Regano adalah tangan kanan Edward. Semua hal yang tidak bisa dipercayakan pada orang lain, selalu diberitau pada pria itu. Regano adalah air yang menenangan saat api dalam diri Edward terus membara. Kekecewaan terbesar Edward adalah tawanannnya. Regano, orang yang paling dia percaya justru berada di pihak Meta, sosok yang sudah menghancurkan hidup saudarinya. Dia kembali memasukan sebutir vitamin ke dalam minuman. Hal yang biasa bisa membuatnya tenang. Matanya terpejam, menikmati bunyi yang dihasilkan dari sentuhan dua benda tersebut. Sampai langkah kaki yang mendekat membuat mata tanpa kehangatan itu terbuka. Dia menyugingkan senyum miring. “Duduklah,” suruhnya. Regano menarik kursi. Cukup lama hanya terdiam, meemperhatikan Edward yang kini memainkan dua benda tajam di tangannya. Pria itu terlihat senang sekarang. “Kamu menyukainya,” ucap Regano membuka suara. Edward menoleh singkat, lantas kembali ke kegiatan awalnya. “Kamu marah karena kamu mulai terobsesi padanya, benar kan?
Regano lagi-lagi menjadi penyelamat untuknya. Edward benar-benar tidak berubah pikiran. Pada akhhirnya dia mengetahui kalau Edward marah dan memberi hukuman, bukan karena insiden yang terjadi di street fashion, melainkan karena Regano berbohong tentang mandat untuk menemani Meta selama pemotretan berlangsung. Meski awalnya cukup kecewa, tidak dapat dipungkiri, Meta berutang banyak hal pada Regano. Pria itu berjuang mati-matian, agar Edward tetap menepati janjinya. Gadis itu membalut luka memanjang di lengan Regano, sebagai bentuk kesepakatan yang tidak juga diberitahu padanya. Regano hanya menyuruhnya untuk percaya. “Luka kamu juga harus segera sembuh, atau bisa berdampak pada penampilanmu nanti,” lontar Regano. “Sudah bukan masalah besar. Bisa tetap ikut ajang ini aja rasanya sangat melegakan. Rasanya sangat tidak sabar tampil di depan banyak orang,” sahut Meta. Ikhlas, gambaran yang gadis itu tunjukkan. Dia benar-benar sudah menerima takdirnya. Regano memperhatikan raut wajah M
Sempurna! Satu kata yang menggambarkan penampilan terakhir Meta. Lagi, gadis itu menjadi pusat perhatian, baik selama maupun sesudah ajang berakhir. Semua orang begitu terkejut melihat gadis itu kembali, dengan perubahan yang sangat siginifikan. Tentu menimbulkan tanda tanya besar.Mereka mencoba memburu informasi, memadati lobi gedung, menunggu gadis itu turun. Kali ini bahkan lebih banyak dari sebelumnya. Perntaan terakhir Meta tentang dia yang akan berhenti menjadi seorang model. Tanda tanya semakin besar, dan rasa penasaran membludak. Khususnya dari para fans Meta yangsudah cukup lama menunggu gadis itu kembali.Kenapa Kak Meta berhenti?Kak Meta itu inspirasi aku, kenapa mendadak berhenti Kak?What happen, girl? Apa ada yang mengganggumu?C nd K: Kalau mereka tidak bisa memperlakukanmu dengan baik, kami sangat siap menerimamu! Asal jangan berhenti mendadak.YL: Apa mereka membuangmu? Apa agensimu tidak mengurusmu dengan baik?Baru juga comeback, masa mau hiatus selamanya?Gak si
Edward bukan orang yang mudah untuk diluluhkan. Namun, untuk pertama kalinya, pria itu bisa menurut pada orang lain. Meta menarik lembut tangan yang pria itu gunakan untuk menahan pisau. Meta berutang nyawa pada pria itu. “Sssh,” gumam Edward, Meta mendongak. Biasanya juga pria berhati dingin itu tidak merasakan sakit atau hanya selama ini pria itu hanya berpura-pura kuat? Meta meraih sebelah tangan Edward yang tidak sakit, meletakannya di pundak sendiri. “Cengkram aja kalau terasa sangat sakit,” ucap gadis itu, kemudian membersihkan luka Edward dengan hati-hati. Sementara Edward terus saja memperhatikan Meta begitu intes. Sedikit terkejut dengan respon yang Meta berikan. “Aku tidak selemah itu sampai menyalurkan rasa sakit lewat bahumu,” ucapnya, Meta tersenyum kecil. Di mata Edward pernyataan gadis itu hanya hal yang membuat harga diri pria itu jatuh. “Heum, tapi pundakku sedikit sakit saat digenggam olehmu,” ungkap gadis itu. Dia bisa merasakan pundaknya dicengkram saat dia mem
Kelopak mata gadis itu mulai bergerak, perlahan membuka, dan menyesuaikan cahaya yang masuk ke retinanya. Dia mencoba mengendalikan pikirannya, mengingat penyebab dirinya terjebak dalam ruangan itu. sebuah kamar yang identik dengan desain dan interior modern. Hanya sebuah ruangan berukuran sedang. Sebuah tempat tidur dan sofa di ujung ruangan. Tidak ada apa pun yang bisa membuat dia mengenali tempat itu.“Tempat apa ini? Kenapa aku ada di sini?” gumam Meta mencoba untuk bangun. Dia bebas, sama sekali tidak terikat membuatnya sedikit lega.Gadis itu berjalan memperhatikan sekitar ruangan, meraih tirai dan membukanya. Tampak pemandangan kepadatan kota. Jelas sekali dia masih berada di new york. Vibes kota itu berbeda dari kota kelahirannya.“Siapa dan apa yang mereka inginkan?” gumam Meta.Pintu ruangan terbuka, memunculkan sesosok wanita berambut pirang. Dari penampilan, kemungkinan berusia kisar 30-an. Wanita itu tidak datang sendirian, ada beberapa pengawal dan satu pria yang terasa
Sebelum Xadira masuk dalam ke dalam kehidupan Meta, hidup gadis itu sudah tertata dengan begitu sempurna. Mimpi yang tertata sejak dia masih sangat kecil, potensi besar di masa depan. Namun, seolah buku takdir ditulis ulang mengenai hidupnya. Meta terjebak bersama orang-orang yang memiliki obsesi padanya. Edward memiliki obsesi untuk membalaskan dendam atas kematian saudarinya, dan Meta sama sekali tidak memiliki keberanian untuk sekedar memberi pembelaan. Charlie sendiri memperlakukan dengan sangat baik, tetapi memiliki tujuan lain di baliknya. Charlie ingin menjadikan Meta global ambasor agensi yang dipimpin pria itu. “Duduklah, dan nikmati sarapanmu,” ucap Charlie menarik kursi untuk gadis itu. Meta menuruti perintah pria itu. Duduk berhadapan dengannya. Pria itu tampak senang, menguraikan jenis makanan yang disajikan, seolah Meta adalah gadis kampung yang tidak mengetahui apa pun. “Setelah ini, kita akan keliling kota, sebelum kembali ke indonesia. Ada tempat yang ingin kamu kun
Wanita cantik itu tersenyum, menyambut hangat seorang pria yang baru saja selesai pemotretan hari itu. wajah lesu sang kekasih membuat wanita itu menyadari hasil yang kurang memuaskan. Grace berlari, memeluk erat sang kekasih, tanpa mengatakan apa pun. Pria itu hanya butuh pelukan, menjelaskan bahwa dunia akan tetap baik-baik saja meski dia gaggal. “Sudah lebih baik?” “Jangan dilepas dulu, Grace. Aku masih marah soal kemarin, biarkan begini sampai kemarahanku reda dan kembali tenang,” ucap Charlie. Grace tersenyum kecil. Sang kekasih selalu begitu. Meski tengah marah, Charlie akan tetap membutuhkan pelukan darinya, sebuah ketenangan yang katanya bisa mengangkat seluruh beban pria itu. “Aku tidak akan bisa berjalan dengan baik, jika berdiri terlalu lama,” protes wanita itu. “Heum, aku akan menggendongmu, jangan cemas,” sahut Charlie masih belum beranjak sedikit pun, masih sangat nyaman dalam pelukan kekasihnya. “Jangan bergantung begitu, Charlie. Kamu akan kesulitan jika aku sudah
Tubuh Meta berangsur pulih seiring berjalannya waktu. Dia mulai bisa menggerakkan tubuhnya, efek obat yang disuntikkan Charlie perlahan hilang. Tubuhnya terasa sangat kaku, masih perlu waktu hingga benar-benar bisa bergerak.Meta melangkah, menyiibak tirai. Rasa lega menghampirinya kala menemukan pemandangan yang sama. Dia pikir sudah berada di tempat yang berbeda. Rasa takut tidak bisa kembali, bertemu dengan Adam dan mungkin dengan Regano. Ada janji yang harus dia tepati, meski rasanya semakin sulit.“Kamu sudah bangun?”Charlie selalu hadir bersama wajah tenangnya. Buku asal usul agensi yang diceritakan oleh pria itu membuat Meta merasa sedikit prihatin. Waniita itu di satu sisi cukup beruntung memiliki kekasih yang mengabadikannya menjadi nama sebuah agensi. Mimpi besar yang diperjuangan sejak lama. Wanita itu pasti sangat bangga pria yang dicintanya berhasil mewujudkan mimpi itu.“Kenapa, heum?”Dulu, pernah satu waktu Meta mengharapkan kisah seperti di novel yang pernah Xadira
Dua tahun berlalu begitu saja. Dengan sedikit bantuan dari world agency hukumannya bisa selesai lebih cepat. Dia kini bisa menghirup udara dengan bebas. Tangannya terentang, menyambut dunia barunya.Mobil hitam berhenti, membuat senyumnya semakin lebar.“Selamat datang kembali, Edward,” sapa Regano.Tidak ada embel-embel ‘tuan’ lagi, karena sejak hari itu mereka hanyalah saudara yang akan memulai hidup baru. Edward terkekeh, lantas masuk ke dalam mobil, mendahului sang supir.“Bagaimana keadaannya?”Sebulan yang lalu, dia akhirnya mendengar berita terbaiknya. Meta akhirnya bangun setelah tidur cukup lama. Edward sungguh berpikir tidak memiliki kesempatan untuk bersama wanitanya lagi. Namun, harapan itu sedikit memudar kala mengetahui kalau Meta kehilangan cukup banyak kenangannya.“Keadaannya mulai membaik, meski harus menjalani latihan untuk bisa berjalan lagi,” jelas Regano.Selain memori, Meta juga sempat tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya atau disebut lumpuh total. Sebulan t
Dia terlahir dengan julukan monster, tatapan benci bercampur rasa takut yang sering dijumpainya. Bukan hanya orang-orang, bahkan ibunya tak pernah mau menatapnya sebagai seorang putra. Bertahun-tahun, dia hidup dalam kegelapan. Edward Leonardo, namanya. Si pria berhati dingin dan beku. Tidak ada cinta, bahkan tidak ada rasa sedikit pun. Ditolak oleh orang-orang memaksa kepribadian gelapnya muncul. Asnaf adalah role model yang dia miliki, satu-satunya. Hanya Asnaf-yang sama dengannya- yang mau dekat dengan Edward. Asnaf membesarkannya dengan cara yang salah, hingga Edward tumbuh sesuai keinginan pria psikopat tersebut. Waktu berjalan begitu cepat. Edward yang tanpa perasaan, dinobatkan sebagai leader dalam organisasi besar dunia. Mafia yang akan mengambil organ milik orang lain yang tak mampu memenuhi target. Apa saja, termasuk hidup mereka jadi jaminannya. “Kamu hanya perlu menjalani hukuman penjara selama dua tahun, leader,” ucap Mr. Secret A. Tidak ada pilihan. Masalah sudah mera
Bagi Dion terlalu mudah mengakhiri rasa sakit hanya dengan membunuh Edward. Bertahun-tahu dia hidup dalam penderitaan setelah kehilangan gadis yang dia sayangi, sementara Edward terus beraksi tanpa takut sedikit pun. Kali ini, dia hanya ingin pria itu merasakan penderitaan yang sama dengannya. Dia ingin Edward merasakan ketakutan yang luar biasa. “Kamu pikir aku akan mudah melakukannya?” Dion terkekeh, menarik Meta agar mengikuti langkahnya. Tidak seorang pun berani melangkah. Meta menangis, menatap Adam yang semakin melemah. Dia sungguh ingin berlari dan memeluk pria tersebut. “Tolong Papa,” gumam Meta sebelum Dion memaksanya masuk ke dalam mobil. Edward menurut, menyuruh anak buahnya untuk segera membawa Adam ke rumah sakit. Dia dan Regano akan mengejar mobil yang Dion bawa. Di dalam mobil Meta hanya terus menangis, bukan karena dirinya dalam bahaya, melainkan karena takut tidak bisa melihat Adam lagi. “Kamu hebat! Aku akui itu. Kamu bisa membuat leader tergila-gila, bahkan tak
Kakinya terus melangkah, tanpa keinginan melihat ke belakang. Dia semakin jauh ke dalam kegelapan, ke tengah pepohonan yang semakin menjulang tinggi. Rasa takut kerap muncul. Namun, tekad untuk segera pergi dari tempat itu tak kalah besar. Dia terus melangkah lebar. Sebelah tangannya memegang satu-satunya pistol yang jadi alatnya untuk saat ini.Dor!Dia kembali menembak di salah satu pohon, memberi petunjuk. Dia sadar akan ada seseorang yang mencarinya nanti. Petunjuk itu akan membantunya untuk ditemukan lebih mudah.“Sssh, bertahanlah, Nak. Kita akan segera keluar dari tempat ini,” gumamnya mengelus perutnya yang semakin perih.Sesuatu yang buruk bisa terjadi jika dia terlambat keluar dari tempat itu.“Awss,”Pada akhirnya, Meta kehilangan tenaga untuk terus melangkah. Rasa sakit melanda seluruh tubuhnya, bukan hanya perut. Napasnya mulai tercekat, pelipinya dipenuhi keringat. Tubuhnya lemas, seolah tenaganya terserap habis tanpa sisa.“Ed, tolong,” gumamnya lirih. Dia bersandar di
Dari mana semua permasalahan ini bermula? Rasa cinta yang tidak bisa dikendalikan adalah awal semua dimulai. Azura jatuh hati pada pangeran kegelapan. Jika waktu diputar dan Azura tidak pernah menikah dengan Asnaf, mungkin kisah ini gak akan dimulai. Tidak ada Edward atau pewaris gen psikopat dari pria kegelapan tersebut. Satu sisi, jika saja Dion tidak jatuh hati pada gadis kecil itu, pasti tidak akan ada akar pahit, hingga sejauh ini.Rasa yang tak seharusnya hadir, terkadang menjadi sebuah kesalahan, menjadi pemicu akan skenario yang lebih rumit. Akan tetapi, apakah manusia bisa mengatur segalanya? Tentu saja tidak.Sebagai seorang anak, Edward dulunya selalu mengikuti jejak Asnaf, sampai semua semakin memburuk saat Asnaf hampir saja menjadikan Xadira-putrinya sendiri- sebagai korbannya. Edward jelas tidak terima, dan memutuskan untuk mengurung Asnaf selama bertahun-tahun. Pada awalnya, pria itu akan rutin memerintah anak buahnya mengirimkan beberapa ekor kelinci sebagai pemuas has
Meta berusaha menahan diri untuk meneriaki Dion sekarang juga. Rasa bencinya menumpuk begitu mengetahui kalau Dion yang memaksa Xadira melompat dari atas gedung. Perlahan tangannya menyusup ke sela kemeja yang dikenakannya, meraih sesuatu dari dalam sana. “Kamu tidak ingin minum dulu, manis? Bukankah kamu butuh tenaga untuk menghadapi ini semua?” Dion menyodorkan segelas susu. Awalnya Meta curiga, tetapi juga tidak memiliki pilihan lain. Dia menegok cairan kental berwarna putih itu meski sedikit. “Manis sekali,” tangan Dion terulur, membersihkan sisa susu di bibir Meta. Pria itu tersenyum hingga memunculkan lesung pipinya. Dia memperhatikan detail wajah Meta, sangat indah. Pantas saja Edward yang notabenya tidak memiliki hati, bisa luluh pada gadis itu, bahkan sampai membuat Meta mengandung keturunannya. “Seandainya kita bertemu lebih awal, mungkin aku akan jatuh cinta padamu. Sayang sekali, kamu adalah milik dari musuhku sendiri,” lontar pria itu lebih mirip seperti psikopat menge
Satu per satu kebenaran terungkap. Edward yang ternyata tidak mewarisi gen dari Asnaf. Banyak hal yang berubah akibat satu kebenaran yang disembunyikan. Azura jelas tidak terima akan kegagalan itu. Saat itu juga, dia mengajukan agar rumah sakit tersebut ditutup, didukung dengan data yang ada. Akan lebih banyak korban jika rumah sakit itu terus beroperasi. “Mulai sekarang, kamu harus hidup normal. Kalau perlu keluar saja dari world agency,” pinta Azura. “Tidak semudah yang Mama pikirkan,” Azura mengangguk paham. Perlahan, dia ingin Edward menjalani hidup selayaknya pemuda pada umumnya. Mungkin, jika Meta mau kembali, hidup putranya itu akan lebih sempurna. “Soal Meta, Mama sungguh minta maaf udah buat kalian takut memiliki anak. Sekarang, Mama justru ingin segera menimang cucu. Melihat keriput yang semakin banyak, rasanya tak sabar dipanggil nenek,” Azura terkekeh, membayangkan dirinya menimang bayi mungil. Dia bisa menebus kesalahan dengan membantu Meta membesarkan cucunya dengan
Saat kesempatan itu datang, Meta hanya ingin memperbaiki apa yang rusak di antara dia dan Edward. Mungkin cara Xadira salah, tetapi dia tetap seorang adik yang ingin saudaranya sembuh. Jika aku tidak bisa, maka setidaknya kamu harus membantu Bang Edward untuk sembuh. Tolong, wujudin mimpi aku, Ta. Meta akhirnya membuka mata. Mimpi itu kembali, mimpi yang sama di mana Xadira muncul dan memintanya untuk kembali. Xadira berkali-kali mengigatkannya untuk berhati-hati dengan Dion. “Sudah bangun, manis?” Meta menoleh, Dion tersenyum miring. Meta memegangi keningnya yang terasa pening, baru sadar ada cairan kental berwarna merah di tangannya. Benar juga, dia sempat kejar-kejaran sebelum kecelakaan itu terjadi. Rasa pusing menyerangnya, tetapi itu tidak seburuk rasa khawatir pada anaknya. Meta memegangi perutnya, bersyukur tidak terjadi hal buruk pada anak itu. “Kamu butuh sesuatu?” tanya Dion bersikap sok manis, hingga membuat Meta ingin muntah di hadapan pria itu. Si perusak yang mengha
Perkembangan baru terlihat hari ini, setelah dua bulan berlalu. Kelopak mata sang leader akhirnya menunjukkan pergerakan, sebelum akhirnya terbuka. Langit-langit putih menyambutnya. Pertama kali selam hidupnya, dia terbaring selama itu di rumah sakit.Pintu ruangan yang terbuka, menarik atensi pria itu. Wajah Azura tampak sembab, kantung matanya menghitam bersama kerutan yang menandakan usia wanita itu yang semakin menua. Sudut bibir Azura terangkat, membentuk lengkungan sabit tipis.“Akhirnya kamu bangun juga, Nak,” gumam Azura penuh haru.Dua bulan dipenuhi rasa takut akan kehilangan. Hanya Edward yang kini dia miliki. Tangan Azura terulur, membantu pria itu untuk duduk, lantas menyodorkan air minum untuknya. Meski tampak enggan, Edward tidak menolak semua bantuan wanita tersebut.“Mama baik-baik aja?”Tangis Azura pecah mendengar pertanyaan putranya. Tak menunda lagi, dia memeluk tubuh putranya dengan lembut. Tidak ada kata yang bisa mendeskripsikan hati Azura saat ini. Hanya tangi