“Hari ini cerah ya, Nang?”
“Iya, Pak.”
Ksatria bisa menangkap kebingungan di wajah Danang, tapi ia hanya bisa meringis sambil melanjutkan langkahnya menuju lobi gedung kantornya. Mereka baru saja makan siang di salah satu rumah makan baru yang ada di belakang gedung Heavenly & Co.
Saat teringat kembali akan rencananya malam nanti, Ksatria tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum hingga salah tingkah sendiri. Makanya ia bisa menanyakan hal tidak penting seperti itu kepada Danang, asistennya.
“Bapak butuh sesuatu?” tanya Danang pada akhirnya. “Kayaknya sejak tadi Bapak kelihatan gelisah.”
Sebagai asisten pribadi, memang sudah tugas Danang untuk memastikan bahwa kebutuhan Ksatria terpenuhi. Namun, yang membuat Ksatria r
Hari ini pekerjaan Rinai tidak terlalu banyak, makanya ia bisa keluar makan siang dengan Shua yang tiba-tiba mengajaknya setengah jam yang lalu.Begitu jam istirahat, Rinai keluar dengan pegawai Kaia lainnya. Hanya saja mereka berpisah jalan, karena Shua mengajaknya makan di tempat yang berbeda dengan rekan-rekan kerjanya.Begitu tiba di Cork & Screw, tidak sulit untuk Rinai menemukan Shua yang masih duduk sendirian."Haiii," sapa Shua dengan heboh seperti biasanya.Rinai pun balas menyapa dan bertanya, "Janar mana?""Kan udah mulai masuk sekolah.""Oh, iya...." Rinai meringis. "Nggak berasa ya, anakmu udah masuk sekolah aja.""Iya, kenapa pada cepet gede ya?"
"Nanti malem ayo nonton bareng, Yang. Kamu nggak kangen aku apa?"Kira-kira begitulah rajukan Rinai semalam saat mereka sedang bicara di telepon. Rutinitas mengobrol lewat telepon masih sering mereka lakukan meski sudah tidak LDR. Apalagi kalau di hari itu keduanya tidak sempat bertemu dan masih ada tenaga untuk mengobrol di malam hari.Setelah perayaan hari jadi mereka dan rencana Ksatria yang gagal, lelaki itu jadi pusing sendiri.Padahal momennya sudah tepat, tapi kenapa sih ia bisa melemah di hari sepentingitu?!Tidak henti-hentinya Ksatria merutuki dirinya sendiri, yang malah diare padahal sudah sangat siap untuk melamar Rinai.Bisa sih Ksatria memaksakan diri, tapi... tidak elit kan kalau sedang menunggu jawaban
1. Aku cinta dan sayang kamu. Kamu juga cinta dan sayang sama aku.2. Kamu mau menua bersamaku.3. Aku sayang kamu dan mau menua bersama kamu terlepas dari gimana kadang kita tuh kelihatannya beda banget.4. Aku nggak jago masak, kamu juga. Kita cocok.(Teori Ksatria Auriga Abimayu)5. Coba lihat nomor 1-4, kiita beneran cocok lho.6. Balik lagi ke nomor 1.7. Aku bisa jadi suami yang mendukung kamu dan juga sebaliknya. Kalau kamu melakukan hal yang benar, aku nggak segan-segan buat memuji kamu dan mengapresiasinya tanpa diminta. Kalau aku melakukan kesalahan, aku nggak keberatan ditegur dan diberi tahu mana yang benar.8. Kita akan bangun rumah tangga ini sama-sama.9. Aku bakal nyesel kalau nggak bisa nikah sama kamu.10. Orangtuaku dan adekku udah sayang banget sama kamu. Papa kamu juga sayang sama aku.11. Aku sayang kamu dan coba balik lagi ke nomor 1.
"Pagi, tunanganku."Rinai terkikik dan hampir menutup pintu unit apartemennya lagi, tapi Ksatria buru-buru menahan pintu tersebut dengan kakinya."Sayang, kok ditutup sih?" protes Ksatria."Habisnya... aku geli denger kamu ngomong gitu," sahut Rinai yang akhirnya membukakan pintunya kembali. "Aku belum selesai dandan. Kamu tunggu dulu ya.""Iya, nggak apa-apa. Santai aja." Ksatria melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal rumah yang sudah biasa ia kenakan jika ke apartemen Rinai. "Makanya semalem aku ajak nginep aja biar kamu nggak perlu sarapan dan siap-siap sendiri, tapi kamu nggak mau.""Yeee, dasar buaya," gerutu Rinai sambil menyikut pinggang Ksatria yang berjalan di sampingnya.Ksatria mengaduh, tapi tidak protes sama sekal
Ksatria memasuki Kaia Jewellery dengan santai. Ada yang menatapnya dengan penasaran, ada juga yang menyambutnya seperti biasa. Yang melihatnya dengan tatapan penasaran bisa Ksatria pastikan adalah pegawai baru yang ia juga baru pertama kali temui."Sore, Mbak," sapa Ksatria pada manager on duty hari ini, yang juga langsung mengenali siapa dirinya. "Mama ada?""Sore, Mas. Ada kok di ruangannya. Yuk, saya anterin.""Nggak usah, Mbak," sergah Ksatria. "Saya ke sana sendiri aja. Lagi nggak ada meeting atau tamu kan?""Nggak ada kok, Mas."Ksatria mengangguk dan pamit pada perempuan paruh baya yang sudah Ksatria kenal sejak lama. Perempuan itu sudah bekerja untuk Kaia Jewellery cukup lama, makanya langsung mengenali Ksatria dan cukup akrab dengannya.
"Kenapa kamu harus dipingit?""Nggak tahu, tanya aja bude aku," jawab Rinai dengan cuek, sementara lelaki yang sudah uring-uringan sejak beberapa hari yang lalu di seberang telepon itu, mendengus pelan.Hal itu terdengar oleh Rinai dan Rinai jadi menahan tawanya sendiri. Tiga hari lagi, mereka akan resmi menikah. Iya, delapan bulan berlalu sejak Rinai menerima lamaran Ksatria dan akhirnya sebentar lagi, mereka akan menikah. Ksatria dan Rinai memutuskan untuk melewati proses lamaran atau pertemuan kedua keluarga secara resmi, toh mereka sudah saling kenal.Gagasan akan mereka yang hendak menikah disambut baik oleh keluarga kedua belah pihak. Sandy jadi lebih sering di Jakarta dan selama sebulan belakangan ini, ia ikut tinggal di apartemen Rinai.Nah, acara 'pingitan' yang sekarang dijalani Ksatria dan Rinai da
"Lho, kok Om ke sini?”“Mau mastiin kamu nggak mengendap-endap ke kamarnya Rinai,” jawab Sandy sambil melipat kedua tangannya di dada dan menatap Ksatria dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Hehehe, nggak kok, Om. Amaaan.” Ksatria hanya bisa cengar-cengir begitu diingatkan kembali soal bagaimana beberapa hari yang lalu, ia melanggar larangan yang ada dan menemui Rinai di apartemennya.Keluarga Ksatria yang juga ada di sana, hanya bisa menggeleng pelan melihat Ksatria saat ini.“Udah siap kamu?”“Udah dong, Om. Udah latihan bertahun-tahun nih, Om.”Sandy hanya mencibir pelan dan Ksatria tertawa melihat ekspresi Sandy.“Om udah siap belum dip
"Kamu yakin nggak mau kerja sama aku lagi, Sayang?”Tanpa mendongak dan sambil membantu Ksatria menyimpulkan dasinya, Rinai malah balik bertanya, “Ya ampun, kamu nggak bosen nanyain hal yang sama terus kah?”“Aku kangen lihat kamu deket dari aku. Terus siapa tahu, kita bisa main-main di kan—ADUH!”Rinai mencebik pelan dan menjauh dari suaminya untuk mengambil tas kerjanya. Sementara itu, Ksatria yang tadi dicubit pinggangnya, hanya bisa meringis sambil mengusap-usap pinggangnya yang dicubit.“Kan udah ada Danang.” Pertanyaan Ksatria yang sama akan selalu menemui jawaban yang sama dari bibir Rinai. “Lagian seru kayak gini tahu, beda kantor. Biar ada sensasi kangennya gitu lho.”Kali ini Ksatria yang menceb