"Lebih baik?" Mia bertanya setelah Zoya akhirnya keluar dari toilet setelah lebih dari lima belas menit. "Haruskah kita ke dokter saja?"Zoya mengelus pelan perutnya. "Sudah tidak apa-apa, kok. Tapi, sepertinya harus beli air mineral, aku sedikit dehidrasi." Mia menghela napas. "Ayo, kita terlalu lama meninggalkan El. Kita beli di sana saja nanti." Keluar dari toilet, Zoya yang perutnya membaik kembali meraih tangan Mia dan menariknya untuk berlari. "Kamu benar, dia sendirian terlalu lama!"Zoya yakin pengawal Kalandra adalah orang-orang kompeten dan identitasnya sudah teridentifikasi, jadi dia bisa lebih tenang saat menitipkan Elvio, tapi tetap saja perasaannya tidak enak meninggalkan putranya sendiri.Taman bermain yang cukup ramai meski bukan akhir pekan membuat Zoya dan Mia sedikit kesulitan dalam berlari, beberapa kali keduanya harus berhenti dan menghindari orang-orang."Apa kita salah tempat?" Zoya yang akhirnya berhenti tidak jauh dari bangku panjang di mana ia telah meningga
Zoya tahu tidak seharusnya ia pergi sendiri, tapi ia juga tahu kalau Aileen bukan orang yang akan main-main dengan kata-katanya. Perempuan itu gila dan Zoya tidak mau membahayakan Elvio jika tidak menuruti keinginan Aileen.Setelah menerima surat yang ditinggalkan untuknya, Zoya langsung keluar dari taman bermain dan menemukan sebuah van hitam di mana seorang pria berbadan besar memanggil serta membukakan pintu mobil untuknya.Ada beberapa pria lain di dalam van, satu di balik kemudi, satu di samping sopir, dua lainnya mengapit di kanan-kiri Zoya. Tas Zoya juga diambil dan dilemparkan keluar mobil sebelum para pria itu menutup mata Zoya dengan kain hitam."Ka-kalian akan membawaku ke mana? Apa kalian bisa memberi bukti kalau benar Aileen yang mengirim kalian padaku?!" Zoya menelan ludah gugup meski suaranya terdengar tegas dan lantang. Zoya tidak bisa melihat reaksi para pria yang membawanya karena matanya sudah ditutup, tapi ia bisa mendengar suara khas saat sedang menghubungi seseo
BYURR!!!"BANGUN, PEMALAS!"Zoya terkesiap saat sesuatu yang sangat bau disiramkan padanya. Napasnya sedikit sesak mencoba meraup udara dengan benar. Bau busuk dari air yang disiramkan ke wajahnya membuat wanita itu langsung muntah."Ugh! A-apa--!""Sudah bangun?" Suara itu! Zoya yang matanya masih ditutup langsung menegakkan tubuh begitu mendengar suara wanita yang cukup familier baginya. Aileen, wanita itu kini duduk di sebuah kursi tidak jauh dari Zoya."Lepas penutup matanya!"Perintah yang Zoya dengar disambut dengan langkah kaki mendekat ke arahnya, pandangannya buram saat kain hitam itu dilepaskan darinya. Perlahan, saat pandangannya menjadi lebij jelas, Zoya bisa melihat Aileen yang duduk sambil menyilangkan kaki, kedua tangannya bersedekap dan menatap Zoya dengan pandangan menghina."Aileen! Di mana El?! Di mana putraku?! Aku sudah menuruti keinginanmu dan datang sendiri--!"Plak!!!"Ah, berisik sekali!" Zoya yang baru saja ditampar dengan sangat keras oleh pria yang membuk
Zoya berteriak saat Aileen menginjak kepala Elvio, membuat hak dari sepatunya menekan pipi Elvio hingga robek. Zoya menangis melihat pelipis putranya berdarah, lebam-lebam di wajah Elvio menutupi pipi putihnya yang biasa penuh. Meski begitu, anak itu tidak menangis. Ia hanya berkedip pelan, menatap ke arah Zoya, seolah meyakinkan sang ibu bahwa ia baik-baik saja."Beraninya ... BERANI-BERANINYA ANAK SEORANG JALANG MENERTAWAKANKU!" Aileen berteriak, pijakannya pada kepala Elvio semakin kuat. Meski begitu, tidak peduli seberapa keras Aileen menginjaknya, Elvio tidak terlihat takut. "Aileen, kumohon! Pukul aku, siksa aku saja, tolong lepaskan Elvio! Dia tidak bersalah, kamu benar ... aku yang salah, aku telah merebut kekasihmu, tapi tolong ... jangan membawa El dalam kesalahanku ...." Zoya mengiba, air matanya mengalir deras melihat darah yang merembes dari tubuh putranya.Elvio memang anak yang kuat, Zoya mengakui putranya berbeda dari anak-anak lainnya. Elvio nyaris tidak pernah menge
Sebenarnya ... cinta itu apa? Zoya bertanya-tanya sejak dulu, makna sesungguhnya dari kata 'cinta' yang sering diagungkan orang-orang. Saat kecil, Zoya pikir kemesraan orang tuanya adalah cinta, tapi mereka bercerai dan menjadi asing, bahkan pada Zoya dan Kaindra yang sebelumnya juga banyak mendengar kata-kata cinta dari mereka.Pertama kali melihat Arvin dan terpesona pada betapa tampan dan keren pemuda itu, Zoya pikir akhirnya ia mengerti apa itu cinta. Ketika pria itu tidak pulang, bahkan ketika Zoya patah hati teramat dalam akibat kesalahpahaman yang Aileen ciptakan, Zoya masih berpikir kalau seperti itulah cinta sesungguhnya."Tapi, apa bedanya cinta dan luka?" Zoya bergumam pelan, mendongak pada langit biru yang membentang luas. Zoya tidak menemukan perbedaan dari cinta dan luka, karena setiap kali ia mencoba memahami tentang cinta, maka ia pasti terluka. Mulai dari orang tuanya, Arvin, dan kini Aileen.Kenapa Aileen sampai nekat berbuat seperti itu, menyiksa orang lain, menya
Memasuki bulan ke tiga sejak Zoya tertidur, tidak ada perubahan berarti dengan kondisi wanita itu. Elvio yang menerima luka fisik paling banyak bahkan sudah dinyatakan sembuh total hari ini. Kecepatannya dalam memulihkan diri membuatnya memiliki julukan 'anak ajaib' dari para dokter. Pasalnya, Elvio juga pernah mengalami luka parah di kepala sebelumnya dan harus melewati operasi yang rumit, tapi ia bangun dan kembali beraktivitas normal seminggu kemudian."Semua orang bilang bangga karena aku sembuh lebih cepat dari anak-anak lain pada umumnya, lho! Kalau Mama bangun, pasti akan mengatakan hal yang sama, kan?" Sekarang, Elvio yang mendapat julukan sebagai anak ajaib itu sedang duduk di sisi ranjang Zoya dan memegang tangan sang ibu. Meski suaranya terdengar ceria, juga senyum di bibirnya tidak pernah lepas, air mata tetap mengalir di pipi anak itu."Oh ya, aku sudah nggak ke sekolah lagi, pendaftaran untuk masuk SD harus ditunda karena Papa bilang untuk sembuh total dulu. Mama juga m
Setelah mengantarkan Elvio pulang, menungguinya mandi dan mengganti pakaiannya, Arvin kembali ke rumah sakit. Pria itu juga juga sudah memastikan Kaindra ada di rumah dan mewanti-wantinya agar tidak mengalihkan pandangan dari Elvio.Kembali ke bangunan besar yang akhir-akhir ini selalu didatanginya, Arvin menghela napas berat. Memasuki lobi, pemuda itu langsung menuju resepsionis dan menanyakan tentang salah satu dokter bedah yang merupakan ibu kandung Zoya."Saat ini dokter Vanya sedang melakukan operasi dan akan selesai sekitar empat jam lagi. Kalau Anda ingin bertemu, saya akan berikan nomor telepon pribadinya."Kata-kata petugas administrasi di hadapannya membuat Arvin mengeratkan rahang. Seharusnya tidak boleh memberitahukan jadwal dan keberadaan seseorang tanpa membuat janji terlebih dahulu, apalagi sampai memberikan nomor telepon pribadi.Arvin yakin Vanya sudah memberitahu pada setiap dokter dan perawat di rumah sakit ini untuk langsung memberikan nomor teleponnya saat Arvin b
Tidak ada yang salah dari kata-kata Arvin. Meski lelaki itu tidak tahu dan mungkin tidak akan mengerti alasan Narendra membiarkan anak-anaknya berada dalam pengasuhan orang tuanya. "Aku akan memegang janjiku, Tuan Kalandra. Terima kasih sudah memberikan izin padaku. Apa aku bisa memulainya dari malam ini?" Vanya mengerjap penuh harap, rasa rindu dan keinginan kuat untuk bicara pada putrinya membuat dadanya bergemuruh.Arvin menggeleng. "Sudah sangat larut sekarang, sebaiknya kau pulang dan beristirahat. Biar aku yang menjaga Lovania malam ini." Meski sedikit kecewa, tapi Vanya memahami maksud baik pria di hadapannya. Ia telah melihat bagaimana Arvin tenggelam dalam tangis dan selalu tampak kosong setiap kali berpapasan dengannya. Tapi, tidak sekali pun pria itu menunjukkan kesedihan dan kekosongannya di depan Elvio. Vanya sempat berandai-andai ketika melihat bagaimana Arvin tetap menjaga putranya dengan baik dan memeluknya lembut. Kalau saja Narendra memiliki sedikit saja rasa cint