"Kamu yakin nggak mau kerja sama aku lagi, Sayang?”
Tanpa mendongak dan sambil membantu Ksatria menyimpulkan dasinya, Rinai malah balik bertanya, “Ya ampun, kamu nggak bosen nanyain hal yang sama terus kah?”
“Aku kangen lihat kamu deket dari aku. Terus siapa tahu, kita bisa main-main di kan—ADUH!”
Rinai mencebik pelan dan menjauh dari suaminya untuk mengambil tas kerjanya. Sementara itu, Ksatria yang tadi dicubit pinggangnya, hanya bisa meringis sambil mengusap-usap pinggangnya yang dicubit.
“Kan udah ada Danang.” Pertanyaan Ksatria yang sama akan selalu menemui jawaban yang sama dari bibir Rinai. “Lagian seru kayak gini tahu, beda kantor. Biar ada sensasi kangennya gitu lho.”
Kali ini Ksatria yang menceb
Apa ada perbedaan setelah menikah dengan sahabat sendiri?Pertanyaan itu kerap ditanyakan kepada Ksatria, oleh orang-orang yang tahu bahwa ia dan Rinai sudah bersahabat sejak bayi. Kalau sedang rajin, Ksatria akan meladeni pertanyaan itu dan menjelaskan perbedaan signifikan yang ia rasakan setelah menikah. Tapi kalau sedang malas, Ksatria akan menjawabnya dengan asal.Kalau nikah sama sahabat sendiri, berarti istrimu nggak bakal tiba-tiba merajuk atau bahkan nggak bisa ditebak suasana hatinya kan? Tidak juga. Kadang memang Ksatria lebih mudah mengetahui apa yang diinginkan, disukai, atau dibenci oleh istrinya. Tapi seperti saat ini, ada juga momen di mana Ksatria tidak tahu persis apa yang membuat istrinya lebih banyak diam seharian ini.“Kamu kenapa?” Ksatria menyenggol pelan l
"Kamu emang kuliahnya nggak ngekos atau apa sih, tapi bukannya kita udah terbiasa jauhan ya, Nai? Tumben banget sekarang kangen sampai manja-manja gini.""Nggak tahu juga sih, lagi mau dapet kali ya, Pa, makanya mellow sampai kangen banget begini."Sandy tertawa saja mendengar celotehan Rinai yang kini duduk di sampingnya, sementara Ksatria sejak tadi tidak henti-hentinya tersenyum geli melihat tingkah Rinai.Pagi ini mereka menjemput Sandy di stasiun Gambir. Akhirnya lelaki itu mau juga menerima tiket kereta luxury yang dibelikan Ksatria dan Rinai, meski sempat agak berdebat dulu karena tadinya pasangan itu lebih ingin Sandy naik pesawat supaya tidak terlalu lama di jalan."Papa nggak booking hotel kan?""Nggak, gimana mau booking hotel
Derap langkah yang terdengar dari ruang menontonnya, mengalihkan perhatian Rinai. Tidak sampai lima menit kemudian, sosok Ksatria muncul dengan raut wajah seperti orang merajuk dan langsung duduk di sebelahnya."Papa katanya pergi mancing, kok kamu nggak ikut?” tanya Rinai yang penasaran.“Nggak diajak,” sungut Ksatria. “Katanya mau quality time khusus bapak-bapak.”Rinai tergelak melihat suaminya yang kini bersungut-sungut usai kembali dari rumah orangtuanya. Pagi ini Ksatria memang mengantarkan ayah mertuanya ke rumah keluarganya, karena Sandy dan Haydar memiliki janji untuk memancing bersama.Ksatria pikir ia diajak, pun Rinai berpikir hal yang sama makanya perempuan itu memilih untuk quality time sendiri di ruang menonton rumah mereka. Tapi tak berapa lama k
Kalimat seperti 'Hidup berjalan seperti roda, makanya kadang kita di atas, kadang juga kita di bawah' sudah sering Ksatria dengar. Ksatria sendiri yakin kalau hidup memang seperti itu—tidak selamanya kita akan bahagia tanpa ada duka dan juga sebaliknya.Beberapa hari ini, hidupnya dan Rinai bisa dibilang ada di bawah' Rumahnya sejak beberapa hari yang lalu jadi lebih hening karena Rinai lebih banyak diam. Ksatria sendiri khawatir, takut kalau Rinai akan berlama-lama bersedih.Segala cara telah ia lakukan untuk menghibur Rinai, tapi Ksatria pun tahu kalau segala sesuatunya butuh waktu—termasuk dengan bagaimana merelakan kehilangan sosok yang belum benar-benar datang, tapi telah pergi dari kehidupan mereka. Kehilangan itu menyakitkan baik untuk dirinya dan Rinai, meskipun kejadian tersebut sudah berlalu beberapa hari lamanya.
Ketika Ksatria mengatakan bahwa semua orang khawatir dan ingin menghibur Rinai, maka ia benar-benar mengatakan tentang semua orang yang mengenal ia dan Rinai.Terutama ibunya.Leona, ibunya, memang rajin menghubungi Ksatria setelah hubungan mereka membaik. Dengan Rinai pun lebih-lebih lagi. Selain bekerja di tempat yang sama, Leona tidak pernah absen memperhatikan Rinai. Rinai sendiri untungnya tidak merasa bermasalah dengan hal itu, malah sangat senang dan perhatiannya kepada Leona juga sama besarnya.Itu kenapa bahkan sebelum menikah dengannya atau bekerja bersama Leona, Rinai sudah menjelma menjadi anak kesayangan Leona.Tidak heran makanya, saat di malam hari ini ia tiba di kediaman keluarganya, tidak ada yang menyadari kehadiran Ksatria di ruang tengah ini sejak tadi. Tiga orang di ruangan itu terlalu se
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria mengetukkan jemarinya di stir mobil, mencoba bersabar menunggu Rinai yang belum juga keluar dari rumahnya. Lelaki itu mengecek jam di tangannya. Memang sih, masih ada satu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Tapi biasanya Rinai sudah akan menyuruh Ksatria menyetir ke kampus dengan alasan tidak ingin datang mepet dan mendapat kursi tidak strategis di kelas."Ke mana sih dia?" gerutu Ksatria. Lelaki itu akhirnya tidak tahan menunggu dan bergegas keluar dari mobilnya yang masih parkir di halaman rumah.Pandangan Ksatria mengedar ke sekitar dan setelah merasa aman (tidak ada pegawai rumahnya yang berkeliaran di sekitar), Ksatria mengeluarkan kotak rokok dan lighter-nya dari saku celana jeans
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria melangkah menuju rumah Rinai sambil berpikir mau makan siang dengan apa hari ini—ayam penyet sambal cabai hijau atau soto daging dengan tambahan kikil dan babat yang terlihat tidak sehat, tapi melenakan.Baru sampai di teras, pintu rumah Rinai tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terlihat cantik dengan midi skirt hitam dan blus longgar berwarna baby pink. Ada pita di rambutnya dan hal itu memberi tahu Ksatria kalau sahabatnya ini sedang senang.Iya, Rinai kerap kali mengenakan jepitan berhias pita tersebut hanya saat sedang senang.“Baru mau kupanggil,” sapa Ksatria. “Udah siap? Yuk.”“
Menjelang ulang tahun Rinai, Ksatria selalu excited dan bingung di waktu yang sama.Hadiah apa yang kira-kira dibutuhkan dan akan disukai Rinai? Apa Rinai akan tersenyum lebar saat menerima hadiah darinya?Pertanyaan-pertanyaan sejenis masih sering mampir di kepala Ksatria, meskipun sudah puluhan kali ia mencari hadiah untuk Rinai alias sudah nyaris seumur hidup ia habiskan dengan momen yang sama.Siapa bilang Ksatria tidak pernah berpikir keras jika harus memberikan hadiah untuk sahabat slash istrinya itu?Karena selalu ingin memberikan yang terbaik dan sebisa mungkin memang berguna juga disukai Rinai, Ksatria selalu berakhir dengan kebingungan sendiri dan berpikir sangat keras untuk waktu yang lama.Seperti sekarang ini.