Zoya tersenyum miring, menikmati bagaimana wanita di hadapannya terlihat lebih sedih dengan tatapan goyah. "Ternyata kamu tidak pernah berubah, Zoya, selalu angkuh dan menganggap semua yang kamu inginkan akan kamu dapat." Aileen mengusap air matanya, menghela napas perlahan sebelum menatap Zoya yang masih memasang wajah angkuh. "Itulah kenapa semua orang meninggalkanmu. Entah orang tuamu, kakek-nenekmu, saudara kembarmu, bahkan suamimu. Hati-hati, Zoya, besok mungkin Gavin yang meninggalkanmu."Zoya berdecak malas, matanya melirik pada laci di bawah kompor di mana ponselnya berada. "Kamu mungkin benar, Aileen, tapi satu hal yang pasti adalah Arvin tidak pernah meninggalkanku. Aku yang mengajukan gugatan cerai dan meninggalkannya! Dia juga yang mengemis dan memohon agar kami menikah lagi, bahkan sebelum aku datang menemuinya ke perusahaan waktu itu." Zoya terkekeh pelan, menutup mulutnya dengan satu tangan. "Jangan bilang kamu tidak tahu kalau Arvin sering ke sini dan bermain bersama
Zoya berteriak saat merasakan jemari Arvin sudah menginvasi bagian sensitifnya tanpa aba-aba, tanpa mendengarkannya yang sedang bicara.Arvin tertawa pelan setelah berhasil melepas seluruh kain yang melekat di tubuh Zoya, matanya menatap tajam air-air yang mengalir ke setiap celah tubuh istrinya. Napasnya terasa berat seiring dengan tenggorokannya yang kering. Istrinya terlihat sangat lezat."Berhenti menatapku seperti itu," ucap Zoya pelan sembari menyilangkan kedua tangannya di dada, berniat menutupi ketelanjangannya. Demi apa pun Zoya tidak pernah memiliki pikiran untuk mandi bersama! Tidak peduli meski mereka sudah menikah dan boleh-boleh saja melakukannya, tapi bagi Zoya, kamar mandi dan aktivitas di dalamnya adalah privasi."Kenapa? Aku tidak boleh menikmati keindahan di depanku?" Arvin menarik pelan tangan Zoya, melepaskannya dari menutupi pemandangan. "Kamu boleh menatapku juga sebagai balasannya," ucapnya seraya meletakkan tangan Zoya di dadanya.Zoya yang bisa merasa merasak
Satu alis Zoya terangkat. Dia tidak tahu ke mana Aileen dan apa lagi yang direncanakannya, tapi mungkin saja wanita itu hanya mencari udara segar setelah mendengarkan fakta-fakta yang dilontarkan Zoya."Justru karena sekarang akhir pekan, harusnya orang-orang pergi berlibur, kan? Bukan cuma kamu lho, El, yang butuh liburan." Zoya terkekeh pelan saat putranya menoleh dan menampilkan cengiran polosnya. "Nah, selesai! Kamu ke Papa duluan, Mama harus mandi dan ganti baju dulu." Elvio segera mengangguk setelah Zoya selesai menyisir rambutnya hingga rapi. Anak itu bergegas keluar kamar, meninggalkan Zoya yang menghela napas setelahnya. Meski dia bilang jika Aileen membutuhkan liburan dan udara segar, perasaannya tetap tidak enak. Tapi, semoga saja tingkah Aileen hanya bertahan di level berbohong saja. Ia tidak bisa membayangkan jika harus ada kejahatan juga. Sudah cukup Kaindra yang membuatnya khawatir dan tidak memberi kabar hingga kini.Zoya bangkit dari duduknya, berjalan menuju ruang
Di ruang tengah, Arvin yang sedang berbicara dengan manajer hotel di telepon, mengerutkan kening saat mendengar jawaban yang tidak sesuai yang yang dia ketahui.Tidak ada masalah apa pun pada audit bangunan yang dilakukan beberapa hari kemarin, surat keterangan dan jaminan atas keamanan akan segera dikeluarkan dan hotel siap untuk diresmikan sesuai rencana. Arvin yang menerima berita baik itu menghela napas lega akhirnya. "Baiklah, terima kasih atas laporannya, maaf telah mengganggu di waktu libur." Arvin segera memutus panggilan teleponnya setelah itu, tubuhnya bersandar pada sofa bertepatan dengan pesan baru yang dikirimkan Aileen.[Kamu kenapa tidak ada kabar lagi, Arvin? Kamu tidak pergi menyusulku, kan?! Sudah kubilang aku bisa melakukannya sendiri!]Kening Arvin mengernyit membaca pesan yang tertera. Aileen masih bersikap seolah benar-benar sedang ada masalah dan tidak mengharapkan kehadiran Arvin, padahal dia pasti tahu Arvin akan langsung datang jika itu urusan perusahaan, t
Elvio menengadah saat ayah dan ibunya berdiri di sisi kiri dan kanan, menggandeng tangannya memasuki area taman bermain. Baru melewai gerbang, Elvio harus menuruti keinginan ibunya untuk mengambil fotonya bersama badut yang memang berjaga di dekat gerbang.Setelah mendapatkan berbagai foto, mereka akhirnya menuju loket pembelian karcis untuk biaya masuk dan menaiki wahana. Arvin memutuskan untuk membeli tiga kartu khusus yang bisa dipakai untuk menaiki semua wahana."Biasanya kami hanya naik bianglala dan komedi putar," ucap Zoya seraya menatap pada kartu di tangan. Ia tidak terbiasa lagi membeli sesuatu yang tidak tahu akan digunakan atau tidak. Arvin tidak menanggapi, memilih untuk mengayunkan genggamannya pada Elvio dan menjawab kata demi kata kekaguman yang tidak henti dilontarkan putranya. "Aku mau naik itu dari dulu, Pa!" ujar Elvio sembari menunjuk pada berbagai wahana yang sangat ramai dengan teriakan. "Bukankah itu terlalu berbahaya? Kita akan naik wahana yang cocok untuk
Oh! Zoya membulatkan bibir, baru tahu jika seseorang yang sejak dulu sering mendengarnya marah-marah dan menjadi salah satu yang dijadikan samsak kekesalannya, ternyata orang baru di Kalandra.Tapi, mengingat sifat Zoya dulu yang seenak jidat, angkuh dan suka marah-marah, bukankah harusnya orang itu tidak lagi ingin melayani Zoya? Tidak hanya sopir, mungkin para pelayan di kediaman utama Kalandra juga membenci Zoya yang suka melempar barang dan menambah banyak pekerjaan mereka."Apa dia punya dendam padaku, makanya ingin menjadi sopirku lagi sekarang?" Zoya bergumam, sedikit cemas saat menatap Elvio yang berjalan riang di depannya. Tidak menutup kemungkinan orang-orang yang punya dendam terhadap Zoya akan menjadikan Elvio sebagai target."Dendam? Kenapa juga dia harus punya dendam terhadap majikannya?" Arvin mengernyit, jelas tidak bisa memikirkan alasan lugas seseorang bisa membenci dan menaruh dendam pada istrinya. "Jangan pura-pura tidak tahu sifatku, Arvin! Kamu mungkin bosan men
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Arvin to the point, berdiri beberapa meter di hadapan Aileen yang terlihat jelas sedang memasang raut marah. Arvin bahkan tidak mengerti kenapa dia harus menghadapi wajah tertekuk dan amarah sekretarisnya."Kamu ke mana, Arvin? Aku menunggumu seharian, tapi kamu tidak datang!" Arvin mengerutkan kening. "Aku tidak tahu kenapa kamu sangat ingin tahu ke mana aku menghabiskan waktu bersama keluargaku? Lalu, bukankah sudah kukatakan untuk mengurus masalah pekerjaan nanti? Aku juga memberimu kuasa untuk berusaha menyelesaikannya lebih dulu tanpaku jika benar-benar ada masalah, apa itu kurang?"Aileen mendongak, menatap dengan mata berkaca-kaca, menggantikan kemarahan yang sejak tadi bertengger di wajahnya."Aku ingin memberimu kejutan dan mengucapkan selamat ulang tahun untukmu, Arvin! Kamu biasanya selalu datang kapan pun aku membutuhkanmu, tapi kenapa hari ini tidak? Kamu bahkan mengabaikanku!"Kening Arvin berkerut semakin dalam, memikirkan kapan i
Arvin mendesah, kepalanya berdenyut dengan informasi yang diterima. Padahal awalya dia hanya ingin membantu Zoya menemukan seseorang, tapi setelah melihat wajah yang ada di foto, pandangannya kabur dan Arvin tidak bisa menahan diri selain berharap jika gadis yang tengah dicari kini, adalah gadis yang juga sedang ia cari sejak bertahun-tahun silam.Siapa pun akan berpikir aneh saat melihat wajah Mia dan ibu kandung Arvin yang sangat mirip. "Baiklah, kirim orang untuk masuk ke sana dan lihat situasinya. Kalau bisa mendapatkan informasi, segera hubungi aku. Tapi, kalau terjadi sesuatu yang buruk, pergi saja dari sana dan jangan sampai tertangkap, aku tidak mau terlibat dengan organisasi berbahaya seperti itu." Arvin memberi perintah terakhir sebelum menutup panggilan teleponnya.Pria itu menghela napas panjang, memperhatikan wajah cantik yang terpampang di layar laptopnya, sosok bernama Mia yang membuatnya kembali membuka luka lama.Arvin menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, menata