Dini datang ke rumah sesaat setelah sarapan selesai. Rosaline mendengus melihat temannya datang ke rumahnya sepagi ini.
“Masih jam delapan. Emang kamu mau berangkat ke kantor?!” ketus Rosaline. Ia menatap sebal Dini seraya melipat kedua tangannya di depan dada.
“Ya kan kita juga butuh banyak waktu, Rose.” Tanpa dipersilakan masuk, Dini sudah memasuki rumah.
“Hai, Kak Dini,” sapa Jasmine. Sifatnya yang ceria dan humble membuat ia cepat kenal dengan orang. Apalagi dengan Dini yang sering datang ke rumahnya.
“Hai, Jas. Kamu mau ikut ke salon sama kita nggak?” tawar Dini.
“Jangan panggil aku jas dong. Emangnya aku jas hujan,” dengus Jasmine membuat Dini dan Rosaline tertawa.
“Iya deh iya, nanti aku manggil kamu Jasmine. Btw kamu mau ikut kita berdua ke salon nggak?” tanya Dini sekali lagi.
“Mau dong. Apalagi kalau dibayarin,” sahut Jasmine dengan wajah yang berseri-seri.
“Ya udah sana kalian berdua aja yang pergi. Aku mau di rumah aja. Lagian ngapain pakai ke salon segala, orang cuma mau pergi ke acara reuni kok,” ucap Rosaline.
“Yaahh kok gitu sih, Rose. Aku udah jauh-jauh ke sini lhoh,” ucap Dini.
“Siapa suruh kamu datang ke sini,” dengus Rosaline.
“Ayolah, Kak. Ikut yuk, aku juga pengen ke salon.” Jasmine memohon dengan wajah memelasnya seraya bergelayut manja di tangan Rosaline. “Ayo, Kak.”
“Iya ... iya!” seru Rosaline.
“Yes!” seru Jasmine.
“Mama dikasih tahu dulu, Mama diajak sekalian. Sana siap-siap, setelah itu turun sama bawain tas sama dompetku sekalian,” ucap Rosaline.
“Iya.” Jasmine langsung berlari menuju ke lantai atas.
“Jasmine, sudah berapa kali mama bilang kan, jangan lari-lari di dalam rumah!” seru Mardina.
“Iya, Ma!” seru Jasmine yang kini sudah berlalu pergi.
“Mama, kebetulan Mama ada di sini. Dini mau ajak aku sama Jasmine ke salon, Mama ikut juga yuk,” ajak Rosaline.
“Enggak ah, mama di rumah saja,” sahut Mardina.
“Ikut juga nggak pa-pa, Ma. Sekali-sekali Mama kan juga butuh ke salon untuk memanjakan diri. Selama ini kan Mama sibuk di dapur dan mengurus kita semua di rumah,” timpal Benjamin yang kini sudah berdiri di belakang Mardina.
“Engak ah, Pa. Mama kan udah tua,” sahut Mardina.
“Ayolah, Tante ...,” ucap Dini.
“Ya udah deh. Mama siap-siap dulu kalau begitu.” Mardina tersenyum lalu berjalan memasuki kamarnya.
“Duduk dulu, Din. Biar Bik Lastri bikinkan kamu minum,” ucap Benjamin.
“Iya, Om,” sahut Dini.
“Ayo, Kak. Aku udah siap,” seru Jasmine.
“Bentar tunggu Mama dulu.”
“Mama udah siap kok. Ayo kalau gitu,” ajak Mardina.
“Pa, mama pergi dulu. Papa di rumah sendiri nggak pa-pa kan?” tanya Mardina pada suamnya itu.
“Iya, Mama santai saja di sana. Nikmati hari Mama,” sahut Benjamin.
“Pakai mobil aku aja dari pada kamu harus keluarin mobil sendiri.” Ucap Dini saat mereka sudah berjalan ke luar rumah.
“Iya.”
***
Sampai salon Rosaline begitu kuwalahan dengan permintaan Dini yang menginginkan dirinya melakukan perawatan ini dan itu. Temannya ini seolah sedang mengerjai dirinya karena ia merasa canggung melakukan perawatan di salon kecantikan seperti ini. Bukan ia tak mampu membayar tagihan salon kecantikan tapi karena ia memang tak ingin ribet dan tak ingin membuang waktu berharganya untuk hal yang menurutnya sepele seperti itu. Padahal tanpa ia sadari mempercantik diri itu salah satu hal yang penting bagi seorang perempuan. Apalagi bagi perempuan lajang seperti dirinya ini.
“Lihat wajah kamu, cantik kan?!” seru Dini saat mengajak Rosaline berdiri di depan cermin.
Rosaline takjub melihat pantulan dirinya di depan cermin. Ia tak menyangka bila hasilnya akan semenakjubkan ini. Wajahnya tampak bersih berseri dan ia juga melihat semakin cantik.
“Adhi nanti pasti terpesona lihat kamu cantik berkilau kayak gini,” ucap Dini tersenyum di sebelah Rosaline.
“Udah ah, ayo pulang,” ajak Rosaline.
Keempat perempuan itu pulang saat hari sudah mulai sore. Karena Rosaline dan Dini harus segera bersiap untuk menghadiri acara reuni pukul lima sore nanti.
“Jas, nanti-“
“Jasmine, Kak. Panggil kau Jasmine,” Jasmine memotong cepat ucapan Dini.
“Iya sorry. Jasmine, nanti aku pasrahin Rosaline sama kamu ya. Kamu harus dandanin dia supaya dia terlihat cantik dan mempesona,” ucap Dini.
“Ohh ... oke, Kak. Aku bakal dandanin Kak Rose seperti putri raja,” sahut Jasmine.
“Apaan sih kalian. Udah deh nggak usah pada lebay. Lagian nanti kan cuma acara reuni biasa,” sahut Rosaline dengan nada sebalnya.
“Mau biasa mau enggak, Kakak harus terlihat mempesona,” sahut Jasmine.
Rosaline hanya mendengus sebal mendengar percakapan antara adik dan temannya itu.
Dini menurunkan ketiga penumpangnya tepat di depan pintu gerbang rumah mereka, lalu setelah itu Dini kembali menjalankan mobilnya.
***
Meski Rosaline takjub dengan pantulan dirinya di depan cermin tapi Rosaline merasa ragu dengan penampilannya saat ini. Apakah yang ia kenakan saat ini sudah pas ataukah malah terlihat berlebihan.
“Udah deh, Kak. Nggak usah ditarik-tarik gitu nanti gaun aku jadi sobek,” ucap Jasmine. Ia berkata demikian karena gaun yang dipakai kakaknya saat ini adalah gaun miliknya. Tadi saat sedang memilih gaun Jasmine merasa pusing karena ternyata kakaknya ini tak memiliki gaun yang pantas untuk menghadiri acara. Hanya ada beberapa gaun yang sudah sering dipakai kakaknya. Semua isi lemari kakaknya hanya ada pakaian kerja saja.
“Tapi pantes nggak sih aku pakai ini?” tanya Rosaline.
“Pantes Kak, pantes banget malah.”
“Udah cantik anak mama.” Mardina berdiri di ambang pintu yang kebetulan pintunya tidak tertutup.
“Beneran cantik, Ma?” tanya Rosaline.
“Iya. Udah sana turun, Adhi udah nunggu kamu di bawah,” ucap Mardina.
“Iya.” Rosaline berjalan menuruni anak tangga. Dengan hati berdebar ia berjalan menghampiri Adhikari.
“Adhi.”
Adhi mendongakkan kepalanya begitu ia mendengar suara Rosaline yang memanggil namanya. Adhi sampai membuka mulutnya lebar saat melihat penampilan Rosaline yang begitu berbeda dari biasanya. Biasanya ia hanya bisa melihat Rosaline dengan pakaian sederhana dan juga riasan yang tak terlihat karena hanya bedak tipis dan pelembab bibir yang kekasihnya itu pakai.
“Adhi, kamu kenapa kok malah lihatin aku kayak gitu? Kenapa, aku aneh ya?” tanya Rosaline malu-malu.
“Rose, kamu ... kamu sangat cantik. Aku bahkan sampai pangling dan nggak ngenalin kamu kalau saja kamu tadi nggak manggil namaku,” ucap Adhi dengan senyumannya yang mengembang.
“Ciee Kak Adhi sampai ngiler gitu lihat Kak Rose,” ucap Jasmine yang kini tiba-tiba berdiri di belakang Rosaline.
Adhikari tersenyum mendengar godaan yang keluar dari bibir Jasmine.
“Ayo berangkat,” ajak Rosaline.
“Jasmine, kita pergi dulu ya,” pamit Adhikari.
“Sudah mau pergi?” Tanya Benjamin yang kini berjalan beriringan bersama Mardina menuju ke arahnya.
“Iya, Om, Tante. Kita berangkat dulu,” pamit Adhikari.
“Hati-hati di jalan. Nikmati acaranya ya,” ucap Benjamin.
“Ma, Pa, kita pergi dulu,” pamit Rosaline.
“Ayo.” Adhi berdiri dari duduknya lalu berjalan mendahului Rosaline keluar dari rumah. Ingin rasanya ia menggandeng tangan kekasihnya ini, tapi sebisa mungkin ia menahan keinginannya itu karena ia tak banyak memiliki nyali untuk melakukan keinginannya di hadapan keluarga Rosaline.
Rosaline dan Adhikari berdiri di depan motor milik Adhikari. Rosaline bingung bagaimana cara menaiki motor dengan menggunakan gaunnya seperti ini.
“Adhi, aku nggak bisa naik dengan gaunku yang sempit ini,” ucap Rosaline.
“Iya, kamu benar juga.”
“Gimana kalau naik mobil aku aja?” ucap Rosaline ragu.
“Yaa udah. Ayo,” sahut Adhi.
“Aku ambil kunci mobilnya dulu.” Rosaline berbalik memasuki rumah. Ia mengambil kunci mobil setelah itu ia serahkan pada Adhikari.
Adhikari berjalan menuju mobil terparkir untuk mulai mengendarainya. Sedangkan Rosaline duduk di sebelah Adhikari. Adhikari menjalankan mobil menuju ke tempat di mana acara diadakan.
Sesekali Adhi menolehkan kepalanya melihat ke arah Rosaline. Penampilan Rosaline seakan membiusnya untuk tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari Rosaline.
“Kamu kenapa lihatin aku terus gitu? Jujur deh, aku kelihatan aneh ya?” tanya Rosaline.
“Enggak kok, Sayang. Kamu cantik banget. Bahkan kalau boleh aku mau menghentikan mobil ini saja dan hanya akan fokus melihat ke arah kamu. Dan aku juga rela kalau seandainya aku terkurung di sini selamanya sama kamu,” ucap Adhikari.
Rosaline menundukkan wajahnya seraya tersenyum malu-malu mendengar ucapan Adhikari yang penuh dengan rayuan gombal itu. Ditambah lagi kali ini Adhi memanggilnya dengan sebutan sayang.
***
Rosaline membelitkan tangan kanannya ke tangan kiri Adhikari. Mereka berjalan memasuki gedung di mana diadakannya acara reuni. Dari luar sudah terlihat betapa banyaknya orang yang hadir, terlihat dari banyaknya mobil dan motor yang terparkir di depan gedung ini.“Ramai ya, Rose,” bisik Adhi. Jujur saja ia merasa sangat grogi menghadiri acara kekasihnya ini.“Iya, aku juga nggak nyangka teman-teman aku akan seantusias ini datang ke acara reunian. Padahal kita juga baru wisuda lima tahun yang lalu,” sahut Rose.“Hai Rose,” sapa salah seorang teman perempuan Rosaline. Kebetulan saat ini temannya itu menjadi salah satu penerima tamu.“Hai, Arini!” seru Rosaline.“Gimana kabar kamu?”“Baik. Kamu jadi pene
Rosaline mengawali hari ini dengan tak bersemangat setelah semalam ia sempat beradu mulut dengan Adhikari. Masalah yang menurutnya sepele ternyata malah membuat Adhikari semarah itu padanya.“Rose, kenapa sih? Ada masalah?” tanya Dini.Rosaline menggelengkan kepalanya untuk menjawab pertanyaan temannya itu.“Terus kenapa dari tadi tuh makanan cuma kamu aduk-aduk aja? Kalau tuh makanan bisa ngomong dia pasti marah. Soalnya makanan itu pasti udah pusing dari tadi amu aduk puter-puter tanpa kamu makan,” ucap Dini.“Adhi marah sama aku, Din,” sahut Rosaline lesu.“Loh kenapa?”“Gara-gara semalam.”“Semalam kenapa?”
Rosaline tersenyum malu saat mengingat kejadian di kamar Adhikari tadi. Ia tak menyangka bila Adhikari ternyata menginginkan hal yang lebih padanya sebagai seorang kekasih. Ini bukan kali pertamanya Adhikari memegang tangannya tapi entah mengapa suasana tadi membuatnya susah bernafas, terlebih mereka tadi hanya berdua di dalam kamar. Beruntungnya tadi ia bisa berfikir cepat untuk segera menghindar saat Adhikari akan menciumnya. Tentu saja ia merasa cangung dan bingung karena dirinya memang belum pernah berciuman.“Ya ampun, Rose! Berhenti mikirin yang tadi deh,” seru Rosaline pada dirinya sendiri. Karena semakin ia mengingat kejadian tadi, maka ia akan semakin malu. Bahkan kini wajahnya pun memanas.Rosaline memasukkan mobilnya ke halaman rumah. Sebisa mungkin ia harus menormalkan suasana hatinya kembali. Ia tak ingin bila siapapun mengetahui kejadian tadi karena jika sampai ada orang yang tahu bisa dipastikan orang itu pasti akan menggodanya.Berunt
Rosaline menerima email yang menyatakan bahwa Adhikari diterima kerja di perusahaan kenalannya itu. Tentu saja ia merasa sangat senang. Pulang dari kantor buru-buru ia menuju ke rumah Adhikari untuk menyampaikan kabar baik ini. Namun sebelum itu, ia mampir dulu ke sebuah toko pakaian untuk membelikan hadiah untuk kekasihnya yang sebentar lagi akan mulai bekerja di tempat yang baru.“Tante,” sapa Rosaline saat ia melihat ibu dari kekasihnya sedang menyiram tanamannya di depan rumah.“Rose?!” seru Ruwina. Ia senang sekali melihat calon menantunya itu mengunjungi rumahnya.“Ayo masuk,” ajak Ruwina.“Adhi-nya ada, Tante?” tanya Rosaline.“Ada di dalam.” Ruwina menggiring Rosaline memasuki rumahnya. “Kamu duduk dulu, biar Tante panggilkan Adhi dulu.” Ruwina b
Hari ini hari pertama Adhikari memulai harinya di kantor yang baru. Pagi tadi ia sudah langsung tanda tangan kontrak. Ia tak menyangka bila jabatannya sekarang jauh dari kata lumayan dan tentu saja jabatanya yang sekarang juga berdampak pada gaji yang nantinya ia dapat.“Ini semua berkat Rose,” gumam Adhikari.“Pulang dari sini nanti aku akan mampir ke rumah Rose,” imbuh Adhikari.Ponsel Adhikari bergetar.“Rose?” gumam Adhikari saat ia menatap layar ponselnya.“Halo, Rose?” sapa Adhikari.“Hai, gimana hari ini? Lancar kan?”“Lancar banget. Kayaknya aku bakal betah kerja di sini deh. Makasih ya, Sayang. Ini semua berkat kamu,” ucap Adhi.“Syukurlah kalau kamu nyaman kerja di sana. Aku dari tadi pagi udah deg-degan loh, aku takut kamu nggak nyaman kerja di sana,” ucap Rose.“Nggak
Satu bulan telah berlalu, Adhikari begitu senang karena telah mendapatkan gaji pertamanya dari tempat kerjanya yang baru. Seperti yang sudah ia katakan pada Rosaline saat itu bahwa ia akan segera membawa kedua orangtuanya berkunjung ke rumah Rosaline untuk saling mengenalkan keluarga masing-masing.Hari ini Ruwina begitu antusiasnya menyiapkan apa saja yang akan dibawa ke rumah calon besannya.“Mama sibuk banget?” Panji menghampiri Ruwina.“Kita mau bawa apa lagi ya, Pa?” tanya Ruwina.“Kan kita cuma bertamu biasa, Ma. Kita baru tahap perkenalan jadi Mama nggak perlu bawa banyak barang,” ucap Panji.“Ihh ... Papa. Paling enggak kita kan bawa oleh-oleh apa gitu, Pa. Masa pergi ke rumah calon besan pergi dengan tangan kosong?!” ucap Ruwina.“Emang Mama mau bawa apa aja?” tanya Panji.“Mama udah siapin beberapa kue bikinan mama sendiri sama ada beberapa makanan yang pesan
Setelah hari di mana Adhikari mengajak keluarganya berkenalan dengan keluarga Rosaline hingga kedua belah pihak keluarga memutuskan untuk segera melaksanakan acara pertunangan, kini Adhikari semakin giat bekerja. Tunangan lalu menikah bukanlah hal yang sepele, semua itu dibutuhkan pertanggung jawabannya entah dari segi hati dan jiwanya ataupun dari segi financialnya. Terlebih lagi Adhikari sangat mengetahui bagaimana gaya hidup Rosaline selama ini. Sedari kecil Rosaline sudah terbiasa hidup dengan berkecukupan harta dan setelah Rosaline kerja pun wanita itu mendapatkan posisi dan pekerjaan yang bagus hingga sudah bisa langsung dipastikan kalau Rosaline tak akan bisa bila hidup sedikit kekurangan. Sebagai lelaki kelak Adhikari harus bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik, sebisa mungkin ia tak akan membuat keluarganya nanti sampai hidup kekurangan.Enam bulan kerja di perusaan besar tempat Adhikari bekerja, atas kegigihan, kepandaian dan kerja keras kini Adhikari sudah aka
Adhikari berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline dengan perasaan bahagianya yang luar biasa. Setelah berminggu-minggu tak bertemu dengan Rosaline, kini Adhikari ingin memberikan kejutan untuk Rosaline. Saat memencet bel pintu rumah, ternyata Bik Lastri yang membukakan pintu.“Selamat sore, Mas,” sapa Bik Lastri tersenyum ramah.“Bik Lastri, apa Rosaline ada di rumah?”“Ada, Mas. Mari silakan masuk, biar saya panggilkan dulu.”Adhikari duduk di ruang tamu lalu Bik Lastri pergi untuk memanggil Rosaline.“Hai,” sapa Rosaline saat ia berjalan menghampiri Adhikari.“Rose,” sapa Adhikari seraya tersenyum.“Kok kamu nggak telpon dulu kalau kamu mau ke sini?” tanya Rosaline.“Iya, aku mau ajak kamu jalan. Kamu siap-siap gih.”“Iya. Kamu tunggu sebentar.” Rosaline langsung berjalan cepat menuju kamarnya. Ia harus segera bersiap karen
Adhikari dan Rosaline sudah tak sabar menantikan kelahiran buah hati mereka yang kedua. Setelah di USG diketahui saat ini Rosaline sedang mengandung bayi perempuan. Kamar dan pernak-perniknya sudah mereka persiapkan setelah usia kandungannya lebih dari tujuh bulan.Seperti yang Rosaline alami saat kehamilan pertamanya dulu, kini dikehamilannya yang kedua ia juga mengalami morning sickness yang berlebihan sampai usia kandungannya empat bulan, setelah itu ia sudah kembali normal meski terkadang ia juga merasakan pusing dan mual.Di usia kehamilan Rosaline yang ke delapan bulan ini ia senang sekali jika perutnya diusap oleh sang suami. Tentu saja Adhikari tak menolak karena ini adalah hal yang baru baginya.Dulu Adhikari tak melihat perkembangan Abrisam saat masih ada dalam kandungan Rosaline, untuk itu di kehamilan kedua istrinya ini ia tak ingin jauh-jauh dari Rosaline. bahkan setiap harinya selambat mungkin ia akan pergi ke kantor lalu saat sore hari secep
Hari cepat sekali berlalu, tak terasa sudah empat bulan Rosaline kembali ke tanah air dan kembali menjalin hubungan dengan Adhikari. Sejak hari pertemuan Rosaline dan Adhikari kembali, rencana pernikahan sudah langsung dipersiapkan karena dari kedua belah pihak juga sudah sangat setuju dengan pernikahan Rosaline dan Adhikari terlebih sekarang sudah ada Abrisam di antara mereka.Adhikari ingin sekali cepat meresmikan hubungannya dengan Rosaline namun ia tak bisa egois karena ia tahu Rosaline pasti juga seperti wanita-wanita di luaran sana yang memimpikan menjadi seorang pengantin dan menikah secara sakral dan meriah dengan disaksikan oleh orangtua, keluarga, teman serta kerabat. Untuk itu ia harus bisa sedikit lebih bersabar dengan persiapan pernikahan yang tentunya sedikit memakan waktu.Hingga kini tibalah saat yang membahagiakan untuk semua orang terlebih untuk Adhikari dan Rosaline karena hari ini mereka telah melangsungkan pernikahan. Pesta digelar dengan begitu me
Adhikari mengantarkan Rosaline dan Abrisam pulang ke rumah. Sebenarnya Rosaline tak mengijinkannya mengantar sampai masuk ke rumah namun Adhikari tetap ngeyel dan tetap berjalan memasuki rumah orangtua Rosaline.“Silakan masuk, Mas.” Bik Lastri mempersilakan Adhikari duduk di ruang tamu.“Rosaline, kamu baru pulang? Kamu pulang sama siapa?” Mardina keluar menghampiri Rosaline untuk bertanya pada Rosaline.Rosaline tak menjawab pertanyaan mamanya yang kedua. “Abrisam sudah tidur, Ma. Aku akan menidurkan Abrisam dulu ke kamar.” Rosaline berjalan meninggalkan mamanya menuju kamarnya.Mardina melihat ke arah ruang tamu, ia terkejut mendapati Adhikari yang sudah duduk di sofa ruang tamu.“Kamu ada di sini?” tanya Mardina.“Iya, Ma.”&n
Adhikari mendapat pesan singkat dari Jasmine yang menyuruhnya untuk segera datang ke sebuah butik tanpa memberitahu alasannya. Hal itu tentu saja membuatnya panik sekaligus penasaran. Untuk itu ia segera menuju ke tempat yang Jasmine maksud.Adhikari memarkirkan mobilnya lalu dengan tergesa ia memasuki butik yang Jasmine maksud. Pandangannya menyusuri setiap sudut dalam butik itu untuk mencari keberadaan Jasmine tapi bukan Jasmine yang ia temukan, melainkan sesosok wanita yang begitu ia rindukan.“Rosaline,” gumam Adhikari. Harusnya ia langsung menghampiri sesosok wanita yang ia duga dan ia lihat seperti Rosaline tersebut. Tapi entah mengapa tubuhnya malah menegang kaku. Semua ini bagaikan mimpi untuknya hingga beberapa kali ia mengucek matanya dan mengedip-ngedipkan matanya.Wanita yang dilihat Adhikari masih terus fokus dengan balita yang ada di dalam gendongannya. Melihat balita itu, Adhikari semakin yakin kalau wanita yang ia lohat sekarang ini m
Benjamin dan Mardina berjalan beriringan seraya menarik koper mereka, sedangkan Rosaline menggendong Abrisam yang tengah tertidur. Mereka mengedarkan pandangan mereka ke seluruh penjuru arah untuk mencari keberadaan Jagat dan Jasmine yang menjemput mereka di bandara.“Pa, itu Jasmine sama Jagat,” ucap Mardina memberitahu.“Iya.”Mereka semua berjalan ke arah Jagat dan Jasmine berada.“Mama, Papa!” seru Jasmine memeluk Benjamin dan Mardina bergantian.“Kak Rose, akhirnya kamu pulang juga. Aku udah kangen banget sama Kakak.” Ucap Jasmine saat ia memeluk tubuh Rosaline.“Mari kita ke mobil, Pa, Ma, Rose,” ajak Jagat setelah ia juga melepas rind
Tak terasa sudah dua tahun Rosaline tinggal di Amerika tanpa pernah sekali pun ia menginjakkan kakinya kembali ke tanah kelahirannya. Ia sudah sangat bahagia hidup bersama dengan Abrisam, putranya, buah cintanya bersama pria yang dulu sangat dicintainya bahkan hingga sekarang.“Mamama.” Si kecil Abrisam berjalan tertatih menghampiri Rosaline yang sedang memainkan ponselnya.“Ada apa, Sayang?”“Mum ucu.” Ucap Abrisam seraya mengulurkan kedua tangannya kepada sang mama.“Mum ucu?” goda Rosaline yang tak kunjung meraih tangan putranya itu.“Mum ucuu ....” Abrisam sudah mulai merengek dan menelungkupkan tubuh gembulnya ke kaki jenjang Rosaline.Rosaline tersenyum lalu mengangkat putranya itu untuk ia dudukan di pangkuanny
Rosaline merasa kesakitan di bagian perutnya saat baru saja ia akan tidur setelah makan malam. Rasa sakit itu terasa sangat sakit lalu tiba-tiba menghilang setelah beberapa saat. Begitu terus berulang-ulang. Dari beberapa hari yang lalu ia sudah menunggu saat-saat seperti ini setelah usia kandungannya berusia sembilan bulan.“Adduhh.” Rosaline keluar dari kamarnya menuju kamar orangtuanya.“Papa, Mama.” Rosaline mengetuk pintu kamar orangtuanya.“Ada apa, Sayang?” tanya Mardina saat ia sudah membuka pintu kamarnya.“Ma, perut aku sakit. Dari tadi mules-mules terus.” Ucap Rosaline seraya memegang perutnya. Keringat sudah membanjiri wajah dan punggungnya.“Mungkin kamu udah waktunya melahirkan, Sayang.”“Ada apa, Ma?” Tanya Benjamin yang baru saja keluar.“Sepertinya Rose mau melahirkan, Pa,” sahut Mardina.“Apa?! Kalau begitu ayo kita ke ru
Adhikari tetap tak putus asa untuk mencari keberadaan Rosaline. Selain melamun, ia selalu menghabiskan waktu luangnya untuk berkeliling kota mencari keberadaan Rosaline.Tak patah semanagtnya untuk terus bertanya kepada Jagat dan Jasmine tentang keberadaan Rosaline. Kali ini Adhikari kembali mengunjungi rumah Jasmine dan Jagat.“Jasmine, aku mohon. tolong beritahu aku di mana Rosaline berada.”“Aku nggak bisa kasih tahu, Kak. Aku udah janji sama Papa, Mama dan Kak Rose,” sahut Jasmine.“Rose?” gumam Adhikari saat mendengar nama Rosaline disebut.“Iya. Selain Papa dan Mama yang nggak ingin Kak Rose ketemu sama Kak Adhi, Kak Rose sendiri juga nggak mau ketemu sama Kak Adhi,” ucap Jasmine pada akhirnya.Selama enam bulan ini Jasmine dan Jagat terus saja bungkam tentang keberadaan Rosaline, keadaan, maupun alasan kepergian Rosaline. Selama enam bulan terakhir ini Jasmine lebih banyak menghindar dan
Sudah satu minggu Rosaline rawat inap di rumah sakit. Kini saatnya ia keluar dari rumah sakit.Jasmine dan Jagat membawa serta bayi mereka yang masih berumur satu minggu untuk kembali menuju rumah sakit guna mengantar kepergian Rosaline, Benjamin dan Mardina sampai ke bandara.“Gimana, udah siap semua?” tanya Jagat.“Udah.” Jagat dan Benjamin membawa koper-koper, sedangkan Mardina menggendong cucunya yang masih sangat kecil itu. Rosaline dan Jasmine berjalan beriringan keluar dari rumah sakit.Mereka menaiki dua mobil menuju ke bandara.“Jagat, kamu jaga Jasmine dan anak kalian baik-baik.” Ucap Benjamin saat ia memeluk Jagat. Saat ini merek