Seseorang melaporkan apa saja yang Indah alami di kediaman Basuki Abraham kepada Sanjaya, termasuk saat Maria memaki wanita itu hanya karena kedapatan mencuri makanan. Sanjaya mendengarkan dengan saksama dan ia bisa membayangkan saat kejadian yang tidak menyenangkan bagi Indah. Sanjaya hanya tidak mengerti kepada cucunya sendiri, Dhananjaya. Mengapa dia tidak melindungi Indah dari keluarganya sendiri? Sanjaya tahu Dhananjaya tidak mencintainya, bahkan tidur terpisah. Namun, tidak adakah sedikit saja dia merasa kasihan pada wanita yang saat ini sedang mengandung anaknya? Namun, sebenarnya tidak ada yang memberitahu Sanjaya tentang kehamilan Indah selain orang kepercayaannya sendiri. Benar, Dhananjaya belum memberitahunya. Alasannya, ia ingin Indah melewati masa hamil mudanya yang sangat rawan keguguran. Dalam kata lain, Dhananjaya tidak ingin memberikan harapan pada kakeknya dulu. Tak ingin pusing memikirkan cara Dhananjaya mengatasi masalah Indah, Sanjaya mengunjungi rumah Basuki di
Hari sudah mulai siang. Indah dapat mendengar suara gaduh dari kejauhan. Entah apa yang sedang dilakukan orang-orang, ia tidak berniat untuk mencari tahu dan sibuk dengan ponselnya. Namun, ternyata suara gaduh itu tak kunjung berhenti hingga berjam-jam lamanya.Waktu makan siang pun tiba, seorang pelayan mengantarkan makanan kepada Indah. Pelayan itu sepertinya baru, Indah tak pernah melihatnya. Dia masih muda, dapat diperkirakan usianya hanya beberapa tahun lebih tua darinya. Sikapnya terlihat ramah, jauh dari sikap Alda.“Perkenalkan, nama saya Asmi, pelayan baru di rumah ini.” Wanita berpakaian hitam putih khas pelayan itu membungkuk hormat saat memperkenalkan diri.“Boleh aku tanya sesuatu?” Indah malah penasaran hal lain.Asmi mengangguk tanpa berani mengangkat wajahnya.“Ada apa di luar sana? Mengapa berisik sekali?” Indah mengintip keluar, tapi tidak berani keluar langsung.“Lantai ini sedang direnovasi. Pak Jay ingin ada dapur di sini,” jawab Asmi sesuai yang diketahuinya.“Ap
Dhananjaya terbangun dari tidurnya saat suara guntur memekakan telinga. Hal yang pertama ia ingat adalah Indah. Apa wanita itu sudah tertidur? Hujan di luar sangat lebat dan kilat serta guntur sebagai iringannya. Melihat jam dinding yang menunjukkan pukul dua malam, semoga saja istrinya itu sudah terlelap.Namun, Dhananjaya pun ingin memastikannya terlebih dahulu. Jadi, ia memutuskan untuk memeriksa keadaan Indah. Pintu kamar istrinya sedikit terbuka, persis seperti hari-hari lalu. Dhananjaya yakin, dia belum tertidur selarut itu. Langkahnya yang lebar bergerak cukup cepat, tak sabar untuk mengetahui kondisinya.Saat masuk ke dalam kamar, Dhananjaya tidak melihat adanya Indah di sana. Ia pun memeriksa kamar mandi, tidak ada! Tangannya terulur ke arah tirai, membuka tirai tersebut tanpa tujuan pasti. Dari jendela itu, ia melihat pemilik kamar tersebut ada di teras rumah pondok, rumah yang diisi para pelayan rumah Abraham.Beberapa pertanyaan dan makian pun bersarang di kepala Dhananjay
“Hujan sudah reda, apa kamu berani tidur sendiri? Lampunya tidak perlu dimatikan jika kamu takut.” Dhananjaya ingin memastikan.“Pak Jay keberatan menemaniku?” Indah mengeluh.“Kamu masih takut?” Dhananjaya tak berpikir yang lain selain sikap penakut istrinya.“Tidak, aku akan tidur sendiri.” Indah menggelengkan kepalanya.Melihat kekecewaan yang terpancar, Dhananjaya jadi merasa bersalah, ada rasa tak tega membiarkan wanita itu tidur sendirian. “Aku akan menemanimu,” ucapnya dingin.“Benarkah?” Indah menatap cepat. “Terima kasih,” lanjutnya girang.“Kamu terlihat sangat senang.” Dhananjaya merasa aneh.Indah tersadar, tak sepantasnya ia ingin ditemani tidur. Terlebih, Dhananjaya telah mengingatkan bahwa hujan sudah reda. Mungkin tadi pria itu terpaksa berkata akan menemaninya.“Maaf.” Indah tak enak.“Apa kesalahanmu meminta maaf?” Dhananjaya jelas bingung.“Aku ... aku bisa tidur sendiri.” Indah gugup seketika.“Aku akan menemanimu.” Dhananjaya menegaskan.Indah buru-buru menghabisk
Seharian ini Dhananjaya belum menemui Indah, padahal wanita itu sudah menunggunya sejak tadi. Pun, hari ini adalah hari minggu, tentu pria itu ada di rumah.Indah sebenarnya tidak kaget, suaminya itu memang seorang pekerja keras. Saking pekerja kerasnya, hari libur pun dia tetap sibuk dengan berkas-berkasnya.Indah sangat jenuh sendirian di kamarnya, hanya menonton TV seperti biasanya. Teringat suatu pertanyaan yang sering diberikan Dhananjaya, sepertinya tak salah jika ia menemui pria itu sekarang.“Apa yang membuatmu ke mari?” Dhananjaya tetap sibuk dengan pekerjaannya saat Indah masuk.“Apa aku mengganggu?” Indah balik bertanya.“Katakan saja.” Dhananjaya tak suka basa-basi.“Itu tidak penting. Aku permisi.” Indah malas duluan melihat respons suaminya yang dingin.“Kamu tidak mungkin datang jika itu tidak penting.” Dhananjaya mencegah pergi.“Sungguh, itu sangat tidak penting. Maaf mengganggu kerjamu.” Indah menggeleng pelan, tak ingin melanjutkan percakapan.“Katakan.” Dhananjaya
“Tunggu.” Seorang pria berhasil menghentikan langkah Indah.Pria itu berpakaian seorang petugas keamanan, berlari dari lift ke arah Indah. Tentu, Indah hanya mematung di tempat. Jantungnya berdegup sangat kencang seolah ketahuan mencuri. Merasa sangat asing di tempat itu dan tidak ada orang yang dikenali, rasanya ia ingin pergi saja.“Sepertinya Anda salah memasuki lift. Silakan kembali ke lift,” kata pria itu dengan suara tegas.Indah melihat sekelilingnya. Ia memang tidak pernah ke sana, tapi apa pun yang dilihatnya, sama persis seperti gambaran yang Jasmin berikan.“Sepertinya aku tidak salah.” Indah yakin, tapi juga ragu.“Siapa yang ingin Anda temui?” Petugas keamanan penasaran.“Pak Jay.” Indah menatap was-was.Pria itu menelisik tubuh Indah dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dari tatapannya itu, terlihat jelas ia sedang menerka-nerka siapa Indah yang ingin bertemu seorang pemimpin? Dari tatapan itu juga, Indah tersadar siapa dirinya.Mengingat kedudukan suaminya sebagai pemim
“Tuan, Nona Indah ada di sini.” Seorang pelayan menghampiri Sanjaya yang saat itu sedang di taman seorang diri.“Kemarilah, Nak.” Sanjaya menyambut Indah ramah dengan suara beratnya.“Apa aku mengganggu?” Indah tak berani mendekat, takut jika kedatangannya telah mengganggu pria tua itu.“Tidak sama sekali.” Sanjaya menggelengkan kepalanya.Hal pertama yang Indah lakukan adalah mencium punggung tangan Sanjaya dengan sopan. Sanjaya membelai rambutnya dengan lembut sebagai balasan. Ia pun memberikan isyarat agar pelayan pergi untuk membawa minuman.“Duduklah.” Sanjaya mempersilakan Indah duduk di sampingnya. “Apa yang membuatmu ke mari? Kamu mengalami kesulitan di rumah mertuamu?” lanjutnya bertanya.“Tidak, aku hanya ingin bersilaturahmi. Bagaimana keadaan ... Tuan—”“Panggil kakek seperti suamimu,” potong Sanjaya tak suka. Wanita itu akan memanggilnya dengan sebutan tuan, tentu ia tak setuju. “Kakek baik-baik saja, hanya sedikit batuk,” lanjutnya dengan nada yang melembut.“Maaf, aku t
Di sore hari, Jasmin menghubungi Indah untuk menyusulnya ke cafe yang sering mereka kunjungi bulan-bulan lalu. Kandungan Indah sudah dinyatakan sehat karena usia kandungannya pun sudah menginjak enam bulan. Jadi, siapa pun tidak terlalu mengkhawatirkan perihal kandungannya lagi.Indah ragu untuk meminta izin pergi, tapi apa daya keinginannya untuk menghirup udara segar begitu besar. Dhananjaya sendiri tidak pernah membawanya keluar, bukan salah Indah yang tertarik dengan ajakan adik iparnya yang lebih pengertian.“Apa aku mengganggu?” Indah berdiri di dekat pintu, tak berani mendekat jika bukan pria itu yang meminta.“Tidak,” jawab Dhananjaya singkat.Pergerakan tangan Dhananjaya yang berada di atas keyboard berhenti, tubuhnya menyandar ke punggung kursi, menatap Indah dan memberikan isyarat agar mendekatinya.Mengerti dengan perintah melalui tatapannya, Indah segera melangkah lebih dekat. Di waktu yang sama, Dhananjaya juga bangkit dari kursinya.“Bolehkah aku pergi ke luar?” Indah m
Mengingat usia kandungan Indah yang sudah menginjak tujuh bulan, Dhananjaya dan dua anak kembarnya begitu semangat untuk berbelanja kebutuhan bayi. Soal antusias, Indah bahkan kalah, suami dan kedua anaknya sangat heboh merinci apa saja yang diperlukan bayi. Hampir seharian penuh keluarga kecil itu menghabiskan waktunya di dalam gedung pusat perbelanjaan, mengunjungi banyak toko kebutuhan bayi. Tepat keesokan harinya, mereka berempat tetap sibuk merapikan kamar bayi perempuan yang tak lama lagi akan terlahir. Sikap Dhananjaya tidak banyak perubahan. Tapi, setidaknya, pria yang dulu sangat kaku itu dapat tersenyum manis sekarang. Perhatiannya bukan hanya pada Indah saja, tapi pada Adelio dan Adelia juga, ditambah anak ketiganya yang masih berada dalam kandungan. Hubungan ayah dan anak yang dulu renggang, kini sebaliknya. Dhananjaya yang tentunya sudah sangat dewasa, sering kali terlihat seperti anak kecil ketika ikut bermain bersama Adelio dan Adelia. Dia bahkan tampak senang saat i
Terbangun dari tidur siangnya, bibir Indah melengkung membentuk senyuman manis mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Dalam keadaan matanya yang masih tertutup, perlahan tangannya bergerak ke arah perut, mengusapnya lembut. Hari ini Dhananjaya sengaja tak masuk kantor karena ingin memeriksakan istrinya. Sesuai harapan, kini sang istri tengah berbadan dua. Indah sendiri tak menyadari telatnya datang tamu bulanan, dan malah Dhananjaya yang mengingatkannya.Seperti kehamilan sebelumnya, kandungan Indah dinyatakan lemah dan memerlukan kehati-hatian yang tinggi. Satu janin yang dikandungnya berusia lima minggu, sangat rawan hingga Indah langsung mendapat banyak perhatian dari suaminya.Sejak di perjalanan pulang saja, Dhananjaya tak henti mengingatkan, memberikan nasehat agar Indah menjaga pola makan serta aktivitasnya. Bahkan, pria itu memaksa Indah untuk beristirahat dengan tidur siang, hal yang tak pernah Indah lakukan.“Ada acara apa ini? Tidak ada yang mengajak Ibu untuk bergabun
Bulan madu, umumnya pasangan pengantin baru akan memadu kasih di tempat romantis berdua saja. Namun, hal itu tidak berlaku pada Indah dan Dhananjaya. Pasalnya, mereka berlibur di Kota Bali dengan membawa kedua anaknya. Tempat itu sudah diidamkan Indah sejak lama, dan sekarang baru terlaksana.Menatap lurus ke depannya, hati Dhananjaya merasakan kedamaian dan kehangatan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Berjarak beberapa meter darinya, Indah dan anak-anak sedang bermain pasir. Sedangkan ia sendiri, hanya duduk di kursi yang terbuat dari kayu di bawah pepohonan, menikmati semilir angin.Ingin bergabung, tapi Dhananjaya tak tahu harus melakukan apa. Bermain pasir bersama? Bukan malas, tapi ia tak bisa melakukannya. Biarlah, tawa mereka bertiga sudah cukup membuat hatinya senang, bibirnya pun tak henti-hentinya tersenyum manis melihat pemandangan indah yang tak pernah dilihatnya.“Indah, luangkan waktumu untukku juga,” pinta Dhananjaya saat Indah menghampirinya. Suaranya terdengar
Terbangun dari tidurnya, Indah celingukan mencari keberadaan Dhananjaya yang tidak ada di sampingnya. Ketika memeriksa kamar mandi, pria itu juga tidak ada di sana. Tanpa mau merapikan ranjang yang sangat berantakan akibat pergulatan semalam terlebih dahulu, Indah bergegas keluar dari kamar itu.Suasana sangat sepi, tidak ada suara apa-apa sekalipun suara hewan. Indah tentu ingat di mana ia berada, yakni rumah barunya. Namun, bohong jika ia merasa baik-baik saja. Nyatanya, ia merasa cemas dan takut. Rumah yang sangat besar tersebut begitu menyeramkan jika sendirian, padahal hari sudah pagi.Tak berani memeriksa banyak ruangan di lantai atas, Indah melanjutkan pencarian ke lantai dasar. Seperti kemarin saat dia datang, di lantai dasar juga tidak ada siapa pun. Tapi, kali ini samar terdengar adanya aktivitas di sebuah ruangan. Indah lalu mengikuti arah suara itu berasal meski ada rasa takut tapi penasaran.Di dapur yang cukup terbuka, Dhananjaya sedang sibuk memasak sesuatu. Dari carany
Berdiri di atas pelaminan untuk menyambut para tamu yang hadir, tatapan Indah tertuju pada salah satu meja yang hanya diisi dua orang wanita cantik berpakaian mewah. Mereka terlihat sangat akrab layaknya sahabat, dan kedua orang itu sangat Indah kenali, yakni Jasmin dan Caroline.Caroline, wanita yang sangat cantik itu tetap hadir di hari kedua resepsi pernikahan. Ya, walau bagaimana pun banyak tamu yang diundangnya. Meski tidak berdiri di pelaminan, dia tetap menyapa tamunya, dengan senang hati menjelaskan apa yang terjadi pada pernikahannya yang gagal.Hati Indah kembali merasa tak enak, yang seharusnya tidak perlu diingat-ingat lagi. Lihatlah di depan sana, ada seorang wanita cantik bak bidadari. Pria mana yang tidak tertarik? Bahkan, kecantikannya yang sempurna itu berhasil membuat banyak wanita iri, termasuk Indah. Tapi, mengapa Dhananjaya tidak menyukainya? Dia malah memelas pada wanita sederhana yang berasal dari kampung untuk kembali menjadi istrinya. Jangankan orang lain, In
Duduk di sofa kamar hotel yang ditempatinya, Indah menatap kosong pemandangan di depannya. Sejak duduk di pelaminan sebagai pengantin, tidak banyak ekspresi yang ia tampilkan selain tersenyum ramah kepada para tamu. Namun, beberapa orang sudah tahu bahwa wanita itu terlihat linglung.Tidak banyak yang dibicarakan bersama Dhananjaya karena tak sempat, tentu Indah memiliki segudang pertanyaan perihal kejadian hari ini. Saking tak percayanya menjadi seorang pengantin, sampai-sampai Indah tak bisa berekspresi lebih. Tepatnya, dia mengalami syok berat dan tak mengerti.Keluar dari kamar mandi, Dhananjaya melihat punggung mungil Indah yang tetap membelakangi seakan tak sadar kedatangannya. Hatinya tak tenang sejak tadi. Apa Indah tidak senang menjadi istrinya lagi? Atau, apa kesalahannya sangat besar hingga Indah tidak memiliki kepercayaan lagi terhadapnya?“Apa yang kamu pikirkan?” Dhananjaya berhasil membuat Indah menoleh. “Ada masalah?” tanyanya ragu.“Apa ini mimpi?” Indah memperhatikan
Di kediaman Basuki Abraham, banyak sekali orang yang entah sedang apa. Sejak Dhananjaya meninggalkan hotel, sebagian keluarga Abraham dan keluarga Caroline juga meninggalkan hotel tersebut dan datang ke rumah Basuki untuk melihat sosok Indah yang selama ini tidak mereka ketahui, khususnya keluarga Caroline.Jelas saja, saat Indah dan Dhananjaya sampai di rumah itu, mereka menjadi pusat perhatian seluruh orang yang ada di sana. Hal itu membuat Indah sangat malu hingga ingin pergi dari tempat tersebut, tapi Dhananjaya menyeret tangannya untuk masuk ke dalam. Tidak seperti Indah yang menunduk sepanjang jalan karena malu, Dhananjaya tetap menegakkan kepala dengan wajah dingin andalannya seolah tidak ada siapa pun di sana. Di dalam rumah, tepatnya di ruang keluarga, tengah berkumpul keluarga Abraham yang penasaran tentang Indah yang sebenarnya masih hidup. Bahkan, Caroline dan Lenia pun ada di sana, memperhatikan kedatangan Dhananjaya bersama Indah. Bukannya berhenti di depan mereka untuk
Beberapa saat yang laluSemua persiapan untuk melangsungkan pernikahan Dhananjaya dan Caroline sudah siap. Sumpah pernikahan akan dilakukan di depan semua keluarga besar dari kedua belah pihak, di hotel yang sangat terkenal akan kemewahannya di Pusat Kota Jakarta.Semua keluarga sudah berkumpul untuk menyaksikan acara yang mulia itu, tapi justru penghulu yang belum datang. Caroline dilanda kecemasan dengan keputusan yang akan dipilihnya. Sama seperti Indah yang tidak bisa tidur dan menangis semalaman, Caroline pun tidak bisa tidur karena sibuk memikirkan banyak hal.Entah keputusannya benar atau salah, Caroline tidak peduli. Ia sudah memutuskan sesuatu sebelum semuanya terlambat. Di hadapan semua keluarga, Caroline meminta Dhananjaya berdiri di sampingnya. Tidak ada yang aneh, Dhananjaya hanya menurut saja. Sedangkan keluarga yang lainnya, tetap duduk di kursi masing-masing, memperhatikan Caroline yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.“Sebelum sumpah pernikahan kita terucap, aku i
1 bulan berlaluHari ini adalah hari di mana Dhananjaya dan Caroline melangsungkan pernikahannya. Semua keluarga sangat sibuk mengatur pesta, termasuk Rega dan Jasmin yang meninggalkan Indah sendirian. Belum tahu bagaimana kelanjutan hidup Indah, dan Indah dipaksa untuk menetap di rumah Rega. Entah apa yang Jasmin dan Rega tunggu, mengapa mereka membiarkan pernikahan Dhananjaya dan Carolone terjadi. Lantas, untuk apa Indah masih di sana, menunggu yang tidak pasti? Membayangkan Dhananjaya yang akan menyematkan sebuah cincin di jari manis Caroline, hati Indah terasa sangat panas dan perih. Sejak semalam ia tak henti menangis, menangisi yang seharusnya sudah ia relakan. Nyatanya, perkataan yang keluar dari mulut dan di hati sangat bertolak belakang. Indah tidak rela Dhananjaya menikahi Caroline, Indah tidak terima kedua anaknya memanggil ibu kepada wanita lain.Cincin pernikahannya bersama Dhananjaya adalah barang yang sangat berharga, akan tetapi benda kecil itu hilang saat pergi ke ho