Keluarga Abraham dikabarkan akan berlibur ke Amsterdam, Belanda. Liburan mendadak itu karena ada dua hal. Yang pertama, perusahaan yang dipimpin Dhananjaya, Abraham Technologi, akan menjalin kerja sama dengan perusahaan besar di sana. Yang kedua, merayakan kelulusan Jasmin.Awalnya hanya Dhananjaya, Basuki, Haidar dan orang-orang penting di kantornya yang akan terbang ke Amsterdam. Namun, karena Jasmin wisuda satu minggu yang lalu, Maria dan keluarga Haidar sepakat untuk merayakannya di Amsterdam.Hanya satu dari keluarga Abraham yang tidak ikut, siapa lagi jika bukan Indah? Jangankan diajak berlibur, siapa pun kecuali Jasmin tidak ada yang memberitahunya perihal liburan yang akan keluarga Abraham lakukan.Indah ingin ikut. Tentu saja! Namun, Dhananjaya yang merupakan suaminya sendiri tidak mengajaknya, Indah sadar diri siapa dirinya. Belum lagi Maria ikut berlibur, tak mungkin wanita itu mau berlibur bersama Indah. Intinya, tidak ada harapan untuk ikut berlibur bagi Indah.“Indah, mi
Liburan telah usai, saatnya keluarga besar Abraham kembali ke Indonesia. Jasmin tak sabar untuk segera sampai ke rumahnya. Ia sudah membayangkan bagaimana respons Indah saat melihat oleh-oleh yang dibawanya. Jasmin sempat berniat untuk membelikan pakaian baru untuk Indah, tapi ia urungkan. Ia rasa, bukan hanya dirinya saja yang merasa prihatin atas pakaian Indah yang sudah tidak cukup, tapi Dhananjaya pun demikian. Terbukti, kakaknya itu memintanya untuk memilihkan pakaian untuk istrinya. Memasuki kamar Indah, Jasmin tidak mendapati wanita itu sedang menonton TV seperti dugaannya. Saat melirik ke arah ranjang, ternyata Indah sedang berselimut diri. Mungkin kakak iparnya itu sedang tidur siang? Jasmin tidak peduli. Ia ingin Indah tahu bahwa semuanya sudah kembali. “Indah, bangunlah. Kamu harus menyambutku. Ayok, bangun.” Jasmin menggoyahkan lengan Indah dengan gerakan cepat. Indah sedikit bergerak. Matanya perlahan terbuka. Sadar suara siapa yang berbicara, ia berbalik hingga Jasmin
Empat hari berlalu Kondisi Indah sudah pulih seperti sedia kala. Dhananjaya merawatnya dengan sangat baik, memperhatikan setiap asupan gizi yang dikonsumsi. Nafsu makannya pun sudah kembali seperti sebelumnya. Setiap malam, Indah selalu merasa lapar. Seperti halnya malam ini, Indah merasa sangat lapar. Masalahnya, tidak ada makanan lagi di kamarnya. Dhananjaya sedang berada di luar kota untuk kepentingan bisnis. Semua keluarga sudah pulang, dan Indah tidak bisa leluasa melakukan apa pun termasuk pergi ke dapur di lantai dasar. Melirik ke arah jam dinding yang menunjukan pukul satu dini hari, semoga saja Maria sudah tertidur dan para pelayan juga sudah pulang ke rumah pondok. Indah benar-benar tidak bisa menahan laparnya, jadi ia memutuskan untuk mencari makanan di dapur. Di dalam lemari es, ada banyak buah-buahan dan camilan. Indah pun mengantongi beberapa camilan untuk dibawa ke kamarnya sambil mengunyah buah apel. Satu apel itu belum habis dimakan, seorang wanita berdiri di belak
Seseorang melaporkan apa saja yang Indah alami di kediaman Basuki Abraham kepada Sanjaya, termasuk saat Maria memaki wanita itu hanya karena kedapatan mencuri makanan. Sanjaya mendengarkan dengan saksama dan ia bisa membayangkan saat kejadian yang tidak menyenangkan bagi Indah. Sanjaya hanya tidak mengerti kepada cucunya sendiri, Dhananjaya. Mengapa dia tidak melindungi Indah dari keluarganya sendiri? Sanjaya tahu Dhananjaya tidak mencintainya, bahkan tidur terpisah. Namun, tidak adakah sedikit saja dia merasa kasihan pada wanita yang saat ini sedang mengandung anaknya? Namun, sebenarnya tidak ada yang memberitahu Sanjaya tentang kehamilan Indah selain orang kepercayaannya sendiri. Benar, Dhananjaya belum memberitahunya. Alasannya, ia ingin Indah melewati masa hamil mudanya yang sangat rawan keguguran. Dalam kata lain, Dhananjaya tidak ingin memberikan harapan pada kakeknya dulu. Tak ingin pusing memikirkan cara Dhananjaya mengatasi masalah Indah, Sanjaya mengunjungi rumah Basuki di
Hari sudah mulai siang. Indah dapat mendengar suara gaduh dari kejauhan. Entah apa yang sedang dilakukan orang-orang, ia tidak berniat untuk mencari tahu dan sibuk dengan ponselnya. Namun, ternyata suara gaduh itu tak kunjung berhenti hingga berjam-jam lamanya.Waktu makan siang pun tiba, seorang pelayan mengantarkan makanan kepada Indah. Pelayan itu sepertinya baru, Indah tak pernah melihatnya. Dia masih muda, dapat diperkirakan usianya hanya beberapa tahun lebih tua darinya. Sikapnya terlihat ramah, jauh dari sikap Alda.“Perkenalkan, nama saya Asmi, pelayan baru di rumah ini.” Wanita berpakaian hitam putih khas pelayan itu membungkuk hormat saat memperkenalkan diri.“Boleh aku tanya sesuatu?” Indah malah penasaran hal lain.Asmi mengangguk tanpa berani mengangkat wajahnya.“Ada apa di luar sana? Mengapa berisik sekali?” Indah mengintip keluar, tapi tidak berani keluar langsung.“Lantai ini sedang direnovasi. Pak Jay ingin ada dapur di sini,” jawab Asmi sesuai yang diketahuinya.“Ap
Dhananjaya terbangun dari tidurnya saat suara guntur memekakan telinga. Hal yang pertama ia ingat adalah Indah. Apa wanita itu sudah tertidur? Hujan di luar sangat lebat dan kilat serta guntur sebagai iringannya. Melihat jam dinding yang menunjukkan pukul dua malam, semoga saja istrinya itu sudah terlelap.Namun, Dhananjaya pun ingin memastikannya terlebih dahulu. Jadi, ia memutuskan untuk memeriksa keadaan Indah. Pintu kamar istrinya sedikit terbuka, persis seperti hari-hari lalu. Dhananjaya yakin, dia belum tertidur selarut itu. Langkahnya yang lebar bergerak cukup cepat, tak sabar untuk mengetahui kondisinya.Saat masuk ke dalam kamar, Dhananjaya tidak melihat adanya Indah di sana. Ia pun memeriksa kamar mandi, tidak ada! Tangannya terulur ke arah tirai, membuka tirai tersebut tanpa tujuan pasti. Dari jendela itu, ia melihat pemilik kamar tersebut ada di teras rumah pondok, rumah yang diisi para pelayan rumah Abraham.Beberapa pertanyaan dan makian pun bersarang di kepala Dhananjay
“Hujan sudah reda, apa kamu berani tidur sendiri? Lampunya tidak perlu dimatikan jika kamu takut.” Dhananjaya ingin memastikan.“Pak Jay keberatan menemaniku?” Indah mengeluh.“Kamu masih takut?” Dhananjaya tak berpikir yang lain selain sikap penakut istrinya.“Tidak, aku akan tidur sendiri.” Indah menggelengkan kepalanya.Melihat kekecewaan yang terpancar, Dhananjaya jadi merasa bersalah, ada rasa tak tega membiarkan wanita itu tidur sendirian. “Aku akan menemanimu,” ucapnya dingin.“Benarkah?” Indah menatap cepat. “Terima kasih,” lanjutnya girang.“Kamu terlihat sangat senang.” Dhananjaya merasa aneh.Indah tersadar, tak sepantasnya ia ingin ditemani tidur. Terlebih, Dhananjaya telah mengingatkan bahwa hujan sudah reda. Mungkin tadi pria itu terpaksa berkata akan menemaninya.“Maaf.” Indah tak enak.“Apa kesalahanmu meminta maaf?” Dhananjaya jelas bingung.“Aku ... aku bisa tidur sendiri.” Indah gugup seketika.“Aku akan menemanimu.” Dhananjaya menegaskan.Indah buru-buru menghabisk
Seharian ini Dhananjaya belum menemui Indah, padahal wanita itu sudah menunggunya sejak tadi. Pun, hari ini adalah hari minggu, tentu pria itu ada di rumah.Indah sebenarnya tidak kaget, suaminya itu memang seorang pekerja keras. Saking pekerja kerasnya, hari libur pun dia tetap sibuk dengan berkas-berkasnya.Indah sangat jenuh sendirian di kamarnya, hanya menonton TV seperti biasanya. Teringat suatu pertanyaan yang sering diberikan Dhananjaya, sepertinya tak salah jika ia menemui pria itu sekarang.“Apa yang membuatmu ke mari?” Dhananjaya tetap sibuk dengan pekerjaannya saat Indah masuk.“Apa aku mengganggu?” Indah balik bertanya.“Katakan saja.” Dhananjaya tak suka basa-basi.“Itu tidak penting. Aku permisi.” Indah malas duluan melihat respons suaminya yang dingin.“Kamu tidak mungkin datang jika itu tidak penting.” Dhananjaya mencegah pergi.“Sungguh, itu sangat tidak penting. Maaf mengganggu kerjamu.” Indah menggeleng pelan, tak ingin melanjutkan percakapan.“Katakan.” Dhananjaya