1. Aku cinta dan sayang kamu. Kamu juga cinta dan sayang sama aku.
2. Kamu mau menua bersamaku.3. Aku sayang kamu dan mau menua bersama kamu terlepas dari gimana kadang kita tuh kelihatannya beda banget.4. Aku nggak jago masak, kamu juga. Kita cocok. (Teori Ksatria Auriga Abimayu)5. Coba lihat nomor 1-4, kiita beneran cocok lho.6. Balik lagi ke nomor 1.7. Aku bisa jadi suami yang mendukung kamu dan juga sebaliknya. Kalau kamu melakukan hal yang benar, aku nggak segan-segan buat memuji kamu dan mengapresiasinya tanpa diminta. Kalau aku melakukan kesalahan, aku nggak keberatan ditegur dan diberi tahu mana yang benar.8. Kita akan bangun rumah tangga ini sama-sama.9. Aku bakal nyesel kalau nggak bisa nikah sama kamu. 10. Orangtuaku dan adekku udah sayang banget sama kamu. Papa kamu juga sayang sama aku.11. Aku sayang kamu dan coba balik lagi ke nomor 1."Pagi, tunanganku."Rinai terkikik dan hampir menutup pintu unit apartemennya lagi, tapi Ksatria buru-buru menahan pintu tersebut dengan kakinya."Sayang, kok ditutup sih?" protes Ksatria."Habisnya... aku geli denger kamu ngomong gitu," sahut Rinai yang akhirnya membukakan pintunya kembali. "Aku belum selesai dandan. Kamu tunggu dulu ya.""Iya, nggak apa-apa. Santai aja." Ksatria melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal rumah yang sudah biasa ia kenakan jika ke apartemen Rinai. "Makanya semalem aku ajak nginep aja biar kamu nggak perlu sarapan dan siap-siap sendiri, tapi kamu nggak mau.""Yeee, dasar buaya," gerutu Rinai sambil menyikut pinggang Ksatria yang berjalan di sampingnya.Ksatria mengaduh, tapi tidak protes sama sekal
Ksatria memasuki Kaia Jewellery dengan santai. Ada yang menatapnya dengan penasaran, ada juga yang menyambutnya seperti biasa. Yang melihatnya dengan tatapan penasaran bisa Ksatria pastikan adalah pegawai baru yang ia juga baru pertama kali temui."Sore, Mbak," sapa Ksatria pada manager on duty hari ini, yang juga langsung mengenali siapa dirinya. "Mama ada?""Sore, Mas. Ada kok di ruangannya. Yuk, saya anterin.""Nggak usah, Mbak," sergah Ksatria. "Saya ke sana sendiri aja. Lagi nggak ada meeting atau tamu kan?""Nggak ada kok, Mas."Ksatria mengangguk dan pamit pada perempuan paruh baya yang sudah Ksatria kenal sejak lama. Perempuan itu sudah bekerja untuk Kaia Jewellery cukup lama, makanya langsung mengenali Ksatria dan cukup akrab dengannya.
"Kenapa kamu harus dipingit?""Nggak tahu, tanya aja bude aku," jawab Rinai dengan cuek, sementara lelaki yang sudah uring-uringan sejak beberapa hari yang lalu di seberang telepon itu, mendengus pelan.Hal itu terdengar oleh Rinai dan Rinai jadi menahan tawanya sendiri. Tiga hari lagi, mereka akan resmi menikah. Iya, delapan bulan berlalu sejak Rinai menerima lamaran Ksatria dan akhirnya sebentar lagi, mereka akan menikah. Ksatria dan Rinai memutuskan untuk melewati proses lamaran atau pertemuan kedua keluarga secara resmi, toh mereka sudah saling kenal.Gagasan akan mereka yang hendak menikah disambut baik oleh keluarga kedua belah pihak. Sandy jadi lebih sering di Jakarta dan selama sebulan belakangan ini, ia ikut tinggal di apartemen Rinai.Nah, acara 'pingitan' yang sekarang dijalani Ksatria dan Rinai da
"Lho, kok Om ke sini?”“Mau mastiin kamu nggak mengendap-endap ke kamarnya Rinai,” jawab Sandy sambil melipat kedua tangannya di dada dan menatap Ksatria dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Hehehe, nggak kok, Om. Amaaan.” Ksatria hanya bisa cengar-cengir begitu diingatkan kembali soal bagaimana beberapa hari yang lalu, ia melanggar larangan yang ada dan menemui Rinai di apartemennya.Keluarga Ksatria yang juga ada di sana, hanya bisa menggeleng pelan melihat Ksatria saat ini.“Udah siap kamu?”“Udah dong, Om. Udah latihan bertahun-tahun nih, Om.”Sandy hanya mencibir pelan dan Ksatria tertawa melihat ekspresi Sandy.“Om udah siap belum dip
"Kamu yakin nggak mau kerja sama aku lagi, Sayang?”Tanpa mendongak dan sambil membantu Ksatria menyimpulkan dasinya, Rinai malah balik bertanya, “Ya ampun, kamu nggak bosen nanyain hal yang sama terus kah?”“Aku kangen lihat kamu deket dari aku. Terus siapa tahu, kita bisa main-main di kan—ADUH!”Rinai mencebik pelan dan menjauh dari suaminya untuk mengambil tas kerjanya. Sementara itu, Ksatria yang tadi dicubit pinggangnya, hanya bisa meringis sambil mengusap-usap pinggangnya yang dicubit.“Kan udah ada Danang.” Pertanyaan Ksatria yang sama akan selalu menemui jawaban yang sama dari bibir Rinai. “Lagian seru kayak gini tahu, beda kantor. Biar ada sensasi kangennya gitu lho.”Kali ini Ksatria yang menceb
Apa ada perbedaan setelah menikah dengan sahabat sendiri?Pertanyaan itu kerap ditanyakan kepada Ksatria, oleh orang-orang yang tahu bahwa ia dan Rinai sudah bersahabat sejak bayi. Kalau sedang rajin, Ksatria akan meladeni pertanyaan itu dan menjelaskan perbedaan signifikan yang ia rasakan setelah menikah. Tapi kalau sedang malas, Ksatria akan menjawabnya dengan asal.Kalau nikah sama sahabat sendiri, berarti istrimu nggak bakal tiba-tiba merajuk atau bahkan nggak bisa ditebak suasana hatinya kan? Tidak juga. Kadang memang Ksatria lebih mudah mengetahui apa yang diinginkan, disukai, atau dibenci oleh istrinya. Tapi seperti saat ini, ada juga momen di mana Ksatria tidak tahu persis apa yang membuat istrinya lebih banyak diam seharian ini.“Kamu kenapa?” Ksatria menyenggol pelan l
"Kamu emang kuliahnya nggak ngekos atau apa sih, tapi bukannya kita udah terbiasa jauhan ya, Nai? Tumben banget sekarang kangen sampai manja-manja gini.""Nggak tahu juga sih, lagi mau dapet kali ya, Pa, makanya mellow sampai kangen banget begini."Sandy tertawa saja mendengar celotehan Rinai yang kini duduk di sampingnya, sementara Ksatria sejak tadi tidak henti-hentinya tersenyum geli melihat tingkah Rinai.Pagi ini mereka menjemput Sandy di stasiun Gambir. Akhirnya lelaki itu mau juga menerima tiket kereta luxury yang dibelikan Ksatria dan Rinai, meski sempat agak berdebat dulu karena tadinya pasangan itu lebih ingin Sandy naik pesawat supaya tidak terlalu lama di jalan."Papa nggak booking hotel kan?""Nggak, gimana mau booking hotel
Derap langkah yang terdengar dari ruang menontonnya, mengalihkan perhatian Rinai. Tidak sampai lima menit kemudian, sosok Ksatria muncul dengan raut wajah seperti orang merajuk dan langsung duduk di sebelahnya."Papa katanya pergi mancing, kok kamu nggak ikut?” tanya Rinai yang penasaran.“Nggak diajak,” sungut Ksatria. “Katanya mau quality time khusus bapak-bapak.”Rinai tergelak melihat suaminya yang kini bersungut-sungut usai kembali dari rumah orangtuanya. Pagi ini Ksatria memang mengantarkan ayah mertuanya ke rumah keluarganya, karena Sandy dan Haydar memiliki janji untuk memancing bersama.Ksatria pikir ia diajak, pun Rinai berpikir hal yang sama makanya perempuan itu memilih untuk quality time sendiri di ruang menonton rumah mereka. Tapi tak berapa lama k
"Rinai beneran ninggalin kamu berdua sama Rengga?""Iya." Ksatria menyuapi Rengga yang menerima suapannya dengan riang. "Kenapa?""Wah... kasihan Rinai nanti pas pulang," jawab Yogas dari seberang sana. "Menurut pengalamanku setelah lihat temen-temen kita, bapak dan anak kecil yang ditinggal sama istrinya pasti akan bikin kekacauan.""Aku nggak bikin kekacauan," tampik Ksatria, setengah keki. Enak saja Yogas bicara seperti itu! Maksudnya Ksatria dan Rengga bisa jadi biang onar sampai Rinai pusing, begitu?!“Lagipula kamu juga ditinggal Shua!” sambung Ksatria. “Nggak usah jemawa gitu!”“Tapi aku nggak pernah separah Badai dan Ipang.”“Halah, itu kan karena Tuhan belum nunjukin aibmu aja!”
"Berhenti cengar-cengirnya, bisa nggak? Kamu nggak takut dikira kurang waras sama orang lain kah?"Ksatria menggeleng tanpa pikir panjang. Tangannya meraih tangan Rinai yang ada di atas meja, tapi perempuan itu dengan iseng menarik tangannya menjauh dari Ksatria."Aku nggak takut, soalnya nggak peduli kata orang." Ksatria masih saja nyengir saat menjawab Rinai. "Aku seneng banget.""Aku juga."Ah, senang sekali mendengar dari bibir Rinai secara langsung kalau ia juga senang.Ksatria merekam senyum di wajah Rinai dengan latar belakang dinding Huize Trivelli yang dipenuhi figura dan hiasan dinding lawas lainnya.Sore ini Rinai mengajak Ksatria ke sebuah restoran yang bisa dibilang cukup tersembunyi di kawasan Cideng, Jakarta Pusat. Restor
Rinai melangkah keluar dari lift dengan perasaan rindu. Wah, ternyata ia lumayan rindu datang dan bekerja di sini, di Heavenly & Co. Dari perusahaan keluarga Ksatria ini juga, tumbuh kecintaan Rinai terhadap wewangian dan semua proses menyangkut wewangian."Mbak Rinaiii!"Rinai terkekeh melihat bagaimana hebohnya Fiona saat melihat dirinya. Ia merentangkan tangan dan Fiona yang segera keluar dari mejanya langsung menyambut Rinai ke dalam pelukan."Kangen deeeh," kata Fiona sambil mengeratkan pelukannya pada Rinai. Rinai sendiri tertawa mendengarnya. "Apa kabar? Sehat, Mbak?""Sehat kok. Kamu sendiri?""Sehattt, Bos Kecil jarang lembur soalnya, hehehe."Rinai tertawa dan merenggangkan pelukan mereka. Setelah menikah dengan Ksatria, h
Kehidupan sebagai orangtua baru bukanlah hal yang mudah.Ksatria belajar banyak hal dari pengalamannya selama enam bulan ini bersama Rengga, anak pertamanya dengan Rinai. Pengalaman Ksatria saat ikut menyaksikan bagaimana tumbuh kembang anak-anak sahabatnya, nyatanya hanya sebagian kecil daripada apa yang harusnya ia lakukan."Rengga ganteng, anaknya Papa yang ganteng juga... tidur yuk...." Ksatria masih menimang-nimang tubuh mungil Arengga Cakra Abimayu di dalam dekapannya. Anaknya yang biasa dipanggil Rengga itu masih menangis, meski tangisannya sudah tidak sekeras tadi. "Kan minum susu udah... dibawa keliling kamar udah... sekarang waktunya bobo yuk? Ikut Mama tidur... siapa tahu ketemu di mimpi."Omongan panjang lebar Ksatria kali ini ternyata berhasil meredakan tangis anaknya. Kini, tangisan Rengga semakin memelan. Anaknya itu mulai mengerj
Mungkin jika dibandingkan dengan lelaki sebayanya, Ksatria telah melalui hari persalinan lebih banyak dibanding orang-orang di luar sana.Ksatria pernah beberapa kali ikut menemani sahabatnya yang menanti kelahiran buah hati mereka dengan harap-harap cemas. Jadi ia sudah cukup berpengalaman untuk mengetahui bagaimana biasanya seorang calon ayah menghadapi situasi seperti ini.Dulu, Ksatria akan mencatat di dalam hatinya bahwa ia akan melakukan A atau tidak akan melakukan B kalau suatu hari ia akan mendampingi istrinya melahirkan. Tapi lihatlah saat ini….Pengetahuan yang Ksatria simpan, entah hilang ke mana saat harinya sebagai calon ayah baru datang.“Kacau banget kelihatannya.” Yogas datang sambil tertawa. Tangan lelaki itu menyodorkan segelas kopi hangat yang langsung d
Ksatria menatap nanar ke arah laptopnya, di mana terpampang fotonya dan Rinai di SUBO saat mereka masih sebagai kekasih. Lelaki itu mengembuskan napasnya, sebal karena lima menit yang lalu, formulir untuk RSVP ke SUBO besok telah ditutup alias reservasinya sudah penuh.Padahal Ksatria ingin sekali ke sana. Sejak semalam lelaki itu sudah membayangkan bagaimana indahnya makan siang dengan menu yang tidak ia tahu apa (karena memang begitu sistem di Subo, mereka tidak punya menu pasti), sambil mendengarkan lagu-lagu gubahan Glenn Fredly dan The Bakuucakar lewat piringan hitam.Hal itu memang sudah pernah ia dan Rinai lakukan. Tapi Ksatria tiba-tiba terpikirkan ingin mengulangi lagi salah satu momen kencan manisnya dengan sang istri."Pak Ksatria....""Hmmm?" Ksatria bergumam asal tanpa mendongak untuk me
Menjelang ulang tahun Rinai, Ksatria selalu excited dan bingung di waktu yang sama.Hadiah apa yang kira-kira dibutuhkan dan akan disukai Rinai? Apa Rinai akan tersenyum lebar saat menerima hadiah darinya?Pertanyaan-pertanyaan sejenis masih sering mampir di kepala Ksatria, meskipun sudah puluhan kali ia mencari hadiah untuk Rinai alias sudah nyaris seumur hidup ia habiskan dengan momen yang sama.Siapa bilang Ksatria tidak pernah berpikir keras jika harus memberikan hadiah untuk sahabat slash istrinya itu?Karena selalu ingin memberikan yang terbaik dan sebisa mungkin memang berguna juga disukai Rinai, Ksatria selalu berakhir dengan kebingungan sendiri dan berpikir sangat keras untuk waktu yang lama.Seperti sekarang ini.
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria melangkah menuju rumah Rinai sambil berpikir mau makan siang dengan apa hari ini—ayam penyet sambal cabai hijau atau soto daging dengan tambahan kikil dan babat yang terlihat tidak sehat, tapi melenakan.Baru sampai di teras, pintu rumah Rinai tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terlihat cantik dengan midi skirt hitam dan blus longgar berwarna baby pink. Ada pita di rambutnya dan hal itu memberi tahu Ksatria kalau sahabatnya ini sedang senang.Iya, Rinai kerap kali mengenakan jepitan berhias pita tersebut hanya saat sedang senang.“Baru mau kupanggil,” sapa Ksatria. “Udah siap? Yuk.”“
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria mengetukkan jemarinya di stir mobil, mencoba bersabar menunggu Rinai yang belum juga keluar dari rumahnya. Lelaki itu mengecek jam di tangannya. Memang sih, masih ada satu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Tapi biasanya Rinai sudah akan menyuruh Ksatria menyetir ke kampus dengan alasan tidak ingin datang mepet dan mendapat kursi tidak strategis di kelas."Ke mana sih dia?" gerutu Ksatria. Lelaki itu akhirnya tidak tahan menunggu dan bergegas keluar dari mobilnya yang masih parkir di halaman rumah.Pandangan Ksatria mengedar ke sekitar dan setelah merasa aman (tidak ada pegawai rumahnya yang berkeliaran di sekitar), Ksatria mengeluarkan kotak rokok dan lighter-nya dari saku celana jeans