Jalanan di siang itu cukup macet tidak seperti biasanya, entah ada apa di depan sana hingga kendaraan bergerak sangat lambat. Dewi tampak tetap santai, bersiul menyanyikan lagu kesukaannya. Namun, Adelio dan Adelia yang duduk di kursi belakang memasang wajah masam, terlihat dari kaca spion dan Dewi tidak peduli. Pada dasarnya, wajah mereka memang tidak bersahabat, tidak ada bedanya kesal atau senang.“Aku ingin jalan-jalan sebelum pulang.” Adelio juga melirik ke arah spion, tahu Dewi tengah memperhatikannya.“Hm .... ” Dewi berdeham seolah sedang memikirkan jawabannya.“Ayolah, aku bosan di rumah. Jika pulang dulu, aku yakin tidak bisa keluar lagi dari rumah.” Adelia juga ingin jalan-jalan sebentar.“Satu syarat saja.” Dewi melemparkan cengiran konyol.“Jangan macam-macam.” Adelio menatap tak santai.“Hanya satu macam.” Dewi menggeleng dengan tenang. “Panggil aku bibi. Tidak bisakah kalian sedikit hormat kepada orang yang lebih tua?” lanjutnya mengucapkan permintaannya.“Kamu hanya pe
Di sebuah rumah yang sangat besar berdesain kuno, tampak beberapa pelayan mondar-mandir membawa apa pun yang dipesan tamu sekaligus tuan-tuan dan nyonya-nyonya Abraham yang hadir. Rumah Sanjaya lebih tepatnya. Hari ini keluarga besar Abraham akan berkumpul di rumah besar milik Sanjaya Abraham walau pemilik rumah itu sendiri sudah tiada. Pertemuan keluarga besar memang rutin diadakan, setidaknya satu kali dalam satu bulan.Beberapa keluarga sudah datang, termasuk keluarga Haidar. Tidak lama dari itu, Jasmin datang bersama Pahlevi tanpa mengunjungi rumah orang tuanya lebih dulu. Sebenarnya Jasmin tak sabar untuk bertemu kedua orang tuanya, ada sesuatu yang ingin ia sampaikan di depan semua keluarga, yaitu kehamilannya yang baru ia ketahui dua hari yang lalu.Dari kejauhan, Basuki dan Maria tampak memasuki rumah. Namun, seperti biasa, yang menjadi pusat perhatian adalah dua sosok anak kecil yang menggemaskan. Siapa lagi kalau bukan Adelio dan Adelia? Adelia terlihat sangat cantik dengan
Melihat anak-anak tunduk atas perintah Dewi walau bibir mereka selalu saja menggerutu, Jasmin tersenyum dalam hatinya. Dewi berbeda dari pengasuh lainnya, ia begitu berani memerintah dan mengomel apabila anak-anak melakukan kesalahan. Bahkan, Dewi bersikap seenaknya di hadapan siapa pun termasuk Jasmin seolah tak peduli jika terkena teguran. Namun, hal itu malah berhasil membuat sikap Adelio dan Adelia mengalami perubahan menjadi lebih baik sedikit demi sedikit. Lihatlah, kedua bocah yang biasanya selalu membangkang kini menuruti ucapan pengasuhnya untuk tidur siang.Tidak ada yang Dewi lakukan selain duduk di atas sofa, memainkan ponselnya seraya menunggu kedua anak itu berhasil tertidur. Ia tidak berniat untuk membacakan dongeng, bernyanyi, atau yang lainnya agar kedua anak asuhnya tidur. Matanya yang melotot dan bibirnya yang mengoceh lah yang akan ia lakukan jika mereka tidak juga tidur siang.Setelah yakin kedua keponakannya sudah tertidur, Jasmin masuk ke dalam kamar anak-anak.
Duduk di kursi kebesarannya, Dhananjaya tidak melakukan apa pun selain memijat pangkal hidungnya yang mancung. Banyak berkas yang harus diperiksanya, bertumpuk di sudut meja. Apa daya, saat ini pikirannya sedang berputar-putar memikirkan Adelio dan Adelia. Sejak semalam Dhananjaya memutar waktu, kembali ke tujuh tahun yang lalu, tepatnya ketika kedua anaknya terlahir ke dunia. Sejak saat itu, ia memang tidak berlaku seperti seorang ayah pada umumnya. Seharusnya ia meluangkan waktu untuk bersama mereka, seharusnya ia ikut andil dalam mendidik anak, seharusnya ia tidak acuh dan terkesan tak peduli hingga mereka tidak dapat merasakan kasih sayangnya.Percuma melanjutkan pekerjaannya yang menumpuk, Dhananjaya tidak bisa memaksakan dirinya untuk tetap berkutat dengan dokumen-dokumen kantornya. Baru dua jam memasuki ruangannya, Dhananjaya sudah meninggalkan ruangan tersebut untuk pulang ke rumah.Duduk di sofa yang nyaman di dalam kamar anak-anak, Dhananjaya menyandarkan tubuhnya ke punggu
Jam menunjukkan pukul setengah satu, tepatnya setelah makan siang usai, Dhananjaya, Dewi, Adelio, dan Adelia meninggalkan rumah Abraham, menumpangi sebuah mobil menuju Bandar Udara Soekarno-Hata. Perjalanan dilanjutkan jalur udara menuju Bandar Udara Kulon Progo, Yogyakarta.Tidak ada keluarga lain yang ikut, Dhananjaya tidak mengizinkan ibu atau adiknya ikut berlibur. Terlebih, Jasmin sedang hamil muda. Selain itu, Dhananjaya tidak ingin siapa pun mengganggu waktunya bersama anak-anak. Jika saja Maria atau Jasmin ikut, sudah dipastikan kedua anaknya akan selalu bersama mereka dan Dhananjaya tetap sulit untuk mendekatkan hubungannya sebagai ayah dan anak.Caroline? Dhananjaya tidak berniat sedikit pun untuk mengajaknya berlibur atau sekadar mengabarinya bahwa hari ini ia akan terbang bersama kedua anaknya menuju Kota Yogyakarta. Hubungannya bersama Caroline memang tidak jelas, tidak jelas akan seperti apa. Jangankan mendengar suara satu sama lain setiap hari walau hanya melalui sambun
Terbangun dari tidurnya di dalam mobil, Dewi melihat kondisi sekolahan sudah sepi, hanya beberapa anak yang akan pulang bersama pengasuh atau keluarganya. Di mana Adelio dan Adelia? Melihat jam yang menunjukkan pukul sebelas, artinya kedua bocah itu sudah selesai belajar. Merasa khawatir, Dewi segera menghampiri seorang petugas keamanan.Petugas itu mengatakan bahwa semua kelas sudah bubar. Di dalam sekolah pun tidak ada lagi murid kecuali beberapa guru yang belum pulang. Penasaran dengan keberadaan Adelio dan Adelia, Dewi memutuskan untuk bertanya langsung pada gurunya. Sesuai dugaannya, kedua bocah itu sudah pulang sekitar sepuluh menit yang lalu. Panik? Bukan lagi! Dewi merasa nyawanya sedang terancam saat ini. Tidak apa-apa jika mereka pulang ke rumah dan mengerjai Dewi dengan pura-pura hilang. Tapi, bagaimana jika mereka malah bermain? Masalahnya, ini sudah ketiga kalinya Adelio dan Adelia sengaja menyelinap di antara kerumunan banyak temannya yang sedang keluar sekolah, mengela
Duduk di kursi kebesarannya, Dhananjaya hanya menatap layar laptopnya tanpa melakukan apa pun. Layar laptop itu sendiri menampilkan sebuah dokumen yang seharusnya dibaca hingga selesai. Nyatanya, Dhananjaya tidak semangat bahkan hanya untuk membaca poin-poin pentingnya saja. Sudah tiga gelas teh yang ia minum hingga tandas, tapi hal itu tidak juga membuat pikirannya kembali fokus pada pekerjaannya.Dewi, wanita yang sebenarnya tidak penting untuk dipikirkan, tapi pada kenyataannya Dhananjaya memikirkannya. Di mana wanita itu kini? Apa masih di Jakarta, atau sudah pulang ke Bandung? Ponsel yang diberikan Dhananjaya dibawa olehnya, tapi ketika Dhananjaya mencoba menghubunginya, nomornya tidak aktif. Lihatlah, wanita tak tahu malu itu bahkan tak sungkan memperlihatkan kekesalannya pada mantan majikan.Adelio dan Adelia tidak banyak bicara saat sarapan bersama tadi. Bahkan, wajah mereka terlihat murung dan tidak bersemangat. Dhananjaya menyikapinya dengan tenang, tapi Maria yang juga ikut
Sudah enam bulan Dewi bekerja di rumah Abraham sebagai pengasuh Adelio dan Adelia. Sekarang, kedua anak yang sulit dinasehati itu tunduk pada ucapan serta perintah Dewi. Namun, tidak jarang pula mereka kembali memperlihatkan sikap aslinya, yaitu ketus dan sombong. Setidaknya, sekarang mereka memiliki 'pawang' yang mereka segani. Sikap mereka terhadap orang lain terutama keluarganya pun kian manis, jauh berbeda dari sebelumnya.Hubungan anak-anak bersama sang ayah juga mengalami perubahan walau tidak signifikan, terlebih anak-anak masih saja tidak menerima Caroline sebagai kekasih ayahnya atau bahkan menjadi ibu tirinya. Setidaknya, sikap mereka terhadap Caroline tidak ketus seperti dulu. Jika saja Caroline menawarkan sesuatu, anak-anak pasti menolaknya dengan lembut.Hal itu menjadi pro kontra bagi keluarga Abraham. Banyak yang merasa senang karena Dewi dapat mendidik anak-anak menjadi lebih baik, tapi Maria sendiri tidak suka. Tidak masalah kedua cucunya seperti dulu, ciri khasnya se