Logo SM terpampang nyata di rumah yang seperti mansion tersebut. Pintu pagar dibuka, tepat saat mobil Edward tiba. Seperti mereka sudah mengetahui akan kedatangan tamu. Hanya tiga mobil yang masuk, selebihnya menunggu intruksi di luar zona kekuasaan SM.Setelah cukup lama, Edward kembali mengunjungi tempat itu. cukup banyak yang berubah. Terakhir kali, rumah itu hanya sisa puing-puing, akibat kekalahan pemimpinnya. Tidak ada rasa takut, meski harus memasuki kandang singa, bahkan tanpa pengawalan sama sekali. Edward sudah terbiasa melakukannya. Beberapa tahun yang lalu, dia bahkan menghadapi semuanya seorang diri, dan tetap keluar sebagai pemenang.Mr Vee, julukan untuk pemimpin SM, sepertinya belum juga belajar dari kekalahan, masih saja melakukan kesalahan saat menyambutnya.“Aku sungguh tidak suka disambut dengan ramah seperti ini. Kamu pasti sudah tau akhirnya akan seperti apa, bukan?” ejek Edward.Mr Vee tertawa lebar. Dia mendekati rombongan yang Edward bawa, seperti biasa, hanya
Masih seperti mimpi, Meta bisa bangun tanpa harus merasakan suasana mencengkam dari kehadiran Edward. Meski sementara, Meta tetap bersyukur. Rasanya dia ingin segera pulih, dan keluar untuk menghiru udara segar. Sayang sekali, Ren tidak mengizinkannya semudah itu.Ah andai saja wanita itu juga ikut, pasti akan lebih menyenangkan, batin Meta.Dia ingin merasakan kebebasan, tanpa rasa takut dan kekangan.Pintu kamar terbuka, menampilkan Ren bersama beberapa petugas medis.“Jangan buat rusuh. Aku harus tetap memberikan laporan sama Tuan Leonardo,” ucap Ren ketus. Perasaan semua baik-baik saja. Namun, Ren malah bersikap seolah Meta sudah melakukan kesalahan yang sangat besar, sampai kehilangan respek dari Ren.“Kapan mereka kembali?” tanya Meta pada akhirnya.“Kenapa ingin tau?”Meta menghela napas. Ternyata ada yang lebih menyebalkan dari Edward. Apa susahnya tinggal jawab, batin gadis itu.“Biar aku tau kapan untuk bersiap. Aku mendengarnya. Edward minta agar aku menyambut edatangannya
Vee benar-benar melupakan semua yang sudah pernah terjadi, mengulangi kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Pria itu mengacungkan pistolnya, merasa puas karena posisi Edward yang terpojok. Mereka jelas kalah jumlah, begitulah isi pikiran Vee sekarang. “Jadi kamu masih berharap bisa menaklukanku dengan senjata yang bahkan tidak akan bisa membunuhku?” tanya Edward memprovokasi pria di hadapannya. Vee tertawa. “Jika tidak bisa, setidaknya senjata ini bisa melumpuhkanmu, bukan?” Edward mengangguk kecil. Hanya sekedar melumpuhkan. Bahkan jika peluru panas itu menyentuh jantungnya atau bahkan merusak organ bagian dalam, dia tetap akan hidup dan kembali untuk membalasnya. Entah suatu anugrah atau kutukan. Mungkin juga karena dia sudah terbiasa melakukan hal yang sama pada para korbannya. “SM sudah berdiri cukup lama, bahkan lebih dulu sebelum organisasi di bawah kepemimpinanku muncul, tetapi kalian bahkan tidak bisa menyaingi kami, melakukan berbagai cara bahkan kecurangan untuk memena
Edward seperti bukan manusia. Bagaimana tidak, pria itu bahkan masih bisa bertahan meski terkena lima tusukan benda tajam di tubuhnya, ditambah satu peluru panas yang hampir menembus organ bagian dalam. Lebih gila lagi, Edward bahkan sama sekali tidak terlihat kesakitan selama perjalanan, dan baru ketahuan setelah pingsan di pundak Meta. “Apa dia sudah gila? Bagaimana mungkin mengadakan pesta kemenangan bahkan saat sakit,” dumel Meta tidak berhenti mondar-mandir. Pintu kamarnya dibuka begitu saja. Ren masuk terburu-buru. “Bersiaplah, para tamu akan segera tiba!” “Tunggu, apa dia baik-baik aja?” Meta berdehem menyadari ada yang salah dengan pertanyaannya. Sejak kapan dia mulai peduli jika Edward terluka? “Oke, aku akan bersiap,” Meta mengambil pakaian pelayan dari tangan Ren, mengabaikan tatapan penuh tanya dari wanita itu. Meta pura-pura sibuk dengan pakaiannya. “Dia mungkin akan terluka lebih parah, tapi setidaknya dia bisa menghadiri pesta malam ini. Bergegaslah, aku tunggu di
Malam itu jelas belum berakhir begitu saja. Malam yang menjadi sangat memalukan untuk Meta Marforia Anastasya. Di hadapan banyak orang, dia membalas cumbuan Edward yang sangat menuntut. Dia benar-benar sudah kehilangan akal sepertinya. Meta bergegas mendorong dada Edward agar menjauh saat menyadari apa yang sudah dia lakukan. Bibir gadis itu terlihat basah, membuat sang empunya menundukan wajah, menahan rasa malu. Edward tersenyum puas. Rasa bibir gadis itu benar-benar sangat manis, membuat akal pikirannya hilang begitu dia merasakannya. “Sudah lihat bukan? Dia bahkan lebih berharga dari pada kehadiran kamu. Jika mau, kamu bisa menggunakan pakaian yang tadi Meta kenakan, agar adil,” ucap Edward kembali fokus pada wanita tadi. Wanita itu menggerutu, menatap Meta sebal. Dia memilih pergi daripada harus dipermalukan lagi. “Konyol,” gumam Edward. Dia menatap gadis yang menunduk dalam, menyembunyikan wajahnya. Tangan Edward mengangkat dagu gadis itu agar menatapnya. Mata Meta terlihat
Lega, satu kata yang menggambarkan perasaan Meta setelah melepas dan mengganti pakaiannya. Tidak ada rasa takut sama sekali, meski harus memasuki kamar Regano yang notabenya seorang pria. Seakan dia begitu percaya pada pria itu.Dia membuka pintu dan menemukan cahaya, berbanding terbalik saat dia memasuki kamar Edward yang penuh kegelapan. Senyum tipis terukir di bibir peachnya, menyambut Regano yang baru tiba.“Aku harap kamu tidak keberatan dengan suasananya,”“Ini lebih baik dan lebih nyaman,” sahut Meta cepat. Rasanya tidak enak menuntut terlalu banyak pada pria yang sudah banyak menolongnya.“Duduklah, kamu pasti lelah mengenakan hills cukup lama,” ucapnya menepuk kasur di sebelahnya. Meta mengangguk. Hari ini sepertinya keberuntungan sedang di pihaknya. Dia bahkan tidak berhenti tersenyum.“Jadi?”“Satu hari penuh kebebasan menjadi hari yang sangat aku rindukan. Dulu, kebebasan itu terasa biasa, tetapi semua berubah dalam sekejap. Kamu tau, aku tidak pernah menghabiskan waktu un
Cahaya yang menyusup lewat celah, mulai mengganggu gadis yang masih nyaman bergelung dengan selimut. Dia menari selimut untuk menghalau matahari, mencoba untuk tertidur lagi. Namun, nihil. Matanya tidak lagi bisa terpejam.Meta memutuskan untuk bangun, mengedarkan pandangan ke sekeliling. Matnay membulat, saat menemukan perbedaan di ruangan itu.“Ini bukan kamar Regano, juga bukan kamar aku,”Panik, dia mulai beranjak dan mencoba keluar. Sepi, satu kata yang menggambarkan rumah tersebut. Dia tidak berada di tempat yang sama.“Aku di mana?” gumamnya mulai panik. Siapa yang membawanya? Apa dia diculik? Bukankah Regano bilang kalau dia akan aman selama bersama pait itu?Meta kembali ke kamar, mencari ponsel yang Edward berikan.“Ponselnya bahkan gak ada. Sebenarnya apa yang terjadi semalam. Perasaan aku tidur di kamar Regano. Kenapa bisa ada di sini sekarang?”Meta mengacak rambutnya, mulai frustrasi. Dia dipindahkan ke tempat baru lagi. Gadis itu melangkah, menyusuri seisi rumah. Dia te
Penjagaan yang ketat dan jalan yang dipenuhi dengan pepohonan. Mungkin rumah itu benar-benar dibangun di tengah hutan. Meta menghela napas, bolak-balik menggunakan teropong untuk melihat situasi di luar. Semua yang dia temukan hanyalah pepohonan tinggi, tidak ada jalan besar yang bisa membawanya keluar dari pengasingan tersebut. “Kalau gak ada jalan, terus gimana aku bisa ada di sini. Orang-orang itu juga. Masa mereka bukan manusia sih? Tapi tadi mereka bisa masak, nyiapin makanan. Kalau gitu mereka belanja bahan dari mana?” Dia lelah memikirkannya. Memilih membaringkan tubuh di atas kasur. “Rasanya nyaman, tidak lagi disiksa, tapi kenapa aku merasa ada yang kurang? Apa karena aku kesepian? Apa bedanya kalau bersama Edward juga malah lebih mencekam,” Kosong, sepi dan tidak ada yang mengganggu ketenangannya. Harusnya Meta bersyukur. Dia bisa menyembuhkan lukanya selama jauh dari Edward. “Apa Xadira juga pernah tinggal di sini?” Meta memperbaiki posisinya. Saat mencari alat untuk me