Mimpi menjadi seorang model sudah tercipta sejak kecil. Ulang tahun pertama, saat diminta memilih benda yang menjadi masa depannya. Meta memilih foto model terkenal. Dia semakin bertumbuh dengan tubuh serta wajah yang mendukung untuk mewujudkan mimpinya. “Meta menang, Ma!”Piala pertama dalam fashion show cilik membawa dia ke mimpi yang lebih besar. Orang tuanya juga menjadi pendukung setianya. Dia bertumbuh di keluarga yang tepat. Meta mulai rutin olahraga, menjaga penampilan dan pola makan, bahkan mengikuti ekstrakulikuler yang berhubungan dengan mimpinya.Jalan yang dia lalui tentu tidak selalu lurus, pasti ada tikungan atau bahkan perempatan yang membuat dia kesulitan untuk memilih. Saat memasuki junior high school, dia mencapai titik nadir. Titik di mana dia tidak memiliki harapan untuk bangkit. Sebuah acara yang cukup besar, menjadi langkah awal bagi mereka yang ingin terjun di dunia fashion. Acara penentu ke mana dia akan melangkah selanjutnya. Meta sudah disiapkan sedemikia
Janji ditepati. Edward mempertemukan Meta kembali pada mimpi lamanya. Tidak banyak yang berubah dari temat itu, rumah kedua, juga tempatnya memperjuangkan mimpi. Sebuah agensi yang menaunginya, memperkenalkannya lebih jauh tentang dunia modelling. Seorang wanita paruh baya yang amat familiar menyambut mereka. “Meta, akhirnya kamu kembali juga. Kamu tau, semua orang merindukanmu! Ke mna aja? Aku mencoba menghubungi Keith, tetapi dia juga tidak tau ke mana kamu pergi. Apa yang sebenarnya terjadi?” cecar wanita itu. Vilia namanya, manajer Meta dulu. Meta mengulas senyum kecut. Banyak orang yang menunggu dia kembali. Kariernya sedang melejit saat satu kesalahan kecil membawanya ke titik kehancuran. Dia menoleh, bertukar pandang dengan Edward. “Tidak apa! Kita bisa memulai lagi dari awal. Ehm, kita bisa memulai dengan mengadakan konferensi pers atau acara kecil untuk merayakan kembalinya kamu. Pasti berhasil, nama kamu akan segera kembali,” ucapnya penuh semangat. Vilia sudah banyak ber
Dia menghela napas berkali-kali, melirik ke luar jendela dengan tangan yang meremas kaus yang dikenakannya. Rasa percaya dirinya berkurang sejak melihat dirinya yang berbeda jauh dari beberapa bulan lalu. Dia mencoba menggunakan highhills kembali. Namun, kakinya justru terasa keram dan tidak terbiasa. Satu bulan mengubah banyak hal dalam hidupnya.“Kita pulang aja, lagi pula kamu tidak perlu mengikuti setiap tahapannya,” ucap Regano hendak menyetir mobil, dan putar arah.“Tidak perlu! Ini adalah kali terakhir yang gak akan pernah terulang lagi,”Meta menegarkan hatinya, sebelum memutuskan untuk turun dari mobil. Orang-orang di lapangan tampak begitu sempurna dengan setelan dari desainer masing-masing. Gadis itu menoleh kala pergelangan tangannya ditahan oleh Regano.“Kenapa harus mengakhirinya? Apa ini ada hubungannya dengan Xadira?”Sudah sejak lama Reganoo ingin menanyakan hal itu. Meta akan melepas mimpi sebagai seorang model, mimpi yang bukan satu atau dua tahun dia tekuni. Meta m
Insiden di mana Meta hampir menjadi konjadi korban pengendara motor yang ugal-ugalan. Saat itu juga tahap pertama dihentikan. Akan dilanjut setelah persiapan yang lebih matang. Termasuk dari segi keamanan. Seorang model hampir celaka karena keamanan yang kurang ketat.Masalahnya, para penjaga seolah lenyap dari setiap sudut, dan cctv di sepanjang jalan melakukan catwalk pun rusak, seolah disengaja. Akibatnya pengendara bisa lolos begitu saja.“Tidak perlu beritahu dia. Aku akan dalam masalah,” bujuk Meta. Jangan sampai Edward berubah pikiran dan melarangnya ikut fashion week di new york, puncak dari acara tersebut. Dia sudah berada sejauh ini.“Bagaimana kalau batalkan saja? Ada yang mengincar kamu, itu jelas gak aman. Edward pasti gak akan diam aja, kalau tau masalah ini,”“Oleh karena itu, sebaiknya dia tidak perlu mengetahuinya. Anggap saja tidak terjadi apa pun hari ini,” bujuk Meta lagi. Dia menatap penuh harap pada Regano.“Kita pulang,”Tidak ada jawaban yang pasti. Regano hany
Populer! Salah satu cara yang terpikir oleh Meta saat itu. Dia pikir dengan populer akan membuat Xadira lebih aman. Menjadi gadis yang bermartabat. “Aku sungguh ingin membantunya, Gan, tetapi aku salah mengambil langkah,” ucap Meta. Tubuh gadis itu bergetar hebat. Regano menariknya dalam dekapan hangat, menyalurkan ketenangan. “Aku sungguh hanya ingin membantunya, Gan. Aku gak pernah berpikir kalau keputusan itu justru membuat dia menderita. Aku menyesalinya. Akan lebih baik jika aku terus menolongnya saat dirudung atau memberi peringatan pada mereka agar tidak merudungnya, tapi aku malah memperburuk keadaan, Gan,” Meski tidak tahu apa yang terjadi saat itu, tetapi Regano mulai mengerti kalau semua menjadi buruk. Rencana Meta membebaskan Xadira jutru gagal. “Kamu sahabat yang baik, Ta,” gumam Regano. Meta menggeleng. Air matanya mengalir semakin deras. Gagal, dia adalah sosok sahabat yang gagal. Selain gagal menyelamatkan Xadira dia juga gagal menjadi sahabat yang selalu ada. “Aku
Irama jantungnya masih belum stabil, mata bengkak ditambah pipi basah mempertegas bahwa semua sedang tidak baik-baik saja. Edward menarik Meta keluar dari mobil. Tanpa menunggu respon, pria berjaket kulit hitam itu menyuruh gadis itu masuk ke mobilnya.“Kita harus bicara, di tempat biasa!” tukas Edward, sebelum menyusul Meta.“Jangan sakiti Meta, kali ini saja,” pinta Regano.“Tergantung cara kamu menyelamatkan dia nanti,” tukas Edward. Regano menggenggam stir dengan erat. Masalah dengan Edward belum tunta. Edward melarang Regano berdekatan dengan tawanannya, sejak kejadian di mana Regano menentang perintah Edward dan pertengkaran singkat yang hampir berujung kehancuran. Edward menjatuhkan ultimatum. Regano tidak boleh terlalu dekat dengan Meta apalagi sampai membela gadis itu lagi.Hari ini, Regano melanggar perintah dan akan berdampak pada Meta. Regano berbohong tentang Edward yang menyuruhnya menemani Meta selama pemotretan. Regano sengaja memanfaatkan kepergian Edward untuk bisa
Regano adalah tangan kanan Edward. Semua hal yang tidak bisa dipercayakan pada orang lain, selalu diberitau pada pria itu. Regano adalah air yang menenangan saat api dalam diri Edward terus membara. Kekecewaan terbesar Edward adalah tawanannnya. Regano, orang yang paling dia percaya justru berada di pihak Meta, sosok yang sudah menghancurkan hidup saudarinya. Dia kembali memasukan sebutir vitamin ke dalam minuman. Hal yang biasa bisa membuatnya tenang. Matanya terpejam, menikmati bunyi yang dihasilkan dari sentuhan dua benda tersebut. Sampai langkah kaki yang mendekat membuat mata tanpa kehangatan itu terbuka. Dia menyugingkan senyum miring. “Duduklah,” suruhnya. Regano menarik kursi. Cukup lama hanya terdiam, meemperhatikan Edward yang kini memainkan dua benda tajam di tangannya. Pria itu terlihat senang sekarang. “Kamu menyukainya,” ucap Regano membuka suara. Edward menoleh singkat, lantas kembali ke kegiatan awalnya. “Kamu marah karena kamu mulai terobsesi padanya, benar kan?
Regano lagi-lagi menjadi penyelamat untuknya. Edward benar-benar tidak berubah pikiran. Pada akhhirnya dia mengetahui kalau Edward marah dan memberi hukuman, bukan karena insiden yang terjadi di street fashion, melainkan karena Regano berbohong tentang mandat untuk menemani Meta selama pemotretan berlangsung. Meski awalnya cukup kecewa, tidak dapat dipungkiri, Meta berutang banyak hal pada Regano. Pria itu berjuang mati-matian, agar Edward tetap menepati janjinya. Gadis itu membalut luka memanjang di lengan Regano, sebagai bentuk kesepakatan yang tidak juga diberitahu padanya. Regano hanya menyuruhnya untuk percaya. “Luka kamu juga harus segera sembuh, atau bisa berdampak pada penampilanmu nanti,” lontar Regano. “Sudah bukan masalah besar. Bisa tetap ikut ajang ini aja rasanya sangat melegakan. Rasanya sangat tidak sabar tampil di depan banyak orang,” sahut Meta. Ikhlas, gambaran yang gadis itu tunjukkan. Dia benar-benar sudah menerima takdirnya. Regano memperhatikan raut wajah M
Dua tahun berlalu begitu saja. Dengan sedikit bantuan dari world agency hukumannya bisa selesai lebih cepat. Dia kini bisa menghirup udara dengan bebas. Tangannya terentang, menyambut dunia barunya.Mobil hitam berhenti, membuat senyumnya semakin lebar.“Selamat datang kembali, Edward,” sapa Regano.Tidak ada embel-embel ‘tuan’ lagi, karena sejak hari itu mereka hanyalah saudara yang akan memulai hidup baru. Edward terkekeh, lantas masuk ke dalam mobil, mendahului sang supir.“Bagaimana keadaannya?”Sebulan yang lalu, dia akhirnya mendengar berita terbaiknya. Meta akhirnya bangun setelah tidur cukup lama. Edward sungguh berpikir tidak memiliki kesempatan untuk bersama wanitanya lagi. Namun, harapan itu sedikit memudar kala mengetahui kalau Meta kehilangan cukup banyak kenangannya.“Keadaannya mulai membaik, meski harus menjalani latihan untuk bisa berjalan lagi,” jelas Regano.Selain memori, Meta juga sempat tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya atau disebut lumpuh total. Sebulan t
Dia terlahir dengan julukan monster, tatapan benci bercampur rasa takut yang sering dijumpainya. Bukan hanya orang-orang, bahkan ibunya tak pernah mau menatapnya sebagai seorang putra. Bertahun-tahun, dia hidup dalam kegelapan. Edward Leonardo, namanya. Si pria berhati dingin dan beku. Tidak ada cinta, bahkan tidak ada rasa sedikit pun. Ditolak oleh orang-orang memaksa kepribadian gelapnya muncul. Asnaf adalah role model yang dia miliki, satu-satunya. Hanya Asnaf-yang sama dengannya- yang mau dekat dengan Edward. Asnaf membesarkannya dengan cara yang salah, hingga Edward tumbuh sesuai keinginan pria psikopat tersebut. Waktu berjalan begitu cepat. Edward yang tanpa perasaan, dinobatkan sebagai leader dalam organisasi besar dunia. Mafia yang akan mengambil organ milik orang lain yang tak mampu memenuhi target. Apa saja, termasuk hidup mereka jadi jaminannya. “Kamu hanya perlu menjalani hukuman penjara selama dua tahun, leader,” ucap Mr. Secret A. Tidak ada pilihan. Masalah sudah mera
Bagi Dion terlalu mudah mengakhiri rasa sakit hanya dengan membunuh Edward. Bertahun-tahu dia hidup dalam penderitaan setelah kehilangan gadis yang dia sayangi, sementara Edward terus beraksi tanpa takut sedikit pun. Kali ini, dia hanya ingin pria itu merasakan penderitaan yang sama dengannya. Dia ingin Edward merasakan ketakutan yang luar biasa. “Kamu pikir aku akan mudah melakukannya?” Dion terkekeh, menarik Meta agar mengikuti langkahnya. Tidak seorang pun berani melangkah. Meta menangis, menatap Adam yang semakin melemah. Dia sungguh ingin berlari dan memeluk pria tersebut. “Tolong Papa,” gumam Meta sebelum Dion memaksanya masuk ke dalam mobil. Edward menurut, menyuruh anak buahnya untuk segera membawa Adam ke rumah sakit. Dia dan Regano akan mengejar mobil yang Dion bawa. Di dalam mobil Meta hanya terus menangis, bukan karena dirinya dalam bahaya, melainkan karena takut tidak bisa melihat Adam lagi. “Kamu hebat! Aku akui itu. Kamu bisa membuat leader tergila-gila, bahkan tak
Kakinya terus melangkah, tanpa keinginan melihat ke belakang. Dia semakin jauh ke dalam kegelapan, ke tengah pepohonan yang semakin menjulang tinggi. Rasa takut kerap muncul. Namun, tekad untuk segera pergi dari tempat itu tak kalah besar. Dia terus melangkah lebar. Sebelah tangannya memegang satu-satunya pistol yang jadi alatnya untuk saat ini.Dor!Dia kembali menembak di salah satu pohon, memberi petunjuk. Dia sadar akan ada seseorang yang mencarinya nanti. Petunjuk itu akan membantunya untuk ditemukan lebih mudah.“Sssh, bertahanlah, Nak. Kita akan segera keluar dari tempat ini,” gumamnya mengelus perutnya yang semakin perih.Sesuatu yang buruk bisa terjadi jika dia terlambat keluar dari tempat itu.“Awss,”Pada akhirnya, Meta kehilangan tenaga untuk terus melangkah. Rasa sakit melanda seluruh tubuhnya, bukan hanya perut. Napasnya mulai tercekat, pelipinya dipenuhi keringat. Tubuhnya lemas, seolah tenaganya terserap habis tanpa sisa.“Ed, tolong,” gumamnya lirih. Dia bersandar di
Dari mana semua permasalahan ini bermula? Rasa cinta yang tidak bisa dikendalikan adalah awal semua dimulai. Azura jatuh hati pada pangeran kegelapan. Jika waktu diputar dan Azura tidak pernah menikah dengan Asnaf, mungkin kisah ini gak akan dimulai. Tidak ada Edward atau pewaris gen psikopat dari pria kegelapan tersebut. Satu sisi, jika saja Dion tidak jatuh hati pada gadis kecil itu, pasti tidak akan ada akar pahit, hingga sejauh ini.Rasa yang tak seharusnya hadir, terkadang menjadi sebuah kesalahan, menjadi pemicu akan skenario yang lebih rumit. Akan tetapi, apakah manusia bisa mengatur segalanya? Tentu saja tidak.Sebagai seorang anak, Edward dulunya selalu mengikuti jejak Asnaf, sampai semua semakin memburuk saat Asnaf hampir saja menjadikan Xadira-putrinya sendiri- sebagai korbannya. Edward jelas tidak terima, dan memutuskan untuk mengurung Asnaf selama bertahun-tahun. Pada awalnya, pria itu akan rutin memerintah anak buahnya mengirimkan beberapa ekor kelinci sebagai pemuas has
Meta berusaha menahan diri untuk meneriaki Dion sekarang juga. Rasa bencinya menumpuk begitu mengetahui kalau Dion yang memaksa Xadira melompat dari atas gedung. Perlahan tangannya menyusup ke sela kemeja yang dikenakannya, meraih sesuatu dari dalam sana. “Kamu tidak ingin minum dulu, manis? Bukankah kamu butuh tenaga untuk menghadapi ini semua?” Dion menyodorkan segelas susu. Awalnya Meta curiga, tetapi juga tidak memiliki pilihan lain. Dia menegok cairan kental berwarna putih itu meski sedikit. “Manis sekali,” tangan Dion terulur, membersihkan sisa susu di bibir Meta. Pria itu tersenyum hingga memunculkan lesung pipinya. Dia memperhatikan detail wajah Meta, sangat indah. Pantas saja Edward yang notabenya tidak memiliki hati, bisa luluh pada gadis itu, bahkan sampai membuat Meta mengandung keturunannya. “Seandainya kita bertemu lebih awal, mungkin aku akan jatuh cinta padamu. Sayang sekali, kamu adalah milik dari musuhku sendiri,” lontar pria itu lebih mirip seperti psikopat menge
Satu per satu kebenaran terungkap. Edward yang ternyata tidak mewarisi gen dari Asnaf. Banyak hal yang berubah akibat satu kebenaran yang disembunyikan. Azura jelas tidak terima akan kegagalan itu. Saat itu juga, dia mengajukan agar rumah sakit tersebut ditutup, didukung dengan data yang ada. Akan lebih banyak korban jika rumah sakit itu terus beroperasi. “Mulai sekarang, kamu harus hidup normal. Kalau perlu keluar saja dari world agency,” pinta Azura. “Tidak semudah yang Mama pikirkan,” Azura mengangguk paham. Perlahan, dia ingin Edward menjalani hidup selayaknya pemuda pada umumnya. Mungkin, jika Meta mau kembali, hidup putranya itu akan lebih sempurna. “Soal Meta, Mama sungguh minta maaf udah buat kalian takut memiliki anak. Sekarang, Mama justru ingin segera menimang cucu. Melihat keriput yang semakin banyak, rasanya tak sabar dipanggil nenek,” Azura terkekeh, membayangkan dirinya menimang bayi mungil. Dia bisa menebus kesalahan dengan membantu Meta membesarkan cucunya dengan
Saat kesempatan itu datang, Meta hanya ingin memperbaiki apa yang rusak di antara dia dan Edward. Mungkin cara Xadira salah, tetapi dia tetap seorang adik yang ingin saudaranya sembuh. Jika aku tidak bisa, maka setidaknya kamu harus membantu Bang Edward untuk sembuh. Tolong, wujudin mimpi aku, Ta. Meta akhirnya membuka mata. Mimpi itu kembali, mimpi yang sama di mana Xadira muncul dan memintanya untuk kembali. Xadira berkali-kali mengigatkannya untuk berhati-hati dengan Dion. “Sudah bangun, manis?” Meta menoleh, Dion tersenyum miring. Meta memegangi keningnya yang terasa pening, baru sadar ada cairan kental berwarna merah di tangannya. Benar juga, dia sempat kejar-kejaran sebelum kecelakaan itu terjadi. Rasa pusing menyerangnya, tetapi itu tidak seburuk rasa khawatir pada anaknya. Meta memegangi perutnya, bersyukur tidak terjadi hal buruk pada anak itu. “Kamu butuh sesuatu?” tanya Dion bersikap sok manis, hingga membuat Meta ingin muntah di hadapan pria itu. Si perusak yang mengha
Perkembangan baru terlihat hari ini, setelah dua bulan berlalu. Kelopak mata sang leader akhirnya menunjukkan pergerakan, sebelum akhirnya terbuka. Langit-langit putih menyambutnya. Pertama kali selam hidupnya, dia terbaring selama itu di rumah sakit.Pintu ruangan yang terbuka, menarik atensi pria itu. Wajah Azura tampak sembab, kantung matanya menghitam bersama kerutan yang menandakan usia wanita itu yang semakin menua. Sudut bibir Azura terangkat, membentuk lengkungan sabit tipis.“Akhirnya kamu bangun juga, Nak,” gumam Azura penuh haru.Dua bulan dipenuhi rasa takut akan kehilangan. Hanya Edward yang kini dia miliki. Tangan Azura terulur, membantu pria itu untuk duduk, lantas menyodorkan air minum untuknya. Meski tampak enggan, Edward tidak menolak semua bantuan wanita tersebut.“Mama baik-baik aja?”Tangis Azura pecah mendengar pertanyaan putranya. Tak menunda lagi, dia memeluk tubuh putranya dengan lembut. Tidak ada kata yang bisa mendeskripsikan hati Azura saat ini. Hanya tangi