Armando berkali-kali melirik ke arah Raina yang sedang duduk menekuni layar computer. Tak bisa dipungkiri kalau kali ini ia sedikit takut dengan perempuan itu.
"Sial! Jika aku berani menolak permintaannya, ia pasti akan melaporkan pada Ayah," gerutunya.Namun Armando terlihat gelisah kali ini. Ia bingung bagaimana harus meminta ijin pada Raina untuk meninggalkan kantor sejenak.Raina pun memeriksa ponsel Armando saat mendapati notifikasi pada layar datar dalam genggamannya. Gadis itu pun meletakkan ponsel saudaranya dan menatap ke arahnya."Tuan Wilson mengirim pesan padamu, bahwa ia sedang dalam perjalanan menemuimu," kata Raina tanpa melihat ke arah sepupunya.Armando pun segera berdiri dan mendekat ke arah Raina, dan berharap untuk mendapatkan belas kasihannya. Ia memang ada janji dengan Zachary Wilson, seorang pengacara yang akan mengurus kasus perceraiannya dengan Catherine."Raina," katanya kali iniCatherine mendatangi Nicko yang tengah menunggu di pelataran parkir Hotel Windsor. Kali ini kedatangan kakak Josephine adalah untuk mencari pekerjaan dan menggantikan posisi Josephine.Dengan langkah yang sedikit gontai, ia pun mendekati adik iparnya yang tengah memainkan ponsel. Sejenak ia kembali mengagumi suami adiknya yang terlihat dari samping, saat duduk di bangku kemudi dengan keadaan pintu yang terbuka."Dia memang sangat tampan. Tak heran jika Josephine begitu mencintainya," pikir Cathy. Sementara sosok yang diperhatikannya cuma diam dan tak menyadari.Catherine pun segera melupakan sosok indah di depannya dan kembali pada kenyataan. Melangkah mendekat dan bersiap untuk pulang."Kau sudah selesai?" tanya Nicko saat kakak iparnya sudah mendekat."Ya, aku sudah selesai," jawab Catherine yang masih mencoba menetralisir perasaannya."Ya sudah, kita mau ke mana lagi?" tanya Nicko yang semakin membuat k
Raina tampak duduk manis di balik meja. Roberto Blanc telah memberinya akses pada perusahaan hingga ke hal yang bersifat pribadi, termasuk keuangan.Gadis itu mengaku kalau keuangan Blanc tengah merosot. Hanya ada beberapa transaksi dan juga piutang. Di awal tahun, keuangan cukup baik, dengan adanya suntikan dana dari pihak Richmond."Tak heran jika merosot begini semenjak tak ada dukungan dari Richmond. Kira-kira apa yang membuat perusahaan raksasa ini menarik investasinya ya?" pikir Raina mencoba menganalisa."Masuk!" katanya kemudian, saat mendengar ketukan pada pintu ruangannya.Seorang wanita berambut kemerahan nan ikal pun melangkah mendekati meja Raina. Sambil membawa beberapa berkas."Nona Rayes, ini beberapa berkas yang anda minta," kata perempuan itu."Hmm," balas Raina kemudian memandang ke arah pegawai Blanc yang datang."Berkas kerja sama dengan Richmond ada di sini semua?" tanya
Diam-diam Catherine memperhatikan sosok adik iparnya yang tengah merawat tanaman. Lagi-lagi, laki-laki itu menyuguhkan pemandangan yang sulit untuk ditolak pesonanya.Cuaca yang panas membuat Nicko melepaskan t-shirt sambil merapikan tanaman. Kembali memperlihatkan pahatan otot perutnya yang sempurna."Kenapa kau begitu mempesona. Kenapa aku harus terlambat menyadari hal ini," pikir Catherine yang semakin lama semakin tergoda oleh pesona adik iparnya.Kedua mata kebiruannya kini mulai sedikit turun dan memperhatikan pinggang Nicko hingga ke bawah. Tanpa sadar ia mulai tergoda dengan bulu-bulu halus yang ada di sana.Sedikit terpejam, Cathy membayangkan kepalanya bersandar pada dada Nicko yang bidang."Kau pasti selalu merasa nyaman berada dalam pelukannya, Jo," pikir Cathy."Rasanya aku ingin berada di posisimu. Berada dalam pelukannya sambil memainkan jemari pada tubuh yang sempurna itu," batinnya.
Raina masih menggenggam erat dokumen terakhir dari Richmond. Kemudian menggoyang-goyangkannya sedikit."Apa benar yang kulihat ini? Aku memang sudah menduga hal ini sejak lama," pikirnya.Ia tampak begitu bahagia dengan apa yang ditemukan pada dokumen Richmond. Tanda tangan yang tertera di sana membawa ingatannya kembali pada waktu awal masa kuliah dulu.Beasiswa yang diberikan oleh Paman Roberto membuatnya harus belajar ekstra keras dibanding kawan sebayanya. Boleh dikatakan ia hampir tak punya waktu untuk bersenang-senang seperti yang lainnya.Saat itu tempat yang paling indah bagi Raina adalah perpustakaan. Tempat ia bisa menghirup aroma khas dari buku, dan bertemu seorang yang bernasib sama dengannya. Bedanya, mahasiswa itu melakukannya untuk mendapat tambahan uang.Mahasiswa itu bekerja paruh waktu dua kali seminggu di perpustakaan kampus. Latar belakang mereka yang mirip membuat mereka pun saling akrab satu sama
Nicko segera membersihkan diri dan bersiap untuk pergi. Kali ini ia akan menemui Raymond Evans, dan kembali mengurus keluarga Windsor."Huh, ada-ada saja permintaan keluarga ini," gumamnya kemudian.Catherine segera beranjak dari tempatnya berdiri begitu mendapati adik iparnya mulai masuk. Tak ingin dirinya ketahuan kalau telah mengintip dan menjadikannya bahan fantasi."Semoga saja dia tidak tahu kalau aku memperhatikannya sejak tadi," pikir Catherine.***Suasana kantor sedikit berubah begitu Bos Besar Richmond masuk. Para karyawan wanita mulai memperhatikan penampilan meraka dan berharap untuk bisa dilirik oleh si Bos. Meskipun mereka semua telah melihat cincin yang melingkar di jari manis Direktur, tapi sepertinya tak dianggap."Selamat Siang, Tuan Muda," sapa seorang karyawan yang berpapasan dengannya.Sepertinya ia memang sengaja melakukannya, karena saat melihat sang Direktur dari kejau
Raina masih mempelajari seluk beluk perusahaan Blanc. Mencari celah agar bisa menemui Nicko sang Direktur.Kedekatannya dengan Nicko di masa lalu membuatnya yakin kalau ia bisa mencoba meminta bantuan teman lamanya itu."Apa Nicko bisa bantu aku ya? Kasihan Paman jika usahanya semakin merosot. Punya anak satu-satunya tak bisa diandalkan. Ia malah menghambur-hamburkan uang dan berselingkuh dengan sekretarisnya," pikirnya.Sementara di sana ....Nicko masih duduk di kursi kebesarannya sambil memutar-mutar ponsel. Sesekali benda pipih itu ditempelkan di dagu dan berpikir.Panggilan dari seorang kawan lama sukses untuk membuat kacau pikirannya."Raina ... Raina, sepertinya aku harus berbicara dengannya. Ini tak bisa dibiarkan," pikirnya.Ia kembali memperhatikan nomor yang tertera saat kawan lamanya menelepon."Huh, ini bukan nomor pribadi, ini nomor perusahaan Blanc, apa ia bekerja d
Raina tak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya saat menangkap sosok laki-laki muda yang duduk sambil menikmati minuman dingin. Pemuda yang mengenakan celana jeans sobek pada lutut, kaos dan juga jaket jeans seperti vokalis band rock.Tak ada rasa canggung atau enggan bagi Raina mendekati sosok pemuda itu. Ia justru melenggang santai dan mengambil tempat di hadapannya."Nicko, kau ternyata tak berubah ya?" tanyanya."Eh, kau Raina. Kau mau pesan apa?" tanya Nicko ramah."Hmm masih sama seoerti favoritku dulu, fish and chips.""Itu saja, pesan apapun yang kau mau. Aku yang akan mentraktir. Bukankah dulu kau sering melakukannya padaku?" kata Nicko."Tentu kau yang harus mentraktir, kau kan sudah menjadi direktur perusahaan raksasa," canda Raina yang menciptakan tawa diantara mereka berdua.Mereka berdua pun saling membicarakan tentang masa lalu mereka. Saat mereka masih kuliah dulu, meskipun Rai
Raina mengambil minuman dingin dan menegaknya. Ia masih terkejut dengan apa yang didapati barusan. Sahabat semasa kuliah adalah keturunan seorang Lloyd.Perempuan berkulit gelap itu pun menunduk dan mengetuk-ngetuk dinding gelas. Membiarkan uap es menyentuh kulit jemarinya, sambil menundukkan kepala dan menghembuskan napas panjang.Perlahan ia mengangkat kepala dan menatap laki-laki di seberangnya dalam-dalam. Kemudian ia pun menggelengkan kepala."Kau ini ya," balasnya, dan membuat Nicko mengernyitkan dahi."Candaanmu ini sungguh lucu. Bukankah kau dulu pernah bilang kalau kau tinggal bersama keluarga angkatmu yang memperlakukanmu sebagai pelayan?" tanya Raina kemudian menutup mulut dengan telapak tangan karena menahan tawa.Kini giliran Nicko yang menghembuskan napas panjang."Panjang ceritanya, entah bagaimana aku akan memulainya.""Aku punya waktu," balas Raina.Sambil sedikit