"Wah,, hebat sekali kelakuan istri ku ini, lewat tengah mlam pulang di antar oleh mobil mewah, apa begini kelakuan mu jika aku tak ada di rumah, huh?" sambut Arya saat Jasmin baru saja sampai di rumahnya di antar Niko, beruntung dia menolak saat Niko hendak turun dan mengantarkannya sampai depan pintu, kalau tidak, masalahnya akan semakin runyam, karena rupanya Arya sudah berada kembali di rumah setelah tadi dia menyiksanya dan pergi entah kemana.Entah kapan suaminya itu sampai di rumah, hanya saja bukankah seharusnya dia bertanya dahulu, secara baik-baik darimana istrinya pergi, jangan asal tuduh dan menghakiminya dengan sangat keji seolah-olah istrinya berkelakuan sama bejatnya seperti kelakuan dirinya, tapi bagaimana mau heran, karena saat ini Jamin sedang berhadapan dengan Arya, suami kejam dan tak punya hati itu."Aku hanya dari apotik, kak membeli obat." jawab Jamin seraya menunjukkan botol obat yang di bungkus plastik bercap salah satu apotik 24 jam itu.
Jasmin yang baru saja kembali ke ruangan kerjanya setelah sebelumnya mengurungkan diri untuk membahas sebuah pekerjaan dengan Dimas di ruangan kakak laki-lakinya yang kini mulai di sibukan dengan 'mainan' barunya itu, sekretaris Dimas menahannya untuk masuk karena kakaknya itu sedang menerima seorang tamu penting."Cih, tamu penting!" Decih Jasmin yang bisa menebak dengan mudah kalau 'tamu penting' yang di maksud olh sekretaris kakaknya itu adalah Gita, yang getol sekali mengunjungi ruangan kakaknya seolah mereka itu pengangguran yang kerjanya hanya bercinta setiap hari tanpa mengenal waktu.Jasmin menjadi kesal sendiri karena ternyata dirinya harus terjebak dalam lingkaran setan pernikahan yang jauh dari kata sehat, bagaimana tidak, kakak laki-laki, ipar, bahkan suaminya sendiri bagai sedang berlomba bermain api dan beradu hebat menyakiti pasangannya masing masing, sialnya dia terjebak sendirian menjadi satu satunya orang waras yang kini hampir di b
"Hey Niko, kenapa dokter kandungan itu mengira aku pacar mu, dan kenapa juga kamu tak berusah untuk menjelaskan padanya kalau aku bukan kekasih mu seperti yang di tuduhkannya?" Kesal Jasmin saat Niko terus saja membawanya keluar dari ruang praktek dokter Miranda tanpa dia menjelaskan atau meluruskan apa yang di tuduhkan dokter kandungan itu."Sejak kapan kau begitu peduli dengan pikiran orang lain tentang kedekatan kita, dulu kau santai-santai saja saat semua teman kita mengira kalau kita adalah pasangan kekasih," ujar Niko seraya terus menarik tangan Jasmin untuk mengikutinya ke lantai paling atas rumah sakit."Dulu aku belum menikah, sekarang aku sudah bersuami, jadi rasanya tak enak saja kalau sampai---""Ckk,,, bersuami atau tidak rasa rasanya tak ada bedanya, kau masih tetap kemana-mana sendiri, menanggung beban masalah mu sendirian, kalo mentok ujung-ujungnya nyariin aku, kaya sekarang ini!" decak Niko sambil memijit tombol angka tujuan di seb
"Kak, tunggu, ada yang harus kita bicarakan!" panggil Jasmin saat malam itu Arya pulang namun langsung balik badan dan pergi lagi setelah membawa beberapa potong pakaian untuk di bawanya serta.Begitulah Arya akhir-akhir ini, dia semakin jarang pulang, kalaupun pulang paling hanya sekedar mampir untuk membawa barang-barang yang diperlukannya saja."Aku buru-buru, kita bicara lain waktu saja!" jawab Arya sambil terus berjalan bahkan tanpa menoleh sedikitpun ke arah istrinya yang terus mengekori dan mengejarnya dari dalam sampai ke teras.Namun langkah Jasmin terhenti saat melihat sekilas samar- samar bayangan seseorang duduk di dalam kursi penumpang depan mobil suaminya. Kaca film jendela mobil Arya memang tak terlalu gelap, jadi masih bisa terlihat jika ada orang di dalam mobil itu, meski tak terlalu jelas."Siapa dia, kak?" tanya Jasmin, matanya terus tertuju ke arah sosok di dalam mobil yang sepertinya tak asing bagi dirinya."Apa itu mbak
Sepanjang perjalanan selepas meninggalkan Jasmin di rumah, Arya terlihat banyak melamun, bahkan beberapa kali mobil yang di kendarainya nyaris saja bertabrakan dengan kendaraan lain, ucapan Jasmin yang mengatakan kalau dirinya sedang hamil terus saja terngiang di kepalanya, sungguh mempunyai keturunan merupakan impiannya, apalagi di usianya yang sekarang sudah melewati angka 30, dimana teman teman sebayanya sudah mempunyai dua bahkan tiga anak yang sudah masuk sekolah."Mas, apa kamu memikirkan tentang kehamilan Jasmin? Aku juga bisa memberi mu anak yang lucu lucu, kita bisa berkonsultasi bersama ke dokter, aku yakin kita pasti bisa, belum tentu kan, anak yang di kandung Jasmin itu anak mu, dan belum tentu juga kalau Jasmin benar-benar sedang hamil, bisa saja dia hanya mengada ada agar kamu tak pergi meninggalkannya." Ujar Maya yang sepetinya sangat paham kalau saat ini pikiran Arya sedang tak merasa tenang akibat memikirkan ucapan istrinya tadi."Mas, aku sudah be
Jasmin berjalan dengan langkah setengah berlari, terburu menuju halaman rumah orangtuanya setelah dia turun dari mobil yang di kendarainya dan di parkirkan di halaman rumah mewah itu.Dadanya bergemuruh kencang, dengan pikiran yang kalaut tak karuan, satu tujuannya, menemui Dimas yang tak bisa dia temui di kantor tempat mereka seharusnya sering bertemu karena berada di kantor yang sama, namun kakak laki-lakinya itu jarang terlihat dan sangat sulit untuk di temui akhir-akhir ini."Mana abang, bu?" Kata pertama yang terucap dari bibir Jasmin saat bertemu dengan ibunya di ruang tengah rumah itu."Hai sayang, tumben jam segini mampir, abang mu baru saja datang, dia di atas." Jawab ibunya menyambut hangat kedatangan puteri bungsu kesayangnnya, namun sikap Jasmin justru berbanding terbalik, dia sangat dingin, dan tanpa basa basi langsung menuju ke lantai atas rumah itu, dimana kamar abangnya berada.Bruakkk !!!Tanpa mengetuk pintu terlebih dah
Ayah, ibu dan kakak laki-laki Jasmin berkumpul di depan ruangan UGD menanti kabar dari dokter yang sedang memeriksa kesayangan mereka di dalam sana, sudah hampir satu jam lamanya Jasmin di periksa di dalam ruangan yang dimana mereka hanya bisa pasrah dan mempercayakan keselamatan anaknya pada para dokter yang sedang berjuang di dalam sana demi kesembuhan Jasmin.Hanya kaca tembus pandang berukuran 20X20 CM yang terdapat di pintu ruangan itulah tempat mereka mengintip secara bergantian, melihat keadaan Jasmin, meski tak jelas betul bagaimana keadaan putri kesayangan mereka itu, karena terkadang posisi Jasmin terhalang oleh para dokter yang sibuk menanganinya.Ibunya hanya bisa menangis sesenggukan tanpa henti meratapi keadaan putrinya, sementara ayahnya sibuk menenangkan istrinya di saat hatinya pun sama kacaunya saat ini.Lantas Dimas, saat ini dia sibuk dengan ponselnya di ujung lorong rumah sakit, berkali-kali dirinya menghubungi Arya dan juga Maya, namun k
Disinilah Dimas berada kini, di sebuah villa di tepi pantai, setelah selama tiga hari mencari dimana keberadaan Arya dan Maya, akhirnya usahanya membuahkan hasil juga.Pihak rumah sakit tak mau menggugurkan janin Jasmin meski ada persetujuan dari pihak keluarga, karena Jasmin yang sampai detik ini masih tergolek tak sadarkan diri, pihak rumah sakit meminta persetujuan dari suami atau ayah dari bayi itu, kecuali kalau Jasmin sadar dan dia menyetujui tindakan aborsi si janin demi keselamatan nyawa ibunya itu."D-Dimas,,,!" Cicit Arya da Maya hampir bersamaan.Namun Dimas yang mereka sebut namanya itu hanya membisu dengan tatapan setajam elang menyorot kedua pasangan pengantin baru itu bergantian, rahang Dimas mengeras menahan amarah yang bergemuruh di dadanya sekencang gemuruh ombak yang menjadi pemandangan indah villa itu.Bagaimana tidak, kedua manusia ini sedang berasyik asikan menikmati perayaan kembali rujuknya pernikahan mereka yang yang sempa