Beranda / Rumah Tangga / Terikat Cinta Setelah Akad / Bab 6 Rencana Pernikahan

Share

Bab 6 Rencana Pernikahan

Penulis: Nona Enci
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 12:31:18

Keesokan harinya.

Hari ini adalah hari terakhir Laras cuti bekerja. Entah apa yang akan terjadi di kemudian hari, ia akan menghadapinya. Mengingat sekarang kedatangan orang tua Bian, Laras sudah rapi dengan baju tergolong sopan.

"Kamu beneran mau menikah dengan Bian, Nak?" tanya sang Ayah, Yusuf.

Laras tersenyum hangat kemungkinan mengangguk lirih. Meski masih ada keraguan di hatinya, Laras tetap yakin bahwa bersama Bian hidupnya pasti jauh lebih baik dan bahagia. Ia mendambakan rumah tangga yang rukun serta harmonis bersama pria itu. Ya, Laras menaruh banyak harapan pada pernikahannya.

Yusuf mengusap pundak sang anak. "Papa harap kamu selalu bahagia, Nak."

"Laras pun berharap yang sama, Pa," ungkapnya.

Suara bising dari pintu luar membuat Laras dan Ayahnya berjalan menghampiri suara tersebut. Sesampainya, Bian serta keluarganya sudah ada di depan. Laras mendadak panas dingin, sebab yang datang bukan hanya Weni saja, melainkan Wahyu selaku Ayahnya Bian pun ikut hadir.

"Mari masuk Pak, Bu," ucap Ibu Laras mempersilakan.

Mereka pun kini sudah berada di ruang tamu. Suasana terasa tegang. Laras bingung harus bagaimana. Sedangkan Bian terlihat biasa saja, kaku.

Wahyu menarik napas sejenak. "Ya, jadi begini Pak, Bu, kedatangan kami berkunjung ke sini ada niat baik tertentu."

"Saya selaku kepala keluarga di sini, ingin menyampaikan niat baik kami bahwasannya putra kami—Bian, berniat meminang putri Bapak Ibu sebagai menantu kami."

Ibu Laras langsung memegang jari jemari anaknya. Ia tahu bahwa sang anak sangat gugup. Dirinya pun paham betul perasaan putri tertuanya itu.

"Gimana, Sayang, kamu setuju?" tanya sang Ibu.

Laras masih terdiam. Sejujurnya, ia tidak tahu bahwa Bian akan membawa lengkap orang tuanya karena Laras pikir hanya Weni saja, itu pun ia kira hanya berkunjung seperti biasa. Jadi, ini terlalu tiba-tiba bahkan tanpa diskusi sedikit pun dengannya.

"Gimana, Nak?" tanya Wahyu sedikit tidak sabaran.

Ayah Laras langsung membalas, "Kami sekeluarga ikut senang atas kedatangan dan niat baik dari Ayah dan Ibunya Nak Bian. Karena ini adalah hal yang serius, juga yang menjalankan kedua anak kita. Saya serahkan kepada Laras, kalau Laras setuju kami dengan senang hati menerima keputusannya."

"Sayang," ucap sang Ibu menguatkan anaknya.

Laras yang sedari tadi menunduk, perlahan memperlihatkan wajahnya dengan sempurna. Tatapannya langsung tertuju kepada Bian. Entah kenapa, mata itu terlihat penuh harapan padanya.

Setelah memantapkan hatinya, Laras mengangguk pelan. Hal itu disambut baik oleh kedua orang tua Bian, juga dengan pria itu. Bian ikut tersenyum. Matanya berbinar.

"Jadi, Nak Laras setuju?" tanya Wahyu kembali memastikan.

"Iya, Laras setuju."

"Mas Bian kok nggak bilang kalau yang datang bukan Tante Weni aja!" Laras memukul lengan pria di sampingnya.

Mereka kini sedang berada di Mall, mencari cincin pernikahan.

"Itu namanya surprise," ucap Bian sangat enteng.

"Harusnya Mas Bian ngomong dulu sama aku, jangan seenaknya datang. Masih untung aku terima, loh," gerutu Laras masih tidak terima.

"Kalau saya bilang itu namanya bukan surprise, Laras."

"Ya tetap aja harus bilang. Kalau tadi Papa sama Mama pergi gimana?"

"Nggak usah dipermasalahkan lagi. Lagian, kamu juga udah setuju."

Mereka pun sampai di toko perhiasan.

"Selamat siang, ada yang bisa dibantu? Atau Mbak dan Masnya lagi cari apa?" tanya si pegawai toko.

"Cincin pernikahan yang simpel aja Mbak," ujar Laras bingung sendiri melihat banyaknya cincin di lemari kaca tersebut.

Pegawai tersebut mengeluarkan satu kotak yang cukup panjang ke hadapan Laras dan Bian, supaya keduanya bisa memilih.

"Ini keluaran terbaru Mbak, cukup simpel. Ada gambar hatinya, juga ada berliannya."

Bian menoleh. "Kamu suka?"

"Aku suka yang ini, Mas." Laras menunjuk ke arah Cincin berwarna putih. Dengan satu berlian di depannya. Sangat simpel.

"Kalau kamu suka, saya juga suka."

Laras menoleh ke sang pegawai. "Saya mau ambil yang ini aja, Mbak. Tapi kalau custom nama bisa nggak, ya?"

"Bisa, Mbak. Atas nama siapa?"

"Laras dan Bian," jawab Laras cepat.

"Tolong dicatat nomor yang bisa dihubungi di sini."

Laras menerima pulpen tersebut dan menuliskan nomornya di sana. Sedangkan Bian sedang melakukan transaksi, ia tipe orang yang tidak mau ribet. Harusnya DP dulu, tetapi pria itu lebih memilih melunasinya langsung.

Usai memesan cincin pernikahan.

"Aku ke toilet dulu, Mas."

Bian mengangguk sebagai balasan. Ia menunggu Laras di depan ruangan yang bertuliskan toilet.

"Mas Bian?"

Yang dipanggil pun menoleh. "Jelita. Pandu ke mana? Kenapa sendirian?"

"Mas lagi apa di sini?" tanya Jelita. Sengaja tidak menjawab pertanyaan Bian.

"Sama Laras?" tebaknya.

"Iya."

Wanita itu memasang wajah sendu. Tadinya ia ingin mengajak Bian berbicara jika pria itu sedang sendiri.

"Kenapa? Pandu di mana memang?" tanya Bian. Pria itu sebenarnya sedikit khawatir.

"Di lain waktu, apa kita bisa bicara, Mas?"

Lagi, Jelita menjawab pertanyaan Bian dengan pertanyaan lagi. Meski begitu Bian tetap mengikuti alurnya. Selama menjalin hubungan dengan Jelita, Bian sudah hapal dengan gelagat wanita di depannya. Ia pasti sedang ada masalah.

Tiba-tiba seseorang datang dari arah yang berlawanan dan menubruk tubuh Jelita, sehingga wanita itu hampir terjatuh, untung saja Bian dengan sigap menangkapnya.

"Aduh, maaf Mas Mbak saya kebelet, nggak tahan," ucap si pelaku langsung ngibrit ke dalam toilet.

Laras yang baru selesai cuci muka tidak sengaja berpapasan dengan pria yang kelihatannya sudah tidak bisa lagi menahan rasa kebeletnya.

Namun, saat sampai di luar, kakinya langsung terpaku di tempat. Napasnya mendadak berhenti. Di sana, tepat di depan mata Laras, Bian tengah memeluk seorang wanita.

Mereka menyadari dengan kedatangan Laras. Refleks pelukan tidak sengaja tersebut terurai dengan perasaan bersalah di dalamnya. Entah apa yang terjadi, Laras tidak tahu.

Yang jelas, ia tahu bahwa wanita itu Jelita. Mantan kekasihnya Bian.

Bab terkait

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 7 Perkara Cemburu

    Di dalam mobil. "Tumben kamu diem aja," celetuk Bian dengan pandangan ke depan. Karena tingkat rasa penasaran yang tinggi, Laras pun dengan berani menanyakan hal yang mengganggu di hatinya. Ia bahkan sampai memiringkan tubuhnya menghadap pria itu. "Kalau mau tanya soal yang tadi, jawaban saya masih sama," ujar Bian lebih dulu. Laras berdecak sebal. Ia bukan ingin mengungkit kejadian di Mall tadi, hanya saja ia penasaran kenapa wanita itu ada di sana, lalu ke mana Pandu? "Iya, aku percaya Mas Bian sama Jelita nggak pelukan, tapi Mas tau nggak kenapa Jelita ada di Mall tadi?" "Saya bukan suaminya, jadi saya nggak tau." Jawaban Bian makin membuat Laras tidak mood untuk bicara. Ia menatap pria itu kesal, lalu kembali duduk seperti biasa. Merasa ada yang berbeda dari wanita di sampingnya, Bian pun menoleh tidak lama dari itu kembali fokus menyetir. "Saya nggak tau kenapa Jelita ada di sana. Dia juga nggak bilang apa-apa. Siapa tau memang lagi belanja sama suaminya," ujar Bian beru

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 8 Gosip Kantor

    Setelah cuti panjang, hari ini Laras kembali disibukkan dengan aktivitasnya sebagai seorang pegawai kantor yang hari-harinya berkutat di depan komputer. Sayangnya, baru saja ia menginjakkan kaki di kantor tercinta omongan tidak sedap dari beberapa pegawai masuk ke dalam indera pendengarannya. Mereka tidak tanggung-tanggung membahas perihal cinta segitiga antara ia, Pandu dan Jelita. Ah, tidak. Lebih tepatnya cinta segi empat. Bian pun ikut andil. "Kayanya Jelita masih ada hubungan sama mantan pacarnya, deh, kemarin aku liat mereka ketemuan di cafe. Kaya lagi ngobrol serius gitu," ungkap si ketua gosip di kantor. Wanita di sampingnya pun menyahut. "Maksud kamu, Pak Bian?" "Iya, Pak Bian rekan bisnisnya Pak Hendra."Laras yang sedang di dalam toilet pun sampai enggan keluar dari bilik kamar mandi karena kepo sendiri, mengingat nama Bian tercetus dari kedua mulut wanita itu. "Tapi, tadi aku nggak sengaja denger dari Mas Pandu, kalau Mbak Laras mau nikah sama Pak Bian.""Kamu serius?

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 9 Fitting Baju Pengantin

    "Laras!" panggil seseorang. Laras yang merasa terpanggil pun langsung menoleh. Di sana sudah ada Bian bersama Hendra di sampingnya. Kedua pria itu datang menghampiri Laras dan Pandu. "Udah selesai?" tanya Bian. Laras kebingungan sendiri sebelum akhirnya ia mengangguk lirih. "Kamu belum pulang Pandu?" Kali ini Hendra yang bicara. "Ini mau pulang, Pak." Pandu menatap Laras sebentar. "Lain kali kita bicara, Ras."Setelah kepergian Pandu. "Laporan yang saya minta udah kamu kirim?" tanya Hendra. "Udah, Pak. Udah saya kirim ke email Bapak." Hal itu langsung diangguki oleh Hendra. Bian berujar, "Udah 'kan? Ayo pulang." "Buru-buru amat lo, Bi. Mau ajak karyawan gue ke mana?" goda Hendra. Sebenarnya, Hendra dan Bian itu bukan sekadar rekan bisnis saja. Mereka sudah sahabatan dari zaman kuliah. "Nggak usah kepo jadi orang," sinis Bian, lalu ia menoleh ke arah Laras. "Ayo, Ras?""Nasib kamu bagus, Ras. Putus dari Pandu, dapetnya Bian. Tapi hati-hati, Bian suka nerkam orang," ujar Hend

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 10 Hari Pernikahan

    Waktu berjalan begitu cepat bagi Laras. Wanita dengan gaun pengantin itu mencoba tersenyum ramah karena hari ini adalah hari di mana ia menyandang status bagian dari keluarga Nugraha. "Kak udah belum? Semuanya udah nunggu," ujar Laura datang dari bilik pintu. "Kamu udah nggak marah lagi sama Kakak?" tanya Laras, sebab sang adik sempat mendiamkannya kala tahu ia dan Bian resmi akan menikah. "Nggak ada waktu buat bahas itu. Cepet keluar, Mama dari tadi udah bawel di bawah."Laras mengangguk paham. Ia pun berjalan keluar kamar hotel karena pernikahan berlangsung di dalam gedung. "Aku udah putus sama Gibran," ungkap Laura tiba-tiba. Gibran itu adik kandungnya Bian. Bian yang sebentar lagi akan menjadi suaminya Laras, juga Kakak iparnya Laura. "Kamu serius?" kaget Laras. Laura terdiam sebentar, lalu menjawab. "Aku mau kuliah dulu. Seperti yang Kak Laras bilang, aku harus jadi orang sukses. Banggain Mama, Papa sama Kak Laras." Laras tersenyum mendengar bijaknya jawaban sang adik. Me

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 11 Kontrak Pernikahan

    Pagi hari pun tiba. Laras membuka matanya perlahan. Menyadari hanya tersisa dirinya yang tidur di atas ranjang. Dengan setengah sadar, matanya mengedar ke arah lain mencari keberadaan suaminya. Nihil. Ia tidak menemukan Bian di dalam kamar. Lantas, ke mana pria itu pergi? Ia pun memutuskan turun dari ranjang. Membuka pintu kamar, lalu menuju ke ruangan lain, siapa tau Bian ada di sana. Akhirnya langkah Laras berhenti di dapur. Ia mendudukkan pantatnya di atas kursi meja makan karena di sana sudah tersedia sarapan pagi, nasi goreng. "Mas masak?" tanya Laras menatap nasi goreng yang tersaji di depannya. Lalu pandangannya tidak sengaja melihat kertas putih di atas meja, tepat di samping kanan sebelah nasi goreng. Ia menatap Bian kebingungan. "Itu kontrak pernikahan selama 1 tahun, seperti yang dulu kita sepakati," jelas Bian. Laras pikir, Bian lupa akan kesepakatan waktu itu. Laras pikir, mereka menikah atas dasar suka sama suka. Ternyata wanita itu salah, ekspektasinya ketinggian.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 12 Malam yang Dingin

    "Laura, antar makanan ke rumah Kakakmu sana," teriak sang Ibu. Laura menuruni anak tangga dengan ponsel di tangannya. "Emang Kak Laras udah pindah?" "Udah. Makanya kamu jangan di kamar terus. Kerjaannya main HP terus. Sesekali bantu Mama beres-beres, ngepel, cuci piring atau apalah yang bisa kamu kerjain," omel wanita di depannya itu. Laura mengerucutkan bibirnya sebal. "Mana sini makanannya?""Jangan dibuang, loh," ancam sang Ibu. "Siapa juga yang mau buang makanan, Ma. Mubazir yang ada," jawab Laura. "Kamu ini. Udah sana berangkat, titip salam buat Kakak kamu, ya."Hal itu hanya dibalas anggukan oleh Laura. Ia bergegas pergi keluar dengan tangan yang menenteng makanan untuk sang Kakak. Usai menyeberangi jalan, Laura masuk ke dalam rumah tersebut untungnya gerbang tidak dikunci. Entah ke mana satpam yang jaga. Ia pun menekan bel hingga tiga kali. Menunggu pintu dua tersebut terbuka. "Laura, ngapain kamu ke sini?" Laras langsung salah fokus ke bawaan adiknya. "Bawain makanan?"

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 13 Perasaan yang Diabaikan

    Hari itu, Jelita datang menemui Bian untuk yang pertama kalinya setelah ia menikah dengan Pandu. Entah punya keberanian dari mana, wanita tersebut meminta Bian untuk tidak menikah dengan Laras. Hal yang membuat hati Bian hampir goyah dibuatnya. *Flashback. "Kenapa, Li?" tanya Bian usai mendatangi wanita itu. Awalnya Jelita hanya terdiam. Mata wanita itu sembab, terlihat seperti orang yang habis menangis. Tentu hal tersebut menarik perhatian Bian. "Kamu habis nangis?" tanya Bian lagi. Jelita dengan mata yang kembali berair pun menatap Bian cukup prihatin. Sedangkan yang ditatap malah kebingungan sendiri. "Oke, nggak apa-apa kalau kamu belum mau cerita. Tapi, bisa kamu kasih tau aku kenapa kamu nyuruh aku ke sini?" tanya Bian. Ia mencoba menulusuri apa yang sebenarnya terjadi dengan Jelita. "Aku hamil, Mas." Tiga kata itu yang membuat Bian terdiam. Ia terus menerka-nerka maksud dari ucapan yang wanita di depannya lontarkan barusan. "Mas Pandu menikahi aku bukan karena cinta, ta

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 14 Memilukan

    Usai kejadian tadi malam, Laras belum berani mengucapkan satu kalimat pun. Ia tidak lagi membahas ke mana perginya pria itu, sebab pagi ini mereka sarapan dengan keheningan. Laras menyudahi sarapan paginya, lalu bangkit dan berjalan menghampiri pembantunya. "Bi, liat botol minum saya yang tadi ditaruh di meja makan nggak?" tanya Laras. Bi Sri pun menjawab, "Liat, Bu. Udah Bibi isikan air minum juga. Tadi Bibi taruh di kulkas."Buru-buru Bi Sri menuju kulkas dan memberikan botol tersebut ke majikannya. "Makasih, ya, Bi," ujar Laras setelah menerima botol minumnya yang sudah terisi penuh. "Ibu mau berangkat kerja, ya? Udah sarapan atau mau dibuatkan bekal sama Bibi?"Laras menggeleng. "Nggak usah, Bi. Tadi udah sarapan, kok.""Ya udah, semangat kerjanya, Bu. Hati-hati di jalan juga," ucap Bi Sri. Kemudian wanita itu mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban. Setelahnya kembali ke meja makan, niatnya pamitan dengan sang suami. "Aku berangkat kerja dulu, Mas," kata Laras seraya meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08

Bab terbaru

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 31 Penjelasan

    Di dalam rumah. Pukul 8 malam. "Mandinya udah?" tanya Bian melihat Laras yang sudah rapi menuruni anak tangga. Laras pun mengangguk lirih. Ia berjalan menuju dapur, mengecek apakah ada bahan baku yang bisa ia masak untuk makan malam nanti. Sedangkan sang suami yang sedang duduk di ruang tamu dengan televisi menyala pun ikut berjalan ke arah dapur. "Mau masak?" Lagi, lagi Bian bertanya. Laras tanpa mengeluarkan kalimat hanya bisa mengangguk seperti biasa. Wanita itu mengeluarkan sayur, telur juga mi instan. Ia berniat memasak mi pedas. "Mas mau makan mi?" tawar Laras biar sekalian ia buatkan. FYI, Bi Sri sedari siang sudah pulang lebih dulu karena sang anak jatuh sakit. Itu sebabnya tidak ada makan malam hari ini. Bian pun ikut mengecek bahan baku di dalam kulkas. "Saya lagi kepengen makan nasi goreng ayam suir. Kamu bisa buatkan?" Tangannya berhenti di dekat kompor. Air sudah ia rebus. Mi juga sudah dibuka. Kenapa tiba-tiba pria itu request menu makanan yang biasanya tinggal m

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 30 Kesakitan Jelita

    Sore hari."Aku nggak bisa, Mas." Jelita menatap Bian sungguh-sungguh. "Aku nggak bisa lagi bertahan sama Mas Pandu," lirihnya. Bian membuang napas ke arah lain. Saat ini mereka sedang bertemu di sebuah taman yang terdapat jembatan di dalamnya. "Kamu harus ingat anak yang kamu kandung Jelita," ucap Bian cukup tegas, tetapi tersirat rasa khawatir di dalamnya. Jelita menunduk lemah. Ia tahu Bian pasti marah akan keputusannya itu. Namun, bertahan dengan Pandu begitu sulit. Ia merasa Pandu tidak sesayang itu padanya. "Aku bisa besarin anakku sendiri," ucapnya pelan. Entah kenapa, Bian merasa jengah sendiri. Mendengar hal itu dari mulut wanita di depannya membuat gejolak amarah hampir meledak, tetapi sebisa mungkin ia tahan. "Saya bantu kamu bicara sama Pandu," putus Bian. Jelita menahan. Ia menggelengkan kepala. "Aku mohon, Mas. Aku nggak mau balik lagi sama Mas Pandu."Wajah memelas itu membuat Bian merasa iba. Entah sudah berapa kali Jelita memohon padanya. Wanita itu bahkan ter

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 29 Pertengkaran

    Pukul sebelas siang. "Laras bahenol!" teriak Bima dengan berkas di tangannya. Laras sontak menghentikan langkahnya. Menyipitkan mata melihat Bima yang tengah berjalan ke arahnya. Ada apa? Pikirnya. "Udah ketemu sama suami lo?" tanya Bima tiba-tiba. "Mas Bian maksud kamu?" Bima kemudian mengangguk cepat. "Iya. Tadi dia ke sini, nanyain lo. Lagian lo pergi kenapa nggak izin dulu sama suami coba.""Kamu nggak jawab yang aneh-aneh kan?" "Nggak. Cuma gue bilang lo nggak di kantor, izin masuk siang. Kenapa si, lo emang dari mana jam segini baru datang," cecer Bima. "Makasih infonya, Bim." Bima mengerutkan keningnya heran. Laras memang ada aja tingkahnya. Wanita itu terlihat santai sekali. Ia bahkan menggelengkan kepalanya. "Ras, akhirnya datang juga kamu." Sarah menghampiri sahabatnya itu. "Kamu ditunggu Pak Hendra di ruangannya.""Kenapa, bukannya rapat nanti siang jam 1 ya?" tanya Laras kebingungan sendiri. "Laporan terakhir itu, udah selesaikan?" tanya Sarah ikut menerka. "Uda

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 28 Cukup

    Beberapa waktu ke belakang, Laras menyadari bahwa perasaannya terhadap Pandu sudah menghilang. Ia seakan mati rasa. Perasaan yang menggebu-gebu itu telah pudar seiring berjalannya waktu. Yang ia rasakan saat ini hanya bagaimana mempertahankan hubungan pernikahan dengan Bian.Laras sudah jatuh hati pada pria itu. Pada suaminya sendiri. Suami kontraknya. Suami yang tidak pernah memperjuangkan dirinya. Suami yang bahkan tak pernah menunjukan rasa cinta dan kasih sayang. Dingin. Laras merasa hanya ia yang berjuang, sedangkan Bian tidak cukup mengerti. Pria itu seolah tak tersentuh. "Mau ke mana?" Bian berdiri tegak melihat Laras yang hendak keluar dari kamar mereka. Laras menatap suaminya dengan tatapan dingin. Setelahnya berlalu keluar kamar. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Mau ke mana wanita itu? Pikir Bian. Ia mengikuti Laras sampai di kamar sebelah. Pikirnya makin kacau. Tidak mungkin wanita itu tidur di kamar ini kan? "Laras—""Aku mau tidur di sini," ungkap wanita i

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 27 Kebohongan

    Sesampainya di depan rumah. "Aku masuk dulu. Mas langsung berangkat lagi aja," ujar Laras membuka pintu mobil dan meninggalkan Bian di dalam sana. Ia tahu Bian hari ini lembur, ia juga masih kesal perkara bentakan tadi. Apalagi pria itu sama sekali tidak meminta maaf. Itu lah alasan kenapa Laras buru-buru masuk ke dalam rumah. *Malam harinya. "Udah jam 8, kenapa masih di sini?" tanya Ibu Laras menghampiri sang anak yang sedang melamun di kamarnya. Kamar yang dulu ia tempati sebelum menikah dengan Bian. Laras menoleh, menatap sang Ibu dengan tatapan penuh. Ia terdiam sejenak. Seolah memberitahu sang Ibu bahwa dirinya sedang kelelahan melalui tatapannya. "Lagi ada masalah sama Bian?" tanyanya. "Laras sama Mas Bian baik-baik aja, Ma." Ia pun meneliti isi kamarnya. "Kamar Laras masih sama, ya, nggak ada yang berubah."Tangannya mengelus kasur lembut miliknya itu. "Seprei masih sama. Nggak pernah Mama ganti, ya?""Semenjak kamu nggak tinggal sama kita, Mama jarang ke kamar kamu. Mam

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 26 Tatapan Dingin Bian

    "Gimana, Bro, kepanasan nggak?" tanya seseorang dari balik telepon. Bian mendapat pesan berupa foto di mana Laras dan Pandu berada di kantor dengan tangan pria itu mencekal lengan Laras. Bukannya apa, hanya saja Bian bingung sendiri, kenapa Laras masih saja dekat dengan mantan yang telah meninggalkannya? Padahal ia sudah melarang wanita itu sebelumnya. "Biasa aja. Mereka lagi bahas kerjaan kayanya," balas Bian menebak-nebak. "Bahas kerjaan masa sambil pegangan gitu," kompor Hendra yang tidak lain adalah Bos Laras sendiri. Hendra pun melirik kedua manusia yang tidak sengaja ia pergoki tersebut. Ia seakan menguping kemudian melaporkannya kepada Bian, sahabatnya. "Mereka lagi bahas Jelita, gue denger nama Jelita disebut," ujar Hendra. Bian berdiri dari tempak duduknya, lalu menahan satu tangannya di atas meja kerja. Apalagi yang terjadi, kenapa Jelita dibawa-bawa? Pikir pria itu. "Terus bilang apalagi mereka?" tanya Bian makin penasaran. Waktu Hendra hendak menoleh kembali, Laras

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 25 Salah Paham

    "Kayanya lo terlalu posesif jadi suami, Bro." Bima menyeruput kopinya dengan santai. "Yang gue lakuin demi kebaikan Jelita. Gue nggak mau dia stress, apalagi dia lagi hamil muda," balas Pandu. "Bukan karena Laras 'kan?" tuding Bima sengaja.Lama Pandu terdiam akhirnya pria itu menjawab, "Mungkin itu salah satunya. Gue menghindari pertengkaran di antara mereka.""Gue setuju si. Ya, kalau dipikir-pikir kisah kalian berempat tuh unik juga.""Unik?"Bima mengangguk dengan tatapan mengarah ke sang partner kerja. "Lo sama Jelita. Laras sama Pak Bian. Kalian, kaya tukeran pasangan. Tapi dunia sempit banget buat kalian berempat.""Mungkin nggak kalau Laras sama Pak Bian itu nikah sirih?" celetuk Bima tiba-tiba. "Omongan lo itu yang selalu nyebar gosip nggak jelas, Bim." Pandu seolah sedang menerawang sesuatu. "Yang gue liat, kayanya Pak Bian emang ada rasa sama Laras.""Karena dia sempat jadi bodyguard-nya Laras?" Pandu mengangguk setuju. "Karena setiap kali gue jalan sama Laras, dia sela

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 24 Rasa Kecewa

    "Saya—" Laras langsung memotong ucapan Bian. "Atas dasar apa Mas bilang kaya gitu?" Pria itu tampak menghela napas sebentar. Menatap Laras tidak kalah tegas. Memilah milih kalimat apa yang hendak ia ucapkan supaya Laras menerimanya dengan hati lapang. "Saya minta maaf, Laras.""Aku nggak butuh permintaan maaf dari kamu, Mas. Aku butuh penjelasan. Apa yang salah dari pernikahan kita?" tanya Laras terdengar menggebu-gebu. Laras membuang napas kasar. Ini yang ia tidak suka dari Bian. Pria itu hanya diam dan menatapnya tanpa bicara. "Aku datang ke sini, pagi-pagi masak bawain kamu sarapan ke kantor. Tapi apa balasan kamu, Mas? Kamu nolak aku secara terang-terangan."Sungguh pilu. Laras merasakan dadanya makin sesak. Bian bahkan tidak bergerak sama sekali. Lindahnya kelu. Bukankah itu terlihat menyakitkan? "Berhari-hari, berhari-hari aku mikirin pernikahan kita, Mas. Berhari-hari aku narik perhatian kamu. Berharap kamu bisa terbuka. Berharap kita bisa makin deket satu sama lain."Lar

  • Terikat Cinta Setelah Akad   Bab 23 Bercerai

    Di pagi harinya, Laras sudah berada di dapur. Ia dibantu Bi Sri menyiapkan sarapan pagi. Hari ini hari Senin, ia berniat membawakan bekal untuk Bian ke kantor. "Bi ayamnya jangan lupa digoreng ya, saya mau ke atas dulu," ujar Laras. "Baik, Bu."Kemudian Laras menaiki anak tangga menuju kamar Bian yang kini ia tempati juga. Ya, Laras sudah resmi tidur bersama dengan sang suami. Ia tersenyum kecil menatap pintu di depannya. Melupakan kejadian semalam, ia akan lebih berhati-hati terutama menjaga mood suaminya. Namun, saat tangannya hendak membuka pintu tersebut, seseorang dari dalam sana sudah lebih dulu membukanya. "Pagi, Mas," sapa Laras dengan senyuman. "Oh, iya, aku lagi nyiapin sarapan di bawah. Mas mandi dulu aja, atau mau aku siapkan bajunya?" Laras menawarkan diri. "Saya bisa sendiri," balasnya terkesan ketus. Ia pun bingung sendiri. "Emm ... kalau gitu aku ke bawah lagi, ya, Mas."Sesekali wanita itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Menoleh ke belakang dan tersenyum

DMCA.com Protection Status