*Nona Xena, apa Anda masih belum ingin meninggalkan Paris?* Xena berdecak kesal membaca pesan singkat dari sang asisten. Padahal sudah berkali-kali dirinya menegaskan masih ingin tinggal di Paris, tapi tetap saja asistennya itu masih mengajukan pertanyaan yang sama padanya.Tak mau ambil pusing, Xena memutuskan untuk menonaktifkan ponselnya, dan segera menyimpan ponselnya ke dalam laci nakas. Mana mungkin Xena kembali ke Roma. Hati dan pikiran gadis itu telah tertambat oleh sosok Morgan Louise.Xena menatap cermin, melihat penampilannya siang ini cantik dan segar. Sayangnya, Morgan masih ada di kantor. Morgan masih belum pulang bekerja. Padahal, kalau ada Morgan pasti Xena akan bermesraan dengan Morgan.Merasa sedikit jenuh di kamar, Xena memutuskan melangkah keluar kamar. Mansion megah Morgan ini belum sepenuhnya Xena kelilingi. Dan sekarang gadis itu ingin berkeliling mansion, demi mengurangi rasa bosan di dalam kamar.Saat tiba di ruang tengah, tatapan Xena teralih pada sang pela
Xena tak bisa tenang mengingat perkataan Biana. Sebuah perkataan yang membuat hati Xena seakan menjadi sedikit cemas. Biana seolah mengingatkan Xena akan hal bahaya. Akan tetapi, bahaya apa? Sunguh, Xena benar-benar tak mengerti.Xena mengatur napasnya seraya memejamkan mata sebentar. Kepala Xena penuh dengan dugaan-dugaan tak menentu yang timbul, akibat ucapan Biana. Xena ingin sekali meneguhkan hatinya bahwa ucapan Biana hanya angin lalu, tapi semua itu tidak mudah.Ceklek!Pintu kamar terbuka. Refleks, Xena mengalihkan pandangannya ke arah pintu, menatap Morgan yang ternyata sudah pulang. Harusnya Xena menyambut Morgan dengan sebuah pelukan atau ciuman, namun faktanya Xena menyambut Morgan dengan tatapan dingin, seakan tatapan yang tersirat menyelidik.“Maaf, aku sedikit terlambat.” Morgan mendekat, dan memberikan pelukan serta ciuman pada Xena. Tampak kening Morgan mengerut kala Xena sama sekali tidak membalas ciumannya.“Kau kenapa, Xena? Kau marah karena aku pulang terlambat?” M
Xena menguap di kala terbangun di pagi hari. Perlahan mata Xena mengerjap beberapa kali saat sinar matahari menyentuh wajahnya. Gadis itu merentangkan kedua tangan, menggeliat seakan puas tidur nyenyak. Xena membuka mata. Mengendar ke sekitar rupanya pagi telah menyapa, dan dirinya kembali terbangun di kamar Morgan. Tentu, Xena tak mungkin lupa akan kegilaannya—yang tengah menjalin sebuah hubungan dengan Morgan Louise.Xena mengalihkan pandamgannya ke samping melihat ranjang di sampingnya sudah kosong. Padahal seharusnya Morgan ada di sampingnya. Raut wajah Xena sedikit kecewa, namun gadis itu memilih untuk berusaha mengendalikan perasaan dalam dirinya serta menekan ego yang muncul.Xena menyibak selimut, turun dari ranjang, dan melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar mandi. Di pagi hari seperti ini, akan jauh lebih segar jika dirinya berendam. Belakangan ini tubuh Xena kerap dibuat kelelahan akibat serangan Morgan yang tak pernah henti.Tiga puluh menit kemudian, Xena sudah selesai b
“Apa tidak bisa satu hari saja, kau tidak menyerangku, Morgan?” Xena merapikan dress-nya serta memoles wajahnya dengan make up. Tujuan Xena awalnya menemui Morgan karena ingin mengajak Morgan makan siang dan membahas Biana yang menghubungi pria itu. Tapi malah Xena sudah dijadikan santapan menu utama oleh Morgan. Sungguh benar-benar menyebalkan. Sialnya, Xena pun tak pernah bisa mengendalikan diri jika Morgan sudah mencumbu dirinya.Morgan memasang dasinya yang sedikit berantakan. Pria itu menatap Xena sambil berkata enteng tanpa beban. “Bukankah tadi saat permainan, aku sudah bertanya padamu, kau ingin berhenti atau tidak? Dan kau sendiri menjawab tidak ingin berhenti. Artinya kau menikmati sentuhanku, Nona Foster.” Xena berdecak kesal. “Mana bisa berhenti! Kau itu menyebalkan sekali.”Morgan tertawa pelan. Pria itu menangkup kedua pipi Xena, dan memberikan lumatan di bibir gadis itu. “Aku tahu kau memang tidak mungkin bisa menghentikan sentuhanku.”Pipi Xena merona malu. “Sudah, a
“Xena, kau duluan saja ke kamar. Aku harus ke ruang kerjaku sebentar.” Morgan berucap kala dirinya dan Xena sudah tiba di mansion. Pria itu melihat ke layar ponsel, di mana dirinya mendapatkan banyak pesan dari sang sekretaris meminta untuk memeriksa email.“Apa kau sibuk?” tanya Xena seraya menatap Morgan.“Tidak, aku tidak sibuk. Aku hanya ingin memeriksa email. Setelah itu, aku akan segera menyusulmu.” Morgan membelai pipi Xena lembut.Xena mendesah pelan, dan mengangguk. “Jangan lama-lama. Segera susul aku jika kau sudah selesai membaca email.”“Ya.” Morgan melumat lembut bibir Xena. Lantas, pria itu melangkah pergi meninggalkan Xena—menuju ruang kerjanya. Tampak raut wajah Xena masih kesal. Entah kenapa hati Xena seperti terganjal di kala tadi Xena bertemu dengan wanita bernama Laina. “Sudahlah, lebih baik aku masuk ke kamar saja.” Xena menepis segala pikiran yang muncul dalam benaknya. Detik selanjutnya, Xena melangkah menuju undakan tangga. Xena enggan naik lift. Meski lelah
Bulir air mata Xena menetes jatuh membasahi pipinya. Mata gadis itu sudah memerah akibat air mata yang terus berlinang. Xena membenci ini. Xena paling membenci menangis hanya karena seorang pria. Akan tetapi, Xena tidak bisa menghentikan air matanya. Seakan air matanya sudah otomatis mengalir hanya karena Morgan Louise.‘Morgan sialan! Berengsek!’ umpat Xena dalam hati. Sungguh, Xena tak mengira Morgan murka hanya karena dirinya masuk ke dalam sebuah kamar. Padahal apa yang dilakukannya, bukanlah tindakan kesalahan.Xena menatap jalanan gelap dengan sorot mata membendung kemarahan. Saat ini, Xena berada di dalam taksi. Gadis itu akan menuju penthouse pribadi miliknya. Bisa saja Xena langsung terbang ke Roma, meninggalkan kota Paris. Akan tetapi, Xena tak mau pulang ke kota di mana orang tuanya tempati dalam keadaan memiliki masalah. Paling tidak Xena harus menenangkan diri lebih dulu.“Nona, boleh tunjukan pada saya alamat apartemenmu lagi? Saya ingin memastikan jalan,” ujar sang sopi
BrakkkTubuh Xena dibanting ke ranjang, hingga membuat Xena terkejut dan menjerit. Beruntung, Morgan tak terlalu kasar membantingnya. Jika saja kasar, mungkin tubuh Xena sudah terbanting hingga tergeletak di lantai.Perlahan Xena mulai bangkit berdiri menghampiri Morgan yang ada di hadapannya. Ya, kini Xena dan Morgan berada di sebuah kamar hotel. Hal tergila adalah Morgan membawa Xena bukan ke mansion pria itu, melainkan ke hotel terdekat.“Morgan, kenapa kau membawaku ke sini!” bentak Xena kuat-kuat. Emosinya Xena semakin menjadi. Pria berengsek itu malah membawanya ke hotel.“Bisakah kau tenang, Xena! Jangan memancing amarahku!” seru Morgan dengan tatapan penuh peringatan pada gadis itu.Xena tersenyum sinis. “Memancing amarahmu? Memangnya apa yang sudah aku lakukan, Hah? Aku hanya masuk ke dalam salah satu kamar di mansionmu. Tidak sama sekali melakukan kesalahan besar. Oh, atau jangan-jangan kau marah, karena aku melihat foto gadis remaja di kamarmu? Iya, Morgan?“Xena berhenti i
“Shit! Xena, kau bodoh sekali!” Xena mengumpati dirinya yang terbangun dalam keadaan tubuh telanjang, dan hanya memakai selimut tebal. Bisa-bisanya dia tergoda oleh pria sialan yang telah mengusirnya itu. Berengsek! Xena terus mengumpat kasar.“Tidak baik, gadis sepertimu mengumpat, Xena.” Morgan mendekat, menghampiri Xena yang duduk di ranjang dengan tubuh yang terbalut oleh selimut tebal. Sudut bibir Morgan terangkat melukiskan senyuman samar melihat Xena di pagi hari nampak sangat cantik. Bagi Morgan, gadis itu akan sangat cantik jika telanjang tak memakai apa pun.Xena menatap dingin Morgan penuh rasa kesal. “Bajingan! Kau benar-benar bajingan, Morgan! Bisa-bisanya kau meniduriku setelah kemarin kau mengusirku dari rumahmu!”Morgan duduk di samping Xena dan berkata, “Aku tidak mengusirmu. Kau sendiri yang pergi.”“Terserah apa katamu! Berbicara denganmu tak akan menuaikan hasil apa pun. Kau akan tetap memegang teguh ego-mu. Menyingkirlah, aku ingin pulang!” Xena bangkit berdiri, d