Bulan bersinar terang di langit malam, dikelilingi gemerlap bintang yang tak mau kalah menunjukkan sinarnya. Di bawah pekatnya langit, berdiri Dwitama dengan segelas kopi panas di tangannya.
Tak ada yang peduli dengan kosongnya ruang hati di dadanya. Dwitama sadar betul, ada yang aneh dengan istrinya setahun belakangan ini. Tetapi ia tidak begitu peduli awalnya, karena sibuk menjalin hubungan diam-diam dengan Jenn Angeline.
Saat itu, Jenn datang padanya sebelum menjadi artis utama dalam sebuah film. Gadis itu masih mencari job sebagai figuran yang tampilnya tidak begitu sering. Mulanya hanya menjalin kerjasama antar dua pengusaha yang sama-sama ingin untung.
Namun, siapa sangka keduanya malah memiliki keuntungan yang lain.
Dwitama jelas menjadi yang mengawali. Bagaimana ia gencar mencari perhatian gadis 26 tahun itu. Hingga mereka sepakat untuk mempunyai hubungan terlarang itu, tentu Dwitama dari awal sudah terbuka bahwa dia adalah seorang suami sekaligus ayah dari dua orang anak kembar.
Tak ada masalah, Jenn menerimanya.
"Akhir-akhir ini aku gak bisa tidur," adu Jenn mengawali percakapan begitu ia tiba di apartemen Dwitama.
Ia langsung bergabung di ranjang besar itu, menumpukan kepala di dada bidang Dwitama yang mengenakan piyama tidur.
"Ada masalah?" Dwitama bertanya dengan nada lembut, jemari panjangnya menyisir rambut merah Jenn.
Wanita itu terpaksa mewarnai rambutnya karena tuntutan pekerjaan, tetapi itu terlihat seksi di mata Dwitama. Wanita itu, entah mengapa seperti apa pun keadaannya, Dwitama selalu menyukainya.
"Enggak, Mas. Jadi artis ternyata capek. Aku hampir aja stres."
Jenn menghela napas kemudian mengeluarkannya dengan pelan. Ini sudah jam 2 dini hari dan ia baru saja pulang syuting diantar Chelssa yang langsung pulang ke rumah.
"Ya udah, mending tidur. Mas temenin."
Jenn tersenyum senang, ia tak ragu menunjukkan binar bahagia di wajahnya yang tampak lusuh. Ia belum mandi sejak tadi pagi. Badannya terasa lengket, tapi dekapan Dwitama di ranjang itu malah semakin membuat badannya lengket merapat. Enggan beranjak meski hanya untuk menghapus make up.
Keduanya berakhir tidur saling berpelukan, berbagi kehangatan di bawah selimut yang sama.
***
Hubungan keduanya sudah berjalan 7 bulan, ini hubungan terlama di mana Jenn sama sekali tidak berpikir untuk menyudahi semua ini. Ia memang senang menjadi simpanan, tapi biasanya tak pernah berlangsung lebih dari 3 bulan.
Dengan Dwitama, semuanya terasa berbeda. Jenn akhirnya tahu apa itu kasih sayang yang tulus. Sedang Dwitama merasa sepenuhnya menjadi lelaki yang dominan.
Ia senang ketika Jenn bergantung padanya, ia senang direpotkan, ia senang menjadi supir demi mengantar Jenn ke sana kemari meski dengan tampilan rahasia.
Namun, kebersamaan itu harus terhenti saat keduanya memutuskan untuk mengakhiri dengan baik segala apa yang telah mereka mulai.
"Kamu gak pa-pa?" Dwitama jelas khawatir, selama ini Jenn selalu mengandalkannya.
Jika hubungan ini berakhir, bukan tidak mungkin mereka akan kembali asing.
Tapi, Jenn pandai menenangkan. Seperti biasa. Ketenangan yang dikuasi wanita itu selalu menghadirkan rasa percaya yang tinggi di hati Dwitama.
"Ya, tapi kasih aku waktu 2 jam lagi, Mas."
Lelaki itu sama sekali tidak keberatan, Dwitama mengangguk setuju. Diciumnya pelipis Jenn dengan romantis, lalu tangannya tak pernah absen untuk mengusap rambut Jenn dengan lembut.
"Kita mungkin akan kangen waktu-waktu kayak gini."
Ia setuju. Jenn benar, ia adalah terjemahan apa itu rindu. Meski Dwitama tak pernah mengatakannya secara langsung. Bahasa cintanya adalah sentuhan dan act of service.
Kebersamaan mereka harus terganggu karena bunyi HP Dwitama. Lelaki itu melirik sebentar sebelum menekan tombol silent. Tapi Jenn sudah melihat nama kontak yang berkedip-kedip di layar itu.
"Angkat aja."
Itu adalah Naysila, istri sahnya Dwitama.
Sepanjang mereka bersama, Naysila tidak pernah mengganggu dengan menelepon Dwitama. Wanita itu terlalu cuek, sampai tidak sadar sang suami sudah jatuh ke dalam dekapan wanita lain.
Dwitama menggeser ikon hijau, Jenn sadar diri untuk tidak bersuara. Wanita itu lebih memilih menyentuh perut datar Dwitama dengan gerakan sensual.
"Ya," balas Dwitama ketika Naysila menyerukan namanya, tangannya mencekal telunjuk Jenn yang akan menyelinap masuk ke dalam piyamanya.
"Ouh, maksudku—" Lelaki itu memejamkan matanya sejenak, merasakan bagaimana lembutnya telapak tangan Jenn ketika mengurut bagian dirinya yang sudah mengeras dan dikeluarkan dari celana.
Jenn tersenyum puas, ia terkekeh tanpa suara. Lalu menaik-turunkan lengannya dengan gerakan lambat, membuat Dwitama tidak fokus sedangkan di seberang sana Naysila menuntut penjelasan.
"Aku lagi pusing."
Pusing di kepala yang bawah.
Pusing karena Jenn terus bermain di sana. Dikecupnya kepala bawahnya hingga menimbulkan suara decapan yang terdengar seksi. Tanpa pikir panjang, Dwitama langsung mematikan sambungan telepon. Persetan dengan pertanyaan Naysila nanti, ia harus menyelesaikan ini segera.
"Jenn ... Mas mohon ...." Suaranya terdengar putus asa.
Ia ingin lebih, maka Jenn berikan. Wanita itu menggerakkan tangannya dengan cepat. Dwitama menggertakan giginya.
Hampir sampai.
Oh, teruuus.
Dan ... Jenn melepaskan cekalannya.
Wanita itu tertawa puas, menikmati bagaimana kalutnya wajah Dwitama yang gagal menjemput puncak. Lelaki itu frustasi. Wajahnya memerah dengan mata menggelap.
"Sh*t! Lanjutin atau—"
"Atau apa?!"
"How about six nine style?"
Jenn menyipitkan mata, tetapi itu adalah tawaran yang menarik. Hari ini, ia sempat bersitegang dengan seorang crew di lokasi syuting. Semua orang melerainya, tetapi tidak ada yang benar-benar membelanya. Jenn hampir saja pulang di tengah-tengah syuting jika saja Chelssa tidak mengancam akan resign.
Dan ... tawaran Dwitama kali ini layak untuk disetujui. Ia juga butuh pelepasan. Setidaknya, pusingnya berganti.
Mereka menyatukan bibir dengan napas memburu dan mata yang menutup, meresapi bagaimana cinta dan nafsu menyelimuti keduanya dengan hangat.
Dwitama melepas kancing kemeja Jenn dengan tidak sabaran. Sialnya, kancing-kancing itu terlalu kecil dan menghabiskan kesabarannya. Maka, Dwitama merobeknya yang langsung mendapat balasan pelototan tajam dari Jenn.
Itu baju baru yang baru dibelinya kemarin!
Namun, Dwitama tak membiarkan amarah menguasai wanitanya. Ia mencumbu Jenn dengan lihai. Tangannya meremas kedua gundukan itu dengan lembut. Jenn mendesah pelan. Tetapi kemudian berubah menjadi kencang saat mulut Dwitama mendarat di salah satunya, menyesapnya dengan kencang seperti bayi Newborn yang baru saja menemukan sumber makanan pertamanya. Ia melakukan hal yang sama pada yang satunya lagi.
Jenn tak tahan, ia berusaha menggigit bibirnya hanya agar tak keluar suara lenguhan. Sialnya, itu malah terlihat seksi di mata Dwitama.
Lelaki itu melempar underwear Jenn setelah menyingkap rok sepahanya hingga perut. Jari tengahnya menemukan milik sang wanita yang sudah sangat lembab. Dwitama menyeringai sambil membuat gerakan memutar di biji yang mengeras itu. Jenn menjerit tertahan. Aliran darahnya terasa berdesir dengan kencang. Miliknya semakin lembab, menempel di jari Dwitama dan lelaki itu mengarahkan ke mulutnya.
Merasakan rasa Jenn yang selalu membuatnya candu.
Gerakan Dwitama semakin insten. Mulanya hanya memutar, tapi kemudian menyisir sampai ke bagian bawah.
"Come to me!" Jenn akan sampai, sebentar lagi.
Tapi, Dwitama tidak akan berbaik hati. Ia menarik tangannya, meninggalkan milik Jenn yang berkedut minta dituntaskan. Wanita itu merengut marah, dan Dwitama hanya tertawa pelan.
"1-1."
Salah, Jenn selalu punya cara untuk membuat Dwitama kalah. Bagaimana pun itu.
Jenn menjilat jari telunjuk dan tengahnya, mengulumnya dengan gerakan seksi. Dwitama berhenti tertawa. Lelaki itu tercengang ketika Jenn memainkan miliknya sendiri. Gadis itu mendesah kasar, satu tangannya meremas dadanya sendiri.
"Arght, come to me!"
Hampir.
Hampir sampai.
Dan ....
Badan Jenn mengejang, gadis itu mengerang nyaring dengan intonasi panjang. Ia mencapai putihnya sendiri. Rasanya melegakan.
Sedangkan Dwitama, mulai kehausan. Tanpa pikir panjang, lelaki itu membawa Jenn ke ranjang. Tenaga sang wanita sudah hampir habis ketika akhirnya lidah si lelaki mendarat di sana. Melahap seluruh cairan yang baru saja keluar, tanpa sisa.
Jenn menjerit kencang. Rasa ngilu bercampur nikmat menyerang tubuhnya. Otaknya tidak bisa berpikir lagi. Dwitama mempermainkannya dengan lidah, menggigit kecil biji keras itu dengan gemas.
Jenn tersentak nikmat. Ia langsung mengubah posisi. Menindih tubuh besar Dwitama dengan tubuhnya. Kemudian mereka berganti gaya dengan yang sudah disepakati tadi. Masing-masing wajah berhadapan langsung dengan kepunyaan.
Jenn melahap Dwitama dengan rakus, memasukan semuanya ke dalam mulutnya. Tak tertinggal kedua bijinya. Ia hampir dibuat tersedak oleh diri sendiri.
Dwitama melakukan hal yang sama, hidung mancungnya menusuk-nusuk milik Jenn, berkolaborasi dengan lidahnya yang empuk. Keduanya bermain dengan tempo yang cepat.
Datang.
Putihnya datang bersamaan. Dwitama kembali menyesap seluruh Jenn. Sedang Jenn berusaha untuk tidak memuntahkan sedikitpun milik Dwitama. Wanita itu masih menjilat sisa-sisa cairan putih itu di sana. Meminumnya sampai habis.
Tenaga keduanya sudah terkuras, berakhir dengan napas memburu juga kelegaan yang luar biasa. Dwitama merasa puas, begitupun dengan Jenn. Keduanya bahkan lupa untuk mengakhiri malam itu hanya 2 jam saja.
Nyatanya, mereka tidur di bawah selimut yang sama, tanpa pakaian, sambil berpelukan.
Jenn dibesarkan oleh dua orang tua yang jarang ada di rumah, tapi tetap memastikan kebutuhan dan kemauannya terpenuhi. Ditambah kakaknya, Ken, adalah orang yang dipenuhi cinta yang berlimpah. Maka, beruntunglah Jenn menjadi anak dan adik yang keinginannya tak pernah dikatakan tidak.Sewaktu SMA, Jenn pernah meminta Ken untuk memutuskan pacarnya yang saat itu—menurutnya—tidak menyukai Jenn karena mereka tak saling follow di media sosial. Ken tak perlu banyak berpikir, ia langsung menyetujui.Saat memasuki semester akhir di universitas, untuk kali pertamanya, Ken dibuat bingung dengan keinginan sang adik."Kok bisa?" tanyanya dengan kening mengerut.Sedang Jenn hanya angkat bahu, "gak tahu. Kayak seneng aja."Itu kali pertama Ken tahu jika adiknya senang merebut lelaki orang lain. Entah itu pacar, ataupun suami.Sebagai seorang kakak, ia tentu menasehati bahkan mengadukannya pada orang tua. Namun, Jenn tetaplah Jenn. Ia tidak pernah suka dibantah, segala keinginannya haruslah terpenuhi.
"Jenn, bisa gak kamu jadi rumah lagi buat aku?"Rumah, ya?Satu kata yang Dwitama pikirkan selama berhari-hari. Dwitama pernah bilang, kan jika Naysila itu baik? Tapi, hubungan mereka yang buruk bahkan meski keduanya sudah diberi momongan tetap menghantuinya.Ditambah dengan kalimat 'Mariage Is Scary' yang viral di salah satu media sosial, membuatnya dapat menyimpulkan bahwa pernikahannya termasuk mengerikan. Hubungan yang dibangun tanpa komunikasi yang baik, menurut Dwitama tak lagi pantas diharapkan. Jadi, apa salahnya jika dia mencari hunian baru? Sebagai rumah tempatnya pulang?Jenn, di tempatnya masih diam. Wanita itu menyipitkan matanya sebelum benar-benar menelan menu pembukanya. Bagi Jenn, ia tidak pernah serius dalam menjalin hubungan. Ikatan semacam itu sama sekali tidak cocok dengannya.Jadi, alasan apa yang dijadikan pertimbangan oleh Dwitama untuk menjadikannya sebagai rumah?"Mas, tadi siang aku dilabrak Naysila." Jenn mengerucutkan bibir sebentar. "Di depan wartawan."D
"Arght, hurry up, Honey!" "No, it's too tight!" "Damn, you're so hot!"Mulut lelaki itu terus memaki dalam balutan kenikmatan. Di atas pahanya, seorang perempuan tengah naik-turun dengan tempo yang cepat.Sialan, ia tidak bisa terus bertahan seperti ini!Dicengkeramnya pinggang ramping itu, lalu menggulingkan tubuh mungil si perempuan hingga punggungnya terhempas di kasur yang empuk. Ia menunduk, berada di atas. Mengambil alih rasa dominan dari perempuannya. Ia mengisi penuh, maju-mundur dengan teratur.Bulir-bulir keringat basah di tubuh mereka yang semakin panas diiringi suara-suara berat dan lengkingan keputusasaan hendak menjemput kepuasan.Tidak! Ini terlalu sempit!Dan ... ledakan itu akhirnya terjadi. Mereka mencapai putihnya secara bersamaan.***(Masa sekarang)Jenn Angeline kembali tiba di Bali setelah 2 Minggu penuh menghabiskan waktu di Jakarta. Udara khas air laut langsung menyambut begitu kakinya menapak di pasir pantai. Angin sekitar menerbangkan helai-helai rambut co
Chelssa sudah memutari pantai tempat di mana Jenn meminta dijemput di sana. Tetapi tak ada tanda-tanda keberadaan perempuan itu. Ini sudah 4 jam sejak HP Jenn tak bisa dihubungi. Tidak biasanya begini.Supir yang ditugaskan untuk menjemput juga masih ada di tempat yang sama. Tempat teduh kesukaan Jenn ketika mobilnya harus terparkir.Chelssa hampir putus asa, ia akan menelepon Ken dan memberitahu bahwa adiknya menghilang. Tetapi belum sempat panggilan tersambung, di depannya terparkir sebuah mobil SUV keluaran terbaru dengan Jenn yang keluar dari dalamnya. Perempuan itu terlihat kacau.Rambutnya acak-acakan dengan leher yang merah-merah, ia kemeja oversize sampai menutupi setengah paha. Chelssa tersentak, sebelum tangannya ditarik untuk menjauh dengan cepat.Mobil itu tiba-tiba meledak!Tadi, sebelum keluar. Jenn menyulut satu batang rokok yang ada di atas kursi samping dan dimasukan ke bagian AC mobil.***Jenn tidak ingin ada satu orang pun yang tahu apa yang telah terjadi padanya.
Ethan menghadiri pers itu. Tapi karena banyak yang hadir, mungkin Jenn tidak menangkap kehadirannya, atau perempuan itu mungkin terlalu cuek untuk memperhatikan orang-orang yang hadir. Beberapa kali, Ethan kedapatan tersenyum tipis saat bagaimana lelaki itu mendengar Jenn berbicara.Perempuan yang lugas, apa adanya, dan penuh tantangan.Saat melihat Jenn pergi, Ethan tanpa pikir panjang lalu mengikuti diam-diam. Langkahnya dibuat tanpa suara. Karena begitu Jenn sampai di bilik toilet perempuan, ia tidak sadar saat seorang lelaki ikut masuk ke dalam dan mengunci pintu.Jenn membasuh tangan dan sedikit menyemprotkan minyak wangi ke depan tubuhnya. Saat akan touch up, ia dikejutkan dengan bayangan seorang lelaki di cermin. Ia balik badan, lalu mendapati Ethan dengan senyum lebar di wajahnya.Matanya membola, sebelum akhirnya ia kembali menguasai wajah tanpa ekspresi. Lagi."Senang bertemu lagi," ucap Ethan dengan suara berat, yang sialnya cukup enak didengar di telinga Jenn."Ngapain lo
Jenn Angeline, karirnya sebagai aktris baru mungkin membuat beberapa orang terasa iri. Hobinya yang buruk terus menghantui langkah-langkahnya ke masa yang mendatang. Serapi apa pun Ken menghapus image buruk itu, nyatanya kebenaran selalu menemukan jalannya.Tidak ada yang bisa melarang bagaimana wanita berbaju silky glamour itu melangkahkan kakinya dengan cepat, melewati beberapa orang yang berkerumun di kawasan mall itu dengan dagu terangkat tinggi. Badannya yang ramping memudahkannya untuk menyalip tubuh orang-orang, hingga tangan lembutnya mendarat dengan baik di pipi sang aktris yang sedang diwawancara beberapa reporter.Chelssa terlambat untuk menghalangi bagaimana tangan itu menyentuh pipi putih milik Jenn. Menghasilkan warna merah alami yang sialnya terasa panas. Semua orang terpekik, Chelssa menjerit, tapi Jenn tetap tenang.Tak ada emosi yang tergambar dalam wajahnya. Terlalu tenang, sampai membuat beberapa orang mundur, memberi mereka ruang. Atau mungkin siap meliput untuk m
"Jenn, bisa gak kamu jadi rumah lagi buat aku?"Rumah, ya?Satu kata yang Dwitama pikirkan selama berhari-hari. Dwitama pernah bilang, kan jika Naysila itu baik? Tapi, hubungan mereka yang buruk bahkan meski keduanya sudah diberi momongan tetap menghantuinya.Ditambah dengan kalimat 'Mariage Is Scary' yang viral di salah satu media sosial, membuatnya dapat menyimpulkan bahwa pernikahannya termasuk mengerikan. Hubungan yang dibangun tanpa komunikasi yang baik, menurut Dwitama tak lagi pantas diharapkan. Jadi, apa salahnya jika dia mencari hunian baru? Sebagai rumah tempatnya pulang?Jenn, di tempatnya masih diam. Wanita itu menyipitkan matanya sebelum benar-benar menelan menu pembukanya. Bagi Jenn, ia tidak pernah serius dalam menjalin hubungan. Ikatan semacam itu sama sekali tidak cocok dengannya.Jadi, alasan apa yang dijadikan pertimbangan oleh Dwitama untuk menjadikannya sebagai rumah?"Mas, tadi siang aku dilabrak Naysila." Jenn mengerucutkan bibir sebentar. "Di depan wartawan."D
Jenn dibesarkan oleh dua orang tua yang jarang ada di rumah, tapi tetap memastikan kebutuhan dan kemauannya terpenuhi. Ditambah kakaknya, Ken, adalah orang yang dipenuhi cinta yang berlimpah. Maka, beruntunglah Jenn menjadi anak dan adik yang keinginannya tak pernah dikatakan tidak.Sewaktu SMA, Jenn pernah meminta Ken untuk memutuskan pacarnya yang saat itu—menurutnya—tidak menyukai Jenn karena mereka tak saling follow di media sosial. Ken tak perlu banyak berpikir, ia langsung menyetujui.Saat memasuki semester akhir di universitas, untuk kali pertamanya, Ken dibuat bingung dengan keinginan sang adik."Kok bisa?" tanyanya dengan kening mengerut.Sedang Jenn hanya angkat bahu, "gak tahu. Kayak seneng aja."Itu kali pertama Ken tahu jika adiknya senang merebut lelaki orang lain. Entah itu pacar, ataupun suami.Sebagai seorang kakak, ia tentu menasehati bahkan mengadukannya pada orang tua. Namun, Jenn tetaplah Jenn. Ia tidak pernah suka dibantah, segala keinginannya haruslah terpenuhi.
Bulan bersinar terang di langit malam, dikelilingi gemerlap bintang yang tak mau kalah menunjukkan sinarnya. Di bawah pekatnya langit, berdiri Dwitama dengan segelas kopi panas di tangannya.Tak ada yang peduli dengan kosongnya ruang hati di dadanya. Dwitama sadar betul, ada yang aneh dengan istrinya setahun belakangan ini. Tetapi ia tidak begitu peduli awalnya, karena sibuk menjalin hubungan diam-diam dengan Jenn Angeline.Saat itu, Jenn datang padanya sebelum menjadi artis utama dalam sebuah film. Gadis itu masih mencari job sebagai figuran yang tampilnya tidak begitu sering. Mulanya hanya menjalin kerjasama antar dua pengusaha yang sama-sama ingin untung.Namun, siapa sangka keduanya malah memiliki keuntungan yang lain.Dwitama jelas menjadi yang mengawali. Bagaimana ia gencar mencari perhatian gadis 26 tahun itu. Hingga mereka sepakat untuk mempunyai hubungan terlarang itu, tentu Dwitama dari awal sudah terbuka bahwa dia adalah seorang suami sekaligus ayah dari dua orang anak kemb
Jenn Angeline, karirnya sebagai aktris baru mungkin membuat beberapa orang terasa iri. Hobinya yang buruk terus menghantui langkah-langkahnya ke masa yang mendatang. Serapi apa pun Ken menghapus image buruk itu, nyatanya kebenaran selalu menemukan jalannya.Tidak ada yang bisa melarang bagaimana wanita berbaju silky glamour itu melangkahkan kakinya dengan cepat, melewati beberapa orang yang berkerumun di kawasan mall itu dengan dagu terangkat tinggi. Badannya yang ramping memudahkannya untuk menyalip tubuh orang-orang, hingga tangan lembutnya mendarat dengan baik di pipi sang aktris yang sedang diwawancara beberapa reporter.Chelssa terlambat untuk menghalangi bagaimana tangan itu menyentuh pipi putih milik Jenn. Menghasilkan warna merah alami yang sialnya terasa panas. Semua orang terpekik, Chelssa menjerit, tapi Jenn tetap tenang.Tak ada emosi yang tergambar dalam wajahnya. Terlalu tenang, sampai membuat beberapa orang mundur, memberi mereka ruang. Atau mungkin siap meliput untuk m
Ethan menghadiri pers itu. Tapi karena banyak yang hadir, mungkin Jenn tidak menangkap kehadirannya, atau perempuan itu mungkin terlalu cuek untuk memperhatikan orang-orang yang hadir. Beberapa kali, Ethan kedapatan tersenyum tipis saat bagaimana lelaki itu mendengar Jenn berbicara.Perempuan yang lugas, apa adanya, dan penuh tantangan.Saat melihat Jenn pergi, Ethan tanpa pikir panjang lalu mengikuti diam-diam. Langkahnya dibuat tanpa suara. Karena begitu Jenn sampai di bilik toilet perempuan, ia tidak sadar saat seorang lelaki ikut masuk ke dalam dan mengunci pintu.Jenn membasuh tangan dan sedikit menyemprotkan minyak wangi ke depan tubuhnya. Saat akan touch up, ia dikejutkan dengan bayangan seorang lelaki di cermin. Ia balik badan, lalu mendapati Ethan dengan senyum lebar di wajahnya.Matanya membola, sebelum akhirnya ia kembali menguasai wajah tanpa ekspresi. Lagi."Senang bertemu lagi," ucap Ethan dengan suara berat, yang sialnya cukup enak didengar di telinga Jenn."Ngapain lo
Chelssa sudah memutari pantai tempat di mana Jenn meminta dijemput di sana. Tetapi tak ada tanda-tanda keberadaan perempuan itu. Ini sudah 4 jam sejak HP Jenn tak bisa dihubungi. Tidak biasanya begini.Supir yang ditugaskan untuk menjemput juga masih ada di tempat yang sama. Tempat teduh kesukaan Jenn ketika mobilnya harus terparkir.Chelssa hampir putus asa, ia akan menelepon Ken dan memberitahu bahwa adiknya menghilang. Tetapi belum sempat panggilan tersambung, di depannya terparkir sebuah mobil SUV keluaran terbaru dengan Jenn yang keluar dari dalamnya. Perempuan itu terlihat kacau.Rambutnya acak-acakan dengan leher yang merah-merah, ia kemeja oversize sampai menutupi setengah paha. Chelssa tersentak, sebelum tangannya ditarik untuk menjauh dengan cepat.Mobil itu tiba-tiba meledak!Tadi, sebelum keluar. Jenn menyulut satu batang rokok yang ada di atas kursi samping dan dimasukan ke bagian AC mobil.***Jenn tidak ingin ada satu orang pun yang tahu apa yang telah terjadi padanya.
"Arght, hurry up, Honey!" "No, it's too tight!" "Damn, you're so hot!"Mulut lelaki itu terus memaki dalam balutan kenikmatan. Di atas pahanya, seorang perempuan tengah naik-turun dengan tempo yang cepat.Sialan, ia tidak bisa terus bertahan seperti ini!Dicengkeramnya pinggang ramping itu, lalu menggulingkan tubuh mungil si perempuan hingga punggungnya terhempas di kasur yang empuk. Ia menunduk, berada di atas. Mengambil alih rasa dominan dari perempuannya. Ia mengisi penuh, maju-mundur dengan teratur.Bulir-bulir keringat basah di tubuh mereka yang semakin panas diiringi suara-suara berat dan lengkingan keputusasaan hendak menjemput kepuasan.Tidak! Ini terlalu sempit!Dan ... ledakan itu akhirnya terjadi. Mereka mencapai putihnya secara bersamaan.***(Masa sekarang)Jenn Angeline kembali tiba di Bali setelah 2 Minggu penuh menghabiskan waktu di Jakarta. Udara khas air laut langsung menyambut begitu kakinya menapak di pasir pantai. Angin sekitar menerbangkan helai-helai rambut co