Chapter: Bab 127 Hidup Bersamamu (Tamat) Sudah beberapa hari ini, Mas Samuel rutin bertamu ke rumah Ibu. Entah apa tujuannya, tapi pria itu selalu saja menyempatkan waktu datang ke sini sekalipun baru pulang kerja. Ia juga membelikan banyak main untuk Sakti. Ah, perihal itu, aku sudah memberitahu Sakti. Semuanya, tanpa ada yang terlewat. Anak itu kesenangan sendiri, ia memang sempat tidak mau bicara padaku, tapi akhirnya dibujuk Mas Samuel hingga kini kami seperti keluarga. "Tumben Samuel belum datang? Biasanya dia jam 6 sudah ada di sini," ujar Ibu mengompori. Ya, biasanya Mas Samuel datang setiap jam 6 pagi ke sini. Ikut sarapan bersama kami dan setelahnya mengantar Sakti berangkat sekolah. Namun, sudah setengah 7 tapi batang hidung pria itu belum juga kelihatan. Aku sedikit, khawatir takut ia kenapa-kenapa. "Udah, dihabiskan dulu sarapannya. Kalau Samuel beneran nggak jemput Sakti, kamu bisa antar Sakti dulu. Ke butik bisa belakangan," ujar Ibu. Aku memang memutuskan kerja di butik Ibu. Aku dibimbing Ibu menjadi desai
Terakhir Diperbarui: 2024-02-25
Chapter: Bab 126 Perjalanan Hidup1 Minggu kemudian. Di 1 Minggu ini, aku tidak banyak berjumpa dengan orang-orang sekitar. Semenjak pindah ke rumah ibu, waktuku dihabiskan bersama ibu dan Sakti. Aku juga telah mengurus beberapa surat kepindahan dan akhirnya saat ini aku bisa mendaftarkan Sakti ke TK. Soal panggilan dari Sky Group, aku memilih menolaknya. Waktu itu sempat tahap interview, tapi tidak jadi karena diriku memilih pergi. Aku—mungkin tidak akan bisa bekerja di bawah naungan Mas Samuel. "Kamu udah apply lamaran ke perusahaan, Mas?" tanya Mas Rifki yang pagi-pagi sudah ada di rumah Ibu. Pertanyaan itu langsung dapat anggukan dariku. Kami saat ini sedang sarapan bersama, Mas Rifki datang bersama istri dan anaknya hanya karena aku mendaftarkan Sakti ke TK di mana tempatnya sama dengan Sekolah Dasar Kenzo. Mbak Yuni menyahut, "Kamu jadi kerja di tempat Mas Rifki, Ser? Ngelamar posisi apa?" "Iya, bagian admin Mbak. Jalur referensi Mas Rifki. Katanya lagi ngebutuhin admin di sana," balasku apa adanya. Tiba
Terakhir Diperbarui: 2024-02-22
Chapter: Bab 125 Meminta RestuSuara dering ponsel mampu membangunkan tidur nyenyak 'ku. Panggilan itu berasal dari Reno. "Kenapa, Reno?" tanyaku bersandar di kepala ranjang. Kepalaku terasa berat. Mungkin efek mabuk semalam. "Di kantor ada Pak Rifki, Pak. Beliau menunggu di ruangan Bapak," jelas Reno. Aku mengerutkan kening. Untuk apa Rifki datang ke kantorku? "Saya segera ke sana," ucapku langsung memutus sambungan. Aku beranjak dari ranjang dengan kepala yang masih terasa pening. Namun, pandanganku tertuju kepada meja yang di atasnya terdapat lampu tidur. Di sana terdapat satu gelas air dengan sepucuk surat di bawahnya. > [Ini jamu yang bisa buat badan kamu lebih enakan. Jangan lupa diminum kalau sudah bangun. /from Serena]Aku tersenyum hangat membaca pesan tersebut. Kupikir perempuan itu marah karena semalam tanpa sadar aku telah membuatnya tidak berdaya di ranjang. Tanganku menggapai gelas tersebut dan meminumnya hingga tandas. Bentuk perhatiannya yang seperti membuatku makin yakin bahwa Serena hanya cu
Terakhir Diperbarui: 2024-02-20
Chapter: Bab 124 Kelewat MabukCekalan itu langsung terlepas ketika kami sampai di luar, tepatnya di depan mobil pria itu. Aku jadi tidak enak dengan Elmar yang masih di dalam. Pria itu pasti kecewa karena diriku pergi begitu saja tanpa mengucap sepatah kata. Saat kulihat, tatapan elang penuh amarah seketika tertuju padaku. Aku masih syok dengan kedatangannya yang di luar kendali. Apalagi melihat sorot matanya yang begitu menakutkan. Sehingga siapa pun yang melihatnya tidak berani menyapa, bahkan melirik saja mungkin tidak sampai. Setiap pergerakannya tidak lepas dari bola mataku. Meski aku takut sendiri, tapi pandanganku tidak bisa lepas darinya. Ia membuka jas yang menempel ditubuhnya, menyisakan kemeja putih sebagai pakaian yang kenakan. Tanpa diduga, jas hitam yang sempat ia copot tersebut beralih posisi sehingga kini aku yang memakai jas kebesaran itu. Tatapan kami bertemu. Tentu saja aku terkejut. Perhatiannya barusan membuat jantungku berdebar kencang. "Masuk," tegasnya berjalan lebih dulu ke arah mobil.
Terakhir Diperbarui: 2024-02-19
Chapter: Bab 123 Di Antara Dua PilihanSaat ini, aku sedang mengobati luka Mas Samuel. Meski lukanya tidak cukup serius, tapi jika dibiarkan bisa jadi infeksi. Apalagi pukulan yang diberikan cukup keras sehingga sudut bibir pria itu sobek sedikit. Ah, soal Mas Rifki, ia sudah ditenangkan oleh Mbak Yuni. Aku menuangkan alkohol ke atas kapas, memegang dagu Mas Samuel tidak asa-asa. Pria itu meringis kala lukanya tidak sengaja ku tekan. Ini kedua kalinya aku melihat Mas Samuel terluka oleh kakakku, tapi soal rumah sakit. Apakah aku harus menanyakannya pada pria ini? "Tanya aja. Nggak usah ngeliatin saya kaya gitu," ucap Mas Samuel. Aku salah tingkah sendiri. Menurunkan tangan dari dagunya, lalu menatapnya lamat-lamat. "Yang dibilang Mas Rifki itu... benar?" tanyaku hati-hati. "Soal saya yang masuk rumah sakit karena kakak kamu?" Langsung kuberi anggukkan. "Soal itu, memang benar. Kejadiannya udah lama. Lagipula, saya masih hidup sampai sekarang. Jadi, pukulan Mas kamu nggak seberapa buat saya."Nggak seberapa bagaimana?
Terakhir Diperbarui: 2024-02-18
Chapter: Bab 122 Kalut—Di dapurAku masih memikirkan ucapan Mbak Yuni. Entah kenapa hal itu malah menganggu konsentrasi. Mas Samuel dan Kinan tidak kembali. Dalam artian mereka tidak rujak atau menikah kembali. Apakah menutup telinga selama ini kesalahan terbesarku? "Serena?" Pikiranku saat ini penuh. Berbagai macam pertanyaan muncul di kepala. Tidak mungkin aku menyesal atas apa yang telah kupilih lima tahun yang lalu. Ya, tidak mungkin. Perasaan ini mungkin hanya sesaat saja. Perasaan memilukan karena tidak tahu bahwa nasib Mas Samuel justru lebih sulit dari dugaanku. "Astaga, Serena!" Aku tersentak. Buru-buru mematikan kompor. Menatap nanar ikan gosong di penggorengan. Miris. Bahkan ikan tersebut tidak ada yang bisa dimakan. Semuanya menghitam. "Kamu lagi mikirin apa coba? Masak kok malah ngelamun. Ikannya jadi gosong, kan," omel Ibu. Tatapku masih tertuju pada penggorengan di sana. Kecerobohanku lagi-lagi merugikan. Ibu terlihat marah juga khawatir. Aku tidak mengucapkan apa-apa, sebab masih syok
Terakhir Diperbarui: 2024-02-18
Terikat Cinta Setelah Akad
Laras Maheswari harus menelan pahitnya patah hati setelah putus dari Pandu Pramana, pria yang telah bersamanya selama 5 tahun ia berkarir. Pandu memutuskan hubungan dan menikah dengan Jelita, si anak magang yang baru 2 bulan bekerja di kantor mereka bekerja.
Namun, pada saat yang bersamaan Bian Nugraha yang bersatus sebagai tetangga Laras pun bernasib sama. Keduanya sama-sama di tinggal menikah oleh mantan kekasihnya. Demi menutupi rasa patah hatinya, Laras menerima tawaran Bian untuk menikah dengan pria itu. Pernikahan kontrak yang disepakati 1 tahun tersebut justru menjadi boomerang bagi keduanya.
Di saat Laras sudah merasakan benih cinta di dalam rumah tangganya dengan Bian, justru pria itu malah mematahkan hatinya. Bian terlalu dingin untuk Laras yang super ceria. Bian terlalu acuh tak acuh untuk Laras yang gampang khawatir. Fakta bahwa Bian ingin segera menyelesaikan rumah tangganya dengan Laras membuat wanita itu merasa makin tidak diinginkan.
Bagaimanapun Laras sudah jatuh hati kepada Bian, lantas apa yang harus Laras lakukan? Apakah ia mampu mempertahankan rumah tangganya bersama Bian, bahkan saat pria itu menyuruhnya pergi?
Baca
Chapter: Bab 30 Kesakitan Jelita Sore hari."Aku nggak bisa, Mas." Jelita menatap Bian sungguh-sungguh. "Aku nggak bisa lagi bertahan sama Mas Pandu," lirihnya. Bian membuang napas ke arah lain. Saat ini mereka sedang bertemu di sebuah taman yang terdapat jembatan di dalamnya. "Kamu harus ingat anak yang kamu kandung Jelita," ucap Bian cukup tegas, tetapi tersirat rasa khawatir di dalamnya. Jelita menunduk lemah. Ia tahu Bian pasti marah akan keputusannya itu. Namun, bertahan dengan Pandu begitu sulit. Ia merasa Pandu tidak sesayang itu padanya. "Aku bisa besarin anakku sendiri," ucapnya pelan. Entah kenapa, Bian merasa jengah sendiri. Mendengar hal itu dari mulut wanita di depannya membuat gejolak amarah hampir meledak, tetapi sebisa mungkin ia tahan. "Saya bantu kamu bicara sama Pandu," putus Bian. Jelita menahan. Ia menggelengkan kepala. "Aku mohon, Mas. Aku nggak mau balik lagi sama Mas Pandu."Wajah memelas itu membuat Bian merasa iba. Entah sudah berapa kali Jelita memohon padanya. Wanita itu bahkan ter
Terakhir Diperbarui: 2024-12-25
Chapter: Bab 29 Pertengkaran Pukul sebelas siang. "Laras bahenol!" teriak Bima dengan berkas di tangannya. Laras sontak menghentikan langkahnya. Menyipitkan mata melihat Bima yang tengah berjalan ke arahnya. Ada apa? Pikirnya. "Udah ketemu sama suami lo?" tanya Bima tiba-tiba. "Mas Bian maksud kamu?" Bima kemudian mengangguk cepat. "Iya. Tadi dia ke sini, nanyain lo. Lagian lo pergi kenapa nggak izin dulu sama suami coba.""Kamu nggak jawab yang aneh-aneh kan?" "Nggak. Cuma gue bilang lo nggak di kantor, izin masuk siang. Kenapa si, lo emang dari mana jam segini baru datang," cecer Bima. "Makasih infonya, Bim." Bima mengerutkan keningnya heran. Laras memang ada aja tingkahnya. Wanita itu terlihat santai sekali. Ia bahkan menggelengkan kepalanya. "Ras, akhirnya datang juga kamu." Sarah menghampiri sahabatnya itu. "Kamu ditunggu Pak Hendra di ruangannya.""Kenapa, bukannya rapat nanti siang jam 1 ya?" tanya Laras kebingungan sendiri. "Laporan terakhir itu, udah selesaikan?" tanya Sarah ikut menerka. "Uda
Terakhir Diperbarui: 2024-12-24
Chapter: Bab 28 CukupBeberapa waktu ke belakang, Laras menyadari bahwa perasaannya terhadap Pandu sudah menghilang. Ia seakan mati rasa. Perasaan yang menggebu-gebu itu telah pudar seiring berjalannya waktu. Yang ia rasakan saat ini hanya bagaimana mempertahankan hubungan pernikahan dengan Bian.Laras sudah jatuh hati pada pria itu. Pada suaminya sendiri. Suami kontraknya. Suami yang tidak pernah memperjuangkan dirinya. Suami yang bahkan tak pernah menunjukan rasa cinta dan kasih sayang. Dingin. Laras merasa hanya ia yang berjuang, sedangkan Bian tidak cukup mengerti. Pria itu seolah tak tersentuh. "Mau ke mana?" Bian berdiri tegak melihat Laras yang hendak keluar dari kamar mereka. Laras menatap suaminya dengan tatapan dingin. Setelahnya berlalu keluar kamar. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Mau ke mana wanita itu? Pikir Bian. Ia mengikuti Laras sampai di kamar sebelah. Pikirnya makin kacau. Tidak mungkin wanita itu tidur di kamar ini kan? "Laras—""Aku mau tidur di sini," ungkap wanita i
Terakhir Diperbarui: 2024-12-24
Chapter: Bab 27 Kebohongan Sesampainya di depan rumah. "Aku masuk dulu. Mas langsung berangkat lagi aja," ujar Laras membuka pintu mobil dan meninggalkan Bian di dalam sana. Ia tahu Bian hari ini lembur, ia juga masih kesal perkara bentakan tadi. Apalagi pria itu sama sekali tidak meminta maaf. Itu lah alasan kenapa Laras buru-buru masuk ke dalam rumah. *Malam harinya. "Udah jam 8, kenapa masih di sini?" tanya Ibu Laras menghampiri sang anak yang sedang melamun di kamarnya. Kamar yang dulu ia tempati sebelum menikah dengan Bian. Laras menoleh, menatap sang Ibu dengan tatapan penuh. Ia terdiam sejenak. Seolah memberitahu sang Ibu bahwa dirinya sedang kelelahan melalui tatapannya. "Lagi ada masalah sama Bian?" tanyanya. "Laras sama Mas Bian baik-baik aja, Ma." Ia pun meneliti isi kamarnya. "Kamar Laras masih sama, ya, nggak ada yang berubah."Tangannya mengelus kasur lembut miliknya itu. "Seprei masih sama. Nggak pernah Mama ganti, ya?""Semenjak kamu nggak tinggal sama kita, Mama jarang ke kamar kamu. Mam
Terakhir Diperbarui: 2024-12-22
Chapter: Bab 26 Tatapan Dingin Bian"Gimana, Bro, kepanasan nggak?" tanya seseorang dari balik telepon. Bian mendapat pesan berupa foto di mana Laras dan Pandu berada di kantor dengan tangan pria itu mencekal lengan Laras. Bukannya apa, hanya saja Bian bingung sendiri, kenapa Laras masih saja dekat dengan mantan yang telah meninggalkannya? Padahal ia sudah melarang wanita itu sebelumnya. "Biasa aja. Mereka lagi bahas kerjaan kayanya," balas Bian menebak-nebak. "Bahas kerjaan masa sambil pegangan gitu," kompor Hendra yang tidak lain adalah Bos Laras sendiri. Hendra pun melirik kedua manusia yang tidak sengaja ia pergoki tersebut. Ia seakan menguping kemudian melaporkannya kepada Bian, sahabatnya. "Mereka lagi bahas Jelita, gue denger nama Jelita disebut," ujar Hendra. Bian berdiri dari tempak duduknya, lalu menahan satu tangannya di atas meja kerja. Apalagi yang terjadi, kenapa Jelita dibawa-bawa? Pikir pria itu. "Terus bilang apalagi mereka?" tanya Bian makin penasaran. Waktu Hendra hendak menoleh kembali, Laras
Terakhir Diperbarui: 2024-12-21
Chapter: Bab 25 Salah Paham"Kayanya lo terlalu posesif jadi suami, Bro." Bima menyeruput kopinya dengan santai. "Yang gue lakuin demi kebaikan Jelita. Gue nggak mau dia stress, apalagi dia lagi hamil muda," balas Pandu. "Bukan karena Laras 'kan?" tuding Bima sengaja.Lama Pandu terdiam akhirnya pria itu menjawab, "Mungkin itu salah satunya. Gue menghindari pertengkaran di antara mereka.""Gue setuju si. Ya, kalau dipikir-pikir kisah kalian berempat tuh unik juga.""Unik?"Bima mengangguk dengan tatapan mengarah ke sang partner kerja. "Lo sama Jelita. Laras sama Pak Bian. Kalian, kaya tukeran pasangan. Tapi dunia sempit banget buat kalian berempat.""Mungkin nggak kalau Laras sama Pak Bian itu nikah sirih?" celetuk Bima tiba-tiba. "Omongan lo itu yang selalu nyebar gosip nggak jelas, Bim." Pandu seolah sedang menerawang sesuatu. "Yang gue liat, kayanya Pak Bian emang ada rasa sama Laras.""Karena dia sempat jadi bodyguard-nya Laras?" Pandu mengangguk setuju. "Karena setiap kali gue jalan sama Laras, dia sela
Terakhir Diperbarui: 2024-12-20