Rosaline tersenyum malu saat mengingat kejadian di kamar Adhikari tadi. Ia tak menyangka bila Adhikari ternyata menginginkan hal yang lebih padanya sebagai seorang kekasih. Ini bukan kali pertamanya Adhikari memegang tangannya tapi entah mengapa suasana tadi membuatnya susah bernafas, terlebih mereka tadi hanya berdua di dalam kamar. Beruntungnya tadi ia bisa berfikir cepat untuk segera menghindar saat Adhikari akan menciumnya. Tentu saja ia merasa cangung dan bingung karena dirinya memang belum pernah berciuman.
“Ya ampun, Rose! Berhenti mikirin yang tadi deh,” seru Rosaline pada dirinya sendiri. Karena semakin ia mengingat kejadian tadi, maka ia akan semakin malu. Bahkan kini wajahnya pun memanas.
Rosaline memasukkan mobilnya ke halaman rumah. Sebisa mungkin ia harus menormalkan suasana hatinya kembali. Ia tak ingin bila siapapun mengetahui kejadian tadi karena jika sampai ada orang yang tahu bisa dipastikan orang itu pasti akan menggodanya.
Beruntunglah saat Rosaline memasuki rumah adiknya yang selalu menggodanya belum pulang dari kantor, sehingga ia kini bisa berjalan dengan aman menuju kamarnya.
Sampai kamar Rosaline bergegas membersihkan diri. Saat akan kembali membuka laptopnya ia tiba-tiba teringat dengan ucapan Adhikari yang mengatakan bahwa sebentar lagi, setelah mendapatkan pekerjaan yang baru kekasihnya itu akan melamarnya. Ingatan itu kemudian tersambung dengan ucapan mamanya yang meminta dirinya untuk mulai belajar mengurus rumah tangga dan hal itu dimulai dari belajar memasak dan bersih-bersih membeserkan rumah. Selama ini ia juga sudah terbiasa membantu membersihkan rumah, hanya saja ia memang kurang ada waktu lagi setelah ia mulai sibuk bekerja.
“Apa aku bantuin Mama masak aja kali ya.” Gumam Rosaline seraya tersenyum malu-malu.
“Laki-laki pasti senang kalau tahu istrinya jago masak. Aku harus mempersiapkan diri dari sekarang biar nanti kalau nikah aku udah jago masak kayak Mama,” gumam Rosaline kembali.
Rosaline berjalan menuruni anak tangga menuju ke arah dapur. Di dapur ternyata sudah ada mamanya dan juga Bik Lastri.
“Mama ... aku bantu ya, Ma.” Rosaline masuk dapur dan langsung memegang pisau.
“Tumben-tumbenan anak mama satu ini,” ucap Mardina.
“Katanya suruh belajar masak, gimana sih, Mama,” gerutu Rosaline.
“Iya deh. Sekarang kamu kupas bawang merah sama bawang putih, setelah itu dipotong tipis-tipis sama cabainya sekalian ya,” ucap Mardina.
“Iya.” Rosaline mulai melakukan instruksi dari Mardina. “Ini mau masak apa, Ma?”
“Tumis kangkung, ayam bumbu mertega, goreng ikan nila sama goreng tahu,” sahut Mardina.
“Wahh ... makanan kesukaan aku semua,” sahut Rosaline dengan mata berbinar dan dengan nada suara yang antusias.
“Kalau gitu kamu nanti yang masak ayamnya ya, nanti mama ajarin,” ucap Mardina.
“Iya, Ma.”
“Kamu udah coba ngomongin soal kelanjutan hubungan kalian sama Adhi, Rose?” tanya Mardina.
“Belum, Ma.”
“Terus kapan dong kalian mau mulai serius sama hubungan kalian?”
“Ya sabar dong, Ma. Lagian ini Adhi juga baru mau pindah kerja, soalnya kerjaan dia yang ini gajinya sedikit. Kalau Adhi tetap kerja di tempatnya yang sekarang kan Adhi nggak bakal bisa lamar aku soalnya dia sendir juga belum siap secara finansial.”
“Iya sih, bener juga ya,” gumam Mardina.
“Makanya itu aku nggak mau buru-buru. Lagian aku juga masih umur dua lima kan, Ma.”
“Umur dua lima itu udah pas buat nikah, Rose.”
“Iya, pokoknya aku nunggu Adhi siap aja,” sahut Rosaline.
“Berarti kamu sendiri juga udah siap kan?”
“Udah kayaknya, Ma,” sahut Rosaline seraya tersenyum bingung.
“Ini udah aku potong semua, terus gimana, Ma?” tanya Rosaline saat bawang dan cabai sudah ia potong.
“Kamu yang tumis ya. Kangkungnya udah dicuci sama Bik Lastri kok.”
“Iya, Ma.”
Mardina mulai mengarahkan cara-cara menumis kangkung yang lagsung dipraktekkan langsung oleh Rosaline. Tak hanya itu, setelah tumis kangkung selesai ia masak kini giliran ayam yang ia masak.
Terdengar bel pintu rumah berbunyi. Bik Lastri langsung berlari membukakan pintu.
“Selamat malam, Pak, Mbak Jasmine,” sapa Bik Lastri saat membuka pintu.
“Selamat malam, Bik Lastri,” sahut Benjamin ramah.
“Kak Rose udah pulang ya, Bik? Itu mobilnya udah ada di depan.” Ucap Jasmine seraya melangkahkan kakinya memasuki rumah.
“Sudah dari tadi sore, Mbak. Sekarang Mbak Rose-nya lagi masak sama Bu Mardina di dapur,” sahut Bik Lastri.
“Beneran, Bik?!” seru Jasmine tak percaya.
“Iya,” sahut Bik Lastri mantap.
Jasmine langsung berlari menuju dapur. “Wahh ... ternyata benar Kakak lagi masak!” seru Jasmine.
Rosaline hanya mendengus sebal mendengar ucapan Jasmine.
“Jasmine, jangan ganggu Kakak kamu,” tegur Benjamin pada anak bungsunya itu.
“Iya, Pa,” sahut Jasmine dengan wajah yang cemberut. “Kalau gitu aku mau mandi terus mau makan yang banyak masakan Kak Rose ah.” Jasmine segera meninggalkan dapur untuk menuju kamarnya di lantai dua.
“Rose, kamu lanjutin masaknya ya. Tunggu sebentar lagi baru dimatikan kompornya. Mama mau siapin baju buat Papa dulu,” ucap Mardina. Ia lalu berjalan meninggalkan dapur dan menyusul suaminya yang kini sudah berjalan menuju kamarnya.
Setelah Benjamin dan Jasmine selesai membersihkan diri mereka, kini semua angota keluarga berkumpul di ruang makan.
Seperti biasanya, Mardina melayani Benjamin dengan mengambilkan nasi dan juga lauknya.
“Sudah cukup, Ma. Jangan terlalu banyak,” ucap Benjamin.
Rosaline, Benjamin dan Mardina menyerngit heran kala melihat Jasmine mengambil satu piring penuh nasi beserta lauknya.
“Jasmine, kamu baik-baik aja kan?” tanya Mardina.
“Iya, Ma. Emangnya kenapa?” tanya Jasmine balik.
“Kamu ngambil makan banyak banget?” tanya Mardina.
Jasmine tersenyum, “aku mau makan yang banyak soalnya ini masakan pertama Kak Rose. Iya kan, Kak.” Ucap Jasmine seraya menolehkan kepalanya ke arah Rosaline.
“Iya, awas aja kalau nggak habis!” seru Rosaline.
“Udah, ayo mulai makan,” ucap Benjamine.
“Enak. Aku nggak nyangka kalau Kak Rose jago masak juga,” puji Jasmine.
“Iya dong, harusnya kamu juga mulai belajar masak kayak Kakak kamu ini,” ucap Benjamin.
“Iya, Papa.”
Selesai makan malam Rosaline kembali ke kamarnya. Kini saatnya ia membuatkan lamaran pekerjaan untuk Adhikari dan mengirimkan lamaran itu ke perusahaan milik salah seorang kenalannya. Lebih cepat Adhikari pindah kerja ke tempat yang baru akan lebih baik.
***
“Ada apa, Dhi? Wajah kamu kok kelihatan kusut? Dari tadi diam saja, kamu sakit?” tanya Ruwina, ibu Adhikari. Ia merasa cemas karena dari tadi ia melihat putranya itu yang tampak berbeda dari biasanya.
Ivana tersenyum, “mungkin Adhi sedang merajuk, Ma.”
“Merajuk? Tapi kenapa?” kini bukan Ruwina yang bertanya, tapi Panji, sang papa.
“Minta nikah mungkin,” sahut Ivana.
“Kalau minta nikah kenapa harus merajuk? Bilang baik-baik papa pasti akan menikahkan kamu dengan perempuan pilihan kamu,” ucap Panji.
Ivana kembali tersenyum. Hal itu tentu saja membuat Badrika menyerngit keheranan menatap istri cantiknya itu.
“Ada apa?” tanya Badrika pada Ivana. Namun sekali lagi Ivana hanya tersenyum.
“Aku udah selesai makan. Aku mau kembali ke kamar dulu.” Adhikari berjalan menuju kamarnya.
“Ada apa sebenarnya?” tanya Badrika.
Ivana menceritakan kejadian tadi sore kepada suami dan mertuanya.
“Kenapa mereka nggak menikah saja?” tanya Ruwina. “Bukannya mereka sudah cukup umur untuk menikah?” tanya Ruwina.
“Yaa itu banar, tapi mana mungkin mereka menikah kalau Adhi sendiri belum punya pekerjaan yang layak dan belum punya kehidupan yang mapan?” ucap Badrika.
“Itu bisa saja kan. Menurut mama mereka bisa menikah dan memulai hidup rumah tangga mereka. Rosaline dan Adhi sama-sama kerja, semuanya akan berjalan sejalan dengan berjalannya waktu,” ucap Ruwina.
“Ya itu sih kalau menurut Mama. Mama kan nggak tahu apa yang sedang Rose dan Adhi pikirkan,” sahut Badrika.
“Iya, papa setuju dengan ucapan Badrika,” timpal Panji.
“Aku rasa mereka masih ingin mempersiapkan diri untuk menjalani hidup rumah tangga,” ucap Badrika.
***
Rosaline menerima email yang menyatakan bahwa Adhikari diterima kerja di perusahaan kenalannya itu. Tentu saja ia merasa sangat senang. Pulang dari kantor buru-buru ia menuju ke rumah Adhikari untuk menyampaikan kabar baik ini. Namun sebelum itu, ia mampir dulu ke sebuah toko pakaian untuk membelikan hadiah untuk kekasihnya yang sebentar lagi akan mulai bekerja di tempat yang baru.“Tante,” sapa Rosaline saat ia melihat ibu dari kekasihnya sedang menyiram tanamannya di depan rumah.“Rose?!” seru Ruwina. Ia senang sekali melihat calon menantunya itu mengunjungi rumahnya.“Ayo masuk,” ajak Ruwina.“Adhi-nya ada, Tante?” tanya Rosaline.“Ada di dalam.” Ruwina menggiring Rosaline memasuki rumahnya. “Kamu duduk dulu, biar Tante panggilkan Adhi dulu.” Ruwina b
Hari ini hari pertama Adhikari memulai harinya di kantor yang baru. Pagi tadi ia sudah langsung tanda tangan kontrak. Ia tak menyangka bila jabatannya sekarang jauh dari kata lumayan dan tentu saja jabatanya yang sekarang juga berdampak pada gaji yang nantinya ia dapat.“Ini semua berkat Rose,” gumam Adhikari.“Pulang dari sini nanti aku akan mampir ke rumah Rose,” imbuh Adhikari.Ponsel Adhikari bergetar.“Rose?” gumam Adhikari saat ia menatap layar ponselnya.“Halo, Rose?” sapa Adhikari.“Hai, gimana hari ini? Lancar kan?”“Lancar banget. Kayaknya aku bakal betah kerja di sini deh. Makasih ya, Sayang. Ini semua berkat kamu,” ucap Adhi.“Syukurlah kalau kamu nyaman kerja di sana. Aku dari tadi pagi udah deg-degan loh, aku takut kamu nggak nyaman kerja di sana,” ucap Rose.“Nggak
Satu bulan telah berlalu, Adhikari begitu senang karena telah mendapatkan gaji pertamanya dari tempat kerjanya yang baru. Seperti yang sudah ia katakan pada Rosaline saat itu bahwa ia akan segera membawa kedua orangtuanya berkunjung ke rumah Rosaline untuk saling mengenalkan keluarga masing-masing.Hari ini Ruwina begitu antusiasnya menyiapkan apa saja yang akan dibawa ke rumah calon besannya.“Mama sibuk banget?” Panji menghampiri Ruwina.“Kita mau bawa apa lagi ya, Pa?” tanya Ruwina.“Kan kita cuma bertamu biasa, Ma. Kita baru tahap perkenalan jadi Mama nggak perlu bawa banyak barang,” ucap Panji.“Ihh ... Papa. Paling enggak kita kan bawa oleh-oleh apa gitu, Pa. Masa pergi ke rumah calon besan pergi dengan tangan kosong?!” ucap Ruwina.“Emang Mama mau bawa apa aja?” tanya Panji.“Mama udah siapin beberapa kue bikinan mama sendiri sama ada beberapa makanan yang pesan
Setelah hari di mana Adhikari mengajak keluarganya berkenalan dengan keluarga Rosaline hingga kedua belah pihak keluarga memutuskan untuk segera melaksanakan acara pertunangan, kini Adhikari semakin giat bekerja. Tunangan lalu menikah bukanlah hal yang sepele, semua itu dibutuhkan pertanggung jawabannya entah dari segi hati dan jiwanya ataupun dari segi financialnya. Terlebih lagi Adhikari sangat mengetahui bagaimana gaya hidup Rosaline selama ini. Sedari kecil Rosaline sudah terbiasa hidup dengan berkecukupan harta dan setelah Rosaline kerja pun wanita itu mendapatkan posisi dan pekerjaan yang bagus hingga sudah bisa langsung dipastikan kalau Rosaline tak akan bisa bila hidup sedikit kekurangan. Sebagai lelaki kelak Adhikari harus bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik, sebisa mungkin ia tak akan membuat keluarganya nanti sampai hidup kekurangan.Enam bulan kerja di perusaan besar tempat Adhikari bekerja, atas kegigihan, kepandaian dan kerja keras kini Adhikari sudah aka
Adhikari berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline dengan perasaan bahagianya yang luar biasa. Setelah berminggu-minggu tak bertemu dengan Rosaline, kini Adhikari ingin memberikan kejutan untuk Rosaline. Saat memencet bel pintu rumah, ternyata Bik Lastri yang membukakan pintu.“Selamat sore, Mas,” sapa Bik Lastri tersenyum ramah.“Bik Lastri, apa Rosaline ada di rumah?”“Ada, Mas. Mari silakan masuk, biar saya panggilkan dulu.”Adhikari duduk di ruang tamu lalu Bik Lastri pergi untuk memanggil Rosaline.“Hai,” sapa Rosaline saat ia berjalan menghampiri Adhikari.“Rose,” sapa Adhikari seraya tersenyum.“Kok kamu nggak telpon dulu kalau kamu mau ke sini?” tanya Rosaline.“Iya, aku mau ajak kamu jalan. Kamu siap-siap gih.”“Iya. Kamu tunggu sebentar.” Rosaline langsung berjalan cepat menuju kamarnya. Ia harus segera bersiap karen
“Kak, ayo antarkan aku ke rumah temanku.” Laksmi menghampiri Adhikari yang baru saja merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Baru saja Adhikari pulang dari kantor dan belum hilang rasa lelah, Laksmi sudah merengek-rengek meminta bantuannya.“Kamu pergi sendiri saja lah. Aku capek, Laksmi ... kamu kan tahu sendiri kalau aku baru saja pulang dari kantor. Belum juga mandi,” gerutu Adhikari.“Kak Badrika belum pulang dari kantor, Papa juga lagi pergi sama Mama. Cuma Kakak yang bisa aku mintai tolong kan. Ayolah ...,” rengek Laksmi.“Cuacanya mendung, aku takut kalau tiba-tiba turun hujan kalau aku naik motor sendiri,” imbuh Laksmi.“Ya udah di rumah aja. Udah tahu mendung kenapa masih nekat pergi. Udaahh ... di rumah aja,” sahut Adhikari.“Ah Kakak gitu ah.” &n
Rosaline begitu sibuk dengan pekerjaannya, bahkan hari ini ia harus meeting sampai beberapa kali.Tok tok tok.“Masuk!” seru Rosaline.“Selamat sore, Bu Direktur.”Rosaline mengangkat wajahnya. “Dini? Kamu belum pulang?”Dini mendudukkan tubuhnya di kursi yang ada di seberang tempat duduk Roaline. “Kamu pekerja keras banget ya, Rose. Aku mau pulang tapi pas lewat sini lampunya masih nyala dan aku yakin kamu pasti belum pulang.”“Kerjaan aku banyak banget hari ini, Din.” Rosaline kembali fokus dengan layar laptopnya.“Yaa aku paham itu.”“Kamu nggak pulang?” tanya Rosaline.“Kamu mau pulang jam berapa?”“Enggak tahu. Mungkin sebentar lagi. Aku juga udah capek banget, punggungku r
“Adhi, jangan lupa datang ke pesta nanti malam. Ajak juga calon istri kamu,biar kita semua bisa kenal sama calon istri kamu.” Ucap teman kantor Adhikari saat mereka hendak berpisah di parkiran.“Iya, tentu saja,” sahut Adhikari.“Kalau begitu aku mau pulang biar bis siap-siap untuk nanti malam.”“Baiklah. Aku juga akan siap-siap,” sahut Adhikari. Ia berjalan menuju di mana mobilnya terparkir.“Aku coba telpon Rose dulu deh.” Adhikari menunda melajukan mobilnya dan memilih untuk lebih dulu menghubungi kekasihnya.“Halo, Rose.” Sapa Adhikari setelah sambungan telponnya terhubung.“Hai, ada apa?” “Apa kamu sibuk? Nanti malam akan ada perayaan ulang tahun perusahaan di tempatku kerja. Aku mau ajak kamu mendampingi aku datang ke acara nanti
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek