Rosaline membelitkan tangan kanannya ke tangan kiri Adhikari. Mereka berjalan memasuki gedung di mana diadakannya acara reuni. Dari luar sudah terlihat betapa banyaknya orang yang hadir, terlihat dari banyaknya mobil dan motor yang terparkir di depan gedung ini.
“Ramai ya, Rose,” bisik Adhi. Jujur saja ia merasa sangat grogi menghadiri acara kekasihnya ini.
“Iya, aku juga nggak nyangka teman-teman aku akan seantusias ini datang ke acara reunian. Padahal kita juga baru wisuda lima tahun yang lalu,” sahut Rose.
“Hai Rose,” sapa salah seorang teman perempuan Rosaline. Kebetulan saat ini temannya itu menjadi salah satu penerima tamu.
“Hai, Arini!” seru Rosaline.
“Gimana kabar kamu?”
“Baik. Kamu jadi penerima tamu?” tanya Rosaline.
“Iya, aku salah satu panitianya. Ayo nulis data kehadiran kamu dulu biar kita semua pada tahu kalau kamu juga datang.”
“Ada-ada aja deh pakai nulis kayak gini,” sahut Rosaline. Meski begitu ia tetap menuliskan namanya di buku itu.
“Kalau udah nulis dapat sauvenir. Nih ... baguskan. Ini yang milih aku loh.” Ucap perempuan bernama Arini itu seraya mengulurkan satu sauvenir kepada Rosaline.
“Iya bagus.” Puji Rosaline lalu memasukkannya ke tasnya.
“Aku sekarang buka jasa event organizer loh. Jadi kalau kamu mau nikah atau mau ngadain acara bisa kontak aku. Ini kartu nama aku.” Arini mengulurkan kartu namanya kepada Rosaline. Dan Rosaline pun menerimanya dengan senang hati lalu memasukkan kartu itu ke tas tangannya.
“Kalian udah cocok loh ini, udah pas. Semoga langgeng ya, dan jangan lupa hubungi aku buat jadi Eonya kan sekalian ngasih undangan ke aku, iya kan.”
“Amin. Iya ... iya ... kalau gitu aku masuk ya. Aku juga mau ketemu sama teman-teman yang lain.” Pamit Rosaline lalu kembali menggandeng tangan Adhikari dan kembali meneruskan langkahnya.
“Teman kamu yang itu ramah banget ya,” ucap Adhikari.
“Iya, sampai pusing aku dengernya. Dia dari dulu emang begitu.”
“Rose!” seru Dini yang ternyata sudah ada di dalam.
“Kamu lama banget datangnya. Tapi penampilan kamu perfect banget deh,” ucap Dini.
“Adhi, kamu pasti melongo kan pas lihat penampilan Rose yang cantik gini?!” seru Dini pada Adhikari.
“Iya. Rose terlalu sempurna buat aku,” sahut Adhikari.
“Kamu bisa aja,” ucap Rosaline.
“Hai Rose,” sapa Raka.
“Hai, Rak,” sapa Rosaline.
“Rak! Emang Rak piring!” seru Dini tak terima.
“Iya ... iya gitu aja kok marah sih. Oh iya, Dhi. Kenalin ini Raka pacarnya Dini,” ucap Rosaline.
“Hai, aku Adhikari.”
“Raka.”
Dua pria itu saling memperkenalkan diri mereka.
“Kita cari makan yuk. Aku udah lapar,” ajak Dini.
“Ayo.”
Dua pasangan kekasih itu berjalan beriringan menuju stand makanan. Berbagai macam menu makanan dan minuman disajikan di banyak stand di acara ini. Dini dan Rose menikmati beberapa menu karena mereka juga lapar karena setelah pulang dari salon belum sempat makan lagi.
“Hai, Rosaline! Wah kamu cantik banget, beda sama dulu waktu kuliah.” Beberapa orang berjalan ke arah Rosaline.
“Hai kalian apa kabar?” sapa Rosaline. Dini tak ikut menyapa karena Dini sudah lebih dulu bertemu dengan teman-temannya ini.
“Baik. Aku dengar kamu sekarang udah jadi manager di perusahaan besar ya, Rose,” ucap teman Rosaline.
“Wah kamu hebat loh. Aku aja saat ini malah nganggur di rumah dan ngurus anak,” timpal yang lainnya lagi.
“Ini pacar kamu, Rose?”
“Iya.” Sahut Rosaline bangga seraya merapatkan kaitan tangannya.
“Kalau kamu manager pasti pacar kamu manager juga dong, atau jangan-jangan malah direktur atau pemilik perusahaan?!”
Senyum yang tadi terukur di bibir Adhikari dan Rosaline lenyap sudah mendengar ucapan teman-teman Rosaline.
“Kalau nikah jangan lupa undang kita-kita ya. Aku nggak mau melewatkan pesta mewah kalian berdua.”
“Adduuhh ... apaan sih kalian. Ngomongin harta mulu deh perasaan dari tadi,” ucap Dini ketus karena dari tadi Dini juga sudah banyak berbincang dengan teman-temannya ini.
“Oh iya pertanyaan aku yang tadi belum dijawab. Pacar kamu ini kerja apa, Rose? Kalau pacar kamu ini kaya raya kalau nikah nanti pasti kamu tinggal di rumah mewah dong.”
Adhikari dan Rosaline saling melempar pandangan mereka mendengar pertanyaan dari teman kuliah Rosaline ini.
***
Rosaline tak enak hati kepada Adhikari karena ucapan teman-temannya tadi. Setelah tadi, sampai saat ini Adhikari hanya diam. Adhikari juga tak menolehkan wajahnya ke arah Risaline.
“Adhi, kamu marah sama aku ya?” lirih Rosaline bertanya. Ia takut kalau pacarnya ini sampai marah kepadanya.
“Nggak kok,” sahut Adhikari singkat.
“Tapi kok kamu jadi pendiam kayak gini? Maafin aku ya.”
“Kenapa kamu malah minta maaf sama aku? Kamu nggak ada salah sama aku kok, Rose. Apa yang dikatakan teman-teman kamu itu memang benar. Aku nggak sepadan sama kamu. Aku nggak pantas buat kamu. Aku cuma karyawan biasa degan gaji sedikit, lalu dari mana aku bisa belikan kamu rumah, mobil dan barang-barang mewah lainya. Mungkin untuk menghidupi kamu aja gaji aku kurang.”
“Kamu kok ngomong gitu sih, Dhi. Nggak ada yang bilang kayak gitu ke kamu kan?!”
“Memang nggak ada, tapi aku cukup tah diri.”
“Oke, kalau gitu kamu terima tawaran aku buat kerja di perusaan kenalan aku. Di sana kamu bisa dapat kerjaan yang lumayan bagus dan dengan gaji yang bagus pula.”
“Kalau kamu ngasih aku kerjaan itu, itu tandanya kamu benar-benar malu sama keadaan aku yang sekarang ini, Rose.”
“Kenapa kita malah berantem kayak gini sih?!”
Adhikari terdiam. Ia kembali memokuskan pandangannya hanya ke jalanan yang kini sedang ia lewati. Sampai rumah Rosaline, ia memarkirkan mobil yang dikendarainya ke garasi.
“Kamu lihat, Rose. Bahkan saat kita menghadiri acara saja, kita pakai mobil kamu.” Setelah mengucapkan kalimat menohok itu Adhikari langsung pergi meninggalkan rumah Rosaine dengan mengendarai motornya.
Rosaline menangis melihat kepergian Adhikari. Ucapan Adhikari telah menyakiti hatinya. Ia berjalan gontai memasuki rumah. Untung saja rumah saat ini sedang dalam keadaan sepi, mungkin papa dan mamanya sudah masuk ke kamar.
“Kak?” Saat akan mengambil air dari dapur tak sengaja Jasmine melihat keadaan kakaknya yang terlihat buruk.
“Kakak kenapa?” tanya Jasmine.
Rosaline tak menyahuti pertanyaan adiknya itu. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya. Ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari sisa make up dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidurnya.
“Kamu masih di sini?” tanya Rosaline saat keluar dari kamar mandi dan masih mendapati Jasmine duduk di tepi ranjangnya.
“Iya, Kak. Kak Rose ada apa kok muka Kakak muram gitu?”
“Aku nyesel ngajak Adhi ke acara reuni itu, Jasmine. Di sana semua temanku menanyakan pekerjaan Adhi dan mereka semua mengira kalau Adhi adalah manager lah, direktur lah, pengusaha lah.”
“Terus Kak Rose malu gara-gara hal itu?” tanya Jasmine.
“Bukannya aku malu, Jasmine. Tapi malah Adhi yang tiba-tiba marah sama aku. Dia bilang kalau dia nggak sepadan buat aku. Dia marah-marah dan itu menyakiti hati aku, Jasmine.” Rosaline menangis. Dengan sigap Jasmine memeluk kakak semata wayangnya itu.
“Kak Rose yang sabar ya. Mungkin hal itu adalah hal yang sensitive buat Kak Adhi,” ucap Jasmine.
“Iya, makasih kamu udah nenangin aku.” Rosaline mengurai pelukannya.
“Aku akan selalu ada buat kamu, Kak.”
“Jangan ngomongin masalah ini sama Mama dan Papa ya. Aku nggak mau kalau mereka sampai ikut sedih,” pinta Rosaline.
“Iya Kak, aku ngerti.”
“Ya udah kamu tidur gih sana. Besok kan kamu juga harus kerja.”
“Kalau gitu aku ke kamar dulu ya.” Jasmine kembali ke kamarnya setelah mendapat anggukan dari Rosaline.
***
“Aku memang nggak pantas buat Rosaline! Dia sempurna, sedangkan aku hanya remahan peyek!” Seru Adhikari seraya melepas kemejanya dan membuangnya asal.
“Kenapa, Dhi?” Tiba-tiba Badrika muncul di ambang pintu kamar Adhikari.
“Bukannya senang habis jalan sama pacar kok malah marah-marah,” imbuh Badrika.
“Gimana nggak marah-marah kalau semua teman-teman Rosaline merendahkan aku! Mereka kira aku ini orang kaya!” seru Adhikari.
“Ya bagus dong kalau mereka mengira begitu.”
“Bagus gimana?! Harga diriku tercabik-cabik, Kak. Kamu nggak tahu itu karena kamu nggak ngarasain apa yang saat ini aku rasakan,” sahut Adhikari.
“Ya begitulah kalau pacaran sama orang yang berada dan berkarir sukses.”
“Harga diriku semakin tercabik saat tadi Rosaline malah kembali menawarkan pekerjaan itu ke aku. Dan saat pergi tadi kita malah pakai mobilnya Rose,” ucap Adhikari.
“Kalau saranku sih mending kamu buruan cari kerjaan yang lain. Ya udah aku ke kamar dulu, istriku udah nunggu.” Badrika pergi dari kamar Adhikari.
Kini tinggalah Adhikari yang sedang menahan emosi dalam jiwanya.
***
Rosaline mengawali hari ini dengan tak bersemangat setelah semalam ia sempat beradu mulut dengan Adhikari. Masalah yang menurutnya sepele ternyata malah membuat Adhikari semarah itu padanya.“Rose, kenapa sih? Ada masalah?” tanya Dini.Rosaline menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan temannya itu.“Terus kenapa dari tadi tuh makanan cuma kamu aduk-aduk aja? Kalau tuh makanan bisa ngomong dia pasti marah. Soalnya makanan itu pasti udah pusing dari tadi amu aduk puter-puter tanpa kamu makan,” ucap Dini.“Adhi marah sama aku, Din,” sahut Rosaline lesu.“Loh kenapa?”“Gara-gara semalam.”“Semalam kenapa?”
Rosaline tersenyum malu saat mengingat kejadian di kamar Adhikari tadi. Ia tak menyangka bila Adhikari ternyata menginginkan hal yang lebih padanya sebagai seorang kekasih. Ini bukan kali pertamanya Adhikari memegang tangannya tapi entah mengapa suasana tadi membuatnya susah bernafas, terlebih mereka tadi hanya berdua di dalam kamar. Beruntungnya tadi ia bisa berfikir cepat untuk segera menghindar saat Adhikari akan menciumnya. Tentu saja ia merasa cangung dan bingung karena dirinya memang belum pernah berciuman.“Ya ampun, Rose! Berhenti mikirin yang tadi deh,” seru Rosaline pada dirinya sendiri. Karena semakin ia mengingat kejadian tadi, maka ia akan semakin malu. Bahkan kini wajahnya pun memanas.Rosaline memasukkan mobilnya ke halaman rumah. Sebisa mungkin ia harus menormalkan suasana hatinya kembali. Ia tak ingin bila siapapun mengetahui kejadian tadi karena jika sampai ada orang yang tahu bisa dipastikan orang itu pasti akan menggodanya.Berunt
Rosaline menerima email yang menyatakan bahwa Adhikari diterima kerja di perusahaan kenalannya itu. Tentu saja ia merasa sangat senang. Pulang dari kantor buru-buru ia menuju ke rumah Adhikari untuk menyampaikan kabar baik ini. Namun sebelum itu, ia mampir dulu ke sebuah toko pakaian untuk membelikan hadiah untuk kekasihnya yang sebentar lagi akan mulai bekerja di tempat yang baru.“Tante,” sapa Rosaline saat ia melihat ibu dari kekasihnya sedang menyiram tanamannya di depan rumah.“Rose?!” seru Ruwina. Ia senang sekali melihat calon menantunya itu mengunjungi rumahnya.“Ayo masuk,” ajak Ruwina.“Adhi-nya ada, Tante?” tanya Rosaline.“Ada di dalam.” Ruwina menggiring Rosaline memasuki rumahnya. “Kamu duduk dulu, biar Tante panggilkan Adhi dulu.” Ruwina b
Hari ini hari pertama Adhikari memulai harinya di kantor yang baru. Pagi tadi ia sudah langsung tanda tangan kontrak. Ia tak menyangka bila jabatannya sekarang jauh dari kata lumayan dan tentu saja jabatanya yang sekarang juga berdampak pada gaji yang nantinya ia dapat.“Ini semua berkat Rose,” gumam Adhikari.“Pulang dari sini nanti aku akan mampir ke rumah Rose,” imbuh Adhikari.Ponsel Adhikari bergetar.“Rose?” gumam Adhikari saat ia menatap layar ponselnya.“Halo, Rose?” sapa Adhikari.“Hai, gimana hari ini? Lancar kan?”“Lancar banget. Kayaknya aku bakal betah kerja di sini deh. Makasih ya, Sayang. Ini semua berkat kamu,” ucap Adhi.“Syukurlah kalau kamu nyaman kerja di sana. Aku dari tadi pagi udah deg-degan loh, aku takut kamu nggak nyaman kerja di sana,” ucap Rose.“Nggak
Satu bulan telah berlalu, Adhikari begitu senang karena telah mendapatkan gaji pertamanya dari tempat kerjanya yang baru. Seperti yang sudah ia katakan pada Rosaline saat itu bahwa ia akan segera membawa kedua orangtuanya berkunjung ke rumah Rosaline untuk saling mengenalkan keluarga masing-masing.Hari ini Ruwina begitu antusiasnya menyiapkan apa saja yang akan dibawa ke rumah calon besannya.“Mama sibuk banget?” Panji menghampiri Ruwina.“Kita mau bawa apa lagi ya, Pa?” tanya Ruwina.“Kan kita cuma bertamu biasa, Ma. Kita baru tahap perkenalan jadi Mama nggak perlu bawa banyak barang,” ucap Panji.“Ihh ... Papa. Paling enggak kita kan bawa oleh-oleh apa gitu, Pa. Masa pergi ke rumah calon besan pergi dengan tangan kosong?!” ucap Ruwina.“Emang Mama mau bawa apa aja?” tanya Panji.“Mama udah siapin beberapa kue bikinan mama sendiri sama ada beberapa makanan yang pesan
Setelah hari di mana Adhikari mengajak keluarganya berkenalan dengan keluarga Rosaline hingga kedua belah pihak keluarga memutuskan untuk segera melaksanakan acara pertunangan, kini Adhikari semakin giat bekerja. Tunangan lalu menikah bukanlah hal yang sepele, semua itu dibutuhkan pertanggung jawabannya entah dari segi hati dan jiwanya ataupun dari segi financialnya. Terlebih lagi Adhikari sangat mengetahui bagaimana gaya hidup Rosaline selama ini. Sedari kecil Rosaline sudah terbiasa hidup dengan berkecukupan harta dan setelah Rosaline kerja pun wanita itu mendapatkan posisi dan pekerjaan yang bagus hingga sudah bisa langsung dipastikan kalau Rosaline tak akan bisa bila hidup sedikit kekurangan. Sebagai lelaki kelak Adhikari harus bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik, sebisa mungkin ia tak akan membuat keluarganya nanti sampai hidup kekurangan.Enam bulan kerja di perusaan besar tempat Adhikari bekerja, atas kegigihan, kepandaian dan kerja keras kini Adhikari sudah aka
Adhikari berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline dengan perasaan bahagianya yang luar biasa. Setelah berminggu-minggu tak bertemu dengan Rosaline, kini Adhikari ingin memberikan kejutan untuk Rosaline. Saat memencet bel pintu rumah, ternyata Bik Lastri yang membukakan pintu.“Selamat sore, Mas,” sapa Bik Lastri tersenyum ramah.“Bik Lastri, apa Rosaline ada di rumah?”“Ada, Mas. Mari silakan masuk, biar saya panggilkan dulu.”Adhikari duduk di ruang tamu lalu Bik Lastri pergi untuk memanggil Rosaline.“Hai,” sapa Rosaline saat ia berjalan menghampiri Adhikari.“Rose,” sapa Adhikari seraya tersenyum.“Kok kamu nggak telpon dulu kalau kamu mau ke sini?” tanya Rosaline.“Iya, aku mau ajak kamu jalan. Kamu siap-siap gih.”“Iya. Kamu tunggu sebentar.” Rosaline langsung berjalan cepat menuju kamarnya. Ia harus segera bersiap karen
“Kak, ayo antarkan aku ke rumah temanku.” Laksmi menghampiri Adhikari yang baru saja merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Baru saja Adhikari pulang dari kantor dan belum hilang rasa lelah, Laksmi sudah merengek-rengek meminta bantuannya.“Kamu pergi sendiri saja lah. Aku capek, Laksmi ... kamu kan tahu sendiri kalau aku baru saja pulang dari kantor. Belum juga mandi,” gerutu Adhikari.“Kak Badrika belum pulang dari kantor, Papa juga lagi pergi sama Mama. Cuma Kakak yang bisa aku mintai tolong kan. Ayolah ...,” rengek Laksmi.“Cuacanya mendung, aku takut kalau tiba-tiba turun hujan kalau aku naik motor sendiri,” imbuh Laksmi.“Ya udah di rumah aja. Udah tahu mendung kenapa masih nekat pergi. Udaahh ... di rumah aja,” sahut Adhikari.“Ah Kakak gitu ah.” &n
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek