“Sayang, aku udah di basement apartemen kamu nih. Bener nggak ada yang mau dititip dari minimarket atau coffee shop? Coffee shop di tower kamu masih buka nih.”“Nggak ada yang aku pengen atau butuhin sih,” jawab Rinai di seberang sana. “Semuanya udah ada di sini kok. Cuma kurang kamunya aja.”“Astaga,” desah Ksatria dengan dramatis. “Gemesin banget sih kamu! Pacar siapa coba?”Rinai tertawa dan dari nada suaranya, Ksatria tahu kalau Rinai sengaja menggodanya. “Pacar kamuuu.”“Oke, kalau gitu. Nanti pas buka pintu, langsung cium aku ya.” Meski tidak ada Rinai di hadapannya, tapi secara refleks Ksatria jadi cengar-cengir sendiri saat mengatakan permintaan ngawurnya.“Dasar! Belakangan ini yang ada di otak kamu cuma pengen dicium akuuu terus,” omel Rinai.Ksatria tertawa. “Siapa suruh gemesin sama ngangenin gitu jadi orang?”“Susah sih, udah bawaan dari lahir.”“Kok kamu kedengeran kayak aku ya?”“Kenapa? Kedengeran narsis ya? Aku kan belajar dari ahlinya,” ledek Rinai saat Ksatria menya
Hari-hari Ksatria rasanya sudah kembali normal. Di hari kerja, Ksatria akan sibuk bekerja dan kemudian menyempatkan diri untuk bertemu dengan Rinai meski hanya satu sampai dua jam. Di hari libur, Ksatria akan beristirahat dengan Rinai—kadang di apartemennya, di apartemen Rinai, atau ya... jalan-jalan ke tempat baru maupun tempat favorit mereka."Seneng deh, akhirnya hari-hariku normal lagi," kata Ksatria setelah mengulurkan tangannya melintang di punggung sofa dan membuatnya seolah tengah merangkul Rinai yang duduk di sebelahnya."Emang tadinya nggak normal?" tanya Rinai yang masih fokus dengan remote di tangannya.Hari ini kebetulan adalah tanggal merah dan besok adalah hari Sabtu. Jadi sejak pagi tadi, Ksatria sudah menampakkan diri di apartemen Rinai. Pasangan itu memilih untuk movie marathon seperti biasanya, sebelum nanti malam dinner di Saujana—restoran milik keluarga Yogas, sahabat Ksatria."Pas nggak ada kamu ya nggak normal," jawab Ksatria. "Kan dari lahir udah sama kamu.""O
"Sayang, aku boleh beli turntable nggak?""Bolehlah." Rinai menjawab dengan bingung dan nada bicaranya jadi seakan ia balik bertanya kepada Ksatria. "Kok nanya aku dulu?""Nggak apa-apa, aku kan mau denger pendapat kamu juga," jawab Ksatria.Rinai tertawa kecil. "Kamu bebas mau beli apa pun yang kamu suka selain barang-barang yang dilarang hukum, agama, dan nilai-nilai norma yang ada, Sat.""Sayang," koreksi Ksatria lagi sambil mencolek pipi Rinai dengan usil."Iya, Sayang.""Tuh bisa panggil aku 'Sayang'.""Emang bisa." Ganti Rinai yang mencolek pipi Ksatria. "Tapi seneng aja lihat kamu rese minta aku koreksi panggilan kamu."
"Rinai, hari ini setelah jam kerja, sibuk nggak?"Ditanya begitu oleh Leona, tentu saja Rinai langsung menjawab, "Nggak sibuk kok, Tante."Di Kaia Jewellery, Rinai bekerja untuk bagian back office dan bukan untuk keperluan direct sales kepada pengunjung Kaia. Maka dari itu sistem jam kerjanya tidak mengikuti sistem shift dan jam kerjanya masih tidak beda jauh dengan saat dulu ia di Heavenly & Co."Ada janji sama Ksatria nggak hari ini?""Mm...." Rinai tidak bisa langsung menjawab. Saat Rinai tidak sengaja melirik ke rekan kerja yang mejanya bersebelahan dengannya, perempuan yang usianya lebih tua satu tahun darinya itu sibuk menggoda Rinai dengan menaikturunkan alisnya.Ciee, ditanya ca
Rinai menempelkan access card miliknya dan pintu unit apartemen Ksatria terbuka.Harum reed diffuser yang familier segera menyambutnya. Tentu saja familier, karena Rinai juga menggunakan reed diffuser yang sama di apartemennya."Sayang?" Rinai sengaja mengeraskan suaranya, supaya Ksatria yang entah berada di mana segera menyadari kehadirannya.Lelaki itu kemarin merajuk karena ternyata ia ingin makan malam dengan Rinai, tapi Rinai terlalu asyik menghabiskan waktunya dengan Leona sampai-sampai tidak sadar dengan adanya pesan serta telepon dari Ksatria.Mode silent yang ia gunakan di ponselnya itu rupanya mengundang malapetaka karena ternyata Leo
"Yang kamu maksud istri kamu itu... siapa?""Ada, pokoknya. Aku nggak mau jawab sekarang.""Kok gitu?!""Soalnya aku kan belum lamar si calon istri.""Terus kenapa kamu minta aku yang temenin kamu?""Suka-suka aku dong.""Dih? Nggak jelas!"Percakapan antara dirinya dan Rinai itu terasa seperti baru kemarin terjadi, di ruang tengah apartemennya, usai Rinai merayunya supaya tidak merajuk lagi. Padahal waktu sudah berjalan lebih dari sembilan bulan sejak jantung Ksatria nyaris loncat dari dadanya saat meminta Rinai untuk menemaninya memilih rumah baru.Rumah un
“Papa jahat banget nggak bilang ke aku kalau ke Jakarta.”Bukannya membujuk Rinai yang masih cemberut, Sandy malah tertawa dengan Ksatria. Ksatria bahkan menyodorkan tangannya untuk ber-high five ria dengan Sandy dan lelaki paruh baya itu menyambutnya dengan sama antusiasnya.Kedua tangan Rinai kini terlipat di dada. Perempuan itu tidak habis pikir, kenapa bisa ia dikerjai dua lelaki terpenting di hidupnya ini?“Kamu juga jahat!” Kali ini Rinai berpindah sasaran ke Ksatria, yang duduk di sampingnya. “Kamu kok bisa sama Papa? Padahal pas aku tadi ajak kamu buat dinner bareng Papa di telepon, kamu bilang ada meeting.”“Namanya juga surprise, Sayang, masa aku kasih tahu sih?” kekeh Ksatria. Satu tangannya terulur ke wajah Rinai d
“Hari ini cerah ya, Nang?”“Iya, Pak.”Ksatria bisa menangkap kebingungan di wajah Danang, tapi ia hanya bisa meringis sambil melanjutkan langkahnya menuju lobi gedung kantornya. Mereka baru saja makan siang di salah satu rumah makan baru yang ada di belakang gedung Heavenly & Co.Saat teringat kembali akan rencananya malam nanti, Ksatria tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum hingga salah tingkah sendiri. Makanya ia bisa menanyakan hal tidak penting seperti itu kepada Danang, asistennya.“Bapak butuh sesuatu?” tanya Danang pada akhirnya. “Kayaknya sejak tadi Bapak kelihatan gelisah.”Sebagai asisten pribadi, memang sudah tugas Danang untuk memastikan bahwa kebutuhan Ksatria terpenuhi. Namun, yang membuat Ksatria r