Eriko mempermainkan ujung rambutnya, matanya berbinar sinis. Dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya, dia berkata, "Aku mengerti, dan aku akan menghabisinya setelah aku puas bermain dengannya."
Leonardo mengangguk hormat kepada Eriko "Kalau begitu saya permisi sekarang tuan." kemudian suara sepatunya bergema pelan di lantai saat ia berjalan menuju pintu. Lalu dengan gerakan halus, dia menarik pintu hingga tertutup, meninggalkan suara klik yang nyata di ruangan yang kini kembali sunyi. Sementara Eriko yang di tinggal menggenggam kuat pinggir ranjang, lalu ia tersenyum menyeringai seraya nafasnya terdengar berat. “Siapa juga yang ingin memelihara perempuan itu lama-lama disini, aku bahkan punya rencana akan menjual gadis itu ke lembah hitam sebagai tebusan atas segala kerugian yang di timbulkan ayahnya,” gumam Eriko pelan. Satu jam berlalu, Eriko menoleh ke arah pintu kamar mandi, "Kenapa perempuan itu belum keluar dari dalam? Apa yang dia lakukan sampai-sampai belum selesai mandi saat ini juga?" Desahnya kesal. Selanjutnya kaki Eriko membimbing dirinya menuju kamar mandi. Setelah berdiri tepat di depan pintu kamar mandi iapun memutar gagang pintu dengan pelan. Ketika pintu kamar mandi telah terbuka lebar senyum getir menghiasi wajah Eriko saat melihat Karin sedang bergulat dengan jendela yang terletak di atas closet duduk. Apa dia ingin melarikan diri? Eriko bertanya-tanya dalam hati. Lalu Eriko berjalan dengan tenang, agar tak menimbulkan kegaduhan. "Ayolah! Mumpung orang itu belum datang ke sini!" seru Karin sambil terus menarik jendela yang di kunci dengan kuat. "Mau kemana, j4l*ng?" Eriko menarik rambut gadis malang itu dari belakang, hingga membuat kepalanya mendongak. "Aaaa!" teriak Karin dengan penuh ketakutan. "Ampun, Tuan! Tolong lepaskan aku!" pinta karin. "Apa kamu ingin kabur?" tanya Eriko. "Iya tuan, tapi aku kabur dengan niat mencari pekerjaan agar bisa melunasi hutang papaku, aku berjanji nggak akan lepas dari tangung jawab meski aku harus menyicilnya sampai seumur hidupku." Karin mencoba bernegosiasi demi kebebasannya. "Kamu pasti tidak tahu berapa besar hutang papamu dan apa saja yang telah ia lakukan hingga ia t3w4s di tanganku." ujar Eriko dengan senyum pahit. Seketika gadis itu menundukkan kepala lalu bibirnya bergetar saat berkata, "Apapun yang dia lakukan, aku tahu papaku bersalah. Maka dari itu aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melunasi semua hutangnya." ucap Karin dengan bersungguh-sungguh. Di sisi lain, Eriko tertawa kecil, lalu ia memicingkan matanya. "Kata-katamu benar-benar lucu, tapi tak apa, aku akan mengikuti sedikit kekonyolanmu." ujarnya seraya mendorong gesit punggung Karin hingga tubuh bagian depan gadis itu terpojok ke dinding dengan napas tercekat. "Dengar baik-baik perempuan S14l4n, Arnold adalah salah satu bawahanku di bisnis kami jalankan. Mungkin kamu tidak tahu, tapi bisnis yang kami geluti sangat berbahaya dan merugikan banyak orang. Namun papamu yang ingin bertaubat dan keluar dari sindikat kami, malah melaporkan bisnis ini kepada kepala kepolisian pusat. Lebih parahnya lagi, dia mengkorupsi uang sebanyak 1000 triliun. Kabarnya, dia ingin mendirikan bisnis serupa dengan beberapa pejabat penting agar aman dari hukum. Dari semua penjelasanku harus paham, kesalahan papamu itu sangat fatal dan dia pantas di beri hukuman yang setimpal!" Penjelasan Eriko membuat Karin terkejut, karena ayahnya selalu tampak seperti malaikat bagi keluarga dan siapapun yang bertemu dengannya. "Itu nggak mungkin, hiks!" Karin menangis, ia juga tidak percaya dengan cerita yang belum ia konfirmasi kebenarannya pada kedua orangtuanya. "Terserah kamu mau percaya atau tidak, tapi yang pasti kamu tidak akan bisa melunasi hutang itu padaku! Bahkan jika kamu menjual semua 0rg4n dan tub*hmu, itu tidak akan cukup untuk menutupi kerugian yang disebabkan oleh papamu!" seru Eriko. "Sudah tahu aku tak akan mungkin bisa melunasinya, kenapa tuan masih menahan aku di sini? Kenapa tuan nggak mengambil semua yang telah papaku curi? Aku yakin pasti uangnya masih tersisa banyak karena seribu triliun bukan jumlah yang sedikit," ujar Karin. "Memang benar, aku juga sudah mengambilnya tapi ibumu yang serakah itu telah membawa kabur uang sebanyak 271 triliun. Berdoalah agar ibumu segera tertangkap karena aku segera mengeksekusinya di depanmu!" seru Eriko dengan tegas. Karin tercengang, matanya membelalak tak percaya. Detik demi detik yang ia lewati hanya membuat jantungnya semakin berdebar kencang. Lalu Karin yang syok tiba-tiba pusing dan seluruh ruangan seolah berputar kala mendengar pengakuan Eriko. "Kamu terkejut?" suara Eriko berkelebat sinis, menambah rasa pahit di tenggorokan Karin. Kemudian Eriko menyunggingkan sudut bibir kanannya ke atas. "Itulah kenyataannya. Kedua orang tuamu hanya parasit, dan kamu sebagai anak mereka wajib bertanggung jawab atas semua perbuatan mereka karena kamu juga ikut menikmati hasil jeri payah kotor ibu dan ayahmu," lanjut Eriko dengan tatapan menusuk. "Aku mengerti, tapi jika ibuku tidak ditemukan, apa yang akan kalian lakukan padaku? Mencicil saja mustahil bagiku, jadi apa yang kamu harapkan dariku, Tuan?" tanya Karin dengan suara gemetar. "Kamu akan aku serahkan kepada muc1k4r1 tersohor di negara ini, aku yakin kecantikanmu bisa menghasilkan uang yang cukup banyak untukku." ujar Eriko dengan nada dingin dan rencana itu tentu membuat Karin menangis tersedu-sedu. "Jangan, tuan, tolong kasihani aku, tuan! Aku bersedia menjadi pembantumu karena aku bisa mencuci piring, mencuci baju, dan memasak nasi. Aku juga suka bersih-bersih rumah dan aku akan menuruti semua perintah tuan, asal jangan jadikan aku wanita p4ngg1l4n," Karin memohon dengan suara penuh harap pada mafia kejam itu. "Sayangnya, kamu tidak cocok jadi babu! Profesi yang paling bagus untukmu adalah menjadi wanita n4k4l" Eriko berkata dingin sambil. Lalu mafia kejam itu menusuk l3mb4h surg4w1 Karin dari belakang. "Tolong, ampuni aku tuan, aku mohon jangan lakukan ini lagi padaku!" Karin menangis, merasa putus asa dan tak berdaya saat pria kejam itu terus mengerjainya dengan brut4l. "Diam," ucap Eriko dengan nada dingin. Kemudian ia menggendong gadis itu dengan gaya bridal style lalu meletakkannya di dalam bathtub. Eriko menyalakan air dan bergabung bersama Karin di dalamnya. "Coba lakukan cat cow pose," ajak Eriko, mengajari Karin berdiri seperti kucing. "Ja-jangan, sudah cukup, tuan. Aku tak sanggup kalau harus melayanimu sekarang." ucap Karin dengan berharap Eriko menghentikan aksinya gilanya. "Tidak akan karena bercinta adalah pekerjaan kedua yang paling aku sukai, kalau aku senggang berarti kegiatanku hari itu adalah bermain l3nd1r bersama wanita, hahaha!" Eriko tertawa sinis. Beberapa saat kemudian, setalah Eriko beberapa kali mencapai akhirnya ia merasa puas dan lega. Lalu iapun membersihkan diri di sebelah Karin yang masih berendam di dalam bathtub. Dalam beberapa jam, masa depanku hancur lebur, kenapa kau memberikan ujian sebesar ini padaku, ya Tuhan? batin Karin dengan penuh kegetiran. Lalu Karin yang putus asa diam mematung dan tak bergerak dari tempatnya hingga mafia kejam itu selesai mandi. "Buruan mandi, aku nggak suka perempuan yang jorok." ucapnya dengan nada yang tegas. "Kamu juga harus istirahat, karena saat aku aku bangun, yang aku lakukan adalah olahraga lidah dan jari," ujar sang mafia. Karin hanya bisa terdiam mendengar pernyataan Eriko yang berhasil menggoncang batinnya. Aku benar-benar dijadikan budak n4fsu b*jadnya! Tidak, aku tidak mau lagi melayani dia. Jika dia berani menghabisi papa, maka aku juga tidak boleh takut untuk melakukan hal yang sama, batin Karin.Demi misi balas dendam Karin mencoba tegar dan mengikuti permainan pria mengerikan yang ada di hadapannya.Lalu gadis malang itu mulai membersihkan diri di bawah air shower.Setelah selesai mandi ia kembali ke kamar dengan tubuh basah kuyup tanpa dibalut sehelai benangpun."Bolehkah saya meminta handuk, Tuan?" tanya Karin dengan sopan."Silahkan, gunakan saja yang ini." jawab Eriko sambil melemparkan handuk yang baru saja ia gunakan ke tubuh Karin.Bruk!Karin menahan handuk itu di dadannya gambar tidak terjatuh ke lantai."Terimakasih banyak, Tuan. " ucap Karin sambil menggunakan handuk tersebut untuk mengeringkan tubuhnya."Buang segera setelah kamu gunakan karena aku tidak suka menggunakan handuk bekas orang lain," ujar Eriko.Egois, pikir Karin dalam hati.Dia nggak suka memakai bekas orang lain, tapi dia memberikan bekasnya pada orang lain, dasar laki-laki jahanam, Karin mengumpat dalam hati."Baik, Tuan," sahut Karin dengan tersenyum tipis.Namun di dalam hatinya terpendam rasa
Mata pria tampan itu mengembun, raut kesedihan tergambar jelas di wajahnya."Terus kamu menerima perjodohan itu?" tanya Eriko dengan bibir bergetar.Elena menganggukkan kepala."Aku sudah berulang kali menolaknya tapi kedua orang tuaku tak bosan memaksaku untuk menerima lamaran itu, padahal aku sudah mengatakan kalau aku sudah punya kamu dan tahun depan kita akan menikah tapi... hiks... mereka malah menentang hubungan kita, jujur aku nggak mau menikah dengan laki-laki itu tapi apa boleh buat, mereka orang tuaku dan aku nggak bisa menentang perintah mereka." Elena menangis lalu ia memeluk kekasihnya."Kalau kamu benar-benar mencintai aku, ayo kita pergi kawin lari!" seru Eriko."Maaf, aku nggak bisa karena orang tuaku mengatakan akan memutus hubungan mereka denganku kalau aku sampai menikah dengan laki-laki miskin dan anak yatim piatu sepertimu, maafkan Eriko... orang tuaku tidak percaya kalau kamu sanggup membahagiakan aku." penjelasan Elena sontak merobek hati Eriko.Hatinya juga kia
Kemudian Eriko bergegas keluar kamar karena perutnya terasa lapar.Dalam perjalanan menuju meja makan, ia teringat perkataan dokter, "Perempuan itu harus makan teratur dan menghabiskan obatnya." Hal itu membuat Eriko merasa kesal, karena berarti ia harus merawat gadis tersebut."Sial, kenapa aku harus merasa terbebani seperti ini? Biarkan saja dia mat1 kelaparan, toh itu bukan urusanku." gumam Eriko sambil mencoba menutup mata dan hatinya terhadap gadis malang itu.Sesampainya di meja makan, pelayan yang seksi dan gemulai melayaninya."Mau paha atau dada, Tuan?" tanya pelayan sambil menunjukkan beberapa potongan ayam goreng serundeng yang tersaji dalam wadah keramik."Dada." jawab Eriko, sambil melirik ke arah batok kelapa pelayan tersebut."Baiklah, Tuan." sahut pelayan itu sambil meletakkan dua potong dada ayam yang besar di piring majikannya.Lalu sang pelayan menambahkan sayur lodeh, kerupuk, dan sambal terasi ke piring tersebut."Selamat menikmati tuan." sang pelayan meletakkan p
"Hiks...!" netra gadis itu basah akan air mata. Lalu Eriko melirik si gadis yang nampak ketakutan. "Nanti juga kamu akan terbiasa melayani semua orang-orang pentingku, biasanya aku bosan dulu baru mereka akan memakai para wanitaku tapi untuk Leonardo aku ikhlas kalau kamu kami pakai bersama-sama." ucap Eriko dengan senyum menyeringai. Ia sanggup berkata kejam karena benci dengan kedua orang tua Karin yang sudah mengkhianati dan merugikannya. "Ja-jangan tuan, tolong jangan!" Karin geleng-geleng kepala. Lalu tangannya yang bergetar memegang tangan Eriko yang kekar dan bidang. "Jangan sekejam itu padaku tuan, aku tahu kesalahan orang tuaku tidak bisa di maafkan tapi tolong.... jangan hukum aku seberat itu, aku memang bukan wanita baik-baik tapi aku selalu menjaga diriku dari pergaulan bebas jadi aku mohon... jangan, hiks!" Karin menangis, ia juga berharap mendapat belas kasih dari pria kejam itu. "Hei." Eriko menjambak rambut indah gadis itu. "Ala bisa karena biasa, semua manusi
Setelah itu, Leonardo membawanya ke hadapan Karin. "Makanlah!" titah Leonardo. Kemudian Karin mengangguk berulang kali, ia langsung patuh karena yakin bahwa Leonardo akan mengasihaninya jika ia bersikap baik. Lalu dengan tangan gemetar, Karin membuka plastik yang membungkus roti tawar. Setelah mengambil dua lembar, ia mencoba membuka tutup selai coklat, namun ia gagal membuka tutupnya karena tak punya tenaga. "Susah," keluhnya dengan suara pelan. Akhirnya, Karin hanya menggigit roti tawar tanpa selai, ia juga enggan meminta bantuan karena takut merepotkan. Sementara itu, Leonardo yang duduk di sofa terus mengamati aksi Karin. Karin yang menyadari hal itu sontak merasa tak nyaman, namun ia tidak berani mengeluh. Lalu dengan ragu Karin menoleh ke Leonardo dan bertanya. "Apa tuan mau?" ucap Karin sambil menawarkan roti tawar yang ia pegang. "Tidak." jawab Leonardo seraya menggelengkan kepala. "Baiklah." ucap Karin lalu melanjutkan makan dengan menundukkan kepala. Setelah gad
Kemudian Aldo mencoba menghubungi kekasihnya namun tidak berhasil. "Ck, aku benar-benar penasaran dengan keberadaan Karin," gumamnya. Lalu dengan keputusan bulat, Aldo berangkat menuju rumah sahabatnya Karin yang tidak terlalu jauh dari lokasinya berada saat itu. Setelah beberapa saat dalam perjalanan, Aldo tiba di tujuan dan bertemu Dini yang sedang duduk santai di teras rumahnya. "Ada apa? Kenapa datang ke rumahku tanpa memberitahu terlebih dahulu?" tanya Dini dengan ekspresi terkejut. "Maaf, tapi aku kesini untuk menanyakan tentang Karin," jelas Aldo. "Oh... gitu, aku juga sebenarnya heran kenapa nomornya tidak bisa dihubungi. Kamu ingin menanyakan hal itu juga, kan?" sambung Dini. "Iya, benar. Tadi aku ke rumahnya dan ada dua orang asing yang berjaga di depan gerbang. Mereka bilang Karin sudah pindah, tapi itu tidak masuk akal karena dia tidak pernah cerita apa-apa tentang pindah," ungkap Aldo. "Iya ya, masa mereka pindah rumah tanpa memberitahu kita?" Dini menamb
"Ah, haha... itu aku... saat memasak aku memotong kuku di samping panci, astaga... maafkan aku ya, aku benar-benar tidak sengaja." ucapnya dengan raut wajah yang menyesal."Ah ya sudahlah nggak apa-apa namanya juga nggak sengaja, ibuku juga sering seperti itu kok kadang-kadang ketemu rambut di kuah gule atau di nasi," timpal Aldo sambil tersenyum."Tapi aku mohon maaf banget nih nggak bisa lanjut makan karena jadi nggak selera setalah melihat kuku yang tadi!" Aldo menyudahi makannya. "Oh, tidak apa-apa, maafkan aku ya... Padahal aku yang mengajak kamu makan tapi makanannya malah bermasalah." Dini menundukkan kepala sebagai tanda permintaan maafnya."Nggak usah dipikirkan lagi, oh iya, aku harus segera pergi karena ada janji dengan teman-teman nongkrong." Aldo bangkit dari duduknya."Baik, hati-hati di jalan." Dini mengantar Aldo ke pintu utama. "Terima kasih banyak untuk hidangannya, maaf kalau aku harus pergi sekarang." kemudian Aldo menaiki motornya dan melaju membelah jalan raya.
Tindakan itu membuat Karin merasa tidak nyaman, terlebih karena ada Leonardo dan beberapa pelayan di sana.Dalam upaya untuk melepaskan diri, Karin mendorong dada kekar sang mafia dengan kedua tangannya.Kemudian Sang mafiapun segera menghentikan ciumannya dan memicingkan matanya"Tidak sopan!" seru Eriko yang merasa telah di dipermalukan karena ditolak di depan banyak orang."Maaf, Tuan " ucap Karin sambil menundukkan kepala karena takut bertatapan mata langsung dengan pria menyeramkan itu."Aku tidak terima permintaan maafmu. Kamu lancang dan seenaknya padaku!" ucap Eriko dengan nada tinggi.Lalu ia menoleh ke arah Leonardo. "Panggil mereka semua ke sini, kita akan makan bersama."Titah Eriko membuat Leonardo bingung karena pemimpin Setan Merah itu biasanya tidak mau makan bersama dengan banyak orang."Apa Tuan serius?" tanya Leonardo untuk memastikan."Tentu saja." jawab Eriko sambil menganggukkan kepala."Baik tuan." Leonardo yang mengerti bergegas menuju bangunan belakang yang ma
"Kalau kamu tidak mau mengakhiri hidupku, maka aku yang akan melakukannya!" ujarnya sambil mengarahkan mata pisau tersebut ke dirinya sendiri.Leonardo yang menyaksikan kejadian itu tidak bisa berdiam diri karena ia langsung teringat pada adiknya yang mengakhiri hidupnya 20 tahun yang lalu.KemuIdian ia segera bangkit dari duduknya dan mendekati Karin."Turunkan pisaumu!" Leonardo membentak Karin karena ia benar-benar takut jika gadis muda itu sampai bertindak lebih jauh."Tidak!" kemudian Karin ingin men*suk perutnya beruntung Eriko yang cekatan menendang tangan Karin hingga pisau itu terpelanting ke lantai."Sakit!" Karin memegang tangannya yang terasa panas dan berdenyut."Baru segitu sudah meringis, apalagi kalau kamu melukai dirimu sendiri! Aku benar-benar bosan melihatmu! Semuanya, berbaris karena kalian akan memakainya rame-rame." perintah gila Eriko sontak membuat gadis muda ambruk terjatuh ke lantai pingsan tak sadarkan diri.Melihat kejadian itu membuat Eriko menghela nafas
Tindakan itu membuat Karin merasa tidak nyaman, terlebih karena ada Leonardo dan beberapa pelayan di sana.Dalam upaya untuk melepaskan diri, Karin mendorong dada kekar sang mafia dengan kedua tangannya.Kemudian Sang mafiapun segera menghentikan ciumannya dan memicingkan matanya"Tidak sopan!" seru Eriko yang merasa telah di dipermalukan karena ditolak di depan banyak orang."Maaf, Tuan " ucap Karin sambil menundukkan kepala karena takut bertatapan mata langsung dengan pria menyeramkan itu."Aku tidak terima permintaan maafmu. Kamu lancang dan seenaknya padaku!" ucap Eriko dengan nada tinggi.Lalu ia menoleh ke arah Leonardo. "Panggil mereka semua ke sini, kita akan makan bersama."Titah Eriko membuat Leonardo bingung karena pemimpin Setan Merah itu biasanya tidak mau makan bersama dengan banyak orang."Apa Tuan serius?" tanya Leonardo untuk memastikan."Tentu saja." jawab Eriko sambil menganggukkan kepala."Baik tuan." Leonardo yang mengerti bergegas menuju bangunan belakang yang ma
"Ah, haha... itu aku... saat memasak aku memotong kuku di samping panci, astaga... maafkan aku ya, aku benar-benar tidak sengaja." ucapnya dengan raut wajah yang menyesal."Ah ya sudahlah nggak apa-apa namanya juga nggak sengaja, ibuku juga sering seperti itu kok kadang-kadang ketemu rambut di kuah gule atau di nasi," timpal Aldo sambil tersenyum."Tapi aku mohon maaf banget nih nggak bisa lanjut makan karena jadi nggak selera setalah melihat kuku yang tadi!" Aldo menyudahi makannya. "Oh, tidak apa-apa, maafkan aku ya... Padahal aku yang mengajak kamu makan tapi makanannya malah bermasalah." Dini menundukkan kepala sebagai tanda permintaan maafnya."Nggak usah dipikirkan lagi, oh iya, aku harus segera pergi karena ada janji dengan teman-teman nongkrong." Aldo bangkit dari duduknya."Baik, hati-hati di jalan." Dini mengantar Aldo ke pintu utama. "Terima kasih banyak untuk hidangannya, maaf kalau aku harus pergi sekarang." kemudian Aldo menaiki motornya dan melaju membelah jalan raya.
Kemudian Aldo mencoba menghubungi kekasihnya namun tidak berhasil. "Ck, aku benar-benar penasaran dengan keberadaan Karin," gumamnya. Lalu dengan keputusan bulat, Aldo berangkat menuju rumah sahabatnya Karin yang tidak terlalu jauh dari lokasinya berada saat itu. Setelah beberapa saat dalam perjalanan, Aldo tiba di tujuan dan bertemu Dini yang sedang duduk santai di teras rumahnya. "Ada apa? Kenapa datang ke rumahku tanpa memberitahu terlebih dahulu?" tanya Dini dengan ekspresi terkejut. "Maaf, tapi aku kesini untuk menanyakan tentang Karin," jelas Aldo. "Oh... gitu, aku juga sebenarnya heran kenapa nomornya tidak bisa dihubungi. Kamu ingin menanyakan hal itu juga, kan?" sambung Dini. "Iya, benar. Tadi aku ke rumahnya dan ada dua orang asing yang berjaga di depan gerbang. Mereka bilang Karin sudah pindah, tapi itu tidak masuk akal karena dia tidak pernah cerita apa-apa tentang pindah," ungkap Aldo. "Iya ya, masa mereka pindah rumah tanpa memberitahu kita?" Dini menamb
Setelah itu, Leonardo membawanya ke hadapan Karin. "Makanlah!" titah Leonardo. Kemudian Karin mengangguk berulang kali, ia langsung patuh karena yakin bahwa Leonardo akan mengasihaninya jika ia bersikap baik. Lalu dengan tangan gemetar, Karin membuka plastik yang membungkus roti tawar. Setelah mengambil dua lembar, ia mencoba membuka tutup selai coklat, namun ia gagal membuka tutupnya karena tak punya tenaga. "Susah," keluhnya dengan suara pelan. Akhirnya, Karin hanya menggigit roti tawar tanpa selai, ia juga enggan meminta bantuan karena takut merepotkan. Sementara itu, Leonardo yang duduk di sofa terus mengamati aksi Karin. Karin yang menyadari hal itu sontak merasa tak nyaman, namun ia tidak berani mengeluh. Lalu dengan ragu Karin menoleh ke Leonardo dan bertanya. "Apa tuan mau?" ucap Karin sambil menawarkan roti tawar yang ia pegang. "Tidak." jawab Leonardo seraya menggelengkan kepala. "Baiklah." ucap Karin lalu melanjutkan makan dengan menundukkan kepala. Setelah gad
"Hiks...!" netra gadis itu basah akan air mata. Lalu Eriko melirik si gadis yang nampak ketakutan. "Nanti juga kamu akan terbiasa melayani semua orang-orang pentingku, biasanya aku bosan dulu baru mereka akan memakai para wanitaku tapi untuk Leonardo aku ikhlas kalau kamu kami pakai bersama-sama." ucap Eriko dengan senyum menyeringai. Ia sanggup berkata kejam karena benci dengan kedua orang tua Karin yang sudah mengkhianati dan merugikannya. "Ja-jangan tuan, tolong jangan!" Karin geleng-geleng kepala. Lalu tangannya yang bergetar memegang tangan Eriko yang kekar dan bidang. "Jangan sekejam itu padaku tuan, aku tahu kesalahan orang tuaku tidak bisa di maafkan tapi tolong.... jangan hukum aku seberat itu, aku memang bukan wanita baik-baik tapi aku selalu menjaga diriku dari pergaulan bebas jadi aku mohon... jangan, hiks!" Karin menangis, ia juga berharap mendapat belas kasih dari pria kejam itu. "Hei." Eriko menjambak rambut indah gadis itu. "Ala bisa karena biasa, semua manusi
Kemudian Eriko bergegas keluar kamar karena perutnya terasa lapar.Dalam perjalanan menuju meja makan, ia teringat perkataan dokter, "Perempuan itu harus makan teratur dan menghabiskan obatnya." Hal itu membuat Eriko merasa kesal, karena berarti ia harus merawat gadis tersebut."Sial, kenapa aku harus merasa terbebani seperti ini? Biarkan saja dia mat1 kelaparan, toh itu bukan urusanku." gumam Eriko sambil mencoba menutup mata dan hatinya terhadap gadis malang itu.Sesampainya di meja makan, pelayan yang seksi dan gemulai melayaninya."Mau paha atau dada, Tuan?" tanya pelayan sambil menunjukkan beberapa potongan ayam goreng serundeng yang tersaji dalam wadah keramik."Dada." jawab Eriko, sambil melirik ke arah batok kelapa pelayan tersebut."Baiklah, Tuan." sahut pelayan itu sambil meletakkan dua potong dada ayam yang besar di piring majikannya.Lalu sang pelayan menambahkan sayur lodeh, kerupuk, dan sambal terasi ke piring tersebut."Selamat menikmati tuan." sang pelayan meletakkan p
Mata pria tampan itu mengembun, raut kesedihan tergambar jelas di wajahnya."Terus kamu menerima perjodohan itu?" tanya Eriko dengan bibir bergetar.Elena menganggukkan kepala."Aku sudah berulang kali menolaknya tapi kedua orang tuaku tak bosan memaksaku untuk menerima lamaran itu, padahal aku sudah mengatakan kalau aku sudah punya kamu dan tahun depan kita akan menikah tapi... hiks... mereka malah menentang hubungan kita, jujur aku nggak mau menikah dengan laki-laki itu tapi apa boleh buat, mereka orang tuaku dan aku nggak bisa menentang perintah mereka." Elena menangis lalu ia memeluk kekasihnya."Kalau kamu benar-benar mencintai aku, ayo kita pergi kawin lari!" seru Eriko."Maaf, aku nggak bisa karena orang tuaku mengatakan akan memutus hubungan mereka denganku kalau aku sampai menikah dengan laki-laki miskin dan anak yatim piatu sepertimu, maafkan Eriko... orang tuaku tidak percaya kalau kamu sanggup membahagiakan aku." penjelasan Elena sontak merobek hati Eriko.Hatinya juga kia
Demi misi balas dendam Karin mencoba tegar dan mengikuti permainan pria mengerikan yang ada di hadapannya.Lalu gadis malang itu mulai membersihkan diri di bawah air shower.Setelah selesai mandi ia kembali ke kamar dengan tubuh basah kuyup tanpa dibalut sehelai benangpun."Bolehkah saya meminta handuk, Tuan?" tanya Karin dengan sopan."Silahkan, gunakan saja yang ini." jawab Eriko sambil melemparkan handuk yang baru saja ia gunakan ke tubuh Karin.Bruk!Karin menahan handuk itu di dadannya gambar tidak terjatuh ke lantai."Terimakasih banyak, Tuan. " ucap Karin sambil menggunakan handuk tersebut untuk mengeringkan tubuhnya."Buang segera setelah kamu gunakan karena aku tidak suka menggunakan handuk bekas orang lain," ujar Eriko.Egois, pikir Karin dalam hati.Dia nggak suka memakai bekas orang lain, tapi dia memberikan bekasnya pada orang lain, dasar laki-laki jahanam, Karin mengumpat dalam hati."Baik, Tuan," sahut Karin dengan tersenyum tipis.Namun di dalam hatinya terpendam rasa