Elvio menengadah saat ayah dan ibunya berdiri di sisi kiri dan kanan, menggandeng tangannya memasuki area taman bermain. Baru melewai gerbang, Elvio harus menuruti keinginan ibunya untuk mengambil fotonya bersama badut yang memang berjaga di dekat gerbang.Setelah mendapatkan berbagai foto, mereka akhirnya menuju loket pembelian karcis untuk biaya masuk dan menaiki wahana. Arvin memutuskan untuk membeli tiga kartu khusus yang bisa dipakai untuk menaiki semua wahana."Biasanya kami hanya naik bianglala dan komedi putar," ucap Zoya seraya menatap pada kartu di tangan. Ia tidak terbiasa lagi membeli sesuatu yang tidak tahu akan digunakan atau tidak. Arvin tidak menanggapi, memilih untuk mengayunkan genggamannya pada Elvio dan menjawab kata demi kata kekaguman yang tidak henti dilontarkan putranya. "Aku mau naik itu dari dulu, Pa!" ujar Elvio sembari menunjuk pada berbagai wahana yang sangat ramai dengan teriakan. "Bukankah itu terlalu berbahaya? Kita akan naik wahana yang cocok untuk
Oh! Zoya membulatkan bibir, baru tahu jika seseorang yang sejak dulu sering mendengarnya marah-marah dan menjadi salah satu yang dijadikan samsak kekesalannya, ternyata orang baru di Kalandra.Tapi, mengingat sifat Zoya dulu yang seenak jidat, angkuh dan suka marah-marah, bukankah harusnya orang itu tidak lagi ingin melayani Zoya? Tidak hanya sopir, mungkin para pelayan di kediaman utama Kalandra juga membenci Zoya yang suka melempar barang dan menambah banyak pekerjaan mereka."Apa dia punya dendam padaku, makanya ingin menjadi sopirku lagi sekarang?" Zoya bergumam, sedikit cemas saat menatap Elvio yang berjalan riang di depannya. Tidak menutup kemungkinan orang-orang yang punya dendam terhadap Zoya akan menjadikan Elvio sebagai target."Dendam? Kenapa juga dia harus punya dendam terhadap majikannya?" Arvin mengernyit, jelas tidak bisa memikirkan alasan lugas seseorang bisa membenci dan menaruh dendam pada istrinya. "Jangan pura-pura tidak tahu sifatku, Arvin! Kamu mungkin bosan men
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanya Arvin to the point, berdiri beberapa meter di hadapan Aileen yang terlihat jelas sedang memasang raut marah. Arvin bahkan tidak mengerti kenapa dia harus menghadapi wajah tertekuk dan amarah sekretarisnya."Kamu ke mana, Arvin? Aku menunggumu seharian, tapi kamu tidak datang!" Arvin mengerutkan kening. "Aku tidak tahu kenapa kamu sangat ingin tahu ke mana aku menghabiskan waktu bersama keluargaku? Lalu, bukankah sudah kukatakan untuk mengurus masalah pekerjaan nanti? Aku juga memberimu kuasa untuk berusaha menyelesaikannya lebih dulu tanpaku jika benar-benar ada masalah, apa itu kurang?"Aileen mendongak, menatap dengan mata berkaca-kaca, menggantikan kemarahan yang sejak tadi bertengger di wajahnya."Aku ingin memberimu kejutan dan mengucapkan selamat ulang tahun untukmu, Arvin! Kamu biasanya selalu datang kapan pun aku membutuhkanmu, tapi kenapa hari ini tidak? Kamu bahkan mengabaikanku!"Kening Arvin berkerut semakin dalam, memikirkan kapan i
Arvin mendesah, kepalanya berdenyut dengan informasi yang diterima. Padahal awalya dia hanya ingin membantu Zoya menemukan seseorang, tapi setelah melihat wajah yang ada di foto, pandangannya kabur dan Arvin tidak bisa menahan diri selain berharap jika gadis yang tengah dicari kini, adalah gadis yang juga sedang ia cari sejak bertahun-tahun silam.Siapa pun akan berpikir aneh saat melihat wajah Mia dan ibu kandung Arvin yang sangat mirip. "Baiklah, kirim orang untuk masuk ke sana dan lihat situasinya. Kalau bisa mendapatkan informasi, segera hubungi aku. Tapi, kalau terjadi sesuatu yang buruk, pergi saja dari sana dan jangan sampai tertangkap, aku tidak mau terlibat dengan organisasi berbahaya seperti itu." Arvin memberi perintah terakhir sebelum menutup panggilan teleponnya.Pria itu menghela napas panjang, memperhatikan wajah cantik yang terpampang di layar laptopnya, sosok bernama Mia yang membuatnya kembali membuka luka lama.Arvin menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi, menata
Zoya segera mengusap lengan Arvin, menarik pelan tubuh pria itu agar segera keluar bersamanya. Arvin menghela napas panjang, kemarahannya tidak kunjung reda meski ia berusaha menenangkan diri. Tadinya Arvin hanya ingin mengambil flash disk yang malam sebelumnya sempat ia simpan di salah satu nakas samping ranjang, tapi ia malah melihat Zoya sedang berdiri di depan pintu dan masuk dengan gerakan mencurigakan.Arvin yang sempat berpikir istrinya datang ke kamar utama untuk memberi kejutan padanya, berjalan perlahan dan mendekati Zoya tanpa wanita itu sadari. Sayangnya, suara-suara khas yang Arvin dengar setelah lebih dekat ke arah kamar membuatnya langsung masuk dan turut menyaksikan kegilaan Aileen.Tidak pernah sekali pun pria itu menyangka akan dijadikan fantasi seks oleh seseorang yang cukup dia percaya. Bayangan bagaimana Aileen menggerakkan tubuhnya dan mendesah sambil memanggil namanya membuat Arvin mengerutkan dahi, menahan mual yang tiba-tiba bergejolak di perutnya."Sebaiknya
Aileen memekik, tatapannya goyah dan tampak tidak fokus. "Aku tahu semua tentangmu, tentang rumahmu, juga perusahaan dan rumah ini! Aku yang mengatur segalanya! Kamu menyerahkan segala pengaturannya padaku, Arvin!" Zoya yang sempat tertegun mendengar ancaman dan informasi yang diucapkan Arvin, semakin tidak bisa berkata-kata saat Aileen berteriak, mengatakan seolah ia mengetahui segala hal tentang Arvin dan Kalandra."Aku bisa membuktikannya sekarang padamu, kalau kau sungguh ingin video amoral dan pelecehan yang kau lakukan padaku tersebar di seluruh dunia. Yah, ini akan meningkatkan keuntunganku juga, agar jalang-jalang lainnya berpikir ribuan kali sebelum melakukan hal konyol sepertimu." Arvin segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja, dengan cepat membuka layar kunci dan menyeringai saat Aileen menjatuhkan diri di lantai dan berlutut."A-aku salah! Arvin--maksudku Tuan Arvin, aku bersalah! Tolong ampuni aku sekali ini saja! Aku bersumpah akan menghilang dari hadapanmu,
Zoya terkekeh pelan, mengusak gemas surai kelam putranya sebelum mendaratkan sebuah kecupan di pipinya. Padahal Zoya baru memejamkan mata tidak lebih dari satu jam, tapi kegelisahannya tentang Elvio yang mungkin kelaparan membuatnya tidak nyenyak."Maaf ya, Mama agak malas hari ini. Tapi, ternyata sudah ada yang membuatkan sarapan untukmu?" Zoya beralih pada wanita paruh baya yang baru selesai meletakkan dua roti bakar dengan telur mata sapi dan taburan keju. Ia juga bisa melihat beberapa sosis yang juga masih beruap, tanda jika makanan itu baru aja dibuat."Kamu bukan yang bertugas untuk masak, kan? Maaf, Elvio pasti sudah merepotkanmu." Zoya segera mengangguk singkat pada wanita tua yang cepat-cepat melambaikan tangan ringan."Kebetulan saja tadi saat datang, saya bertemu Kepala Pelayan yang baru membuatkan sarapan untuk Tuan Muda, Nyonya. Dia meminta saya untuk menunggu sampai Tuan Muda turun, tapi karena khawatir Tuan Muda tidak mempercayai masakan yang diberikan orang asing, jadi
Pertanyaan Arvin membuat Zoya langsung menahan napas. Kenangannya bertahun lalu kembali terbayang, ketika ia sering menemui Aileen seperti yang dikatakan Arvin, tapi tidak untuk mengatakan hal-hal buruk seperti itu. “Aku memang sering menemuinya, bahkan sebelum kita menikah.” Zoya menarik napas perlahan, membulatkan tekadnya untuk menyampaikan perasaannya bertahun lalu. “Tapi, yang perlu kamu ketahui adalah tidak pernah sekali pun aku mengatakan hal-hal seperti itu. Aku menemuinya untuk bertanya tentangmu karena kupikir dia teman yang paling dekat denganmu.”Arvin menegakkan tubuh, kepalanya menoleh dengan cepat. “Bertanya tentangku?”Zoya menundukkan pandangan, menatap jemarinya yang saling bertaut dengan milik Arvin. “Aku ingin tahu apa yang kamu sukai, kebiasaanmu, makanan dan minuman favorit. Aku juga bertanya tentang masa lalumu, wanita mana saja dan dari kalangan mana yang pernah kamu kencani, lalu pertanyaan umum tentang apakah kamu terbiasa dengan hubungan satu malam. Hal-hal