Xena menghempaskan tubuhnya ke ranjang seraya mengacak-acak rambutnya. Benak Xena memikirkan tentang kejadian tadi pagi. Sungguh, Xena mengumpati kebodohannya. Tujuan Xena hanya ingin membuktikan payudaranya tak sekecil yang dikatakan Morgan, tapi malah kenapa dirinya terjebak dengan rencananya sendiri?
Xena bersumpah, Morgan Louise adalah pria paling berengsek yang pernah dirinya kenal dalam hidupnya. Hal yang membuat Xena semakin kesal adalah dirinya masih mengingat sentuhan Morgan. Sentuhan yang sukses membangkitkan hasrat dan gairahnya.
“Shit!” Xena mengumpat kasar seraya memejamkan mata singkat. Gadis itu tak berhenti merutuki dirinya. Rasanya Xena ingin sekali melarikan diri, tapi berlian langka yang diinginkannya, belum didapatkan. Xena tak rela berlian langka yang sudah lama dirinya incar berada di tangan pria berengsek itu.
Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Xena mengambil ponselnya yang ada di atas nakas, dan menatap ke layar tertera nomor asistennya di sana. Xena sedikit berdecak pelan. Detik selanjutnya, Xena menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan.
“Ada apa, Linda?” seru Xena kala panggilan terhubung.
“Nona Xena, maaf mengganggu Anda. Saya hanya ingin memberitahu kalau tadi ayah Anda menghubungi saya. Beliau meminta Anda untuk segera kembali ke Roma,” ujar Linda dari seberang sana.
“Bagaimana aku bisa kembali ke Roma, kalau berlian langka yang aku inginkan belum aku dapatkan?!”
“Nona Xena, Anda masih ingin berusaha mendapatkan berlian langka itu?”
“Ck! Tentu saja aku akan terus berusaha mendapatkan berlian langka itu. Kau kan tahu, aku sudah lama mengincar berlian langka itu.”
“Nona, menurut saya lebih baik Anda menyerah saja. Tuan Morgan Louise adalah pengusaha ternama. Beliau—”
“Diam, Linda! Aku tidak membutuhkan nasihatmu! Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Katakan pada ayahku, aku masih ingin di Paris. Jangan memaksaku pulang. Aku akan pulang, kalau sudah waktunya aku pulang.”
“Nona, tapi—”
Xena langsung menutup panggilan secara sepihak. Ya, Xena enggan mendengar nasihat dari sang asisten. Gadis itu tahu apa yang harus dilakukannya. Pun Xena bosan berada di Roma. Kota itu penuh dengan keluarga besar ayah dan ibunya. Lebih baik berada di sini, Xena terbebas dari segala aturan-aturan yang membuatnya sakit kepala.
“Aku butuh udara segar.” Xena bangkit berdiri, dan melangkah keluar kamar. Yang dibutuhkan gadis itu adalah udara segar demi menenangkan penat di kepala.
“Selamat malam, Nona Xena. Apa Anda ingin pulang?” tanya sang pelayan seraya menatap Xena yang baru saja keluar kamar.
Xena menatap dingin pelayan itu. “Kau mengusirku pulang?”
“B-bukan begitu, Nona. S-saya hanya bertanya saja. Tadi saya pikir, Anda ingin pulang,” jawab sang pelayan cepat.
Xena mendengkus kasar. “Di mana Morgan? Apa dia ada di rumah?” tanyanya yang tak mengindahkan ucapan sang pelayan.
“Tuan Morgan berada di lantai 2, Nona,” jawab sang pelayan memberi tahu.
“Di lantai 2? Apa yang di lakukan di sana?” tanya Xena penasaran.
“Tuan Morgan—” Sang pelayan menggaruk kepalanya tak gatal, bingung untuk menjawab pertanyaan Xena.
Xena berdecak pelan. “Sudah, kau tidak usah jawab. Kau kembali saja selesaikan pekerjaanmu yang lain. Aku ingin ke taman. Aku butuh udara segar.” Xena malas menunggu jawaban dari sang pelayan yang sangat lama. Gadis itu memilih melangkah, menuruni undakan tangga. Ada lift tak jauh darinya, tapi entah kenapa Xena lebih memilih menggunakan tangga daripada lift.
Saat berada di lantai 2, tatapan Xena menatap ruangan yang sedikit terbuka. Mata Xena menyipit, seperti ada yang mencurigakan. Xena hendak mengabaikan, tapi rasa penasaran mendorongnya untuk melangkah menuju kamar tersebut.
Tiba-tiba terdengar suara berisik dari dalam kamar itu. Xena kian mendekat, dan seketika bibir Xena menganga melihat apa yang dia lihat saat ini. Mata gadis itu mendelik terkejut melihat seorang wanita berambut pirang telah melakukan blow job pada Morgan.
Tampak jelas Morgan memejamkan mata seraya mengerang, kala si wanita berambut pirang mengulum kejantanannya dengan hebat. Morgan menjambak wanita berambut pirang itu, agar lebih bermain dengan liar. Namun …
Pranggg
Xena menyenggol vas bunga yang ada di dekatnya, hingga jatuh ke lantai. Pecahan beling berserakan di lantai. Sontak permainan panas antara Morgan dan si wanita berambut pirang pun terhenti kala mendengar suara pecahan.
“Siapa kau?” Wanita berambut pirang bangkit berdiri, membenarkan pakaiannya, menatap tajam Xena yang berdiri di ambang pintu.
“A-aku—” Xena salah tingkah. Gadis itu bahkan melihat jelas kejantanan Morgan yang masih berdiri tegak dan keras. Buru-buru Xena memejamkan matanya, tak mau melihat.
Morgan tersenyum miring melihat Xena memejamkan mata. Lantas, pria itu menoleh sebentar pada wanita berambut pirang. “Pulanglah. Bayaranmu akan segera aku kirim.”
“Siapa wanita itu, Morgan? Apa dia pelacur barumu?” seru wanita berambut pirang dengan kesal. Uang memang penting, tapi bisa melakukan seks dengan Morgan adalah kenikmatan yang tak mungkin ditolak.
“Hey! Kau berani sekali bilang aku pelacur! Listen to me, kau bukan levelku! Kau yang pelacur! Berapa hargamu? Aku mampu membayar harga dirimu!” seru Xena tak terima. Gadis itu masih memejamkan mata tak berani melihat Morgan.
“Berani sekali kau menghinaku—” Wanita berambut pirang itu, hendak menampar Xena, tapi Morgan langsung menahan tangan wanita berambut pirang itu.
“Pulanglah. Aku akan menghubungimu kalau aku membutuhkanmu.” Morgan melepaskan tangan wanita berambut pirang itu.
“Baiklah, aku menunggu telepon darimu.” Wanita berambut pirang itu mengecup rahang Morgan, lalu melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
“Aw—” Xena meringis kala wanita berambut pirang menabrak bahunya. “Pelacur sialan! Berani sekali kau!” Xena mengumpat dengan mata yang masih terpejam. Xena tak tahu kalau wanita berambut pirang tadi sudah pergi jauh.
“Sampai kapan kau menutup matamu, Xena?” Morgan terus tersenyum melihat Xena yang masih memejamkan mata.
“Morgan, pakai dulu celanamu yang benar!” seru Xena kesal.
Morgan tak mengindahkan ucapan Xena. Pria itu langsung menggendong Xena, dan meletakan tubuh Xena ke atas meja. Sontak, tindakan Morgan membuat Xena terkejut.
“Morgan! Apa yang kau lakukan. Lepaskan aku.” Xena mendorong tubuh Morgan. Mata gadis itu masih terpejam, tak mau membuka mata.
“Buka matamu.”
“Tidak!”
Morgan menarik dagu Xena, dan berbisik, “Kenapa kau harus menutup matamu, hm? Pasti kau sudah sering melihat milik kekasihmu, Kan?”
“Morgan! Lepaskan aku, berengsek, akh—” Xena mendesah kala Morgan meremas payudaranya.
“Buka matamu, atau aku akan memerkosamu di sini. Kau telah berani menggangguku,” desis Morgan tepat di depan bibir Xena.
Xena menelan salivanya mendengar ancaman Morgan. “K-kau jangan macam-macam, Morgan.”
“Kalau kau masih menutup matamu, maka aku akan melakukan macam-macam padamu, Nona Foster,” bisik Morgan serak.
Perlahan mata Xena mulai terbuka dengan penuh hati-hati. Lantas, seketika itu juga napas Xena berembus lega. Rupanya Morgan sudah merapikan celananya. Demi Tuhan! Bulu kuduk Xena sampai merinding di kala melihat jelas kejantanan Morgan yang besar dan keras.
“Kenapa kau takut, hm? Kau pasti sudah sering melihatnya, Kan?” tanya Morgan seraya tersenyum meremehkan.
Xena mendongakan kepalanya, menatap dingin Morgan. “Bukan urusanmu. Sekarang kau menjauhlah dariku!”
Morgan membelai pipi Xena sedikit kasar. “Siapa yang mendekatimu, hm? Kau sendiri yang datang ke sini menggangguku. Kalau kau tidak menggangguku, maka aku sudah pasti menikmati wanita yang tadi aku bayar.”
Xena mendelik tajam. “Memangnya kau tidak bisa menjalin hubungan dengn wanita baik-baik? Jangan tidur dengan pelacur.”
Morgan tersenyum penuh arti. “Wanita baik-baik kurang bisa memuaskanku di ranjang. Aku lebih suka tidur dengan wanita yang berpengalaman.”
“Kata siapa wanita baik-baik tidak memiliki pengalaman? Kau salah besar, Morgan!” Xena mendongakan kepalanya, menatap dingin Morgan.
Morgan mengangkat bahunya tak acuh. “Berikan aku satu contoh, siapa wanita baik-baik yang biasa memuaskan di ranjang.”
“Aku. Aku selalu bisa memuaskan pasanganku di ranjang, dan aku bukan pelacur yang harus dibayar,” kata Xena membanggakan dirinya sendiri.
“Really?” Sebelah alis Morgan terangkat, menatap Xena dengan senyuman meledek. “Jadi, kau mampu memuaskan pasanganmu di ranjang, hm?”
“A-aku—” Xena panik luar biasa. Gadis itu mengumpati kebodohannya yang asal bicara.
Morgan membawa tangannya mengusap puncak payudara Xena yang menegang. “Kau benar-benar menggodaku, Xena.”
“Ah,” desah Xena. Tubuhnya meremang merasakan geli akibat sentuhan Morgan, yang seakan menyalurkan api hasrat.
Morgan menurunkan dress yang dipakai Xena, hingga membuat dua payudara Xena menyembul keluar. Tampak mata Morgan menatap lapar dua payudara Xena. Pria itu mengusap-usap puncak payudara Xena. “Kau yang menunjukan sendiri payudaramu padaku, kalau sekarang aku menyukai payudaramu, jangan salahkan aku, Xena. Kau yang telah mengantarkan dirimu padaku.”
“Ah, Berengsek! Lepas—” Xena mengerang saat dua tangan Morgan meremas kedua payudaranya. Xena meringis nikmat di kala pria itu mencubit puncak payudaranya.
Morgan menundukan kepalanya, mengisap puncak payudara Xena lembut hingga membuat Xena mendesah hebat. Sayangnya, Xena bukan menghentikan. Gadis itu malah membusungkan dadanya, seakan meminta Morgan untuk tak menghentikan.
“Ah, ah, Morgan, berhenti, ah,” desah Xena dengan tangan yang meremas meja. Xena memiliki dua tangan yang tak ditahan oleh Morgan. Harusnya Xena bisa mendorong Morgan, tapi alih-alih mendorong, malah Xena membiarkan Morgan mengisap payudaranya.
Morgan mensejajaran wajahnya pada wajah Xena. Pria itu menyelipkan tangannya, masuk ke dalam celana dalam berenda Xena. Tampak seringai di wajah Morgan terlukis merasakan jemarinya basah. “Aku tahu kau tergoda sejak awal kau melihatku, Xena. Kenapa kau tidak langsung saja meminta, hm?” bisiknya serak.
“Ah! Morgan! Berhenti!” Xena mendongakan kepalanya merasakan jemari Morgan bermain di titik sensitive-nya.
Morgan menyeringai puas melihat wajah Xena memerah. Lantas, pria itu menyudahi permainan panas itu, dan berbisik, “Aku tidak bisa menyentuhmu, kalau belum melakukan perjanjian. Sabarlah. Waktunya akan segera tiba.” Morgan mengecup bahu telanjang Xena, dan melangkah pergi menuju kamar mandi, meninggalkan Xena.
Napas Xena terenga-engah, menatap punggung Morgan yang mulai lenyap dari pandangannya. “Perjanjian apa yang kau maksud, Morgan!” serunya dengan nada cukup keras, tapi sayangnya tak dipedulikan oleh Morgan.
“Tuan Morgan.” Pelayan menundukan kepalanya, kala melihat Morgan baru saja menuruni tangga. Tampak Morgan memakai pakaian santai. Celana training panjang berwarna abu-abu tua, dan kaus berwarna putih. Membuat aura kharisma pria itu menonjol.“Di mana Xena? Apa dia ada di kamarnya?” tanya Morgan dingin. Hari ini, Morgan memang tak ke kantor. Pria itu lebih memilih mengerjakan pekerjaan di rumahnya. Namun, meski tak berangkat ke kantor, pria itu sejak tadi pagi hingga sore hari tak keluar ruang kerjanya. Jadi wajar, kalau dia tak mengetahui keberadaan Xena.“Nona Xena sedang berenang, Tuan. Baru saja beliau berenang,” jawab sang pelayan memberi tahu.“Berenang? Dia berenang?” ulang Morgan memastikan.Sang pelayan mengangguk. “Benar, Tuan. Nona Xena Foster sedang berenang. Tadi beliau sempat mengeluh bosan di kamar.”Morgan terdiam sebentar mendengar apa yang dikatakan oleh pelayan itu. Tanpa mengatakan apa pun, Morgan melangkah menuju ke arah kolam renang. Sang pelayan langsung menunduk
Xena menatap sebuah dokumen yang ada baru saja Morgan sodorkan padanya. Raut wajah gadis itu nampak bingung dan tak mengerti. Ya, gadis itu kini berada di kamar Morgan yang ada di lantai 5. Setelah permainan panas, Morgan meminta Xena untuk ganti baju, dan ikut dengan pria itu ke kamar. “Morgan, dokumen apa itu? Kenapa kau memberikan dokumen itu padaku?” tanya Xena seraya menatap lekat Morgan. Gadis itu meminta Morgan memberikan penjelasan padanya.“Di dalam dokumen itu ada surat perjanjian. Bacalah, dan tanda tangani,” jawab Morgan dingin dan datar.Xena terdiam sebentar, dan kembali menatap dokumen yang ada di hadapannya. Xena ingin sekali bertanya apa perjanjian yang dimaksud oleh Morgan, tapi pertanyaan itu seakan tertelan di tenggorokannya, hingga tak mampu mengeluarkan sebuah pertanyaan. Perlahan, Xena mengambil dokumen yang ada di hadapannya. Gadis itu membuka dokumen tersebut, dan membacanya dengan seksama dan penuh ketelitian.Surat perjanjian. Pihak pertama : Morgan Lo
Xena tak bisa tidur dengan nyenyak. Sepanjang malam, gadis itu hanya memikirkan tentang surat perjanjiannya yang diberikan Morgan untuknya. Sialnya Xena tak bisa melupakan tentang surat perjanjian itu. Xena telah terjebak. Gadis itu benar-benar tak bisa mengabaikan penawaran Morgan.Waktu menunjukan pukul delapan pagi. Kantung mata Xena sedikit gelap akibat kurang tidur. Beruntung Xena kuat minum alkohol. Jadi satu botol wine tidak akan membuat Xena sampai tumbang.Xena menatap cermin. Tubuhnya pagi ini sudah terbalut oleh dress berwarna biru muda, dengan model kemben. Rambut diikat messy bun, membuat penampilan Xena begitu cantik dan segar. Hanya saja raut wajah Xena menunjukan bahwa ada sesuatu hal yang mengusik pikirannya. Xena memejamkan mata sebentar. Buru-buru gadis itu memilih meninggalkan kamar, menuju ruang makan. Xena ingin mencoba mengalihkan pikirannya dari Morgan. Pun ini sudah waktunya jam untuk sarapan. Saat tiba di ruang makan, tatapan Xena teralih pada Morgan yang d
“Biana! Lepaskan Xena!” Morgan menarik tangan Biana dengan tangan kanannya, dan tangan kirinya menarik tangan Xena. Morgan berdiri di depan Xena, menghadang Biana yang ingin kembali menyerang Xena.“Oh, jadi kau lebih membela pelacurmu, Morgan?!” seru Biana emosi begitu menggebu.Morgan menatap tajam Biana. “Xena bukanlah pelacur. Dia ada di sini, karena aku menginginkannya. Bisakah kau menjaga sikapmu! Kau tahu kau adalah anak dari orang penting di negara ini, tapi sifatmu sama sekali tidak mencerminkan status sosialmu.”Biana terdiam mendengar teguran Morgan. Wanita itu merapikan rambutnya sambil berkata, “Maaf, aku terpancing emosi saat dia menghinaku pelacur.”Xena bertolak pinggang, dan menatap tajam Biana. “Kau tidak mau dihina pelacur, tapi kau malah menghinaku pelacur! Gunakan otakmu dengan baik!” serunya dengan emosi.“Xena, tenangkan dirimu!” tegas Morgan penuh penekanan. Morgan memberikan peringatan pada Xena untuk tenang.Xena mendengkus tak suka. Xena ingin sekali merobek
BrakkkTubuh Xena dibanting pelan di atas hamparan ranjang yang luas. Tampak raut wajah Xena panik dan gugup melihat Morgan sudah berdiri di hadapannya tengah melepas kaus pria itu. Tubuh bidang Morgan tercetak sempurna di depan mata Xena. Lengan kekar. Otot perut, seakan memanjakan mata Xena. Pria di depannya itu memiliki pahatan tubuh yang membangkitkan hasrat para kaum wanita.Xena bangkit duduk, memundurkan tubuh hingga ke kepala ranjang. Tubuh Xena polos tak memakai sehelai benang pun. Dress yang dipakai Xena telah berhasil Morgan lucuti. Buru-buru, gadis itu menarik selimut, menutupi tubuhnya dengan selimut tebal itu.“M-Morgan, a-aku mohon jangan.” Xena menelan salivanya susah payah. Gadis itu ingin melarikan diri, tapi bagaimana caranya? Sungguh, Xena merasa otaknya sudah tak lagi berfungsi dengan baik.Morgan melempar kaus yang baru saja dia lepas ke sembarangan arah. Pria itu masih memakai celana panjangnya. Senyuman samar di wajah Morgan terlukis melihat Xena memintanya unt
Xena tak pernah mengira akan menyerahkan dirinya pada seorang Morgan Louise. Pria yang tak pernah Xena kenal sebelumnya. Tujuan Xena berada di mansion pria itu hanya untuk mengambil berlian yang Morgan menangkan di pelelangan. Namun, semua rencana Xena seakan sirna kala gadis itu terjerat pesona seorang Morgan Louise.Xena terdampar di sini. Di mansion megah pria yang baru pertama kali dalam hidupnya, dan berhasil mengambil yang paling berharga dalam dirinya. Harusnya Xena murka dan marah, tapi kenyataan yang ada, Xena tak sama sekali menyesal atas apa yang telah dilakukannya.Xena tak mungkin lupa cumbuan Morgan yang penuh memujanya tubuhnya. Setiap sentuhan Morgan tak bisa Xena tolak. Pria itu telah berhasil memorak-porandakan hati Xena. Xena tak bisa berbohong, bahwa dirinya telah jatuh sedalam-dalamnya pada pesona Morgan Louise.Seperti saat ini, di kala Xena sudah membuka mata, dan mengingat kejadian yang terjadi padanya, malah gadis itu seakan menggali ingatannya tentang permain
Saat pagi menyapa, Xena duduk di sofa kamar dengan tubuh yang begitu lelah. Xena mengakui dirinya memang sudah tidak lagi waras. Kemarin, seharian penuh dirinya malah berhubungan seks dengan Morgan. Tak lagi terhitung berapa kali mereka melakukan permainan panas.Ini adalah pertama kali Xena melakukan hubungan seks. Well, tapi Xena bukanlah gadis polos. Xena kerap menonton film dewasa yang mengajikan adegan ranjang, jadi wajar saja kalau gadis itu mengerti bagaimana memuaskan pria.Tak selang lama, para pelayan datang menyajikan makanan ke hadapan Xena. Tak hanya satu menu makanan saja, melainkan berbagai aneka menu sarapan. Sebelumnya, Morgan memang meminta pelayan untuk mengantarkan makanan ke kamar.“Nona Xena, apa ada menu makanan lain yang Anda inginkan?” tanya sang pelayan pada Xena.“Tidak, ini sudah cukup untukku,” jawab Xena dingin dan datar. “Di mana Morgan?” tanyanya. Sepuluh menit lalu, Morgan keluar kamar. Entah ke mana pria itu pergi.“Aku di sini.” Morgan masuk ke dalam
Xena menguap seraya merentangkan kedua tangannya kala baru saja membuka mata. Gadis itu mengerjap beberapa kali—melihat ke jam dinding waktu menunjukan pukul tiga sore. Perlahan Xena mengendarkan pandangannya ke sekeliling kamar.Xena mengembuskan napas panjang, mendapati dirinya berada di kamar Morgan. Detik itu juga, Xena mengingat tentang semua kegilaannya. Kegilaan di mana dirinya telah masuk ke dalam jurang, dan tak pernah bisa kembali. Ya, ini adalah keputusan yang Xena ambil. Persetan dengan segala resiko yang ada di depannya. Bukankah sejak dulu memang Xena Foster terkenal dengan orang yang berani mengambil resiko? Kenapa sekarang dirinya harus merasa takut? Xena mengalihkan pandangannya, melihat ke samping—dan hasilnya ranjang sudah kosong. Tampak Xena mendecakan lidahnya pelan. Entah ke mana perginya Morgan. Bisa-bisanya pria itu malah meninggalkannya setelah pergulatan panas mereka.Tanpa ingin pikir panjang, Xena menyibak selimut, turun dari ranjang—melangkah menuju kam