Ksatria tidak pernah benar-benar menyukai kegiatan bernama pulang ke rumah. Termasuk hari ini.
Sudah hampir dua puluh menit Ksatria berdiam diri di mobilnya dan masih berpikir apakah ia harus keluar dari mobilnya atau tidak. Suara Ten2Five yang masih mengalun memenuhi mobilnya membuat Ksatria mengingat Rinai yang sangat menyukai lagu berjudul ‘You’ tersebut.
Tangan Ksatria bergerak mengambil ponsel dari atas dashboard dan masih tidak mendapati pesan dari Rinai. Komunikasinya dengan Rinai yang terakhir adalah tadi malam, saat mereka membicarakan soal rencana pertemuannya dengan Haydar dan Leona hari ini.
Rinai masih terus menyemangati Ksatria a
Rinai menghela napasnya ketika mengamati wajah Ksatria yang sudah beberapa bulan ini tak ia lihat secara langsung.“Kamu nggak mau makan, Nai?”Rinai menoleh dan mendapati sang ayah berdiri bersandar di kosen pintu kamarnya. “Nanti aja, Pa,” jawab Rinai. “Tadi aku sarapannya kan telat juga, masih kenyang.”“Masih kenyang atau khawatir sama Ksatria?”Rinai meringis mendengar tebakan jitu ayahnya.“Tadi Papa udah telepon Mas Haydar, ngasih tahu kalau Ksatria di sini dan pingsan,” beri tahu Sandy kepada anaknya. “Mereka khawatir, tapi leg
“Tenang aja, Ksatria udah mulai membaik kok.”Rinai bicara seraya melirik ke arah rumah kaca Sandy yang sudah mulai terlihat wujudnya setelah proses pembangunan yang sangat cepat.Dari jendela samping rumahnya ini, Rinai bisa melihat dengan jelas bagaimana Ksatria berada di antara barisan rak berisi tanaman Sandy dan Sandy sibuk menjelaskan mengenai tanamannya satu per satu.Ayahnya itu memang terlihat sangat bahagia jika membicarakan tanaman-tanamannya.Kini hari sudah menjelang sore. Ketika Sandy tadi siang pulang dan menemukan Ksatria sudah bangun, lelaki paruh baya itu menyambut Ksatria dengan senang dan santai seperti b
“Kamu kapan balik ke Jakarta?”Ksatria baru saja melangkah masuk ke area yang hampir benar-benar menjadi sebuah rumah kaca dengan banyaknya tanaman di sana, ketika ditodong pertanyaan tersebut oleh Sandy. “Baru juga hari Minggu, Om.”“Kan besok Senin.” Sandy lanjut mengelap daun tanamannya yang lebar-lebar. “Emang kamu nggak kerja.”“Cuti, Om.”“Jangan kelamaan,” tambah Sandy lagi. Nada bicara Sandy bukan nada memerintah atau menghardik. “Kasihan papamu, repot karena Bos Kecil-nya menghilang.”Ksatria meringis.
“Perlu bantuan?”“Kamu mau bantu aku rapiin pakaian dalamku?”Rinai langsung melempar tote bag kosong yang tadi ia bawa ke wajah Ksatria hingga lelaki itu tertawa keras. Perempuan itu berjalan masuk ke kamar tamu yang ditempati Ksatria dan membuka pintunya lebar-lebar, supaya sang ayah tidak khawatir.Di lantai, Ksatria sedang berusaha melipat bajunya dengan rapi (setidaknya serapi yang ia bisa), lalu memasukkannya ke koper kecil milik Rinai yang dipinjamkan kepadanya.Ksatria datang ke Jogja tanpa persiapan, jangankan koper, sehelai baju pun tidak ia bawa.Jadilah ba
“Udah sampai di apartemen?”“Belum, sebentar lagi nih.”“Kalau gitu ngapain telepon aku?!”Seruan galak itu bukannya membuat Ksatria takut, melainkan hanya tertawa senang ketika mendengarnya.Lelaki itu sudah menyetir untuk waktu yang cukup lama. Tapi jika dibandingkan dengan perjalanannya saat dari Jakarta ke Jogja beberapa hari yang lalu, perjalanan pulang ini lebih pelan dan lebih… tenang.Setiap kali Ksatria beristirahat di sela-sela waktu perjalanannya, Ksatria akan menelepon Rinai seperti apa yang perempuan itu sarankan padanya. Pesan terakhir
“Kamu masih nggak mau ketemu Om Haydar sama Tante Leona?”Ksatria menaruh ponselnya di sebelahnya, karena ia sudah mengaktifkan mode loudspeaker, maka ia tidak perlu menempelkan ponsel tersebut ke telinganya lagi.Jam dinding menunjukkan pukul sembilan pagi ketika Ksatria duduk bersila di sofa sambil menatap televisinya yang volumenya ia atur sampai ke yang paling rendah.Lelaki itu mengambil ebi furai yang baru selesai ia goreng, kemudian ia tiup perlahan karena masih lumayan panas. Shahia memberikannya stok frozen food yang lumayan banyak, jadi pagi ini ia memutuskan untuk menggoreng ebi furai dan ekado untuk sarap
Ksatria pikir, waktu berjalan lambat ketika ia sedang tidak bersama Rinai. Akan tetapi, tahu-tahu sudah dua bulan berlalu sejak Ksatria pulang dari Jogja.Juga sejak ia memutuskan kalau ia butuh bantuan.Butuh berpikir sehari semalam bagi Ksatria untuk memutuskan langkah besar ini, di mana pada akhirnya ia tahu ia butuh bantuan orang lain untuk menghadapi masalahnya.Ksatria sadar kalau ia dan Rinai memiliki hubungan yang merupakan hubungan terserius pertama (dan ia harap juga yang terakhir) baginya. Ksatria tidak pernah dan tidak akan memikirkan perempuan lain untuk mengisi posisi Rinai saat ini.Dan jika ia memang serius, Ksatria tahu
Bos Besar: Selamat ulang tahun, anaknya Papa.Bos Besar: Besok bisa pulang ke rumah? Kita makan bareng buat merayakan ulang tahun kamu. Atau mau di restoran favorit kamu?Ksatria menimbang-nimbang ponsel di tangannya. Sementara itu, keriuhan di ruang makannya jadi terdengar samar-samar seiring dengan pikiran Ksatria yang melanglang buana.Apartemennya masih ramai meski sudah satu jam berlalu sejak pesta kejutan untuknya berlangsung. Niat tidurnya tentulah pupus, apalagi setelah melihat Rinai meskipun hanya lewat video call.Ksatria menepati janjinya u