Sesampainya di rumah sakit, Angga langsung bertanya kepada perawat dimana ruangan Rosyad berada.Sungguh, saat itu juga jantung Angga rasanya mau copot saat dia mendengar jika Rosyad sekarang tengah berada di ruang ICU.Angga berjalan gontai ke ruang ICU dengan pikiran yang berantakan. Sesampainya di ruang ICU, Angga menatap nanar pintu ruang ICU dimana Rosyad sekarang tengah berbaring di dalam.Salah satu Dokter yang melihat Angga mondar-mandir dengan raut wajah gelisah di depan ruang ICU, bergegas menghampirinya. Kebetulan Dokter itu juga yang menangani Rosyad."Permisi! Apakah Masnya ini anaknya Bapak yang di dalam?" tanya Dokter itu setelah berada di depan Angga.Angga yang tadinya masih mondar-mandir sambil menundukkan kepalanya, langsung mendongak begitu mendengar seseorang bertanya padanya."Dokter adalah …?" tanya Angga linglung."Saya Dokter yang menangani Bapak yang berada di dalam ruang ICU ini," jawab dokter itu sambil menunjuk ke ruang ICU.Dokter itu seorang laki-laki pa
Sekarang sudah jam sembilan malam, tapi Angga dan Rosyad masih belum pulang juga. Hal itu membuat Riska menjadi khawatir dan tanpa sadar dia berjalan mondar mandir.Apalagi dari tadi siang, perasaan Riska sangat tidak enak. Seperti ada sesuatu yang hilang, tapi Riska tidak tahu apa itu.Bisa dibilang Riska tidak peka, tapi itu juga bukan salah Riska. Bagaimanapun, dari dulu Riska sudah diperlakukan dengan hati-hati. Tidak pernah dibiarkan untuk mengurus hal yang berat.Banyak hal yang Riska sebenarnya tidak ketahui, karena Angga dan yang lainnya selalu berusaha menjaga agar Riska tumbuh menjadi gadis sepolos dan semurni mungkin.Mungkin itu juga sebabnya Riska menjadi terkesan cuek dan tidak peka dengan perasaannya sendiri dan keadaan di sekitarnya."Duduk, Ris! Ngapain sih kamu mondar-mandir kayak gitu. Kamu itu lagi hamil. Tenang sedikit!"Fajar yang sudah tidak tahan melihat Riska yang mondar-mandir di depannya, langsung segera menegur dan menghentikannya."Tapi Angga sama Papa bel
Sebelum Fajar menyusul Angga ke rumah sakit. Fajar terlebih dulu pulang ke rumahnya untuk meminta mamanya menemani Riska di rumah.Fajar tidak bisa jika harus meninggalkan Riska yang tengah hamil dirumah hanya dengan Kakek saja.Fajar sebenarnya juga tidak tega meninggalkan Riska sendirian, tapi Fajar juga khawatir dengan keadaan Angga di rumah sakit.Sesampainya Fajar di rumahnya, Fajar langsung berlari menuju ke kamar orang tuanya.Tanpa menunggu lama lagi, Fajar segera mengetuk pintu kamar untuk membangunkan mamanya.Fajar merasa beruntung karena hari ini mamanya masuk bekerja shift pagi, jadi Fajar bisa minta tolong mamanya untuk menemani Riska sekarang. Sementara itu papanya masuk shift malam, sehingga dia tidak berada di rumah sekarang."Ma! Ma! Bangun, Ma!" Fajar berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamar orang tuanya.Terkesan tidak sopan memang, tapi mau bagaimana lagi, keadaan sekarang sangat mendesak.Fajar sudah mencoba untuk tenang, tapi apa mau dikata, kondisi saat ini
Begitu Fajar sampai di rumah sakit. Fajar langsung bertanya kepada Resepsionis, dimana pasien yang bernama Angga Hermawan."Maaf, Mas! Tapi tidak ada pasien atas nama Angga Hermawan!""Tidak mungkin, Sus! Tadi temanku bilang dia sekarang disini. Jadi tidak mungkin salah," balas Fajar kukuh."Masnya yakin teman Mas itu pasien disini? Atau mungkin teman Mas itu penunggu pasien?" tanya Resepsionis itu.Setelah mendengarnya, Fajar berpikir mungkin memang benar Angga disini bukan jadi pasien, melainkan sebagai penunggu pasien."Terima kasih, Sus! Kalau begitu aku akan hubungi temanku dulu," balas Fajar.Fajar lalu menjauh dari meja resepsionis dan segera memanggil Angga."Kamu dimana? Aku udah nyampe di rumah sakit," ucap Fajar cepat begitu Angga mengangkat panggilannya."Aku berada di ruang ICU," balas Angga dengan suara lemah.Mata Fajar melotot mendengar jawaban Angga.Dari sekian banyaknya skenario yang berada di pikirannya, tidak sekalipun Fajar terpikir Angga akan berada di ICU."Kam
Jam dua dini hari, Rahmat dan Sofia akhirnya tiba juga di rumah.Mereka langsung bergegas pulang begitu mendapatkan kabar jika anak semata wayang mereka sekarang tengah berada di rumah sakit.Sesampainya di rumah, Sofia berjalan dengan cepat menuju ke kamar anaknya.Begitu Sofia melihat ke dalam kamar, Sofia langsung merasa terenyuh melihat Riska yang tengah tertidur dengan posisi meringkuk.Tidak lama setelah Sofia masuk ke dalam kamar Angga, Rahmat kemudian menyusul istrinya masuk ke dalam kamar Angga.Rahmat yang paham dengan apa yang dirasakan istrinya, langsung memeluk Sofia yang tengah berdiri di samping ranjang Riska.Rahmat bisa merasakan kesedihan yang tengah dirasakan istrinya itu. Karena hal yang sama juga dirasakannya."Ayo kita keluar dulu, Ma! Biarkan Riska istirahat dulu!" bisik Rahmat di telinga Sofia.Rahmat tidak ingin kehadirannya dan sang Istri malah akan mengganggu istirahat menantu kesayangannya itu.Sofia mengangguk dan membiarkan Rahmat membawanya keluar dari k
"Angga dimana, Ma?"Riska semakin merasa heran, pasalnya sejak kemarin Riska belum melihat Angga lagi.Terakhir Riska melihat Angga adalah pagi hari sebelum Angga berangkat bekerja.Dan juga, terakhir kali Riska bicara dengan Angga adalah kemarin siang. Yaitu saat Riska meminta Angga untuk membelikan gado-gado.Tak kuasa menahan tangis, Sofia langsung memeluk Riska dengan erat."Sayang!"Hanya kata itu yang mampu Sofia katakan.Rasa sakit hatinya menjadi dua kali lipat setelah melihat tatapan polos Riska."Jawab, Ma! Angga dimana? Kenapa Angga tidak ada disini?"Bukannya mendapatkan jawaban, Riska malah mendapati jika Sofia yang menangis.Saat Riska mengalihkan pandangannya kepada Rahmat, Riska melihat jika Rahmat buru-buru mengalihkan pandangannya.Saat Riska menatap Wanti pun juga sama. Wanti segera mengalihkan pandangannya."Ada apa dengan mereka?" pikir Riska."Apa Angga tidak pulang semalam?"Riska seakan sadar dengan apa yang tengah terjadi.Sikap mereka yang sangat berbeda dari
Sesampainya Riska dan yang lain di rumah sakit Pelita, kebetulan mereka bertemu dengan Fajar di parkiran.Fajar baru saja keluar untuk membeli sarapan untuk Angga. Sedangkan dirinya sendiri sudah sarapan di tempat sekalian."Riska! Mama, Om, Tante, Kakek!" ucap Fajar.Setelah melihat mereka, tidak mungkin untuk Fajar pura-pura tidak melihat mereka kan.Jadi Fajar tidak ada pilihan selain menyapa mereka semua."Kamu disini? Angga gimana?"Riska langsung menghampiri Fajar begitu dia melihatnya."Pelan-pelan dong, Ris!"Riska yang berjalan cepat, tapi Fajar dan yang lainnya yang merasa gugup dan cemas.Riska mengabaikan peringatan Fajar. "Ayo buruan anterin aku ke kamar Angga!"Riska langsung menarik tangan Fajar dan mengabaikan yang lainnya.Fajar paham mengapa mereka mengira Angga lah yang tengah dirawat. Dia pun semalam juga berpikir demikian."Jalannya pelan-pelan saja! Jangan cepat-cepat begitu!" ucap Fajar."Bawel!"Fajar hanya bisa pasrah saat dia di seret oleh Riska.Meskipun Faj
"Riska, kumohon!" bujuk Angga dengan masih memeluknya erat."Angga lepas! Aku mau ketemu Papa," teriak Riska.Teriakan Riska berhasil menarik perhatian pasien dan penunggu pasien di sekitarnya.Bahkan ada beberapa orang yang berbisik-bisik membicarakan mereka."Papa! Papa jangan tinggalin Riska, Pa!" ucap Riska di sela-sela tangisannya.Sebodoh-bodohnya Riska, dia masih tahu jika orang yang berada di ruang ICU, itu pasti mereka terluka parah.Kakek serta yang lainnya yang sudah tidak kuasa melihat Riska yang histeris, mendekati dan mencoba untuk ikut menenangkannya.Fajar yang melihat mereka mendekat langsung menggelengkan kepalanya. Seperti berkata, biarkan Angga yang menenangkan Riska.Menurut Fajar saat ini, lebih baik Angga lah yang menenangkan Riska, itulah yang Fajar pikirkan."Ada apa sebenarnya?" tanya Rahmat pelan kepada Fajar."Om Rosyad mengalami kecelakaan kemarin, dan kondisinya…," ucap Fajar terputus karena menangis sambil menggelengkan kepalanya.Mereka juga bukan orang
Mereka semua kini tengah menunggu Riska di depan ruang operasi. Bagaimanapun, Riska sekarang sedang menjalani operasi tentu saja mereka semua cemas. Tadi, sesampainya Riska di rumah sakit, tidak lama setelahnya Riska langsung tidak sadar. Akhirnya Dokter memutuskan untuk mengoperasi Riska dan juga untuk menyelamatkan bayinya. Angga yang juga sudah tiba, sudah tidak jelas lagi penampilannya. Rambut acak-acakan, pakaiannya juga sangat kusut. Khawatir tentu saja. Apalagi dia tidak bisa menemani Riska di dalam. Air mata tiada henti menetes di pipi Angga. Angga sangat takut saat ini. Takut jika sampai terjadi apa-apa dengan Riska dan anaknya. Tentu saja yang lainnya juga cemas. Tapi mereka mencoba untuk tetap berpikir waras, agar keadaan tidak menjadi lebih tegang lagi. # Saat ini Angga tengah menemani Riska yang sudah selesai operasi. Kata Dokter yang mengoperasi Riska, Riska akan baik- baik saja. Tapi Angga tetap saja khawatir karena sampai sekarang Riska masih belum sadar. S
Kehamilan Riska sekarang sudah menginjak usia delapan bulan.Siang hari ketika Riska merasa lapar, dia hendak turun ke lantai bawah untuk makan siang.Saat itu Angga sedang bekerja, sedangkan Rahmat juga sedang ada keperluan di kantor.Di rumah hanya ada Riska, kakek dan Sofia.Sofia yang sedang berada di dapur untuk menyiapkan makan siang untuk semuanya dan menantunya.Kakek sedang beristirahat di kamarnya. Di usia yang semakin tua, tubuh renta Kakek menjadi semakin cepat lelah.Terkadang hanya untuk berjalan dari kamar ke ruang tamu saja Kakek sudah merasa kelelahan.Riska yang merasa sudah lapar pun turun ke bawah menuju ke dapur, tapi sesampainya Riska di lantai bawah. Riska tidak sengaja tersandung karpet yang berada di ruang keluarga.Jika ingin ke dapur, setelah menuruni tangga, maka akan melewati ruang keluarga terlebih dahulu, baru kemudian meja makan dan dapur."Arghh!"Teriakan Riska sontak membuat kaget Sofia dan Kakek.Sofia langsung meninggalkan pekerjaannya dan langsung
"Hallo! Mau main bareng Riska?"Riska kecil menghampiri dan menyapa Fajar yang masih saja setia berada dalam gendongan Roni.Hal itu tidak lain juga karena Riska diminta Rosyad untuk mengajak Fajar bermain.Sebagai orangtua, tentu saja Rosyad mengetahui apa yang sudah terjadi pada Fajar kecil.Ditinggal pergi oleh pengasuhnya, apalagi Fajar kecil yang memang sudah terbiasa ditinggal bekerja oleh orangtuanya. Tentu saja bukanlah hal yang mudah.Rosyad tidak menyalahkan orangtua Fajar. Bagaimanapun, pekerjaan mereka adalah pekerjaan yang mulia.Fajar kecil hanya melirik Riska sebentar, kemudian menyembunyikan wajahnya di dada bidang Roni."Kamu tidak mau main sama Riska? Tapi Riska anak yang baik kok!" ucap Riska kecil.Riska kecil pun merogoh saku dressnya dan mengambil permen yang tingga dua biji."Ini, aku kasih kamu permen!" ucap Riska sambil menyodorkan permen dua biji dengan tangan mungilnya."Terima kasih Riska! Nama yang cantik, secantik anaknya!" balas Roni mengambil permen yan
Mendengar Fajar menyebutkan satu nama wanita. Yang ada di benak Sofia ada satu orang, yaitu mantan Fajar.Satu-satunya wanita yang pernah menjalin hubungan dengan Fajar, sekaligus salah satu wanita yang membuat Riska mengalami mimpi buruk."Bagaimana kamu bisa bertemu dengannya kembali?" tanya Sofia.Walaupun kejadian itu sudah lama berlalu, tapi Sofia tahu jika itu juga menjadi duri dalam daging untuk Fajar."Dia sepupu Maria!" balas Fajar sembari melepaskan pelukannya."Katakan pada Fajar, bagaimana Fajar bisa menerima wanita yang ternyata adalah sepupu dari orang yang pernah memberikan Riska mimpi buruk?"Sofia terdiam mendengarnya. Dia sama sekali tidak mengetahui hal ini."Pantas saja Fajar tidak mau menerimanya!" batin Sofia."Bukankah kamu sudah melepaskan masa lalu? Ada baiknya masa lalu itu kita lepaskan, dan dari masa lalu itu kita buat pelajaran untuk hidup kita kedepannya."Sofia mengerti itu tidak mudah untuk Fajar. Jadi yang bisa Sofia lakukan sekarang adalah menasehatin
"Kenapa harus nunggu aku lahiran? Sekarang calonnya sudah ada di depan mata lho, Jar! Masa kamu mau menggantung anak orang begitu lama sih!" protes Riska."Dua bulan itu tidak lama lagi Ris! Aku sudah membuat kelonggaran untuk mencari pasangan setelah kamu melahirkan. Jangan dorong aku lagi ya! Aku ingin nanti wanitaku bisa menerima anakmu seperti aku menerimanya! Untuk sekarang aku benar-benar tidak berniat untuk mencari pasangan!" balas Fajar panjang lebar.Riska merengut mendengar jawaban Fajar.Fajar bisa menjadi lembut selembut-lembutnya kepada orang-orang yang disayanginya. Tapi Fajar juga bisa menjadi sangat keras kepala jika dia tidak menginginkan sesuatu."Jangan jadikan anakku sebagai alasan untuk kamu menolak wanita, Jar! Atau aku akan merasa bersalah padamu!" ucap Riska."Jangan merasa bersalah! Bagaimanapun ini sudah menjadi keputusanku. Kamu adalah orang yang sangat penting untukku!" balas Fajar tidak mau kalah."Jika saja kamu tidak memintaku untuk mencari pasangan, mu
Riska sudah tidak terkejut lagi mendengar pertanyaan dari Maria."Maksud kamu gimana?" tanya Riska memastikan.Pertanyaan Maria bukanlah pertanyaan pertama yang didengarnya. Cukup sering dia mendapatkan pertanyaan serupa dari orang-orang yang melihat kedekatannya dengan Fajar.Hal serupa juga terjadi jika dia bersama dengan Angga dulu."Maaf! Bukan apa-apa!"Maria sangat tidak menyangka jika dirinya akan kelepasan bertanya seperti itu."Bodoh banget sih kamu Maria. Bisa-bisanya kamu menanyakan hal sensitif kayak gitu," rutuk Maria dalam hati."Kamu nggak perlu merasa tidak enak! Ini juga bukan pertama kalinya aku mendapatkan pertanyaan yang serupa!" ucap Riska.Melihat Maria yang terdiam dan memukuli mulutnya, Riska tahu jika Marai merasa tidak enak karena sudah menanyakan hal seperti itu.Pada akhirnya, Riska memilih untuk menjelaskan kepada Maria, supaya Maria nanti tidak salah paham kepada Fajar."Kalau kamu tanya aku suka nggak sama Fajar, maka jawaban aku suka! Jika kamu bertanya
Fajar tengah memberikan makanan ke piring Riska. Itu adalah pemandangan yang Nita tangkap begitu dia kembali dari kamar mandi."Pada akhirnya aku masihlah kalah dengan Riska! Aku yang sudah berusaha dengan sebaik yang aku bisa, ternyata masih saja kalah dengan Riska yang bahkan tidak perlu melakukan apa-apa!""Kamu sudah kembali, Nit!" ucap Mama Maria.Sontak hal itu membuat semua orang yang berada di sana langsung terdiam.Mereka masih merasa agak canggung setelah mereka mengetahui apa yang sudah Nita lakukan kepada Riska dan kenyataan bahwa Nita ternyata adalah mantan pacar Fajar."Iya, Tan!" Nita yang masih tidak tahu apa-apa pun kemudian duduk kembali di kursinya, meskipun dengan perasaan yang berdebar-debar.Nita sebenarnya merasa takut dengan keberadaan Angga disana. Hanya saja sisi egois Nita masih tidak mau menyerah untuk kembali mengejar Fajar.Jarang-jarang kesempatan berdekatan dengan Fajar terjadi. Maka dari itu Nita harus memanfaatkan kesempatan yang jarang sekali terjadi
"Nita!" ucap Riska dengan suara pelan.Namun mau sepelan apapun Riska mengucapkannya. Angga yang tepat berada di sampingnya bisa mendengarnya dengan jelas.Angga mendengar dengan jelas jika Riska mengucapkan satu nama yang benar-benar bisa membuatnya murka seketika.Orang yang sama besarnya dia benci. Seperti dia membenci Risty."Sayang! Barusan kamu bilang apa?" tanya Angga memastikan.Di mata Angga, hanya ada Riska dan Angga tidak peduli dengan keadaan disekitarnya. Apalagi Riska sekarang tengah hamil, jadi perhatian Angga sepenuhnya dia curahkan kepada Riska. Dan Angga benar-benar menghiraukan sekitarnya.Tapi meskipun begitu. Jika ada bahaya yang mengancam Riska, entah bagaimana Angga akan selalu menyadarinya.Angga pun kemudian mengikuti ke arah mana Riska melihat.Betapa syoknya dia saat melihat sosok Nita. Wanita yang paling dia benci. Tidak pernah sebelumnya Angga membenci seseorang sebagaimana dia membenci sosok Nita.Sontak saja Angga langsung menatap tajam Fajar.Tatapan An
"Berati Nita adalah mantanmu itu?" tanya Maria, tapi lebih terdengar seperti untuk memastikan."Benar sekali! Nita adalah wanita brengsek itu. Apa kamu mau tau apa yang sudah dilakukannya kepada Riska?" tanya Fajar.Lebih tepatnya Fajar mengatakan itu untuk semua orang yang ada di sana.Orang tuanya saja hanya tahu jika mantannya dulu merundung Riska karena cemburu, sampai membuat Riska mengalami mimpi buruk.Atau bisa dikatakan jika orangtua Fajar hanya mengetahui setengah dari cerita yang sesungguhnya."Nita tidak mungkin melakukan hal yang buruk seperti itu kan?" tanya Papa Maria dengan suara yang terdengar tidak yakin.Sepengetahuannya, keponakannya itu selalu bersikap baik jika berada di rumah. Tapi dia juga tahu dengan temperamen sahabatnya itu. Tidak mungkin mereka akan mengatakan hal yang buruk hanya untuk menjatuhkan seseorang. Itu bukan gaya mereka."Aku juga bukannya mau menjelek-jelekkan orang, tapi menurutku wanita itu memang sudah sangat keterlaluan karena merundung tema