pada dasarnya, wajah mereka memang tidak bersahabat, tidak ada bedanya kesal atau senang.“Aku ingin jalan-jalan sebelum pulang.” Adelio juga melirik ke arah spion, tahu Dewi tengah memperhatikannya.“Hm .... ” Dewi berdeham seolah sedang memikirkan jawabannya.“Ayolah, aku bosan di rumah. Jika pulang dulu, aku yakin tidak bisa keluar lagi dari rumah.” Adelia juga ingin jalan-jalan sebentar.“Satu syarat saja.” Dewi melemparkan cengiran konyol.“Jangan macam-macam.” Adelio menatap tak santai.“Hanya satu macam.” Dewi menggeleng dengan tenang. “Panggil aku bibi. Tidak bisakah kalian sedikit hormat kepada orang yang lebih tua?” lanjutnya mengucapkan permintaannya.“Kamu hanya pe
Di sebuah rumah yang sangat besar berdesain kuno, tampak beberapa pelayan mondar-mandir membawa apa pun yang dipesan tamu sekaligus tuan-tuan dan nyonya-nyonya Abraham yang hadir. Rumah Sanjaya lebih tepatnya. Hari ini keluarga besar Abraham akan berkumpul di rumah besar milik Sanjaya Abraham walau pemilik rumah itu sendiri sudah tiada. Pertemuan keluarga besar memang rutin diadakan, setidaknya satu kali dalam satu bulan.Beberapa keluarga sudah datang, termasuk keluarga Haidar. Tidak lama dari itu, Jasmin datang bersama Pahlevi tanpa mengunjungi rumah orang tuanya lebih dulu. Sebenarnya Jasmin tak sabar untuk bertemu kedua orang tuanya, ada sesuatu yang ingin ia sampaikan di depan semua keluarga, yaitu kehamilannya yang baru ia ketahui dua hari yang lalu.Dari kejauhan, Basuki dan Maria tampak memasuki rumah. Namun, seperti biasa, yang menjadi pusat perhatian adalah dua sosok anak kecil yang menggemaskan. Siapa lagi kalau bukan Adelio dan Adelia? Adelia terlihat sangat cantik dengan
Melihat anak-anak tunduk atas perintah Dewi walau bibir mereka selalu saja menggerutu, Jasmin tersenyum dalam hatinya. Dewi berbeda dari pengasuh lainnya, ia begitu berani memerintah dan mengomel apabila anak-anak melakukan kesalahan. Bahkan, Dewi bersikap seenaknya di hadapan siapa pun termasuk Jasmin seolah tak peduli jika terkena teguran. Namun, hal itu malah berhasil membuat sikap Adelio dan Adelia mengalami perubahan menjadi lebih baik sedikit demi sedikit. Lihatlah, kedua bocah yang biasanya selalu membangkang kini menuruti ucapan pengasuhnya untuk tidur siang.Tidak ada yang Dewi lakukan selain duduk di atas sofa, memainkan ponselnya seraya menunggu kedua anak itu berhasil tertidur. Ia tidak berniat untuk membacakan dongeng, bernyanyi, atau yang lainnya agar kedua anak asuhnya tidur. Matanya yang melotot dan bibirnya yang mengoceh lah yang akan ia lakukan jika mereka tidak juga tidur siang.Setelah yakin kedua keponakannya sudah tertidur, Jasmin masuk ke dalam kamar anak-anak.
Duduk di kursi kebesarannya, Dhananjaya tidak melakukan apa pun selain memijat pangkal hidungnya yang mancung. Banyak berkas yang harus diperiksanya, bertumpuk di sudut meja. Apa daya, saat ini pikirannya sedang berputar-putar memikirkan Adelio dan Adelia. Sejak semalam Dhananjaya memutar waktu, kembali ke tujuh tahun yang lalu, tepatnya ketika kedua anaknya terlahir ke dunia. Sejak saat itu, ia memang tidak berlaku seperti seorang ayah pada umumnya. Seharusnya ia meluangkan waktu untuk bersama mereka, seharusnya ia ikut andil dalam mendidik anak, seharusnya ia tidak acuh dan terkesan tak peduli hingga mereka tidak dapat merasakan kasih sayangnya.Percuma melanjutkan pekerjaannya yang menumpuk, Dhananjaya tidak bisa memaksakan dirinya untuk tetap berkutat dengan dokumen-dokumen kantornya. Baru dua jam memasuki ruangannya, Dhananjaya sudah meninggalkan ruangan tersebut untuk pulang ke rumah.Duduk di sofa yang nyaman di dalam kamar anak-anak, Dhananjaya menyandarkan tubuhnya ke punggu
Jam menunjukkan pukul setengah satu, tepatnya setelah makan siang usai, Dhananjaya, Dewi, Adelio, dan Adelia meninggalkan rumah Abraham, menumpangi sebuah mobil menuju Bandar Udara Soekarno-Hata. Perjalanan dilanjutkan jalur udara menuju Bandar Udara Kulon Progo, Yogyakarta.Tidak ada keluarga lain yang ikut, Dhananjaya tidak mengizinkan ibu atau adiknya ikut berlibur. Terlebih, Jasmin sedang hamil muda. Selain itu, Dhananjaya tidak ingin siapa pun mengganggu waktunya bersama anak-anak. Jika saja Maria atau Jasmin ikut, sudah dipastikan kedua anaknya akan selalu bersama mereka dan Dhananjaya tetap sulit untuk mendekatkan hubungannya sebagai ayah dan anak.Caroline? Dhananjaya tidak berniat sedikit pun untuk mengajaknya berlibur atau sekadar mengabarinya bahwa hari ini ia akan terbang bersama kedua anaknya menuju Kota Yogyakarta. Hubungannya bersama Caroline memang tidak jelas, tidak jelas akan seperti apa. Jangankan mendengar suara satu sama lain setiap hari walau hanya melalui sambun
Mengingat usia kandungan Indah yang sudah menginjak tujuh bulan, Dhananjaya dan dua anak kembarnya begitu semangat untuk berbelanja kebutuhan bayi. Soal antusias, Indah bahkan kalah, suami dan kedua anaknya sangat heboh merinci apa saja yang diperlukan bayi. Hampir seharian penuh keluarga kecil itu menghabiskan waktunya di dalam gedung pusat perbelanjaan, mengunjungi banyak toko kebutuhan bayi. Tepat keesokan harinya, mereka berempat tetap sibuk merapikan kamar bayi perempuan yang tak lama lagi akan terlahir. Sikap Dhananjaya tidak banyak perubahan. Tapi, setidaknya, pria yang dulu sangat kaku itu dapat tersenyum manis sekarang. Perhatiannya bukan hanya pada Indah saja, tapi pada Adelio dan Adelia juga, ditambah anak ketiganya yang masih berada dalam kandungan. Hubungan ayah dan anak yang dulu renggang, kini sebaliknya. Dhananjaya yang tentunya sudah sangat dewasa, sering kali terlihat seperti anak kecil ketika ikut bermain bersama Adelio dan Adelia. Dia bahkan tampak senang saat i
Terbangun dari tidur siangnya, bibir Indah melengkung membentuk senyuman manis mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Dalam keadaan matanya yang masih tertutup, perlahan tangannya bergerak ke arah perut, mengusapnya lembut. Hari ini Dhananjaya sengaja tak masuk kantor karena ingin memeriksakan istrinya. Sesuai harapan, kini sang istri tengah berbadan dua. Indah sendiri tak menyadari telatnya datang tamu bulanan, dan malah Dhananjaya yang mengingatkannya.Seperti kehamilan sebelumnya, kandungan Indah dinyatakan lemah dan memerlukan kehati-hatian yang tinggi. Satu janin yang dikandungnya berusia lima minggu, sangat rawan hingga Indah langsung mendapat banyak perhatian dari suaminya.Sejak di perjalanan pulang saja, Dhananjaya tak henti mengingatkan, memberikan nasehat agar Indah menjaga pola makan serta aktivitasnya. Bahkan, pria itu memaksa Indah untuk beristirahat dengan tidur siang, hal yang tak pernah Indah lakukan.“Ada acara apa ini? Tidak ada yang mengajak Ibu untuk bergabun
Bulan madu, umumnya pasangan pengantin baru akan memadu kasih di tempat romantis berdua saja. Namun, hal itu tidak berlaku pada Indah dan Dhananjaya. Pasalnya, mereka berlibur di Kota Bali dengan membawa kedua anaknya. Tempat itu sudah diidamkan Indah sejak lama, dan sekarang baru terlaksana.Menatap lurus ke depannya, hati Dhananjaya merasakan kedamaian dan kehangatan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Berjarak beberapa meter darinya, Indah dan anak-anak sedang bermain pasir. Sedangkan ia sendiri, hanya duduk di kursi yang terbuat dari kayu di bawah pepohonan, menikmati semilir angin.Ingin bergabung, tapi Dhananjaya tak tahu harus melakukan apa. Bermain pasir bersama? Bukan malas, tapi ia tak bisa melakukannya. Biarlah, tawa mereka bertiga sudah cukup membuat hatinya senang, bibirnya pun tak henti-hentinya tersenyum manis melihat pemandangan indah yang tak pernah dilihatnya.“Indah, luangkan waktumu untukku juga,” pinta Dhananjaya saat Indah menghampirinya. Suaranya terdengar
Terbangun dari tidurnya, Indah celingukan mencari keberadaan Dhananjaya yang tidak ada di sampingnya. Ketika memeriksa kamar mandi, pria itu juga tidak ada di sana. Tanpa mau merapikan ranjang yang sangat berantakan akibat pergulatan semalam terlebih dahulu, Indah bergegas keluar dari kamar itu.Suasana sangat sepi, tidak ada suara apa-apa sekalipun suara hewan. Indah tentu ingat di mana ia berada, yakni rumah barunya. Namun, bohong jika ia merasa baik-baik saja. Nyatanya, ia merasa cemas dan takut. Rumah yang sangat besar tersebut begitu menyeramkan jika sendirian, padahal hari sudah pagi.Tak berani memeriksa banyak ruangan di lantai atas, Indah melanjutkan pencarian ke lantai dasar. Seperti kemarin saat dia datang, di lantai dasar juga tidak ada siapa pun. Tapi, kali ini samar terdengar adanya aktivitas di sebuah ruangan. Indah lalu mengikuti arah suara itu berasal meski ada rasa takut tapi penasaran.Di dapur yang cukup terbuka, Dhananjaya sedang sibuk memasak sesuatu. Dari carany
Berdiri di atas pelaminan untuk menyambut para tamu yang hadir, tatapan Indah tertuju pada salah satu meja yang hanya diisi dua orang wanita cantik berpakaian mewah. Mereka terlihat sangat akrab layaknya sahabat, dan kedua orang itu sangat Indah kenali, yakni Jasmin dan Caroline.Caroline, wanita yang sangat cantik itu tetap hadir di hari kedua resepsi pernikahan. Ya, walau bagaimana pun banyak tamu yang diundangnya. Meski tidak berdiri di pelaminan, dia tetap menyapa tamunya, dengan senang hati menjelaskan apa yang terjadi pada pernikahannya yang gagal.Hati Indah kembali merasa tak enak, yang seharusnya tidak perlu diingat-ingat lagi. Lihatlah di depan sana, ada seorang wanita cantik bak bidadari. Pria mana yang tidak tertarik? Bahkan, kecantikannya yang sempurna itu berhasil membuat banyak wanita iri, termasuk Indah. Tapi, mengapa Dhananjaya tidak menyukainya? Dia malah memelas pada wanita sederhana yang berasal dari kampung untuk kembali menjadi istrinya. Jangankan orang lain, In
Duduk di sofa kamar hotel yang ditempatinya, Indah menatap kosong pemandangan di depannya. Sejak duduk di pelaminan sebagai pengantin, tidak banyak ekspresi yang ia tampilkan selain tersenyum ramah kepada para tamu. Namun, beberapa orang sudah tahu bahwa wanita itu terlihat linglung.Tidak banyak yang dibicarakan bersama Dhananjaya karena tak sempat, tentu Indah memiliki segudang pertanyaan perihal kejadian hari ini. Saking tak percayanya menjadi seorang pengantin, sampai-sampai Indah tak bisa berekspresi lebih. Tepatnya, dia mengalami syok berat dan tak mengerti.Keluar dari kamar mandi, Dhananjaya melihat punggung mungil Indah yang tetap membelakangi seakan tak sadar kedatangannya. Hatinya tak tenang sejak tadi. Apa Indah tidak senang menjadi istrinya lagi? Atau, apa kesalahannya sangat besar hingga Indah tidak memiliki kepercayaan lagi terhadapnya?“Apa yang kamu pikirkan?” Dhananjaya berhasil membuat Indah menoleh. “Ada masalah?” tanyanya ragu.“Apa ini mimpi?” Indah memperhatikan
Di kediaman Basuki Abraham, banyak sekali orang yang entah sedang apa. Sejak Dhananjaya meninggalkan hotel, sebagian keluarga Abraham dan keluarga Caroline juga meninggalkan hotel tersebut dan datang ke rumah Basuki untuk melihat sosok Indah yang selama ini tidak mereka ketahui, khususnya keluarga Caroline.Jelas saja, saat Indah dan Dhananjaya sampai di rumah itu, mereka menjadi pusat perhatian seluruh orang yang ada di sana. Hal itu membuat Indah sangat malu hingga ingin pergi dari tempat tersebut, tapi Dhananjaya menyeret tangannya untuk masuk ke dalam. Tidak seperti Indah yang menunduk sepanjang jalan karena malu, Dhananjaya tetap menegakkan kepala dengan wajah dingin andalannya seolah tidak ada siapa pun di sana. Di dalam rumah, tepatnya di ruang keluarga, tengah berkumpul keluarga Abraham yang penasaran tentang Indah yang sebenarnya masih hidup. Bahkan, Caroline dan Lenia pun ada di sana, memperhatikan kedatangan Dhananjaya bersama Indah. Bukannya berhenti di depan mereka untuk
Beberapa saat yang laluSemua persiapan untuk melangsungkan pernikahan Dhananjaya dan Caroline sudah siap. Sumpah pernikahan akan dilakukan di depan semua keluarga besar dari kedua belah pihak, di hotel yang sangat terkenal akan kemewahannya di Pusat Kota Jakarta.Semua keluarga sudah berkumpul untuk menyaksikan acara yang mulia itu, tapi justru penghulu yang belum datang. Caroline dilanda kecemasan dengan keputusan yang akan dipilihnya. Sama seperti Indah yang tidak bisa tidur dan menangis semalaman, Caroline pun tidak bisa tidur karena sibuk memikirkan banyak hal.Entah keputusannya benar atau salah, Caroline tidak peduli. Ia sudah memutuskan sesuatu sebelum semuanya terlambat. Di hadapan semua keluarga, Caroline meminta Dhananjaya berdiri di sampingnya. Tidak ada yang aneh, Dhananjaya hanya menurut saja. Sedangkan keluarga yang lainnya, tetap duduk di kursi masing-masing, memperhatikan Caroline yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.“Sebelum sumpah pernikahan kita terucap, aku i
1 bulan berlaluHari ini adalah hari di mana Dhananjaya dan Caroline melangsungkan pernikahannya. Semua keluarga sangat sibuk mengatur pesta, termasuk Rega dan Jasmin yang meninggalkan Indah sendirian. Belum tahu bagaimana kelanjutan hidup Indah, dan Indah dipaksa untuk menetap di rumah Rega. Entah apa yang Jasmin dan Rega tunggu, mengapa mereka membiarkan pernikahan Dhananjaya dan Carolone terjadi. Lantas, untuk apa Indah masih di sana, menunggu yang tidak pasti? Membayangkan Dhananjaya yang akan menyematkan sebuah cincin di jari manis Caroline, hati Indah terasa sangat panas dan perih. Sejak semalam ia tak henti menangis, menangisi yang seharusnya sudah ia relakan. Nyatanya, perkataan yang keluar dari mulut dan di hati sangat bertolak belakang. Indah tidak rela Dhananjaya menikahi Caroline, Indah tidak terima kedua anaknya memanggil ibu kepada wanita lain.Cincin pernikahannya bersama Dhananjaya adalah barang yang sangat berharga, akan tetapi benda kecil itu hilang saat pergi ke ho