"Raina, pagi ini kau bisa berangkat dengan sopir kan? Aku ada keperluan mendesak," kata Armando yang terlihat terburu-buru, sampai-sampai melewatkan sarapan pagi bersama Ayahnya.
Dalam hati Raina bertanya ada apa dengan sepupunya kali ini. Tumben sekali dia beriskap ramah dan sopan terhadapnya."Apakah ia mendengar pembicaraanku dengan Paman semalam ya?" pikir Raina."Kau mau kemana?" tanya Roberto sedikit curiga."Ayah, aku ada perlu dengan Tuan Zachary Wilson, aku akan mengurus perceraianku dengan wanita sialan itu," katanya.Roberto hanya tertawa sinis, seperti tak setuju jika putranya menyebut Catherine wanita sialan."Tak perlu terus menghinanya, selama menjadi istri dia selalu patuh terhadapmu," kata Roberto."Aku tak keberatan berangkat dengan sopir. Pergilah, dan selesaikan urusanmu segera. Setelah itu kembali ke kantor dan kembali bekerja seperti biasa!" kata Raina tegas.Gillian terlihat tampak memilih-milih snack untuk putra kembarnya di sebuah supermarket. Ia sengaja memilih untuk berbelanja di supermarket dekat kantor Blanc agar bisa sekalian bekerja, dan pusat perbelanjaan ini memang buka 24 jam."Huh gara-gara Direktur baru itu aku tak bisa mengajak anakku untuk ikut berbelanja. Aku juga harus merogoh tabunganku sendiri gara-gara tidak ada Tuan Armando," keluhnya dalam hati.Wanita itu pun mendorong trollynya cepat-cepat dan mengambil apa yang ia butuhkan. Sesekali ia melirik jam yang ada pada tangannya. Ia harus cepat, karena tak ingin mengundang kemarahan Direktur baru itu.Wanita berambut pendek itu kini mengantre di kasir. Masih ada dua orang yang harus dilayani sebelum gilirannya, dan itu membuat dirinya gelisah. Sampai-sampai ia harus mengetuk-ngetukkan telapak kakinya secara perlahan di lantai.Sementara itu, Armando ...."Apa? Dibekukan?" tanya Armando pada petugas pelayan
Sambil mengepalkan tangan kuat dan napasnya memburu. Sekali ia melirik ponselnya kembali dan mendapati Gillian kembali menelepon. Dengan kasar, ia pun mematikan benda pipih itu."Dasar sekretaris penggoda, bisanya hanya meminta uang saja," gerutunya.Dengan menyimpan sedikit harapan, Armando pun melangkah bergegas menuju mobilnya."Aku harus melakukannya sekarang," pikirnya kemudian mengemudikan mobilnya dengan tergesa.***Gillian masih berusaha menghubungi Armando, tapi tak juga mendapatkan respons."Huh, sialan! Di saat seperti ini justru malah tidak bisa dihubungi," katanya bersungut-sungut sambil berkacak pinggang.Petugas kasir terlihat mulai kesal, sebab pelanggannya yang satu ini telah menghambat pekerjaannya. Membuatnya harus mendengar makian dari pengunjung lain yang sedang mengantri."Maaf Nyonya, jika Anda masih membutuhkan waktu silakan untuk mengantri di urutan palin
Pagi ini Damian tampak sibuk mengatur ruang konferensi di Hotel Windsor. Seorang tamu istimewa akan hadir di tengah-tengah mereka, yaitu Raymond Evans.Atas perintah Tuan Evans, Josephine pun datang ke hotel milik keluarganya. Tentu saja kedatangannya kali ini membuat Damian dan Ayahnya merasa tidak senang. Mereka berdua mencoba untuk mencari muka di depan Elizabeth dengan mencoba mengusir Josephine."Hei kenapa kau ada di sini?" tanya Damian sinis."Tentu saja aku akan menghadiri rapat dengan Tuan Evans," jawab Josephine santai."Huh! Aku heran dulu ada seseorang yang kesal karena tidak terpilih menjadi General Manager Hotel Windsor. Ketika giliran mendapatkan kesempatan itu, ia malah pergi dan memilih untuk menjadi General Manager di hotel lain. Sekarang malah kembali lagi ke sini dan ikut rapat. Tidakkah itu memalukan?" cibir Damian."Benar sekali. Putraku, jangan sampai kau melakukan perbuatan seperti Itu!" tambah
Dengan langkah yang terburu-buru dan menahan kesal, Armando pun kembali ke mobilnya. Pakaiannya sudah tak rapi seperti saat pergi tadi, dasi yang melingkar di leher pun mulai melonggar dan tak mengenakan jas."Huh sial benar, dari 5 ATM yang kudatangi, semua diblokir. Siapa yang berani melakukan ini padaku. Apa mungkin Catherine?" pikirnya.Armando memukul setirnya, dan memaki, lalu ia ingat kalau Catherine tak pernah tahu tentang rekeningnya."Rasanya tak mungkin Catherine yang melakukannya. Perempuan bodoh itu sudah kufasilitasi dengan kartu kredit unlimited yang bisa dipakai olehnya kapan saja. Dia bahkan tak tahu berapa tagihannya, dan rekening bank mana yang aku miliki," gumamnya."Jangan-jangan Gillian yang melakukan ini semua, karena aku tak mau membayar belanjaannya. Selama ini aku selalu berbagi rahasia dengannya. Sialan!" runtuknya.Tak ada pilihan lain bagi Armando selain kembali ke rumah dan mengambil semua
Plak! Tanpa belas kasih pria tangan besi itu menampar pipi putranya. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali dan membuat pipi Armando memerah.Sesekali Raina memegangi punggung Pamannya agar pria itu bisa mengontrol emosi. Perempuan berambut panjang ini tampak khawatir akan kesehatan Pamannya."Paman, tenang Paman," kata Raina."Kurang ajar Kau Armando. Apa kurangnya Ayah padamu. Kau kubesarkan dengan segala kasih, bahkan untukmu Ayah rela tidak menikah lagi dan kau membalas semuanya dengan ini!" seru Roberto dengan berapi-api.Mendengar ucapan sang Ayah Armando bukannya menyesal, ia malah melirik ke arah saudara sepupunya dengan tatapan yang merendahkan."Huh, memberi kasih sayang apa? Si anak pungut itu yang justru mendapatkan fasilitas darimu!" gumam Armando mencibir."Kau tak perlu menghina Raina! Dia lebih layak jika dibandingkan denganmu!" seru Roberto."Ayah! Dia ini bukan siapa-sia
Setelah mengantar sang Istri, Nicko pun mendatangi kawasan pasar seperti yang disepakati oleh Russell. Begitu mobil van miliknya datang, ia sudah mendapati Russell beserta anak buahnya menunggu.Bersama mereka telah menyusun rencana untuk mendatangi keluarga Brighton dan meminta pertanggunh jawaban mereka. Walaupun sebenarnya Nicko tak mau ambil pusing soal ini, tapi melihat kekecewaan sang istri lantaran kehilangan uang tabungan sungguh membuatnya tidak tega.Dengan kecerdasan dan pengaruh Russell, mereka pun berhasil menemukan keberadaan keluarga Brighton."Silakan Tuan Muda," kata pria berambut merah ini dengan sopan.Nicko pun mengangguk. Ia mendapatkan posisi di tengah-tengah kawanan jubah hitam yang dipimpin oleh Russell. Sengaja pengawal keluarga Blanc itu mengatur posisi demikian untuk melindungi majikan mereka.***Kehadiran Nicko bersama kelompok jubah hitam jelas menarik perhatian seantero pasar
"Hei apa-apaan kau berani memerintah untuk menutup gang!" seru Ellen yang tak suka dengan seruan Russell pada anak buahnya.Wanita paruh baya yang kini tampak lusuh dan kehilangan gaya hidup mewahnya ini terlihat berani menantang Russell. Keadaan yang sangat berbeda dengan putranya.Sang putra, selain gemetar karena melihat beberapa anak buah Russell, juga menarik lengan Ibunya."I ... Ibu biar aku saja," katanya.Pemuda yang sempat dijodohkan dengan Josephine itu pun segera mengambil tempat di dekat pria berambut merah, dan segera mengambil posisi berlutut."Tu ... Tuan tolong jangan hancurkan milik kami. Kios dan bangunan di belakangnya hanyalah harta kami satu-satunya," pinta Nate sambil menangkupkan kedua tangan di depan dada."Nate apa-apaan kau ini!" seru Ellen yang tak setuju dengan sikap putranya."Ayo bangun! Kau tak pantas untuk berlutut di hadapan mereka. Memangnya mer
Nicko cuma tersenyum sinis saat melihat Nate mendongak ke arahnya. Pemuda yang tadinya berlutut itu pun perlahan-lahan bangkit.Kehadiran laki-laki yang juga berpakaian lusuh itu sangat mengganggu pandangan. Terlebih saat Nicko berdiri dengan tangan bersedekap dan raut wajah yang menantang."Kau ada masalah denganku?" tanya Nicko."Ya, kau memang selalu bermasalah denganku. Kemarin mencoba merayu istriku, lalu menghinaku dan terakhir kau dan Ibuku menipu mertuaku," tambah Nicko tak memberi kesempatan pada Nate untuk menjawab.Nate yang memang pada dasarnya tidak suka dengan Nicko pun melupakan keinginannya untuk minta ampun pada kelompok jubah hitam. Pemuda itu pun melirik ke meja dagangnya dan mengambil pisau daging. Ia sama sekali tidak takut."Huh, gembel sepertimu tak pantas untuk bersanding dengan perempuan secantik Josephine," balas Nate sambil mengayun-ayunkan pisau ke hadapan Nicko. Menunjukkan betapa berkuasan