Seorang pria berkemeja biru muda duduk gelisah dengan sesekali melihat ke arah jam di pergelangan tangannya. Pria itu terus saja memperhatikan pintu masuk restoran tempatnya berada saat ini. Selang beberapa saat kemudian senyum di bibirnya mengembang kala pandangan matanya menangkap sesosok perempuan cantik dengan berbalut setelan pakaian formalnya berjalan cepat menghampirinya.
“Sorry aku telat lagi. Kamu udah pesan makan?” Tanya perempuan itu yang langsung mendudukkan dirinya di kursi yang ada di hadapannya.
“Belum. Aku nunggu kamu, Rose,” sahut pria itu.
“Harusnya tadi kamu pesen dulu, jadi aku sampai sini tinggal makan,” sahut perempuan bernama Rose itu. Namun tiba-tiba Rose tersenyum, “nggak sih, aku cuma bercanda.”
“Iya, aku tahu kamu memang suka bercanda kayak gitu. Ya udah aku pesenin dulu.” Pria itu memanggil pelayan untuk memesan menu makan siang mereka. Setelah semua pesanan mereka dicatat, pelayan pun segera pergi meninggalkan meja mereka.
“Gimana kerjaan kamu, lancar?” tanya Rose.
“Yaa begitulah. Biasa aja. Aku nggak kayak kamu yang super sibuk Rosaline.”
Rosaline merasa tak enak hati mendengar ucapan pria di hadapannya ini. “Kalau kamu mau aku bisa cariin pekerjaan yang lebih pantas dari pekerjaan kamu yang sekarang, Adhi.”
“Nggaklah, aku malu. Masa kamu nyariin kerjaan buat aku,” sahut Adhi.
“Ya nggak masalah kalau menurutku, selama itu baik.”
“Nanti aku pikir-pikir lagi,” sahut Adhi.
“Permisi.” Seorang pelayan datang untuk menyajikan pesanan mereka berdua.
“Terima kasih,” ucap Rose. Pelayan itu pun kembali meninggalkan meja mereka.
“Ya udah buruan dimakan. Setelah ini kamu pasti harus balik kerja lagi kan,” ucap Adhi.
“Nggak kok, kerjaan aku udah selesai. Aku jadi bisa ada waktu lebih buat kamu.” Ucap Rose seraya melempar senyumnya pada Adhi.
Adhi mengangguk seraya tersenyum karena hari ini ia bisa banyak menghabiskan waktu dengan kekasihnya. Iya, Adhikari sudah satu tahun ini menjalin hubungan pacaran bersama Rosaline. Kesibukan Rosaline yang terlalu padat membuat hubungan mereka tak seperti hubungan sepasang pria dan perempuan berpacaran pada umumnya. Masih ada sedikit kecanggungan di antara mereka berdua. Bahkan mereka juga tak pernah berucap mesra antara satu dengan yang lainnya.
Terdengar bunyi panggilan masuk dari ponsel Rosaline. Rosaline merogoh tas kerjanya untuk mengambil ponsel miliknya. Rosaline merasa sungkan saat tahu siapa yang sedang menghubunginya saat ini.
“Siapa?” tanya Adhi.
“Atasan aku telpon.”
“Angkat aja, siapa tahu penting,” ucap Adhi.
“Ya Pak, selamat siang,” sapa Rosaline saat ia sudah menerima sambungan telponnya.
“....”
“Iya, Pak. Baik, nanti saya kirim ke email. Iya. Oke.” Rosaline kembali memasukkan ponselnya ke dalam tasnya.
“Ada apa? Kamu pasti diminta balik ke kantor lagi ya?” tanya Adhi.
“Nggak, cuma atasan aku minta dibuatkan laporan dan harus dikirim malam ini juga. Aku kira siang ini aku bisa santai sampai besok, tapi ternyata aku malah ditambahin kerjaan lagi,” lirih Rosaline.
“Ya nggak pa-palah, kamu yang semangat kerjanya. Kamu bawa mobil?”
“Nggak. Aku nggak bawa mobil karena aku pikir kita akan pergi setelah makan siang ini.”
“Habis ini aku antar kamu pulang biar bisa cepat menyelesaikan kerjaan kamu,” ucap Adhi.
“Nggak kok, aku bisa kerjainnya nanti sore aja,” sahut Rosaline.
“Nggak pa-pa, Rose. Aku ngerti kok.” Adhi meraih tangan Rosaline untuk ia genggam.
“Maafin aku ya, Dhi. Aku benar-benar nggak nyangka ada kayak gini. Tapi besok aku libur kok, aku bisa jalan sama kamu,” ucap Rosaline.
“Iya. Ya udah ayo aku antar kamu pulang.” Adhi berdiri dari duduknya, begitu juga dengan Rosaline. Mereka berjalan beriringan menuju tempat parkir untuk mengambil motor Adhi.
***
Adhi menghentikan motornya di depan rumah Rosaline.
“Kamu mau mampir dulu kan?” tanya Rosaline saat ia turun dari motor Adhi.
“Nggak usah, lain kali aja. Aku tahu kamu sibuk, iya kan.”
“Bukan begitu, Adhi. Aku—“
“Nggak pa-pa kok, Rose. Aku tahu kalau kamu sibuk. Aku memaklumi itu. ya udah kamu masuk sana,” ucap Adhi seraya mengulas senyumannya.
“Aku masuk dulu. Kamu hati-hati di jalan.” Rosaline berjalan memasuki rumahnya. Saat membuka pintu pagar ia kembali menolehkan kepalanya ke arah Adhi yang ternyata masih belum pergi. Setelah melemparkan senyumannya kembali, ia langsung berjalan memasuki rumah.
“Ada apa, Kak?”
“Jasmine? Kamu udah pulang?” tanya Rosaline.
“Kakak ditanya malah balik tanya,” ucap Jasmine.
Rosaline menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. “Aku nggak enak deh sama Adhi. Harusnya ini aku jalan sama dia tapi malah tiba-tiba aku ada kerjaan.”
“Ya nggak pa-pa kali, Kak. Kak Adhi pasti pasti ngerti kok,” sahut Jasmine.
“Rose, kamu sudah pulang? Mama siapkan makan siang ya,” ucap Mardina-sang mama.
“Nggak usah, Ma. Aku tadi udah makan sama Adhi,” sahut Rosaline.
“Ya sudah kalau gitu,” sahut Mardina.
“Aku mau ke kamar deh. Mau istirahat bentar terus lanjut kerja,” ucap Rosaline. Ia bangkit dari sofa dan berjalan menaiki anak tangga.
“Rose.”
“Iya, Ma?” Rosaline menghentikan langkah kakinya.
“Kapan kamu sama Adhi mau meneruskan ke hubungan yang lebih serius?” tanya Mardina.
“Kenapa mesti buru-buru, Ma? Aku sama Adhi kan baru kenal, kita juga perlu lebih saling mengenal satu sama lainlah, Ma. Aku nggak mau sembarangan pilih suami. Ya udah ah aku mau ke kamar dulu.” Rosaline kembali melangkahkan kakinya menaiki anak tangga.
Jasmine dan Mardina saling tatap lalu sama-sama mengendikkan bahu.
“Aku mau susul Kak Rose ah.” Jasmine berjalan menaiki anak tangga menuju kamar sang kakak.
Tok tok tok.
Meskipun Jasmine dan Rosaline adalah kakak beradik yang cukup kompak dan dan terbilang sangat dekat, namun mereka selalu mengetuk pintu sebelum mereka memasuki kamar antara satu dan yang lain.
“Kak, boleh masuk? Kakak sibuk?” Jasmine memasukkan sedikit kepalanya melalui celah pintu yang ia buka.
“Masuk aja.”
Jasmine langsung masuk dan kembali menutup pintu kamar kakaknya itu. Ia duduk di tepi ranjang Rosaline.
“Muka Kakak semakin kelihatan kusut,” ucap Jasmine.
“Iya, aku malah tambah pusing mikirin kerjaan yang nggak ada habisnya, mikirin Adhi, terus sekarang malah Mama nambah aku pusing dengan menanyakan masalah hubungan aku sama Adhi.”
“Kan Kak Rose juga udah pacaran satu tahun sama Kak Adhi, kenapa nggak diseriusin aja hubungan kalian?” tanya Jasmine.
“Aku sih mau-mau aja lanjutin hubungan kita ke tahap yang lebih serius, tapi kalau sekarang aku masih belum siap.”
“Kenapa?” tanya Jasmine.
“Gimana mau siap kalau Adhi-nya saja masih belum mapan. Nggak mungkinlah aku menikah sama orang yang belum mapan. Adhi sendiri juga masih belum punya simpanan apa-apa. Gimana mau punya simpanan kalau kerjaan dia cuma standar kayak gitu dan gajinya juga sedikit,” sahut Rosaline.
“Emang berapa gajinya?”
“Nggak ada seperempatnya dari gajiku yang sekarang,” sahut Rosaline seraya mendesah lelah.
“Kenapa Kak Rose nggak nyuruh Kak Adhi cari kerjaan lain aja?”
“Aku sih maunya gitu. Aku udah nawarin dia kerjaan lain tapi dia masih mau pikir-pikir dulu katanya.”
“Iya aku setuju kalau Kak Adhi cari kerjaan lain,” sahut Jasmine.
***
Adhikari berjalan gontai memasuki kamarnya. Ia merasa lelah dengan hubungannya bersama Rosaline yang semakin hari semakin merenggang karena pekerjaan Rosaline yang selalu menuntut banyak waktu hingga kekasihnya itu tak pernah memberikan waktu luang untuk memperbaiki hubungan mereka. Bahkan di akhir pekan seperti ini.
“Kenapa, Dhi?” Badrika berjalan membuntuti adiknya itu menuju kamar.
“Hhhh ... Rose selalu sibuk kerja dan nggak ada waktu buat aku.” Adhi melemparkan tubuhnya di atas ranjang seraya memejamkan matanya.
“Maklumlah ... dia kan manager di sebuah perusahaan besar. Kamu beruntung banget kalau sampai bisa dapatin Rosaline. Hidup kamu akan enak dengan gaji kamu yang sedikit itu. Kamu bisa tinggal di rumah bagus, ke mana-mana naik mobil nggak kepanasan dan ngak kehujanan,” ucap Badrika seraya terkekeh.
Adhi mendengus mendengar ucapan kakak kandungnya itu. “Emangnya aku nggak punya harga diri apa?!”
“Terus apa kamu mau nyuruh Rose keluar dari kerjaannya? Enggak kan?! perbandingan kalian itu semakin terlihat, Dhi.”
“Ya enggak mungkinlah aku nyuruh dia keluar dari kerjaannya, yang ada aku harus coba cari kerjaan lain yang lebih bagus lagi.”
“Ya aku setuju itu.”
“Rose bilang mau carikan kerjaan yang lebih bagus buat aku supaya gaji yang aku dapat bisa lebih besar,” ucap Adhikari.
“Ya udah langsung di coba aja. Lumayan kan gaji besar.”
“Rose udah beberapa kali ngomongin masalah ini tapi aku bilang kalau aku masih mau mikir-mikir dulu.”
“Kenapa harus mikir-mikir lagi?!” seru Badrika.
“Yaaa aku sedikitnya juga gengsilah, Kak. Masa pria maco kayak aku gini dicarikan kerja sama perempuan,” ucap Adhikari.
“Mau duit banyak ngapain pakai gengsi?! Harusnya kamu terima tawaran itu. Gih sana hubungin pacar kamu itu.”
“Iya, nanti aku hubungi dia. Ya udah aku mau tidur dulu,” ucap Adhikari.
“Kalau gitu aku keluar.” Badrika berjalan keluar dari kamar sang adik.
Adhi menatap langit-langit kamarnya. Harusnya dari dulu ia menerima tawaran yang diberikan Rosaline padanya, mungkin saat ini ia sudah bisa memiliki sedikit tabungan untuk menata masa depannya.
***
Setelah menyelesaikan pekerjaannya kini Rosaline merasa lega, itu artinya besok ia bisa menghabiskan waktu liburnya bersama sang kekasih. Ia keluar dari kamarnya menuju dapur. Belum sampai dapur tapi ia sudah bisa mencium aroma sedap masakan mamanya.“Masakan Mama bikin laper. Aku mau makan ah,” ucap Rosaline. Ia mendudukkan dirinya di kursi yang ada di pantry.“Bentar lagi kan makan malam, masa sekarang udah mau makan aja. Nanti kamu gendutan gimana?” ucap Mardina.“Ya nggak gimana-gimana, Ma.” Rosaline menyomot satu bakwan lalu ia gigit perlahan karena masih dalam keadaan panas.“Gimana kalau Adhi lari gara-gara lihat badan kamu yang semakin gemuk,” ucap Mardina.“Mama nih jangan gitua ah. Kalau beneran, nanti Kak Rose jadi patah hati lhoh,” sambung Jasmine. Ia baru saja keluar dari toilet di samping dapur.“Lagian mana ada makan bakwan satu bisa jadi gendut,” ucap Ros
Dini datang ke rumah sesaat setelah sarapan selesai. Rosaline mendengus melihat temannya datang ke rumahnya sepagi ini.“Masih jam delapan. Emang kamu mau berangkat ke kantor?!” ketus Rosaline. Ia menatap sebal Dini seraya melipat kedua tangannya di depan dada.“Ya kan kita juga butuh banyak waktu, Rose.” Tanpa dipersilakan masuk, Dini sudah memasuki rumah.“Hai, Kak Dini,” sapa Jasmine. Sifatnya yang ceria dan humble membuat ia cepat kenal dengan orang. Apalagi dengan Dini yang sering datang ke rumahnya.“Hai, Jas. Kamu mau ikut ke salon sama kita nggak?” tawar Dini.“Jangan panggil aku jas dong. Emangnya aku jas hujan,” dengus Jasmine membuat Dini dan Rosaline tertawa.“Iya deh iya, nanti aku manggil kamu Jasmine. Btw kamu mau ikut kita berdua ke salon nggak?” tanya Dini sekali lagi.“Mau dong. Apalagi kalau dibayarin,” sahut Jasmine dengan
Rosaline membelitkan tangan kanannya ke tangan kiri Adhikari. Mereka berjalan memasuki gedung di mana diadakannya acara reuni. Dari luar sudah terlihat betapa banyaknya orang yang hadir, terlihat dari banyaknya mobil dan motor yang terparkir di depan gedung ini.“Ramai ya, Rose,” bisik Adhi. Jujur saja ia merasa sangat grogi menghadiri acara kekasihnya ini.“Iya, aku juga nggak nyangka teman-teman aku akan seantusias ini datang ke acara reunian. Padahal kita juga baru wisuda lima tahun yang lalu,” sahut Rose.“Hai Rose,” sapa salah seorang teman perempuan Rosaline. Kebetulan saat ini temannya itu menjadi salah satu penerima tamu.“Hai, Arini!” seru Rosaline.“Gimana kabar kamu?”“Baik. Kamu jadi pene
Rosaline mengawali hari ini dengan tak bersemangat setelah semalam ia sempat beradu mulut dengan Adhikari. Masalah yang menurutnya sepele ternyata malah membuat Adhikari semarah itu padanya.“Rose, kenapa sih? Ada masalah?” tanya Dini.Rosaline menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan temannya itu.“Terus kenapa dari tadi tuh makanan cuma kamu aduk-aduk aja? Kalau tuh makanan bisa ngomong dia pasti marah. Soalnya makanan itu pasti udah pusing dari tadi amu aduk puter-puter tanpa kamu makan,” ucap Dini.“Adhi marah sama aku, Din,” sahut Rosaline lesu.“Loh kenapa?”“Gara-gara semalam.”“Semalam kenapa?”
Rosaline tersenyum malu saat mengingat kejadian di kamar Adhikari tadi. Ia tak menyangka bila Adhikari ternyata menginginkan hal yang lebih padanya sebagai seorang kekasih. Ini bukan kali pertamanya Adhikari memegang tangannya tapi entah mengapa suasana tadi membuatnya susah bernafas, terlebih mereka tadi hanya berdua di dalam kamar. Beruntungnya tadi ia bisa berfikir cepat untuk segera menghindar saat Adhikari akan menciumnya. Tentu saja ia merasa cangung dan bingung karena dirinya memang belum pernah berciuman.“Ya ampun, Rose! Berhenti mikirin yang tadi deh,” seru Rosaline pada dirinya sendiri. Karena semakin ia mengingat kejadian tadi, maka ia akan semakin malu. Bahkan kini wajahnya pun memanas.Rosaline memasukkan mobilnya ke halaman rumah. Sebisa mungkin ia harus menormalkan suasana hatinya kembali. Ia tak ingin bila siapapun mengetahui kejadian tadi karena jika sampai ada orang yang tahu bisa dipastikan orang itu pasti akan menggodanya.Berunt
Rosaline menerima email yang menyatakan bahwa Adhikari diterima kerja di perusahaan kenalannya itu. Tentu saja ia merasa sangat senang. Pulang dari kantor buru-buru ia menuju ke rumah Adhikari untuk menyampaikan kabar baik ini. Namun sebelum itu, ia mampir dulu ke sebuah toko pakaian untuk membelikan hadiah untuk kekasihnya yang sebentar lagi akan mulai bekerja di tempat yang baru.“Tante,” sapa Rosaline saat ia melihat ibu dari kekasihnya sedang menyiram tanamannya di depan rumah.“Rose?!” seru Ruwina. Ia senang sekali melihat calon menantunya itu mengunjungi rumahnya.“Ayo masuk,” ajak Ruwina.“Adhi-nya ada, Tante?” tanya Rosaline.“Ada di dalam.” Ruwina menggiring Rosaline memasuki rumahnya. “Kamu duduk dulu, biar Tante panggilkan Adhi dulu.” Ruwina b
Hari ini hari pertama Adhikari memulai harinya di kantor yang baru. Pagi tadi ia sudah langsung tanda tangan kontrak. Ia tak menyangka bila jabatannya sekarang jauh dari kata lumayan dan tentu saja jabatanya yang sekarang juga berdampak pada gaji yang nantinya ia dapat.“Ini semua berkat Rose,” gumam Adhikari.“Pulang dari sini nanti aku akan mampir ke rumah Rose,” imbuh Adhikari.Ponsel Adhikari bergetar.“Rose?” gumam Adhikari saat ia menatap layar ponselnya.“Halo, Rose?” sapa Adhikari.“Hai, gimana hari ini? Lancar kan?”“Lancar banget. Kayaknya aku bakal betah kerja di sini deh. Makasih ya, Sayang. Ini semua berkat kamu,” ucap Adhi.“Syukurlah kalau kamu nyaman kerja di sana. Aku dari tadi pagi udah deg-degan loh, aku takut kamu nggak nyaman kerja di sana,” ucap Rose.“Nggak
Satu bulan telah berlalu, Adhikari begitu senang karena telah mendapatkan gaji pertamanya dari tempat kerjanya yang baru. Seperti yang sudah ia katakan pada Rosaline saat itu bahwa ia akan segera membawa kedua orangtuanya berkunjung ke rumah Rosaline untuk saling mengenalkan keluarga masing-masing.Hari ini Ruwina begitu antusiasnya menyiapkan apa saja yang akan dibawa ke rumah calon besannya.“Mama sibuk banget?” Panji menghampiri Ruwina.“Kita mau bawa apa lagi ya, Pa?” tanya Ruwina.“Kan kita cuma bertamu biasa, Ma. Kita baru tahap perkenalan jadi Mama nggak perlu bawa banyak barang,” ucap Panji.“Ihh ... Papa. Paling enggak kita kan bawa oleh-oleh apa gitu, Pa. Masa pergi ke rumah calon besan pergi dengan tangan kosong?!” ucap Ruwina.“Emang Mama mau bawa apa aja?” tanya Panji.“Mama udah siapin beberapa kue bikinan mama sendiri sama ada beberapa makanan yang pesan
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek