Share

Bab 4 Kegilaan Laras

Author: Nona Enci
last update Last Updated: 2024-11-28 09:28:44

Selepas kejadian semalam, sorenya Laras bertemu dengan Sarah. Mereka berada di sebuah cafe bernama Cafe Favorit Kita.

"Asli, aku pusing banget, Sar!" seru Laras memegang kepalanya dengan kedua tangannya.

"Ya udah memang kenapa kalau nikah sama Bian? Dia udah mapan, Ras. Punya rumah, mobil, kerja juga enak. Jabatannya direktur lagi, kurang apa coba?" tanya Sarah dengan pemikirannya.

"Masalahnya aku nggak suka sama Mas Bian, Sar. Nikah itu bukan perkara nikah doang, loh," resah Laras.

"Oke-oke. Aku paham yang kamu maksud. Tapi gini, kamu kan udah lumayan lama kenal Bian, memang nggak ada rasa apa pun gitu? Rasa nyaman mungkin?"

"Dia tetangga aku. Aku ngeliat dia cuma sebagai tetanggaku, nggak lebih."

"Kalau kamu nggak suka, bisa nolak. Hidup itu jangan dibawa ribet, Ras. Lagian, baru pengenalan 'kan?"

"Masalahnya aku sama Mas Bian nggak terlalu deket, Sar." Laras mengungkapkan keresahannya.

Tidak. Bahkan lebih. Laras bingung menjelaskannya seperti apa. Apalagi setelah Bian mencuri ciuman pertamanya. Rasanya benar-benar berbeda. Degupan kencang itu, tidak seperti biasanya.

"Aku nggak tau ini bodoh atau bukan. Tapi ... Mas Bian dua kali ngecup bibirku, Sar," ucap Laras dengan hati-hati.

Sarah cukup terkejut, tetapi ia mencoba tenang. "Itu aja 'kan, nggak sampai lebih?"

Laras menggeleng. "Dia, terus maksa aku buat nikah sama dia. Sekarang aku bingung harus gimana," keluhnya dengan putus asa.

"Kamu beneran nggak mau nyoba dulu sama Bian? Ya, maksudku nggak langsung ke tahap pernikahan. Kenal satu sama lain dulu 'kan bisa. Cocok enggaknya itu urusan belakang," saran Sarah.

"Lagipula, Bian orangnya baik. Terbukti selama orang tua kamu pergi ke luar kota, dia setia jagain kamu 'kan? Bahkan sampai kaya bodyguard, ke mana-mana selalu diawasi. Bian, nggak terlalu buruk buat dijadikan suami, Ras."

Sarah memang ada benarnya. Pria itu selalu menjaga Laras dalam keadaan apa pun. Namun, Laras tidak pernah berpikir alurnya akan seperti ini. Mengapa harus Bian? Pikirnya.

Selama merenung lama, Laras menangkap sosok yang ia kenali terlihat berjalan lalu duduk di meja kosong. Itu Pandu dan Jelita. Bagaimana momennya bisa pas begini?

"Kayanya emang harus dicoba dulu. Kamu benar, Sar. Bian nggak terlalu buruk buat dijadikan suami," celetuk Laras dengan pandangan masih ke pasutri di depannya.

Sarah mengikuti arah pandangan sahabatnya. "Kamu berubah pikiran bukan karena mereka berdua 'kan?"

"Nggak sama sekali. Lagipula, aku berhak bahagia 'kan? Aku juga nggak mau keliatan lemah. Emang dia doang yang bisa secepat itu move on? Aku juga bisa kali," kesal Laras tiba-tiba.

Sarah geleng-geleng kepala. Sahabatnya itu cukup ajaib. Ia berubah dalam hitungan detik.

"Kamu fokus bahagia aja, Ras. Nggak perlu ngeliat ke belakang lagi, hidupmu kamu yang atur. Jemput bahagia kamu sama Bian," ucap Sarah amat mendukung.

Laras mengangguk semangat. Bian lebih mapan dan tampan dari Pandu, jadi seharusnya ia bersyukur dapat pengganti yang lebih baik. Ya, ia harus mulai menerima jalan takdirnya.

Bian menelepon. Sungguh, ini kesempatan yang tidak boleh dilewati barang sedetik pun.

Buru-buru Laras menerima panggilan tersebut dan berdehem cukup keras sehingga Pandu dan Jelita refleks menoleh, ikut memperhatikan wanita itu.

"Halo, Sayang?" panggil Laras sengaja dengan suara kencang. Ia sengaja agar Pandu mendengar percakapan tersebut.

Sedangkan Sarah yang melihat aksi sang sahabat langsung menutup mukanya malu. Asli, ini sangat malu. Sarah tahu bahwa tujuan Laras seperti itu agar menarik perhatian Pandu dan Jelita. Sayangnya, ini terlalu berlebihan jika di perlihatkan di depan khayalak banyak.

"Kamu di mana? Saya di depan rumah," tanya Bian tidak mempedulikan panggilan aneh dari Laras.

"Oh, kamu ada di rumah, ya? Aku lagi di cafe sama Sarah. Iya, lagi main. Kenapa? Kamu mau ke sini jemput aku? Ya udah, aku tunggu di cafe, ya, Sayang," ujar Laras dengan centilnya.

Di seberang sana, Bian kebingungan sendiri. Apalagi mendengar penuturan Laras yang tidak biasa, terlebih wanita itu menggunakan kata 'Sayang' sebagai panggilan. Bukankah terdengar aneh?

"Saya tunggu di rumah, cepat pulang."

"Iya, di cafe biasa, Cafe Favorit Kita. Aku tunggu, ya, Sayang. Aku juga cinta kamu, bye!" ucap Laras sangat percaya diri.

Panggilan itu terputus. Laras pura-pura tidak melihat keberadaan Pandu dan Jelita. Ia langsung meneguk minuman yang tadi sempat dipesannya. Persetan dengan rasa malu, tetapi Laras lega sudah melakukannya.

"Gila kamu, Ras. Bener-bener gila," ujar Sarah tidak habis pikir.

"Diem, Sar. Jangan bikin aku tambah malu. Kalau Bian nggak ke sini, matilah aku," ucap Laras yang sebenarnya tidak tenang sama sekali.

"Lagian kamu sok-sokan begitu."

Beberapa menit kemudian.

"Laras."

Yang dipanggil pun langsung mengangkat kepalanya. Tidak dapat dipercaya bahwa Bian benar ada di depannya. Sungguh, ia tidak mimpi bukan?

Tersadar, Laras langsung tersenyum rekah dan bergelut manja di lengan Bian. Melupakan rasa malunya, ia harus kembali berakting. Setidaknya Pandu dan Jelita harus melihat.

"Sayang, aku pikir kamu bohong, makasih ya udah mau jemput," kata Laras terdengar lebay.

Laras memainkan matanya agar Bian peka. Saat melihat ke pojok kanan di depan sana, ternyata ada Pandu dan Jelita. Akhirnya Bian mengerti apa alasan Laras bersikap aneh seperti ini.

Bian menarik tubuh Laras agar lebih dekat. Ia bahkan menaruh tangannya di pinggang wanita itu, sengaja ikut dalam permainan wanita nakal di depannya.

Laras melotot, tetapi setelahnya bersikap biasa saja karena hal itu amat menarik perhatian pasangan suami istri di depannya. Entah keberanian dari mana, Laras menghampiri meja Pandu.

"Eh, ada Pandu sama istrinya, sorry ya aku nggak liat," ungkap Laras.

Omonganmu, Ras, Ras. Bikin geleng-geleng kepala. Pikir Sarah yang seperti orang bodoh menyaksikan drama tersebut.

"Kalian pacaran?" tanya Pandu kelewat kepo.

Tentu saja Laras senang. Rupanya Pandu termakan aktingnya. Lihat saja. Ia akan membuat pria itu menyesal telah meninggalkannya. Ia bahkan sampai berdecih di dalam hati melihat Jelita yang sok polos itu.

"Iya." Laras tersenyum paksa ke arah Bian. "Kenalin, dia Bian pacarku. Ah, aku rasa kalian udah saling kenal bukan?" kekehnya.

Entah kenapa, Laras melihat ada yang janggal di mata Jelita. Wanita itu seolah tidak suka mendengar bahwa ia dan Bian memiliki hubungan. Apakah wanita itu tampak cemburu?

"Ngomong-ngomong, selamat atas pernikahan kalian. Kemarin saya langsung pulang, lupa ucapin pas acara," ucap Bian.

"Santai aja, Bro. Kalian kapan nyusul, nih?" goda Pandu.

"Secepatnya. Iya, 'kan, Sayang?" ucap Bian dengan senyum manis khas meledek kepada Laras.

Kalau begini caranya, bukannya untung Laras malah buntung. Bian, terlalu pintar untuk diajak bercanda.

Related chapters

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 5 Masalah Kecupan

    Di dalam mobil. Kini Laras dan Bian sudah berada di dalam mobil. Usai melakukan drama di cafe, keduanya memutuskan untuk pulang. "Itu cuma akting. Aku nggak sungguh-sungguh, Mas Bian jangan ge'er pokoknya!" ucap Laras kelewat cerewet. Gengsi setengah mati. Namun, Laras berusaha biasa saja. Jika saja ia bisa menghilang, ia mungkin sudah menghilang dari tadi. "Aku panggil Mas Bian pakai kata 'Sayang' itu juga bagian dari akting." Laras mencoba klarifikasi. Laras menoleh ke arah Bian yang sedari tadi tidak menanggapi omongannya. Wanita itu kesal, sebab Bian hanya fokus menyetir bahkan merespon saja tidak. "Mas Bian denger aku ngomong nggak si!" kesalnya. Bian hanya berdeham sebagai respon, membuat Laras makin dibuat kesal. Ia berdecak kesal dan membelakangi Bian sehingga dirinya menghadap ke jendela mobil. Setelah perjalanan penuh keheningan tersebut, mereka akhirnya sampai di rumah. Bian memarkirkan mobilnya di tepi jalan tepat di depan rumah Laras. Laras menggapai pintu

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 1 Hari Patah Hati

    Hari ini, hari patah hati seorang Laras Maheswari. Pandu Pramana, sosok yang sebulan lalu menyandang status sebagai mantan kekasihnya, kini resmi menikah dengan Jelita anak magang di perusahaan mereka bekerja. "Masih nggak bisa dipercaya seorang Laras Maheswari kalah sama anak magang," ledek Sarah, sahabat Laras. Dibarengi dengan itu, Pandu dan Jelita berjalan di atas altar dengan senyum rekah. Laras menatap keduanya dengan perasaan bahagia sekaligus sakit. Pandu sudah menjemput bahagianya dengan perempuan yang ia cintai, lantas bagaimana dengan Laras? "2 bulan." Sarah melirik ke arah Laras. "Jelita cuma butuh waktu 2 bulan buat meluluhkan hatinya Pandu. Itu nggak sebanding sama kebersamaan kalian." Faktanya, Laras dan Pandu sudah menjalin hubungan selama 5 tahun dan putus karena ego masing-masing. Mereka menjalin asmara karena berada di satu divisi yang sama. "Mereka cocok," celetuk Laras saat ia menerima lambaian tangan dari Pandu, tidak lupa tersenyum seolah bahagia. Sarah me

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 2 Tawaran Menikah

    "Kamu nggak mau nikah sama saya? Biar samaan kaya mereka," kata Bian membuat Laras menajamkan matanya. "Laras!" panggil Sarah. Sarah pun datang menghampiri keduanya. "Oh lagi sama Bian, aku kira kamu lagi ngobrol sama siapa." "Aku pulang duluan, ya, Ras? Suamiku kasian pulang-pulang aku nya malah nggak ada di rumah," ujar Sarah. Sarah memang sudah menikah. Suaminya tidak ikut kondangan karena masih ada di luar kota urusan pekerjaan. Saat ini Sarah sedang mengandung anak keduanya. Usia kandungannya baru 2 bulan. "Nggak apa, kamu pulang aja, Sar. Bumil jangan pulang malam-malam," ucap Laras. "Bisa aja kamu, Ras. Oh, iya, kamu pulang sama Bian aja. Rumah kalian deket, tuh. Bisa kan, Bi?" tanya Sarah meminta persetujuan Bian. Laras langsung menolak, "Nggak usah. Astaga, Sar. Aku bisa pulang pesan Taxi. Udah kamu pulang sana, suamimu marah tau rasa nanti." "Ya udah. Titip Laras, ya, Bian. Bye, Ras!" Setelahnya tinggallah Laras dan Bian. Suasana terasa canggung. Lara

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 3 Kesepakatan

    "Ya ampun, makannya pelan-pelan Sayang," ujar Weni padahal Laras tersedak pun karena ulah perkataannya. Laras langsung meneguk segelas air putih hingga menyisihkan setengah. Ia menatap Bian sebentar, mengapa pria itu bisa setenang ini? "Maaf, maksud Tante Weni tadi apa, ya?" tanya Laras kembali memastikan. Weni menegakkan tubuhnya. Ia bahkan menebar senyum. "Menikah. Kamu dan Bian. Orang tua kamu juga pasti nggak akan keberatan, kok. Iya 'kan, Bu, Pak?" Sontak kepala Laras langsung miring ke samping. Di sana ada orang tuanya. Sang Ibu bahkan sampai menarik napas seolah ini adalah hal berat untuknya. "Mama dan Papa memang berniat mengenalkan kamu dengan Bian agar lebih dekat lagi. Kami nggak akan memaksa karena semua keputusan ada di tangan kamu," ungkap sang Ibu. Pun dengan sang Ayah yang langsung menimpali, "Papa selalu dukung keputusan kamu, Laras." Tidak. Laras tidak mau seperti ini. Ia bahkan masih belum mengerti maksudnya. Sejak 3 bulan yang lalu Bian pindah ke depa

Latest chapter

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 5 Masalah Kecupan

    Di dalam mobil. Kini Laras dan Bian sudah berada di dalam mobil. Usai melakukan drama di cafe, keduanya memutuskan untuk pulang. "Itu cuma akting. Aku nggak sungguh-sungguh, Mas Bian jangan ge'er pokoknya!" ucap Laras kelewat cerewet. Gengsi setengah mati. Namun, Laras berusaha biasa saja. Jika saja ia bisa menghilang, ia mungkin sudah menghilang dari tadi. "Aku panggil Mas Bian pakai kata 'Sayang' itu juga bagian dari akting." Laras mencoba klarifikasi. Laras menoleh ke arah Bian yang sedari tadi tidak menanggapi omongannya. Wanita itu kesal, sebab Bian hanya fokus menyetir bahkan merespon saja tidak. "Mas Bian denger aku ngomong nggak si!" kesalnya. Bian hanya berdeham sebagai respon, membuat Laras makin dibuat kesal. Ia berdecak kesal dan membelakangi Bian sehingga dirinya menghadap ke jendela mobil. Setelah perjalanan penuh keheningan tersebut, mereka akhirnya sampai di rumah. Bian memarkirkan mobilnya di tepi jalan tepat di depan rumah Laras. Laras menggapai pintu

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 4 Kegilaan Laras

    Selepas kejadian semalam, sorenya Laras bertemu dengan Sarah. Mereka berada di sebuah cafe bernama Cafe Favorit Kita. "Asli, aku pusing banget, Sar!" seru Laras memegang kepalanya dengan kedua tangannya. "Ya udah memang kenapa kalau nikah sama Bian? Dia udah mapan, Ras. Punya rumah, mobil, kerja juga enak. Jabatannya direktur lagi, kurang apa coba?" tanya Sarah dengan pemikirannya. "Masalahnya aku nggak suka sama Mas Bian, Sar. Nikah itu bukan perkara nikah doang, loh," resah Laras. "Oke-oke. Aku paham yang kamu maksud. Tapi gini, kamu kan udah lumayan lama kenal Bian, memang nggak ada rasa apa pun gitu? Rasa nyaman mungkin?" "Dia tetangga aku. Aku ngeliat dia cuma sebagai tetanggaku, nggak lebih." "Kalau kamu nggak suka, bisa nolak. Hidup itu jangan dibawa ribet, Ras. Lagian, baru pengenalan 'kan?" "Masalahnya aku sama Mas Bian nggak terlalu deket, Sar." Laras mengungkapkan keresahannya. Tidak. Bahkan lebih. Laras bingung menjelaskannya seperti apa. Apalagi setelah Bian

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 3 Kesepakatan

    "Ya ampun, makannya pelan-pelan Sayang," ujar Weni padahal Laras tersedak pun karena ulah perkataannya. Laras langsung meneguk segelas air putih hingga menyisihkan setengah. Ia menatap Bian sebentar, mengapa pria itu bisa setenang ini? "Maaf, maksud Tante Weni tadi apa, ya?" tanya Laras kembali memastikan. Weni menegakkan tubuhnya. Ia bahkan menebar senyum. "Menikah. Kamu dan Bian. Orang tua kamu juga pasti nggak akan keberatan, kok. Iya 'kan, Bu, Pak?" Sontak kepala Laras langsung miring ke samping. Di sana ada orang tuanya. Sang Ibu bahkan sampai menarik napas seolah ini adalah hal berat untuknya. "Mama dan Papa memang berniat mengenalkan kamu dengan Bian agar lebih dekat lagi. Kami nggak akan memaksa karena semua keputusan ada di tangan kamu," ungkap sang Ibu. Pun dengan sang Ayah yang langsung menimpali, "Papa selalu dukung keputusan kamu, Laras." Tidak. Laras tidak mau seperti ini. Ia bahkan masih belum mengerti maksudnya. Sejak 3 bulan yang lalu Bian pindah ke depa

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 2 Tawaran Menikah

    "Kamu nggak mau nikah sama saya? Biar samaan kaya mereka," kata Bian membuat Laras menajamkan matanya. "Laras!" panggil Sarah. Sarah pun datang menghampiri keduanya. "Oh lagi sama Bian, aku kira kamu lagi ngobrol sama siapa." "Aku pulang duluan, ya, Ras? Suamiku kasian pulang-pulang aku nya malah nggak ada di rumah," ujar Sarah. Sarah memang sudah menikah. Suaminya tidak ikut kondangan karena masih ada di luar kota urusan pekerjaan. Saat ini Sarah sedang mengandung anak keduanya. Usia kandungannya baru 2 bulan. "Nggak apa, kamu pulang aja, Sar. Bumil jangan pulang malam-malam," ucap Laras. "Bisa aja kamu, Ras. Oh, iya, kamu pulang sama Bian aja. Rumah kalian deket, tuh. Bisa kan, Bi?" tanya Sarah meminta persetujuan Bian. Laras langsung menolak, "Nggak usah. Astaga, Sar. Aku bisa pulang pesan Taxi. Udah kamu pulang sana, suamimu marah tau rasa nanti." "Ya udah. Titip Laras, ya, Bian. Bye, Ras!" Setelahnya tinggallah Laras dan Bian. Suasana terasa canggung. Lara

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 1 Hari Patah Hati

    Hari ini, hari patah hati seorang Laras Maheswari. Pandu Pramana, sosok yang sebulan lalu menyandang status sebagai mantan kekasihnya, kini resmi menikah dengan Jelita anak magang di perusahaan mereka bekerja. "Masih nggak bisa dipercaya seorang Laras Maheswari kalah sama anak magang," ledek Sarah, sahabat Laras. Dibarengi dengan itu, Pandu dan Jelita berjalan di atas altar dengan senyum rekah. Laras menatap keduanya dengan perasaan bahagia sekaligus sakit. Pandu sudah menjemput bahagianya dengan perempuan yang ia cintai, lantas bagaimana dengan Laras? "2 bulan." Sarah melirik ke arah Laras. "Jelita cuma butuh waktu 2 bulan buat meluluhkan hatinya Pandu. Itu nggak sebanding sama kebersamaan kalian." Faktanya, Laras dan Pandu sudah menjalin hubungan selama 5 tahun dan putus karena ego masing-masing. Mereka menjalin asmara karena berada di satu divisi yang sama. "Mereka cocok," celetuk Laras saat ia menerima lambaian tangan dari Pandu, tidak lupa tersenyum seolah bahagia. Sarah me

DMCA.com Protection Status