"Kamu dari mana sih Nay? aku cariin keliling tenda para Relawan perempuan tapi kamu nggak ada," crocos Vera.Kanaya yang baru tiba didalam tenda begitu terkejut saat mendengar ucapan Vera, "Aku habis dari kamar mandi," bohong Kanaya, dia malas jika mengatakan yang sebenarnya dan membuat Vera semakin banyak bertanya.Memdengar jawabab Kanaya membuat Vera menyiptkan matanya tidak percaya, "Terus semalam kamu tidur dimana?" tanya Vera menyelidik.Kanaya yang malas segera mengalihkan pembicaraan mereka dengan cara berpamitan ingin kekamar mandi, namun hal itu semakin menambah kecurigaan Vera."Udah ah, aku mau kekamar mandi, lagian kamu tanya mulu kayak wartawan gosip deh Ver," ujar Kanaya, yang tanpa sadar membuat Vera semakin tidak percaya."Bukan nya kamu habis dari kamar mandi?" tanya Vera heran.Kanaya merutuki kebodohannya, yang sudah salah bicara sehingga membuat Vera semakin tidak percaya, Kanaya tidak kehabisan akal, dia seger memberi alasan lain, yang membuat Vera akhirnya perca
"Kanaya," pekik Vera.Baru saja Kanaya berjalan beberapa langkah, Vera sudah menyerukan namanya dengan cukup keras, membuat beberapa orang yang ada disana menatap kearah mereka berdua. Kanaya benar-benar kesal, dan kembali menghampiri Vera sembari membekap mulut Vera dan menyeretnya untuk segera pergi."Ya ampun Ver, bisa nggak sih kalau manggil nggak usah teriak kenceng-kenceng," bisik Kanaya, sembari melangkah kembali menuju Kem.Vera mengangkat kedua jarinya, "hehehe.. Maaf" ucap Vera searaya tersenyum tanpa dosa.Sedangkan Rey yang baru saja membuka kaosnya, tiba-tiba dikejutkan dengan suara wanita yang menyerukan nama seseorang yang tidak asing ditelinga nya, Rey bergegas memakai kembali kaosnya, dan menatap Kanaya yang tengah menundukan wajahnya karena malu. Lalu tidak lama Kanaya menyeret perempuan yang berada disampingnya, yang mungkin rekan sesama Dokter.Rey hanya tersenyum melihat nya, dia jadi teringat bibir manis Kanaya yang semalam dirasakan nya, membuat Rey tersenyum sa
"Saya dan Dokter Kanaya su-" Belum sempat Rey menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba ponselnya berdering menampilkan nama Kanaya di sana. membuat Rey mengernyitkan dahi heran, ini untuk pertama kalinya Kanaya menghubungi dirinya. Dengan cepat Rey menggeser layar ponselnya ke atas, untuk menerima panggilan itu, namun saat Rey akan menjawab. panggilan itu sudah lebih dulu diputuskan oleh Kanaya membuat sebelah alis Rey terangkat. tidak lama notifikasi pesan masuk ke dalam ponsel Rey, yang berasal dari Kanaya.Ray menghela nafas saat membaca pesan itu, "Tolong jangan katakan apapun kepada Fahmi," isi pesan yang Kanaya kirimkan kepada Rey.Rey menatap ponselnya, lalu pandangannya kini tertuju ketenda dimana tempat Kanaya berada. dan ternyata Gadis itu Tengah memandang Rey dengan tatapan permohonan."Kap, ada apa? apa ada keadaan darurat!" tanya Fahmi, karena Rey tidak melanjutkan ucapannya. Sedangkan Rey sendiri masih fokus menatap ponselnya sembari melirik ke arah tenda di mana Kanaya berad
"Nay," panggil Rey lirih, sembari terus mengamati dengan seksama gadis yang berada didepannya.Kanaya benar-benar canggung berada diposisi seperti ini, apa lagi Rey belum juga membuka suaranya, "Ada apa?" tanya Kanaya kemudian.Rey masih tetap diam, menatap lekat netra Kanaya, membuat Kanaya bertambah salah tingkah, "jika tidak ada hal penting, aku harus kembali," ujar Kanaya dan hendak melangkah pergi, mengikuti rekan lainnya."Aku ingin bicara tentang hubungan kita," ucap Rey kemudian, membuat Kanaya menghela nafas."Bukan kah sudah pernah kita bahas, bahkan sebelum kita menikah, jadi apa lagi yang harus dibicarakan," saut Kanaya."Apa kamu nggak ada keinginan untuk mencoba menjalani pernikahan kita seperti pasangan lain Nay?" tanya Rey.Kanaya berbalik menatap kearah Rey, namun tentu dia tidak berani menatap netra suaminya, "Kamu tahu! ini semua terlalu cepat untuk ku, kamu sendiri tahu bagaimana masa lalu ku Rey," ujar Kanaya, dan hendak berlalu pergi."Tidak bisakah kita mencoba
'Udah tidur belum Nay? keluar bentar dong. aku ada dibelakang tenda kamu' isi pesan yang Rey kirimkan kepada Kanaya.Kanaya mengerutkan dahinya, untuk apa laki-laki itu berada dibelakang tendanya, Kanaya benar-benar kesal, niat hati ingin beristirahat lebih dulu, kini malah harus meladeni Rey yang selalu membuat jantung nya berdebar tak karuan. Kanaya menatap layar ponselnya malas, dia hanya membaca pesan yang Rey kirimkan tanpa berniat membalasnya. Setelah janji yang tadi mereka buat, Kini Kanaya merasa aneh dengan dirinya sendiri, terkadang dia tiba-tiba memikirkan Rey, membuat Kanaya semakin kesal.Lamunan Kanaya buyar, saat notifikasi pesan kembali masuk ponselnya, 'Nay, kok cuma di read doang, keluar sebentar, aku tahu kamu belum tidur' isi pesan yang kembali Rey kirim kepada Kanaya.Kanaya mendengus, pada akhrinya Kanaya memutuskan keluar dari tenda dengan malas, cuaca malam hari begitu dingin, gadis itu menyambar jaket dulu sebelum keluar. Kanaya mulai menyusuri belakang tenda
"Jadi bagaimana Kap?" tanya salah satu relawan, karena Rey tidak juga membuka suaranya."Dokter Kanaya sudah memiliki pasangan, dan sepertinya sebentar lagi akan menikah," jawab Rey pada akhirnya, menurut Rey jawaban itu lah yang paling tepat saat ini, semoga dengan ini mereka tidak lagi mendambakan apalagi mengharapkan Kanaya, terutama Fahmi.Mendengar apa yang Rey katakan membuat mereka semua mendesah kecewa, namun tidak dengan Fahmi. Fahmi menatap Rey seolah tidak percaya dengan apa yang Rey katakan."Benarkah demikian Kap?" seloroh Fahmi tidak yakin, Fahmi yang selama ini bekerja satu rumah sakit, bahkan selalu mencari tahu tentang Kanaya tidak pernah mendengar jika Kanaya sudah memiliki pasangan, apa lagi jika Kanaya akan segera menikah. Yang Fahmi tahu jika saat ini Kanaya tengah ingin menyendiri tanpa kehadiran laki-laki, itu lah yang membuat Fahmi urung mengatakan isi hatinya kepada Kanaya. Rey menatap Fahmi yang juga tanpa sengaja tengah menatap dirinya. Mereka sibuk dengan
"Ini" ujar Rey, menyerahkan catatan daftar hadir kepada Kanaya.Kanaya mengambil buku daftar hadir itu dan segera mengisinya, namun sial alat tulis yang Kanaya gunakan telah habis, membuatnya mau tidak mau meminta alat tulis lain kepada Rey.Rey yang tengah berdiri mengecek berkas-berkas terkesip, kala Kanaya menyerukan namanya, "Rey" seru Kanaya canggung, membuat Rey menatap kearahnya."Ada apa?" tanya Rey.Kanaya begitu kesal dengan dirinya sendiri, hanya mendengar suara Rey entah mengapa sudah membuat dirinya menjadi tidak fokus,'(astaga, aku kenapa sih?)' guman Kanaya dalam hatinya."Rey! Boleh aku minta alat tulis lain? Yang ini habis," ucap Kanaya ragu. Mendengar itu Rey segera mengambilkan alat tulis baru dan memberikan kepada Kanaya. Namun sial Kanaya yang merasa gugup tanpa sengaja menjatuhkan alat tulis itu.Rey dan Kanaya sama-sama menunduk hendak mengampil alat tulis yang terjatuh didekat kaki Kanaya.Posisi mereka kembali begitu dekat, Rey menundukan kepalanya, dan tanpa
Iya Dok, malam ini sift kita disana." jelas Nina.Kanaya berdoa semoga nanti Rey sibuk dan tidak ada disana, saat ini Kanaya benar-benar ingin menghindar dari Rey sejenak, apalagi setelah ada kejadian tadi, membuat Kanaya tidak punya muka untuk bertemu Rey."Ya udah, aku siap-siap dulu Nin," ujar Kanaya dan mempersiapkan barang bawaan nya."Kalau begitu Nina tunggu di tenda sana ya Dok, itu sudah banyak yang berkumpul disana," saut Nina. Dan Kanaya mengangguk merespon ucapan Nina.Selsai membereskan barang bawaan nya, Kanaya berjalan menghampiri rekan lainnya."Dok sini," seru Nina. Kanaya berjalan menghampiri Nina, dan ikut duduk menunggu mobil militer yang akan mengantar mereka menuju Kem pengungsi.Beberapa saat kemudian mobil truk Militer berhenti tepat didepan mereka. Seperti biasa mereka semua bergegas naik satu persatu. Kanaya bersyukur karena kali ini tidak ada Rey disana. Kanaya duduk bersebelahan dengan Dokter Kia, dan Nina.Kanaya berbincang akrab dengan Dokter Kia, yang me
Ceklek.. Pintu ruangan VVIP itu terbuka, terlihat Sarah dan Amy serta seorang bayi mungil dalam dekapannya. Kedua wanita itu menyorot ke atas ranjang, dimana Rey tengah bersandar menatap kedatangan mereka. Sesaat mereka terdiam, benar-benar tidak tahu jika ternyata Rey sudah membuka matanya. Sudut bibir Kanaya terangkat, membentuk lengkungan indah. Dia memang sengaja tidak memberi tahu keluarganya, membiarkan ini sebagai sebuah kejutan. Wanita itu bangkit menghampiri Mama dan Ibu mertuanya, lantas mengambil alih bayi yang Amy gendong. "Kenapa pada diem disini?" Ucapan kanaya menyadarkan dua wanita paruh baya itu dari lamunan mereka, bola mata keduanya berkaca-kaca, memandang penuh haru pada Rey yang juga sedang menatap kearah mereka dengan tetesan air mata."Rey, kamu sudah sadar nak?" Sarah berjalan cepat menghampiri putranya, saat dalam perjalanan dia sempat bertanya-tanya mengapa Rey sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Ada harapan jika putranya sudah sadar, namun dia tidak terlal
Disela-sela kesibukan nya menjadi seorang ibu, Kanaya tidak pernah absen mengurus suaminya. Tiga hari sudah berlalu, kondisi Rey pun sudah membaik. Namun sayang pria itu masih belum membuka matanya.Dokter menyatakan jika Rey mengalami patah tulang kaki dan retak bahu sebelah kanan, serta dadanya yang memar akbitan terjatuh dari ketinggian. Jika mendengar penjelasan Rio, bahwa parasut yang berkembang setelah terjadi ledakan hanya milik Rey dan Deri. Namun sayang Deri mendarat di titik lokasi cukup jauh dari mereka. Sedangkan parasut dua prajurit lainnya tidak sempat berkembang ketika mereka jatuh, begitu pun milik Rio, namun dia masih selamat karena Rey membantunya, jadilah mereka terjatuh bersama dan menyebabkan patah tulang dan lain sebagainya. Rey dan Rio masih sempat sadar dan berusaha menolong teman lainnya, namun sayang hanya mereka yang selamat. Mereka tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan tidak memiliki tenaga untuk mecari makanan selama tiga hari belum di temukan. Untung
Sirine Ambulance begitu nyaring mengiri perjalanan mereka menuju Rumah Sakit. Seperti tidak ada habisnya, air mata Kanaya terus mengalir membasahi pipinya. Satu tangannya mengusap wajah Rey, sementara tangan lain menggenggam jari jemari Suaminya begitu erat. Sakit ketika melihat suaminya tak berdaya seperti ini, namun ada setitik rasa syukur karena Rey bisa bertahan. Tidak tergambar seperti apa perasaan Kanaya, di satu sisi dia bahagia bisa melihat Rey selamat, namun di sisi lain ia pun terluka karena keadaan Rey seperti ini."Bertahan Mas!" Kanaya terus mengecup punggung tangan suaminya, wajah tampan yang sangat ia rindukan itu sudah ada di hadapannya. Wajah tampan yang selalu tergambar di malam-malam sunyi yang ia rasakan, malam penuh dengan sejuta rindu yang haus akan bertemu."Anak kita sudah lahir, dia sangat tampan seperti kamu Mas. Dia terus menangis, pasti karena dia ingin bertemu ayahnya." Lagi Kanaya terus membisikan kata-kata di telinga Rey, berharap pria itu merespon apa
"Rey.."Pandangan semua orang tertuju pada dua buah Brankar yang mendorong Rey dan Rio. Sesat semua orang yang ada disana termangu, diam dan tak mengatakan apapun. Otak mereka masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi."Tuan Adit.." sapa Lukman, pria yang bertugas menyambut kedatangan para anggota Militer itu nampak menghampiri Keluarga salah satu prajuritnya."Komandan Lukman, Rey masih selamat?" tanya Adit dengan raut kagetnya.Lukman mengernyitkan dahi. "Apa Rian belum memberi tahu. Rey memang selamat," jelasnya.Seketika tangis Kanaya kembali pecah, ia yang semula tak percaya buru-buru mengejar Brankar yang tengah di dorong menuju sebuah Ambulance. Disusul Amy yang turut mengejar putrinya. "Jadi Rey masih selamat? Rian bilang dia tidak selamat," sahut Adit.Flashback.."Bertahan Rey, inget Kanaya, anak kalian sudah lahir.." Terus saja Rian membisikan sesuatu ke telinga sahabatnya, berharap Rey bisa bertahan sebelum mereka tiba di Rumah Sakit yang ada di Wamena.Sudah dipastikan t
Matahari bersinar begitu cerah di hari ini. Namun tak secerah wajah Kanaya dan seluruh keluarganya. Dua buah mobil melaju beriringan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma, sebab siang ini seluruh korban tragedi meledaknya Helikopter yang tengah bertugas di Irian Jaya akan segera tiba.Semua perisapan pemakaman dan hal lainnya di siapkan oleh Anggota Militer. Karena mereka akan di kuburkan mengikuti prosedur kemiliteran.Pandangan Kanaya terlihat kosong, wanita itu hanya diam memandangi luar jendela. Tidak lagi ada air mata yang mengalir di Pipinya. Semua telah ia tumpahkan ketika dirinya baru tersadar beberapa jam lalu. Tidak ada yang tahu apa yang tengah wanita itu fikirkan, sebab dirinya hanya diam dan enggan membuka suara. Bayi yang baru Kanaya lahirkan pun tak diperdulikannya.Di dalam mobil itu ada Arga kakak iparnya, Amar sang Papa, serta Amy mamanya. Sementara mertuanya membawa mobil lain yang di kemudikan sopir mereka. Sedangakn Bayi Kanaya dan Rey sengaja di tinggalkan bersama
"Kanaya..."Pandangan semua orang tertuju pada Sarah dan Kanaya, rupanya apa yang mereka bahas sedari tadi didengar pula oleh kedua wanita berbeda usia itu."Kalian bohong kan? mas Rey nggak kenapa-napa kan?" Lagi Kanaya mengulangi apa yang sudah ia tanyakan. Berharap jika semua itu hanya candaan seluruh keluarganya.Buru-buru Amy memghampiri putrinya, begitupun dengan Adit yang turut mendekati Sarah."Sayang, bangun nak!" Air mata Amy tak mampu ia tahan lagi, melihat putrinya yang histeris seperti ini membuatnya sedih."Pah, Rey nggak kenapa-napa kan Pah? Dia sudah di temukan dalam keadaan selamat kan?" tanya Sarah penuh harapan.Lidah Adit terasa kelu, mulut nya tak mampu menjawab apa yang istrinya tanyakan. Sungguh dia pun syok dan sedih mengetahui Rey telah ditemukan, namun dalam keadaan tak bernyawa.Perkataan ibu mertuanya sontak membuat Kanaya terdiam, mencerna maksud ucapan wanita paruh baya itu. Dia mulai memahami jika memang telah terjadi sesuatu pada Rey. Namun seluruh kelu
Penyusuran terus dilanjutkan setelah Jenazah Deri di efakuasi menggunakan Helikopter. Rasa sedih mereka belum menghilang, namun tugas harus tetap berjalan, terus melanjutkan pencarian di tengah duka yang di rasa. Namun kali ini tidak seperti sebelumnya, sebab semangat mereka terkikis oleh penemuan Jenazah salah satu rekan mereka."Kap, bagaimana kalau ternyata Kapten Rey sudah tidak ada juga?" Tiba-tiba saja Yanto mengatakan sesuatu yang membuat Rian kesal. "Bicara apa kamu To? Berdoa yang baik-baik, jangan asal bicara," sergahnya tak suka.Yanto menghela napas dalam, terus saja dia teringat akan rekannya Ari yang hingga kini belum juga di temukan.Penemuan tadi seakan menjadi pertanda bahwa tidak akan ada anggota lain yang masih hidup. Apa lagi dihari ke tiga ini.Suara anggota Militer terus saja bersahutan menggema didalam hutan itu. Namun nihil, tetap tidak ada respon, maupun tanda yang menunjukan dimana keberadaan Rey dan tiga rekan lainnya. Jujur, jika sebenarnya Rian pun mulai m
"Hati-hati sayang." Amy membantu putrinya turun dari mobil, sementara Sarah menggendong cucunya. Setelah tiga hari di rawat, akhirnya Mariana memperbolehkan Kanaya pulang. Sedari kemarin kondisinya pun sudah membaik, namun pihak keluarga sengaja menunda kepulangan nya. Ketiga wanita itu berjalan beriringan memasuki kediamana Amar, sementara mereka memutuskan Kanaya untuk tinggal disana. Sebab disana Anita bisa menemani, agar Kanaya tidak terlalu memikirkan suaminya. Tiga hari berlalu, nyatanya hingga kini keberadaan Rey dan ke-4 anggota lain nya tak juga di temukan. Namun mereka tidak menyerah begitu saja, sampai saat ini penyusuran terus dilakukan, bahkan sengaja di perluas.Sempat beberapa kali keluarga memergoki Kanaya menangis seorang diri dikala malam, wanita itu menatap ponselnya seraya terus menghubungi Rey. Membuat keluarga tidak kuasa membendung kesedihan mereka. Pastilah Kanaya sangat hawatir dengan kondisi Rey yang hampir lima hari ini tidak ada kabar beritanya.Perlahan A
Deru Mesin Helikopter beradu dengan suara bising baling-balingnya. Satu persatu anggota Militer turun menggunakan tali guna menyusuri lokasi meledekanya Helikopter yang kemarin tengah melakukan Patroli.Persenjataan lengkap dengan keamanan memadai lah yang di izinkan untuk menyusuri lereng Pegunungan Nduga. Bagaimana pun mereka harus tetap waspada, karena mereka tidak tahu apa yang ada dibawah sana. Bisa saja Klompok kriminal kini ada dibawah mengintai mereka.Rian sebagai Kapten yang lebih dulu memutuskan turun, di susul beberapa anggota lainnya.Sisa puing-puing masih banyak tersangkut diatas pepohonan, parasut milik salah satu anggoa Militer pun nampak terbentang diantara rimbun nya dedaunan.Tentu keberadaan parasut itu menjadi secerca harapan untuk mereka semua. Pandangan Rian mengedar, menilik sekitar lereng, seraya menunggu anggotnya turun."Kap, ada parasut." Salah satu anggota Militer yang pada dadanya tertulis nama Yanto menunjuk parasut itu."Semoga mereka semua selamat, ka