Zoya keluar dari kamar Kaindra setelah mengangguk dengan yakin jika pilihannya untuk kembali ke kediaman utama Kalandra tidak salah. Setidaknya Elvio masih akan disembunyikan sebisa mungkin. Zoya tahu hanya dengan menunjukkan diri di depan publik sudah cukup untuk membalikkan media dan semua perhatian hanya akan tertuju pada pasangan Kalandra."Lova!"Panggilan itu membuat Zoya yang baru akan menaiki tangga, menoleh dan mendapati Mia berlari menghampirinya. "Aku baru ingin mencarimu di kamar," ucap Zoya setelah Mia sudah lebih dekat. "Aku ingin mengajakmu ikut menjemput El dan kita akan main setelahnya, aku sudah berjanji pada Elvio. Kamu punya waktu, kan?" Mia mengangguk beberapa kali, suasana hatinya menjadi lebih cerah hanya dengan membayangkan menggandeng tangan Elvio dan bermain bersama. Keduanya melanjutkan langkah menuju lantai dua dan memasuki kamar Mia."Kamu datang di waktu yang tepat, Lova, aku baru saja ingin menemuimu juga. Kepalaku sedang berasap, jadi tadinya aku ingi
Zoya menyimpan pertanyaan itu untuk dirinya sendiri, memilih mengikuti Arvin untuk tidak menceritakan apa pun pada Mia. Mungkin merupakan hal paling benar memberitahu penyebab kematian orang tua Arvin sebagai kecelakaan biasa.Setelah meminta Mia untuk bersiap-siap, Zoya kembali ke ruang kerja Arvin dan seperti yang dikatakan oria itu sebelumnya dia langsung pergi ke hotel setelah berbicara dengan Mia.Zoya membuka laptopnya sendiri, memilih untuk membaca informasi yang dikirimkan Hana sekali lagi. Belum ada balasan apa pun dari Hana, jadi tidak ada yang bisa Zoya lakukan selain menunggu. Menghela napas pelan, Zoya yang tidak memiliki pekerjaan apa pun lagi melirik pada jam yang tertera, masih pukul sepuluh sekarang, tapi mungkin waktu yang tepat untuk menyusul Elvio."Oh, desainer!" Zoya menepuk dahi saat matanya tidak sengaja melihat tanggal yang tertera di ponselnya. Dia baru ingat berjanji pada Arvin untuk mengurus masalah pakaian untuk peresmian hotel.Wanita itu segera membuka
"Ada apa, El?" Zoya yang memperhatikan jika putranya tiba-tiba berhenti bergerak bertanya dengan nada cemas. "Oh, hari ini sopir yang biasa mengantar kita sedang sakit," ucapnya setelah menyadari jika Elvio sedang menatap pada sopir.Elvio langsung menoleh pada ibunya. "O-oh, gitu? Aku cuma kaget karena sopirnya beda, Ma." Anak itu kembali melanjutkan aktivitasnya memasang sabuk pengaman. Melihat bagaimana Zoya tampak tenang sudah cukup meyakinkan Elvio jika identitas sopir di sampingnya sudah diketahui dan tidak ada yang mencurigakan darinya."Jadi, kita mau ke mana?" Elvio bertanya antusias saat mobil mulai berjalan, meninggalkan area sekolah yang masih ramai orang-orang."Tadinya mau belanja dulu, tapi sepertinya itu tidak diperlukan sekarang. Jadi, kita akan makan siang saja sebelum pergi ke taman bermain! Meski baru beberapa hari lalu kita ke sana, tidak masalah, kan?" Elvio mengangguk cepat, matanya berbinar senang hanya dengan membayangkan menaiki berbagai wahana bersama dua w
"Lebih baik?" Mia bertanya setelah Zoya akhirnya keluar dari toilet setelah lebih dari lima belas menit. "Haruskah kita ke dokter saja?"Zoya mengelus pelan perutnya. "Sudah tidak apa-apa, kok. Tapi, sepertinya harus beli air mineral, aku sedikit dehidrasi." Mia menghela napas. "Ayo, kita terlalu lama meninggalkan El. Kita beli di sana saja nanti." Keluar dari toilet, Zoya yang perutnya membaik kembali meraih tangan Mia dan menariknya untuk berlari. "Kamu benar, dia sendirian terlalu lama!"Zoya yakin pengawal Kalandra adalah orang-orang kompeten dan identitasnya sudah teridentifikasi, jadi dia bisa lebih tenang saat menitipkan Elvio, tapi tetap saja perasaannya tidak enak meninggalkan putranya sendiri.Taman bermain yang cukup ramai meski bukan akhir pekan membuat Zoya dan Mia sedikit kesulitan dalam berlari, beberapa kali keduanya harus berhenti dan menghindari orang-orang."Apa kita salah tempat?" Zoya yang akhirnya berhenti tidak jauh dari bangku panjang di mana ia telah meningga
Zoya tahu tidak seharusnya ia pergi sendiri, tapi ia juga tahu kalau Aileen bukan orang yang akan main-main dengan kata-katanya. Perempuan itu gila dan Zoya tidak mau membahayakan Elvio jika tidak menuruti keinginan Aileen.Setelah menerima surat yang ditinggalkan untuknya, Zoya langsung keluar dari taman bermain dan menemukan sebuah van hitam di mana seorang pria berbadan besar memanggil serta membukakan pintu mobil untuknya.Ada beberapa pria lain di dalam van, satu di balik kemudi, satu di samping sopir, dua lainnya mengapit di kanan-kiri Zoya. Tas Zoya juga diambil dan dilemparkan keluar mobil sebelum para pria itu menutup mata Zoya dengan kain hitam."Ka-kalian akan membawaku ke mana? Apa kalian bisa memberi bukti kalau benar Aileen yang mengirim kalian padaku?!" Zoya menelan ludah gugup meski suaranya terdengar tegas dan lantang. Zoya tidak bisa melihat reaksi para pria yang membawanya karena matanya sudah ditutup, tapi ia bisa mendengar suara khas saat sedang menghubungi seseo
BYURR!!!"BANGUN, PEMALAS!"Zoya terkesiap saat sesuatu yang sangat bau disiramkan padanya. Napasnya sedikit sesak mencoba meraup udara dengan benar. Bau busuk dari air yang disiramkan ke wajahnya membuat wanita itu langsung muntah."Ugh! A-apa--!""Sudah bangun?" Suara itu! Zoya yang matanya masih ditutup langsung menegakkan tubuh begitu mendengar suara wanita yang cukup familier baginya. Aileen, wanita itu kini duduk di sebuah kursi tidak jauh dari Zoya."Lepas penutup matanya!"Perintah yang Zoya dengar disambut dengan langkah kaki mendekat ke arahnya, pandangannya buram saat kain hitam itu dilepaskan darinya. Perlahan, saat pandangannya menjadi lebij jelas, Zoya bisa melihat Aileen yang duduk sambil menyilangkan kaki, kedua tangannya bersedekap dan menatap Zoya dengan pandangan menghina."Aileen! Di mana El?! Di mana putraku?! Aku sudah menuruti keinginanmu dan datang sendiri--!"Plak!!!"Ah, berisik sekali!" Zoya yang baru saja ditampar dengan sangat keras oleh pria yang membuk
Zoya berteriak saat Aileen menginjak kepala Elvio, membuat hak dari sepatunya menekan pipi Elvio hingga robek. Zoya menangis melihat pelipis putranya berdarah, lebam-lebam di wajah Elvio menutupi pipi putihnya yang biasa penuh. Meski begitu, anak itu tidak menangis. Ia hanya berkedip pelan, menatap ke arah Zoya, seolah meyakinkan sang ibu bahwa ia baik-baik saja."Beraninya ... BERANI-BERANINYA ANAK SEORANG JALANG MENERTAWAKANKU!" Aileen berteriak, pijakannya pada kepala Elvio semakin kuat. Meski begitu, tidak peduli seberapa keras Aileen menginjaknya, Elvio tidak terlihat takut. "Aileen, kumohon! Pukul aku, siksa aku saja, tolong lepaskan Elvio! Dia tidak bersalah, kamu benar ... aku yang salah, aku telah merebut kekasihmu, tapi tolong ... jangan membawa El dalam kesalahanku ...." Zoya mengiba, air matanya mengalir deras melihat darah yang merembes dari tubuh putranya.Elvio memang anak yang kuat, Zoya mengakui putranya berbeda dari anak-anak lainnya. Elvio nyaris tidak pernah menge
Sebenarnya ... cinta itu apa? Zoya bertanya-tanya sejak dulu, makna sesungguhnya dari kata 'cinta' yang sering diagungkan orang-orang. Saat kecil, Zoya pikir kemesraan orang tuanya adalah cinta, tapi mereka bercerai dan menjadi asing, bahkan pada Zoya dan Kaindra yang sebelumnya juga banyak mendengar kata-kata cinta dari mereka.Pertama kali melihat Arvin dan terpesona pada betapa tampan dan keren pemuda itu, Zoya pikir akhirnya ia mengerti apa itu cinta. Ketika pria itu tidak pulang, bahkan ketika Zoya patah hati teramat dalam akibat kesalahpahaman yang Aileen ciptakan, Zoya masih berpikir kalau seperti itulah cinta sesungguhnya."Tapi, apa bedanya cinta dan luka?" Zoya bergumam pelan, mendongak pada langit biru yang membentang luas. Zoya tidak menemukan perbedaan dari cinta dan luka, karena setiap kali ia mencoba memahami tentang cinta, maka ia pasti terluka. Mulai dari orang tuanya, Arvin, dan kini Aileen.Kenapa Aileen sampai nekat berbuat seperti itu, menyiksa orang lain, menya