Hari-hari Ksatria rasanya sudah kembali normal. Di hari kerja, Ksatria akan sibuk bekerja dan kemudian menyempatkan diri untuk bertemu dengan Rinai meski hanya satu sampai dua jam. Di hari libur, Ksatria akan beristirahat dengan Rinai—kadang di apartemennya, di apartemen Rinai, atau ya... jalan-jalan ke tempat baru maupun tempat favorit mereka."Seneng deh, akhirnya hari-hariku normal lagi," kata Ksatria setelah mengulurkan tangannya melintang di punggung sofa dan membuatnya seolah tengah merangkul Rinai yang duduk di sebelahnya."Emang tadinya nggak normal?" tanya Rinai yang masih fokus dengan remote di tangannya.Hari ini kebetulan adalah tanggal merah dan besok adalah hari Sabtu. Jadi sejak pagi tadi, Ksatria sudah menampakkan diri di apartemen Rinai. Pasangan itu memilih untuk movie marathon seperti biasanya, sebelum nanti malam dinner di Saujana—restoran milik keluarga Yogas, sahabat Ksatria."Pas nggak ada kamu ya nggak normal," jawab Ksatria. "Kan dari lahir udah sama kamu.""O
"Sayang, aku boleh beli turntable nggak?""Bolehlah." Rinai menjawab dengan bingung dan nada bicaranya jadi seakan ia balik bertanya kepada Ksatria. "Kok nanya aku dulu?""Nggak apa-apa, aku kan mau denger pendapat kamu juga," jawab Ksatria.Rinai tertawa kecil. "Kamu bebas mau beli apa pun yang kamu suka selain barang-barang yang dilarang hukum, agama, dan nilai-nilai norma yang ada, Sat.""Sayang," koreksi Ksatria lagi sambil mencolek pipi Rinai dengan usil."Iya, Sayang.""Tuh bisa panggil aku 'Sayang'.""Emang bisa." Ganti Rinai yang mencolek pipi Ksatria. "Tapi seneng aja lihat kamu rese minta aku koreksi panggilan kamu."
"Rinai, hari ini setelah jam kerja, sibuk nggak?"Ditanya begitu oleh Leona, tentu saja Rinai langsung menjawab, "Nggak sibuk kok, Tante."Di Kaia Jewellery, Rinai bekerja untuk bagian back office dan bukan untuk keperluan direct sales kepada pengunjung Kaia. Maka dari itu sistem jam kerjanya tidak mengikuti sistem shift dan jam kerjanya masih tidak beda jauh dengan saat dulu ia di Heavenly & Co."Ada janji sama Ksatria nggak hari ini?""Mm...." Rinai tidak bisa langsung menjawab. Saat Rinai tidak sengaja melirik ke rekan kerja yang mejanya bersebelahan dengannya, perempuan yang usianya lebih tua satu tahun darinya itu sibuk menggoda Rinai dengan menaikturunkan alisnya.Ciee, ditanya ca
Rinai menempelkan access card miliknya dan pintu unit apartemen Ksatria terbuka.Harum reed diffuser yang familier segera menyambutnya. Tentu saja familier, karena Rinai juga menggunakan reed diffuser yang sama di apartemennya."Sayang?" Rinai sengaja mengeraskan suaranya, supaya Ksatria yang entah berada di mana segera menyadari kehadirannya.Lelaki itu kemarin merajuk karena ternyata ia ingin makan malam dengan Rinai, tapi Rinai terlalu asyik menghabiskan waktunya dengan Leona sampai-sampai tidak sadar dengan adanya pesan serta telepon dari Ksatria.Mode silent yang ia gunakan di ponselnya itu rupanya mengundang malapetaka karena ternyata Leo
"Yang kamu maksud istri kamu itu... siapa?""Ada, pokoknya. Aku nggak mau jawab sekarang.""Kok gitu?!""Soalnya aku kan belum lamar si calon istri.""Terus kenapa kamu minta aku yang temenin kamu?""Suka-suka aku dong.""Dih? Nggak jelas!"Percakapan antara dirinya dan Rinai itu terasa seperti baru kemarin terjadi, di ruang tengah apartemennya, usai Rinai merayunya supaya tidak merajuk lagi. Padahal waktu sudah berjalan lebih dari sembilan bulan sejak jantung Ksatria nyaris loncat dari dadanya saat meminta Rinai untuk menemaninya memilih rumah baru.Rumah un
“Papa jahat banget nggak bilang ke aku kalau ke Jakarta.”Bukannya membujuk Rinai yang masih cemberut, Sandy malah tertawa dengan Ksatria. Ksatria bahkan menyodorkan tangannya untuk ber-high five ria dengan Sandy dan lelaki paruh baya itu menyambutnya dengan sama antusiasnya.Kedua tangan Rinai kini terlipat di dada. Perempuan itu tidak habis pikir, kenapa bisa ia dikerjai dua lelaki terpenting di hidupnya ini?“Kamu juga jahat!” Kali ini Rinai berpindah sasaran ke Ksatria, yang duduk di sampingnya. “Kamu kok bisa sama Papa? Padahal pas aku tadi ajak kamu buat dinner bareng Papa di telepon, kamu bilang ada meeting.”“Namanya juga surprise, Sayang, masa aku kasih tahu sih?” kekeh Ksatria. Satu tangannya terulur ke wajah Rinai d
“Hari ini cerah ya, Nang?”“Iya, Pak.”Ksatria bisa menangkap kebingungan di wajah Danang, tapi ia hanya bisa meringis sambil melanjutkan langkahnya menuju lobi gedung kantornya. Mereka baru saja makan siang di salah satu rumah makan baru yang ada di belakang gedung Heavenly & Co.Saat teringat kembali akan rencananya malam nanti, Ksatria tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum hingga salah tingkah sendiri. Makanya ia bisa menanyakan hal tidak penting seperti itu kepada Danang, asistennya.“Bapak butuh sesuatu?” tanya Danang pada akhirnya. “Kayaknya sejak tadi Bapak kelihatan gelisah.”Sebagai asisten pribadi, memang sudah tugas Danang untuk memastikan bahwa kebutuhan Ksatria terpenuhi. Namun, yang membuat Ksatria r
Hari ini pekerjaan Rinai tidak terlalu banyak, makanya ia bisa keluar makan siang dengan Shua yang tiba-tiba mengajaknya setengah jam yang lalu.Begitu jam istirahat, Rinai keluar dengan pegawai Kaia lainnya. Hanya saja mereka berpisah jalan, karena Shua mengajaknya makan di tempat yang berbeda dengan rekan-rekan kerjanya.Begitu tiba di Cork & Screw, tidak sulit untuk Rinai menemukan Shua yang masih duduk sendirian."Haiii," sapa Shua dengan heboh seperti biasanya.Rinai pun balas menyapa dan bertanya, "Janar mana?""Kan udah mulai masuk sekolah.""Oh, iya...." Rinai meringis. "Nggak berasa ya, anakmu udah masuk sekolah aja.""Iya, kenapa pada cepet gede ya?"
"Rinai beneran ninggalin kamu berdua sama Rengga?""Iya." Ksatria menyuapi Rengga yang menerima suapannya dengan riang. "Kenapa?""Wah... kasihan Rinai nanti pas pulang," jawab Yogas dari seberang sana. "Menurut pengalamanku setelah lihat temen-temen kita, bapak dan anak kecil yang ditinggal sama istrinya pasti akan bikin kekacauan.""Aku nggak bikin kekacauan," tampik Ksatria, setengah keki. Enak saja Yogas bicara seperti itu! Maksudnya Ksatria dan Rengga bisa jadi biang onar sampai Rinai pusing, begitu?!“Lagipula kamu juga ditinggal Shua!” sambung Ksatria. “Nggak usah jemawa gitu!”“Tapi aku nggak pernah separah Badai dan Ipang.”“Halah, itu kan karena Tuhan belum nunjukin aibmu aja!”
"Berhenti cengar-cengirnya, bisa nggak? Kamu nggak takut dikira kurang waras sama orang lain kah?"Ksatria menggeleng tanpa pikir panjang. Tangannya meraih tangan Rinai yang ada di atas meja, tapi perempuan itu dengan iseng menarik tangannya menjauh dari Ksatria."Aku nggak takut, soalnya nggak peduli kata orang." Ksatria masih saja nyengir saat menjawab Rinai. "Aku seneng banget.""Aku juga."Ah, senang sekali mendengar dari bibir Rinai secara langsung kalau ia juga senang.Ksatria merekam senyum di wajah Rinai dengan latar belakang dinding Huize Trivelli yang dipenuhi figura dan hiasan dinding lawas lainnya.Sore ini Rinai mengajak Ksatria ke sebuah restoran yang bisa dibilang cukup tersembunyi di kawasan Cideng, Jakarta Pusat. Restor
Rinai melangkah keluar dari lift dengan perasaan rindu. Wah, ternyata ia lumayan rindu datang dan bekerja di sini, di Heavenly & Co. Dari perusahaan keluarga Ksatria ini juga, tumbuh kecintaan Rinai terhadap wewangian dan semua proses menyangkut wewangian."Mbak Rinaiii!"Rinai terkekeh melihat bagaimana hebohnya Fiona saat melihat dirinya. Ia merentangkan tangan dan Fiona yang segera keluar dari mejanya langsung menyambut Rinai ke dalam pelukan."Kangen deeeh," kata Fiona sambil mengeratkan pelukannya pada Rinai. Rinai sendiri tertawa mendengarnya. "Apa kabar? Sehat, Mbak?""Sehat kok. Kamu sendiri?""Sehattt, Bos Kecil jarang lembur soalnya, hehehe."Rinai tertawa dan merenggangkan pelukan mereka. Setelah menikah dengan Ksatria, h
Kehidupan sebagai orangtua baru bukanlah hal yang mudah.Ksatria belajar banyak hal dari pengalamannya selama enam bulan ini bersama Rengga, anak pertamanya dengan Rinai. Pengalaman Ksatria saat ikut menyaksikan bagaimana tumbuh kembang anak-anak sahabatnya, nyatanya hanya sebagian kecil daripada apa yang harusnya ia lakukan."Rengga ganteng, anaknya Papa yang ganteng juga... tidur yuk...." Ksatria masih menimang-nimang tubuh mungil Arengga Cakra Abimayu di dalam dekapannya. Anaknya yang biasa dipanggil Rengga itu masih menangis, meski tangisannya sudah tidak sekeras tadi. "Kan minum susu udah... dibawa keliling kamar udah... sekarang waktunya bobo yuk? Ikut Mama tidur... siapa tahu ketemu di mimpi."Omongan panjang lebar Ksatria kali ini ternyata berhasil meredakan tangis anaknya. Kini, tangisan Rengga semakin memelan. Anaknya itu mulai mengerj
Mungkin jika dibandingkan dengan lelaki sebayanya, Ksatria telah melalui hari persalinan lebih banyak dibanding orang-orang di luar sana.Ksatria pernah beberapa kali ikut menemani sahabatnya yang menanti kelahiran buah hati mereka dengan harap-harap cemas. Jadi ia sudah cukup berpengalaman untuk mengetahui bagaimana biasanya seorang calon ayah menghadapi situasi seperti ini.Dulu, Ksatria akan mencatat di dalam hatinya bahwa ia akan melakukan A atau tidak akan melakukan B kalau suatu hari ia akan mendampingi istrinya melahirkan. Tapi lihatlah saat ini….Pengetahuan yang Ksatria simpan, entah hilang ke mana saat harinya sebagai calon ayah baru datang.“Kacau banget kelihatannya.” Yogas datang sambil tertawa. Tangan lelaki itu menyodorkan segelas kopi hangat yang langsung d
Ksatria menatap nanar ke arah laptopnya, di mana terpampang fotonya dan Rinai di SUBO saat mereka masih sebagai kekasih. Lelaki itu mengembuskan napasnya, sebal karena lima menit yang lalu, formulir untuk RSVP ke SUBO besok telah ditutup alias reservasinya sudah penuh.Padahal Ksatria ingin sekali ke sana. Sejak semalam lelaki itu sudah membayangkan bagaimana indahnya makan siang dengan menu yang tidak ia tahu apa (karena memang begitu sistem di Subo, mereka tidak punya menu pasti), sambil mendengarkan lagu-lagu gubahan Glenn Fredly dan The Bakuucakar lewat piringan hitam.Hal itu memang sudah pernah ia dan Rinai lakukan. Tapi Ksatria tiba-tiba terpikirkan ingin mengulangi lagi salah satu momen kencan manisnya dengan sang istri."Pak Ksatria....""Hmmm?" Ksatria bergumam asal tanpa mendongak untuk me
Menjelang ulang tahun Rinai, Ksatria selalu excited dan bingung di waktu yang sama.Hadiah apa yang kira-kira dibutuhkan dan akan disukai Rinai? Apa Rinai akan tersenyum lebar saat menerima hadiah darinya?Pertanyaan-pertanyaan sejenis masih sering mampir di kepala Ksatria, meskipun sudah puluhan kali ia mencari hadiah untuk Rinai alias sudah nyaris seumur hidup ia habiskan dengan momen yang sama.Siapa bilang Ksatria tidak pernah berpikir keras jika harus memberikan hadiah untuk sahabat slash istrinya itu?Karena selalu ingin memberikan yang terbaik dan sebisa mungkin memang berguna juga disukai Rinai, Ksatria selalu berakhir dengan kebingungan sendiri dan berpikir sangat keras untuk waktu yang lama.Seperti sekarang ini.
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria melangkah menuju rumah Rinai sambil berpikir mau makan siang dengan apa hari ini—ayam penyet sambal cabai hijau atau soto daging dengan tambahan kikil dan babat yang terlihat tidak sehat, tapi melenakan.Baru sampai di teras, pintu rumah Rinai tiba-tiba terbuka. Perempuan itu terlihat cantik dengan midi skirt hitam dan blus longgar berwarna baby pink. Ada pita di rambutnya dan hal itu memberi tahu Ksatria kalau sahabatnya ini sedang senang.Iya, Rinai kerap kali mengenakan jepitan berhias pita tersebut hanya saat sedang senang.“Baru mau kupanggil,” sapa Ksatria. “Udah siap? Yuk.”“
[Ksatria dan Rinai, di tahun ketiga mereka kuliah.] Ksatria mengetukkan jemarinya di stir mobil, mencoba bersabar menunggu Rinai yang belum juga keluar dari rumahnya. Lelaki itu mengecek jam di tangannya. Memang sih, masih ada satu setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. Tapi biasanya Rinai sudah akan menyuruh Ksatria menyetir ke kampus dengan alasan tidak ingin datang mepet dan mendapat kursi tidak strategis di kelas."Ke mana sih dia?" gerutu Ksatria. Lelaki itu akhirnya tidak tahan menunggu dan bergegas keluar dari mobilnya yang masih parkir di halaman rumah.Pandangan Ksatria mengedar ke sekitar dan setelah merasa aman (tidak ada pegawai rumahnya yang berkeliaran di sekitar), Ksatria mengeluarkan kotak rokok dan lighter-nya dari saku celana jeans