Sesuai yang dikatakan Dhananjaya, esok paginya sopir pribadinya sudah datang untuk menjemput Indah, Adelio, dan Adelia. Berat rasanya meninggalkan Tedi dan Mira secepat itu. Apa boleh buat, Indah juga tak mungkin menentang perintah Dhananjaya, suami sekaligus majikannya.Bukan hanya Indah, tapi Adelio dan Adelia juga tampak masih ingin di sana bersama kakek dan nenek angkatnya yang sudah sangat akrab dalam waktu singkat. Sekali lagi, tidak ada yang bisa dilakukan kecuali segera berkemas untuk pergi dari rumah itu.“Apa Bibi tahu ke mana kita akan pergi?” tanya Adelio dengan lirikan teka-tekinya.“Pulang?” Indah merasa bingung. Untuk apa bocah itu masih mempertanyakannya?“Tidak, kita akan berlibur. Ayah sudah menyiapkan villa untuk kita,” koreksi Adelia dengan semangatnya.Indah terdiam, tercengang karena baru mengetahui hal itu. Tidak ada raut senang yang seharusnya terjadi, Indah malah terlihat melamun seolah ia sedang diajak berperang. Berlibur? Apa Dhananjaya juga ikut? Jika iya,
Puas memandangi pemandangan alam, semua orang memasuki villa. Namun, tampaknya suasana liburan itu tidaklah manis seperti harapan Dhananjaya. Kedua anaknya sengaja menghindar, tak ingin bergabung dengan sang ayah yang memang selalu bersama Caroline. Indah merasakan ketidak nyamanannya dari berbagai sisi, antara cemburu juga tak enak pada Caroline terjadi secara bersamaan. Suasana canggung itu terjadi cukup lama. Tidak ada yang berbicara, hening bagaikan tidak ada satu pun kata yang dapat terucap. Caroline sadar apa yang terjadi. Karena ada dirinya, liburan keluarga itu malah terasa sangat menyebalkan bagi semua orang. Seharusnya Caroline tidak menuruti perintah Maria yang memaksanya untuk datang. Caroline sudah menduga akan seperti ini, dan ia juga sudah menolak. Namun, bukan hanya Maria yang memaksanya untuk menyusul Dhananjaya, tetapi orang tuanya pun demikian. Harapan mereka sama, yaitu Adelio dan Adelia dekat dengan Caroline. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya, mereka kembali t
Suara ketukan di pintu membuat Indah terperanjat dari baringnya. Ia belum tertidur, hanya berbaring seraya memikirkan banyak problemanya. Mendengar adanya ketukan yang diyakini dilakukan Dhananjaya, Indah segera membuka pintu tersebut guna mengetahui apa yang diinginkan pria itu.“Pak.” Indah mengangguk sopan menyapa.“Anak-anak sudah tertidur?” Dhananjaya mengintip ke dalam kamar, melihat kedua anaknya yang sudah berselimut diri.“Sudah, Pak,” jawab Indah apa adanya.“Aku ingin membicarakan sesuatu.” Dhananjaya kemudian berbalik, lalu pergi ke arah lain.Tanpa diminta sekali pun, Indah sudah tahu bahwa ia harus mengikuti pria itu. Dhananjaya membawanya ke lantai dasar, ke ruang tengah yang terdapat sofa set. Duduk di kursi berukuran single, Dhananjaya terlihat bingung untuk mengatakan sesuatu. Sedangkan Indah yang tidak berani untuk ikut duduk bersama, berdiri tak jauh darinya sambil menundukkan kepala.“Dewi, kamu tahu sendiri bagaimana sikap anak-anak terhadap Carol. Aku tahu kamu
“Dewi?” Dhananjaya terlihat bingung ketika melihat Dewi keluar dari dapur.“Aku lupa membawa makanan,” ungkap Indah tak enak.“Aku akan ikut.” Dhananjaya tak ingin mempermasalahkannya.Keluar dari villa, Dhananjaya berjalan di depan untuk memimpin jalan. Namun, tentu Indah yang mengarahkan jalannya walau berjalan di belakang tubuh kekar pria itu. Indah memang belum pernah ke air terjun yang akan dikunjunginya saat ini, tapi ia tahu arahnya ke mana dari penjaga villa. Dari kejauhan, Indah bingung karena tidak melihat Caroline bersama anak-anak di tempat tadi. Tentu, ia merasa khawatir terjadi sesuatu. Bukan takut mereka diculik seseorang, tapi takut mereka berjalan ke arah lain dan mungkin akan tersesat. Ada tiga jalan di sana, dan ketiganya berbeda tujuan. Bagaimana jika Caroline dan anak-anak tersesat? Habis sudah Indah.“Pak, tunggu.” Indah sengaja menghentikan langkah Dhananjaya.“Ada apa?” Dhananjaya ikut celingak-celinguk seperti yang Indah lakukan.“Tadi Ibu Caroline bersama an
Acara baby shower atau tujuh bulanan Jasmin akan digelar dalam waktu dekat. Semua keluarga Abraham tengah sibuk mempersiapkan pesta mewah untuk merayakannya. Bahkan, kabarnya Rega dan istrinya sedang dalam perjalanan pulang ke Indonesia.Mendengar kabar itu, Indah tersenyum dalam hatinya. Adik ipar sekaligus teman baiknya kini sudah memiliki keluarga dan hidup bahagia. Indah sangat merindukannya, rindu akan kebersamaan mereka seperti dulu. Namun, keadaannya yang hadir kembali sebagai Dewi tidak memungkinkannya untuk banyak bicara pada temannya itu. Jangankan untuk bercerita seperti biasa, untuk bertutur sapa saja Indah merasa sangat sulit karena Jasmin sendiri jarang mengunjungi rumah orang tuanya setelah hamil.Di samping itu, Adelio dan Adelia sedang merencanakan sesuatu. Entah akan berhasil atau tidak, mereka harus mencobanya terlebih dahulu. Sebenarnya mereka tidak yakin akan berjalan lancar, mereka juga bingung untuk memulainya, akan tetapi keduanya saling meyakinkan dan menguatk
Suara teriakkan Adelio dan Adelia begitu menggema hingga terdengar oleh Dhananjaya, Maria, dan Basuki yang baru saja datang. Caroline dan ibunya juga ada untuk mampir sebelum pulang ke rumahnya. Dhananjaya yang merasa sesuatu telah terjadi pun segera berlari ke arah belakang rumah. Anak-anaknya tampak baik-baik saja, berdiri di pinggir kolam. Namun, tidak dengan Indah yang berada di dalam kolam dengan posisi tubuhnya yang mengambang. Tanpa berpikir dua kali, Dhananjaya segera melemparkan tubuhnya ke dalam kolam. Bahkan, ia tidak sempat berpikir untuk mengeluarkan dompet serta ponselnya yang tersimpan di blazer yang dipakainya. Maria, Basuki, Caroline, serta ibunya menyusul ke kolam.Dhananjaya membawa tubuh Indah ke daratan, lalu bergegas memeriksa denyut nadi dan napas wanita itu. Indah tidak bernapas, tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Bagaikan tidak melihat adanya orang lain di sana, Dhananjaya dengan nekat menyatukan bibirnya dengan bibir Indah, memberikan napas buatan untuk wa
Plak!Tangan Maria dengan cepat menyapa pipi Indah sebelum wanita itu bicara. “Kamu memang tidak tahu malu! Kamu berhasil mencuci otak anak-anak hanya untuk kepentinganmu sendiri!” jeritnya tak terkendali.“Ibu, kendalikan dirimu.” Dhananjaya menahan sang ibu yang tampaknya ingin melayangkan tamparannya kembali.“Jay, dia wanita yang sangat licik dan penuh racun!” Maria sangat murka. Kembali menatap Indah, ia bertanya penuh amarah, “Apa yang kamu inginkan? Kamu ingin menarik perhatian Jay? Kamu meminta anak-anak untuk membantu melancarkan rencanamu?”Indah menggelengkan kepalanya, tentu membantah tuduhan tersebut. “Aku tidak—” “Cukup!” Dhananjaya tak ingin mendengar apa pun lagi. “Dewi, aku benar-benar tidak menyangka kamu seperti ini,” kata Caroline dengan wajahnya yang penuh kekecewaan. Ia pun pergi ke ruangan lain sesegera mungkin, tak menyangka Indah melakukan hal seperti itu.“Jay, Ibu harap kamu dapat menegakkan keadilan,” timpal Lenia, lalu pergi menyusul Caroline.“Lio, Lia,
Selesai berkemas, Indah ingin menemui anak-anak untuk yang terakhir kalinya. Ia pun masuk ke dalam rumah Abraham yang tampak sepi, tapi terdengar suara keluarga Abraham sedang mengobrol di ruang keluarga. Indah masa bodoh, segera menaiki tangga menuju kamar Adelio dan Adelia. Semoga saja mereka ada di kamarnya, tidak bergabung bersama keluarganya.“Apa Bibi baik-baik saja?” Adelio langsung bertanya saat Indah memasuki kamarnya.“Bibi, maafkan aku.” Adelia berlari ke arah Indah, memeluk kakinya erat.Indah membawa gadis kecil itu ke dalam, menutup pintu kamar itu rapat-rapat. Selanjutnya, ia meraih tangan Adelio dan Adelia, menuntunnya ke arah ranjang. Indah duduk di tepi ranjang, sedangkan kedua bocah itu berdiri di hadapannya.“Apa yang kalian rencanakan? Mengapa semuanya menjadi seperti ini?” tanya Indah santai, tidak ada raut kesal sama sekali.“Kami hanya mengikuti saranmu,” lirih Adelia menyesali sesuatu.“Saran?” Indah meminta penjelasan lebih.“Bibi bilang, kami harus membantu