"Rinai beneran ninggalin kamu berdua sama Rengga?"
"Iya." Ksatria menyuapi Rengga yang menerima suapannya dengan riang. "Kenapa?"
"Wah... kasihan Rinai nanti pas pulang," jawab Yogas dari seberang sana. "Menurut pengalamanku setelah lihat temen-temen kita, bapak dan anak kecil yang ditinggal sama istrinya pasti akan bikin kekacauan."
"Aku nggak bikin kekacauan," tampik Ksatria, setengah keki. Enak saja Yogas bicara seperti itu! Maksudnya Ksatria dan Rengga bisa jadi biang onar sampai Rinai pusing, begitu?!
“Lagipula kamu juga ditinggal Shua!” sambung Ksatria. “Nggak usah jemawa gitu!”
“Tapi aku nggak pernah separah Badai dan Ipang.”
“Halah, itu kan karena Tuhan belum nunjukin aibmu aja!”
‘Jadi playboy juga harus ada masa pensiunnya, Ksatria. Sekarang, berhenti main-main dengan banyak perempuan dan menikahlah dengan perempuan pilihan Mama.’Ksatria Auriga Abimayu mendengus saat masuk ke klub malam langganannya, The Clouds, seraya teringat dengan apa yang diucapkan sang ibu di makan malam tadi.Ocehan mengenai ia yang harusnya sudah menikah, pensiun jadi playboy, serta hal-hal sejenisnyalah yang membuat Ksatria walk out dari ruang makan—dan di sinilah ia sekarang.Lelaki itu berjalan menaiki undakan tangga menuju lantai dua di mana deretan ruang VIP berada.Baru saja ia akan berjalan menuju ruangan yang biasa ia tempati, Ksatria mendengar ocehan beberapa perempuan yang menarik perhatian Ksatria.Sepertinya mereka baru keluar dari powder room dan akan kembali ke ruangan mereka sebelumya.“Ada yang lagi bachelorette party dan pakai gaun buat nikahnya gitu lho. Lucu deh.”“Yang mau nikah yang pakai gaunnya?”“Bukan, tapi dari ocehannya sih, dia temen yang ngadain party, cu
“Sekian lama sahabatan sama Rinai, apa kamu nggak pernah suka sama dia? If I were you, I'll take her as my girlfriend—or even wife. Because friendship between men and women is a bull.”Ucapan salah satu sahabatnya itulah yang menyadarkan Ksatria beberapa bulan yang lalu, kalau ia benar-benar sendirian ketika Rinai pergi dari sisinya.Benar-benar sendirian dan tidak ada satu orang pun yang bisa mengisi kekosongan tersebut selain Rinai Prawara—sahabatnya sejak bayi dan asisten pribadinya tersebut.Ksatria terbiasa dengan Rinai yang selalu ada di momen-momen penting dalam kehidupannya—ulang tahun, gigi pertamanya yang tanggal, kelulusan, pekerjaan part time pertamanya, parfum pertama yang ia racik sendiri, pacar pertamanya, hingga rahasia-rahasia kecil nan gelapnya… semuanya ada dengan dan pada Rinai.Dulu Ksatria memang pernah berkhayal, bagaimana kalau ia dan Rinai pacaran saja?Tetapi, khayalan itu mentok di sana karena setiap kali ia menyuarakan pertanyaan tersebut secara verbal, Rin
“Mbak Rinai cantik deh hari ini.”Pujian yang datang dari bibir Shahia, adik Ksatria, membuat Rinai tersenyum gugup. “Eh?” responsnya spontan. “Thank you, Sha.”“Mbak, mau blind date sama temenku nggak? Temenku ganteng lho,” tawar Shahia dengan enteng dan tak menyadari kalau kakaknya yang baru saja tiba di teras, langsung menghentikan langkahnya begitu mendengar tawaran tersebut.Rinai sendiri terkejut karena ditawari blind date pagi-pagi seperti ini.Memang sih, menurut ramalan zodiak yang tadi sempat Rinai baca ketika sarapan, tampil berbeda hari ini akan membuat suasana hatinya lebih baik dan siapa tahu membawa keberuntungan untuknya.Maka dari itu Rinai yang biasanya mengenakan setelan blazer dan celana panjang, hari ini memilih untuk menggunakan rok yang dipadu dengan tweed blazer yang jarang ia gunakan.Dan benar saja, hari ini dijatuhi tawaran yang entah bisa disebut sebagai sebuah keberuntungan atau bukan.“Blind date?” tanya Rinai untuk memastikan. “Sama siapa?”Shahia baru a
Your feeling is invalid.Kata-kata itu terus terngiang di kepala Ksatria bahkan sampai keesokan paginya ia terbangun di ranjangnya.“Invalid my ass,” maki Ksatria meski tidak ada yang mendengarnya kecuali dirinya sendiri.Setelah puas menatap langit-langit kamarnya selama lima belas menit sambil mereka ulang kejadian semalam, Ksatria bangkit dari ranjang dan bersiap ke kantor. Usai mandi, Ksatria menatap walk in closet-nya dengan malas dan mengambil pakaian yang paling pertama ia lihat.“Bang!” panggil Shahia begitu Ksatria keluar dari kamarnya. Adiknya itu juga sudah rapi dengan setelan blazer dan rok yang panjangnya hingga lima senti di atas lutut. “Kemarin Abang nggak gangguin Mbak Rinai kan?”“Nggak,” jawab Ksatria dengan enteng. Mereka berdua turun ke lantai satu bersama. “Kenapa semua orang mikir aku bakal gangguin Rinai?”“Karena Abang sejak Mbak Rinai pulang tengilnya keliatan jadi naik dua kali lipat,” kata Shahia tanpa takut dijitak oleh kakaknya. “Pokoknya Abang nggak boleh
“Morning, Rinai bukan merek kompor!”Rinai mengernyitkan kening saat mendengar sapaan Ksatria yang terdengar ceria sekaligus meledek namanya.Walau begitu, ia tidak berkomentar apa pun dan menyusul Ksatria masuk ke mobil. Pak Anwar segera mengemudikan mobil dan Rinai memejamkan matanya saat mobil tersebut sudah melewati pagar.Semalaman Rinai sulit tidur karena lelah dan entah kenapa memikirkan kata-kata ayahnya hingga pukul tiga pagi. Kalau orang lain saat lelah jadi bisa cepat tidur, Rinai justru kebalikannya.“Hari ini kamu nggak ada jadwal ketemu sama si peta dunia kan?” tanya Ksatria mengusik Rinai. “Masa ketemu tiap hari? Kalau mau ketemu tiap hari ya sekolah aja sana.”“Nyinyir ya kamu sekarang,” komentar Rinai balik. Rinai pun membuka matanya dan menoleh ke arah Ksatria. “Bisa aja kalau aku mau ketemu setiap hari sama dia, nikah aja,” jawabnya asal.“ENAK AJA!” Ksatria berseru panik hingga membuat Pak Anwar di depan sana juga ikut terkejut. “Nggak, nggak! Nggak ada ceritanya k
Atlas Satyanegara: Kamu belum pulang kerja? Lembur?Rinai Prawara: Iya, lembur. Tapi bukan di kantor.Atlas Satyanegara: Lho, terus ngapain?Rinai Prawara: Ngasuh anak kecil.Rinai melirik sinis ke arah meja yang kini ditempati oleh Ksatria dan Aleah. Saat Aleah tiba tadi, tentu saja perempuan itu menyadari kehadiran Rinai yang duduk berjarak beberapa meja dari meja mereka.Aleah tentu saja terlihat bingung, tapi perempuan itu menyempatkan diri menyapa Rinai dan Rinai pun mengatakan jangan menganggap dirinya ada di sini supaya tidak mengganggu mereka.Karena dibawa ke restoran ini, akhirnya Rinai memutuskan balas dendam dengan memesan makanan favoritnya yang kebetulan jadi menu utama di restoran tersebut.Rinai makan tanpa peduli kalau Ksatria sewaktu-waktu bisa memanggilnya, anggap saja ia tengah ke sini sendirian karena sedang kebanyakan uang.Saat sedang makan itulah, Rinai tak menyadari kalau beberapa kali Ksatria melirik ke arahnya. Kadang lelaki itu tersenyum kecil melihat betap
Ksatria mengamati Rinai yang bersenandung pelan mengikuti HONNE feat BEKA yang menyanyikan lagu berjudul Location Unknown tersebut. Kepalanya bersandar di kaca dan sesekali jemarinya bermain di permukaan kaca tersebut.“Kita mau ke mana sih jadinya?” tanya Rinai saat mereka sudah di mobil untuk waktu yang tidak sebentar.“Nggak tahu,” jawab Ksatria jujur. Malam ini ia yang menyetir karena buat apa juga memanggil Pak Anwar yang sudah tidur.Rinai berdecak pelan. “Kebiasaan.”“Ke tempat biasa aja mau nggak?”“Kota tua?”“Iya. Kangen makan kerak telur di sana nggak?”Rinai terkekeh pelan. “Aku lebih kangen kue pancongnya sih.”“Oke, kita ke sana.” Ksatria mengarahkan mobilnya menuju kawasan Kota Tua yang berdekatan dengan stasiun Jakarta Kota tersebut.Sejak dulu, Kota Tua selalu menjadi tempat ternyaman mereka. Agak jauh dari rumah, tidak terlalu banyak gedung pencakar langit, dan mereka bisa membeli makanan apa pun yang mereka mau dengan mudah karena semua pedagang berbaris rapi di kaw
“Di mata kamu, aku bakal ngelakuin hal itu ke kamu? Tidur sama kamu terus ninggalin kamu begitu aja tanpa sepatah kata pun?”“Aku yang nanya duluan, Sat, kenapa kamu yang malah balik nanya?”Ksatria menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Tepat di saat itu, sate mereka diantarkan.“Makan dulu,” kata Ksatria pada Rinai.“Biar kamu ada waktu buat ngarang jawaban?”“Biar kamu ada tenaga buat bales omonganku,” bantah Ksatria. “Kamu kan kayaknya nggak pernah sehari aja nggak bales omonganku.”“Kamu juga gitu,” ejek Rinai tak mau kalah.Ksatria hanya tersenyum dan menaruh separuh lontongnya ke piring Rinai. Dibanding Ksatria, selera dan porsi makan Rinai sebenarnya lebih besar daripada dirinya.Meski Rinai tengah menunggu jawaban Ksatria dengan jantung berdebar, ia tetap menyempatkan diri untuk mengucapkan terima kasih.Dulu berat badan Rinai sempat melebihi berat badan ideal dan membuat tubuhnya agak berisi. Hal itu sering jadi bahan olokan teman-teman mereka yang pa