Sudah enam bulan Dewi bekerja di rumah Abraham sebagai pengasuh Adelio dan Adelia. Sekarang, kedua anak yang sulit dinasehati itu tunduk pada ucapan serta perintah Dewi. Namun, tidak jarang pula mereka kembali memperlihatkan sikap aslinya, yaitu ketus dan sombong. Setidaknya, sekarang mereka memiliki 'pawang' yang mereka segani. Sikap mereka terhadap orang lain terutama keluarganya pun kian manis, jauh berbeda dari sebelumnya.Hubungan anak-anak bersama sang ayah juga mengalami perubahan walau tidak signifikan, terlebih anak-anak masih saja tidak menerima Caroline sebagai kekasih ayahnya atau bahkan menjadi ibu tirinya. Setidaknya, sikap mereka terhadap Caroline tidak ketus seperti dulu. Jika saja Caroline menawarkan sesuatu, anak-anak pasti menolaknya dengan lembut.Hal itu menjadi pro kontra bagi keluarga Abraham. Banyak yang merasa senang karena Dewi dapat mendidik anak-anak menjadi lebih baik, tapi Maria sendiri tidak suka. Tidak masalah kedua cucunya seperti dulu, ciri khasnya se
Untuk mencari jawaban atas apa yang menjadi banyak pertanyaannya, Indah sudah memutuskan untuk pulang ke Bandung besok pagi. Tujuannya hanya satu, yaitu mempertanyakan siapa dua orang yang mengaku orang tuanya. Mereka yang telah merawat Indah pasca hilang ingatan, apa alasan dan tujuannya? Hanya mereka yang dapat Indah cari tahu kebenaran atas apa yang telah terjadi selama ini.Melihat jam yang menunjukkan pukul delapan malam, Indah harap Dhananjaya belum tertidur. Indah ingin menemuinya. Bukan untuk mengungkapkan siapa dirinya, tapi ingin meminta izin untuk pulang ke Bandung. Kondisinya yang kurang sehat, bisa dijadikan alasan pulang. Untuk itu, Indah memberanikan diri untuk memasuki rumah Abraham melalui pintu belakang.Suasana sepi, hanya beberapa petugas keamanan yang berkeliaran di luar dan terkadang masuk ke dalam rumah hanya untuk memeriksa. Saat menginjakkan kakinya di anak tangga, Indah mengingat saat pertama kali datang ke rumah itu. Juga, mengingat saat dirinya hamil, Dhana
Sejak pagi, Adelio dan Adelia terlihat tidak bersemangat. Tepatnya setelah mengetahui bahwa pengasuhnya akan pulang kampung, mereka seolah keberatan akan hal itu. Wajah mereka cemberut, tak ingin banyak bicara.Indah tidak bisa berbuat apa-apa. Niatnya pulang juga karena ada hal yang sangat penting. Ia pun sudah mengatakan berulang kali, bahwa kepulangannya hanya sebentar saja. Tanpa sadar, Indah bersikap sangat lembut, sangat berbeda dari Dewi yang biasanya sembarangan. Namun, hal itu tidak membuat Adelio dan Adelia heran. Mungkin karena wanita itu sedang sakit, tidak ada tenaga untuk bicara dengan nada tinggi.Nyatanya, Indah tanpa sadar telah menampilkan Indah yang sesungguhnya. Ia sangat perhatian pada kedua anaknya, suaranya pun terdengar lembut. Hanya saja, tidak ada yang menyadari perubahan itu karena memang Indah hanya berinteraksi dengan kedua bocah tersebut.“Bibi berjanji akan kembali sore?” Adelia ingin memastikan, wajahnya terlihat sayu.“Jika tidak sore nanti, artinya be
Di sore hari, tepatnya pukul empat, Indah berbaring di dalam kamarnya, di rumah Tedi dan Mira. Walaupun jawaban yang dicarinya sudah ditemukan, rasa-rasanya Indah membutuhkan ruang untuknya merenung sehingga menginap di sana adalah pilihannya. Ponselnya sengaja tidak diaktifkan, bermaksud menghindari panggilan dari rumah Abraham yang dilakukan Adelio dan Adelia.Rindu, itulah yang ada di benak Indah pada kedua anaknya. Hanya saja saat ini, ia pun belum tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Tidak apa menginap semalam, dan akhirnya akan menghabiskan waktu bersama Adelio dan Adelia kembali.Dhananjaya, sosok pria yang sudah mengisi hati Indah sepenuhnya. Cinta itu tidak pernah pudar, tapi sosok Caroline hadir seolah menjadi penghalang. Di telapak tangan Indah, ada cincin pernikahannya yang enggan ia pakai kembali. Indah hanya bisa menggenggam erat, mengumpulkan kembali memori-memori bersama Dhananjaya. Tangisnya tak pernah reda, tapi tidak bersuara.“Dewi, seseorang mencarimu,” uca
Sesuai yang dikatakan Dhananjaya, esok paginya sopir pribadinya sudah datang untuk menjemput Indah, Adelio, dan Adelia. Berat rasanya meninggalkan Tedi dan Mira secepat itu. Apa boleh buat, Indah juga tak mungkin menentang perintah Dhananjaya, suami sekaligus majikannya.Bukan hanya Indah, tapi Adelio dan Adelia juga tampak masih ingin di sana bersama kakek dan nenek angkatnya yang sudah sangat akrab dalam waktu singkat. Sekali lagi, tidak ada yang bisa dilakukan kecuali segera berkemas untuk pergi dari rumah itu.“Apa Bibi tahu ke mana kita akan pergi?” tanya Adelio dengan lirikan teka-tekinya.“Pulang?” Indah merasa bingung. Untuk apa bocah itu masih mempertanyakannya?“Tidak, kita akan berlibur. Ayah sudah menyiapkan villa untuk kita,” koreksi Adelia dengan semangatnya.Indah terdiam, tercengang karena baru mengetahui hal itu. Tidak ada raut senang yang seharusnya terjadi, Indah malah terlihat melamun seolah ia sedang diajak berperang. Berlibur? Apa Dhananjaya juga ikut? Jika iya,
Puas memandangi pemandangan alam, semua orang memasuki villa. Namun, tampaknya suasana liburan itu tidaklah manis seperti harapan Dhananjaya. Kedua anaknya sengaja menghindar, tak ingin bergabung dengan sang ayah yang memang selalu bersama Caroline. Indah merasakan ketidak nyamanannya dari berbagai sisi, antara cemburu juga tak enak pada Caroline terjadi secara bersamaan. Suasana canggung itu terjadi cukup lama. Tidak ada yang berbicara, hening bagaikan tidak ada satu pun kata yang dapat terucap. Caroline sadar apa yang terjadi. Karena ada dirinya, liburan keluarga itu malah terasa sangat menyebalkan bagi semua orang. Seharusnya Caroline tidak menuruti perintah Maria yang memaksanya untuk datang. Caroline sudah menduga akan seperti ini, dan ia juga sudah menolak. Namun, bukan hanya Maria yang memaksanya untuk menyusul Dhananjaya, tetapi orang tuanya pun demikian. Harapan mereka sama, yaitu Adelio dan Adelia dekat dengan Caroline. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya, mereka kembali t
Suara ketukan di pintu membuat Indah terperanjat dari baringnya. Ia belum tertidur, hanya berbaring seraya memikirkan banyak problemanya. Mendengar adanya ketukan yang diyakini dilakukan Dhananjaya, Indah segera membuka pintu tersebut guna mengetahui apa yang diinginkan pria itu.“Pak.” Indah mengangguk sopan menyapa.“Anak-anak sudah tertidur?” Dhananjaya mengintip ke dalam kamar, melihat kedua anaknya yang sudah berselimut diri.“Sudah, Pak,” jawab Indah apa adanya.“Aku ingin membicarakan sesuatu.” Dhananjaya kemudian berbalik, lalu pergi ke arah lain.Tanpa diminta sekali pun, Indah sudah tahu bahwa ia harus mengikuti pria itu. Dhananjaya membawanya ke lantai dasar, ke ruang tengah yang terdapat sofa set. Duduk di kursi berukuran single, Dhananjaya terlihat bingung untuk mengatakan sesuatu. Sedangkan Indah yang tidak berani untuk ikut duduk bersama, berdiri tak jauh darinya sambil menundukkan kepala.“Dewi, kamu tahu sendiri bagaimana sikap anak-anak terhadap Carol. Aku tahu kamu
“Dewi?” Dhananjaya terlihat bingung ketika melihat Dewi keluar dari dapur.“Aku lupa membawa makanan,” ungkap Indah tak enak.“Aku akan ikut.” Dhananjaya tak ingin mempermasalahkannya.Keluar dari villa, Dhananjaya berjalan di depan untuk memimpin jalan. Namun, tentu Indah yang mengarahkan jalannya walau berjalan di belakang tubuh kekar pria itu. Indah memang belum pernah ke air terjun yang akan dikunjunginya saat ini, tapi ia tahu arahnya ke mana dari penjaga villa. Dari kejauhan, Indah bingung karena tidak melihat Caroline bersama anak-anak di tempat tadi. Tentu, ia merasa khawatir terjadi sesuatu. Bukan takut mereka diculik seseorang, tapi takut mereka berjalan ke arah lain dan mungkin akan tersesat. Ada tiga jalan di sana, dan ketiganya berbeda tujuan. Bagaimana jika Caroline dan anak-anak tersesat? Habis sudah Indah.“Pak, tunggu.” Indah sengaja menghentikan langkah Dhananjaya.“Ada apa?” Dhananjaya ikut celingak-celinguk seperti yang Indah lakukan.“Tadi Ibu Caroline bersama an