Morgan memasang dasi di lehernya, menatap Xena yang baru saja membuka mata. Pria itu bangun jauh lebih pagi. Morgan mendekat, dan memberikan kecupan di bibir Xena yang tengah menguap. Melihat Xena terbangun dengan tubuh polos, yang hanya terbalut oleh selimut tebal, membuat Morgan sangatlah gemas.“Morning.” Morgan berbisik di depan bibir Xena.“Morning, Sayang.” Xena sedikit menatap bingung Morgan. “Hari ini kau ke kantor?” tanyanya.Morgan mengangguk. “Ya, aku memiliki meeting yang tidak bisa diwakilkan.”Xena nampak kecewa Morgan akan pergi ke kantor. Gadis itu tak rela berjauhan dengan Morgan. “Apa kau akan pulang malam?” tanyanya dengan raut wajah muram. Morgan mengecup bahu telanjang Xena. “Aku akan usahakan pulang lebih awal. Sekarang lebih baik kau mandi. Kita sarapan bersama.”Xena menganggukan kepalanya. Lantas, gadis itu menyibak selimut, turun dari ranjang—melangkah menuju kamar mandi dengan tubuh telanjangnya. Tampak senyuman di wajah Morgan terlukis melihat tubuh mulus
Morgan menyesap vodka di tangannya, menatap gedung-gedung bertingkat dari balik kaca besar yang ada di ruang kerjanya. Pria itu berdiri dengan tatapan dingin menatap gedung-gedung bertingkat di Paris. Langit cerah seakan menyempurnakan pemandangan gedung pencakar langit yang ada di Paris.“Tuan Morgan.” Seorang sekretaris melangkah menghampiri Morgan, setelah dia mengetuk dua kali ruang kerja Morgan.Morgan mengalihkan pandangannya, menatap sang sekretaris yang ada di hadapannya. “Ada apa?” tanyanya dingin.“Maaf, Tuan. Di depan ada wanita bernama Nona Laina Edith ingin bertemu dengan Anda,” ujar sang sekretaris memberi tahu Morgan.“Persilahkan dia untuk masuk,” jawab Morgan datar.“Baik, Tuan.” Sekretaris itu segera pamit undur diri dari hadapan Morgan, lalu mempersilahkan wanita yang bernama Laina Edith untuk segera masuk ke dalam ruang kerja Morgan.Tak selang lama, tatapan Morgan teralih pada sosok wanita cantik berambut merah menghampirinya. Dress yang dipakai Laina begitu seksi
*Nona Xena, apa Anda masih belum ingin meninggalkan Paris?* Xena berdecak kesal membaca pesan singkat dari sang asisten. Padahal sudah berkali-kali dirinya menegaskan masih ingin tinggal di Paris, tapi tetap saja asistennya itu masih mengajukan pertanyaan yang sama padanya.Tak mau ambil pusing, Xena memutuskan untuk menonaktifkan ponselnya, dan segera menyimpan ponselnya ke dalam laci nakas. Mana mungkin Xena kembali ke Roma. Hati dan pikiran gadis itu telah tertambat oleh sosok Morgan Louise.Xena menatap cermin, melihat penampilannya siang ini cantik dan segar. Sayangnya, Morgan masih ada di kantor. Morgan masih belum pulang bekerja. Padahal, kalau ada Morgan pasti Xena akan bermesraan dengan Morgan.Merasa sedikit jenuh di kamar, Xena memutuskan melangkah keluar kamar. Mansion megah Morgan ini belum sepenuhnya Xena kelilingi. Dan sekarang gadis itu ingin berkeliling mansion, demi mengurangi rasa bosan di dalam kamar.Saat tiba di ruang tengah, tatapan Xena teralih pada sang pela
Xena tak bisa tenang mengingat perkataan Biana. Sebuah perkataan yang membuat hati Xena seakan menjadi sedikit cemas. Biana seolah mengingatkan Xena akan hal bahaya. Akan tetapi, bahaya apa? Sunguh, Xena benar-benar tak mengerti.Xena mengatur napasnya seraya memejamkan mata sebentar. Kepala Xena penuh dengan dugaan-dugaan tak menentu yang timbul, akibat ucapan Biana. Xena ingin sekali meneguhkan hatinya bahwa ucapan Biana hanya angin lalu, tapi semua itu tidak mudah.Ceklek!Pintu kamar terbuka. Refleks, Xena mengalihkan pandangannya ke arah pintu, menatap Morgan yang ternyata sudah pulang. Harusnya Xena menyambut Morgan dengan sebuah pelukan atau ciuman, namun faktanya Xena menyambut Morgan dengan tatapan dingin, seakan tatapan yang tersirat menyelidik.“Maaf, aku sedikit terlambat.” Morgan mendekat, dan memberikan pelukan serta ciuman pada Xena. Tampak kening Morgan mengerut kala Xena sama sekali tidak membalas ciumannya.“Kau kenapa, Xena? Kau marah karena aku pulang terlambat?” M
Xena menguap di kala terbangun di pagi hari. Perlahan mata Xena mengerjap beberapa kali saat sinar matahari menyentuh wajahnya. Gadis itu merentangkan kedua tangan, menggeliat seakan puas tidur nyenyak. Xena membuka mata. Mengendar ke sekitar rupanya pagi telah menyapa, dan dirinya kembali terbangun di kamar Morgan. Tentu, Xena tak mungkin lupa akan kegilaannya—yang tengah menjalin sebuah hubungan dengan Morgan Louise.Xena mengalihkan pandamgannya ke samping melihat ranjang di sampingnya sudah kosong. Padahal seharusnya Morgan ada di sampingnya. Raut wajah Xena sedikit kecewa, namun gadis itu memilih untuk berusaha mengendalikan perasaan dalam dirinya serta menekan ego yang muncul.Xena menyibak selimut, turun dari ranjang, dan melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar mandi. Di pagi hari seperti ini, akan jauh lebih segar jika dirinya berendam. Belakangan ini tubuh Xena kerap dibuat kelelahan akibat serangan Morgan yang tak pernah henti.Tiga puluh menit kemudian, Xena sudah selesai b
“Apa tidak bisa satu hari saja, kau tidak menyerangku, Morgan?” Xena merapikan dress-nya serta memoles wajahnya dengan make up. Tujuan Xena awalnya menemui Morgan karena ingin mengajak Morgan makan siang dan membahas Biana yang menghubungi pria itu. Tapi malah Xena sudah dijadikan santapan menu utama oleh Morgan. Sungguh benar-benar menyebalkan. Sialnya, Xena pun tak pernah bisa mengendalikan diri jika Morgan sudah mencumbu dirinya.Morgan memasang dasinya yang sedikit berantakan. Pria itu menatap Xena sambil berkata enteng tanpa beban. “Bukankah tadi saat permainan, aku sudah bertanya padamu, kau ingin berhenti atau tidak? Dan kau sendiri menjawab tidak ingin berhenti. Artinya kau menikmati sentuhanku, Nona Foster.” Xena berdecak kesal. “Mana bisa berhenti! Kau itu menyebalkan sekali.”Morgan tertawa pelan. Pria itu menangkup kedua pipi Xena, dan memberikan lumatan di bibir gadis itu. “Aku tahu kau memang tidak mungkin bisa menghentikan sentuhanku.”Pipi Xena merona malu. “Sudah, a
“Xena, kau duluan saja ke kamar. Aku harus ke ruang kerjaku sebentar.” Morgan berucap kala dirinya dan Xena sudah tiba di mansion. Pria itu melihat ke layar ponsel, di mana dirinya mendapatkan banyak pesan dari sang sekretaris meminta untuk memeriksa email.“Apa kau sibuk?” tanya Xena seraya menatap Morgan.“Tidak, aku tidak sibuk. Aku hanya ingin memeriksa email. Setelah itu, aku akan segera menyusulmu.” Morgan membelai pipi Xena lembut.Xena mendesah pelan, dan mengangguk. “Jangan lama-lama. Segera susul aku jika kau sudah selesai membaca email.”“Ya.” Morgan melumat lembut bibir Xena. Lantas, pria itu melangkah pergi meninggalkan Xena—menuju ruang kerjanya. Tampak raut wajah Xena masih kesal. Entah kenapa hati Xena seperti terganjal di kala tadi Xena bertemu dengan wanita bernama Laina. “Sudahlah, lebih baik aku masuk ke kamar saja.” Xena menepis segala pikiran yang muncul dalam benaknya. Detik selanjutnya, Xena melangkah menuju undakan tangga. Xena enggan naik lift. Meski lelah
Bulir air mata Xena menetes jatuh membasahi pipinya. Mata gadis itu sudah memerah akibat air mata yang terus berlinang. Xena membenci ini. Xena paling membenci menangis hanya karena seorang pria. Akan tetapi, Xena tidak bisa menghentikan air matanya. Seakan air matanya sudah otomatis mengalir hanya karena Morgan Louise.‘Morgan sialan! Berengsek!’ umpat Xena dalam hati. Sungguh, Xena tak mengira Morgan murka hanya karena dirinya masuk ke dalam sebuah kamar. Padahal apa yang dilakukannya, bukanlah tindakan kesalahan.Xena menatap jalanan gelap dengan sorot mata membendung kemarahan. Saat ini, Xena berada di dalam taksi. Gadis itu akan menuju penthouse pribadi miliknya. Bisa saja Xena langsung terbang ke Roma, meninggalkan kota Paris. Akan tetapi, Xena tak mau pulang ke kota di mana orang tuanya tempati dalam keadaan memiliki masalah. Paling tidak Xena harus menenangkan diri lebih dulu.“Nona, boleh tunjukan pada saya alamat apartemenmu lagi? Saya ingin memastikan jalan,” ujar sang sopi