Karin benar-benar menderita karena sentuhan Eriko sangat kasar saat menjamah tubuhnya.
Karin yang tak dapat berbuat apapun hanya pasrah menerima setiap apa yang dilakukan pria kejam itu padanya. Rasanya puncak milikku ingin putus, tolong hentikan, batin Karin. Sementara Eriko yang candu dengan tubuhnya yang putih mulus terus melakukan peny*sap*n di puncak mangga manis itu. Puas yang di kiri iapun beralih ke sebelah kanan. Cukup lama pemompaan itu berlangsung hingga membuat kedua mangga itu basah kuyup dengan salivanya. 30 menit kemudian Eriko menyes*p kuat-kuat ujung mangga yang membuat ia mabuk kepayang. Setalah itu ia baru melepaskannya. "Tidak kusangka punyamu benar-benar enak tapi bagaimana dengan serabimu? Apakah masih di segel atau sudah lost?" Eriko yang bengis tersenyum nakal. "Cukup, jangan siksa aku lagi! Aku mohon biarkan aku pergi atau tembak aku sekarang juga yang penting jangan sentuh aku, hiks." Karin terisak dalam takut yang tak dapat ia ungkapkan dengan kata-kata. "Kaummu bilang tersiksa? CK!" Eriko berdecak seraya geleng-geleng kepala. Setelah itu ia membuka lebar kedua lutut gadis cantik itu. Lalu 2 jemarinya menyibak serabi mulus dengan toping merah muda menggemaskan di atasnya. "Luar biasa, ada yang sedang kebanjiran!" Eriko menunjukkan jemarinya yang basah tepat di kedua netra Karin. Hal itu tentu membuat gadis itu malu dan menundukkan kepala. "Jangan munafik, lebih baik kamu nikmati saja permainan ini karena tugas tawanan jal**g sepertimu adalah melayaniku di r*njang." Eriko tersenyum sinis. Setalah itu kedua tangannya menekan lutut indah Karin agar tetap terbuka lebar. Setelah itu Eriko membenamkan wajahnya di serabi yang mengeluarkan aroma klasik. "Aaa!" suara gadis itu bergetar ketika indera pengecap si mafia kejam menyapu bersih setiap permukaan serabi indahnya. Tubuh Karin menggeliat kesana kemari karena tak sanggup menahan sensasi aneh yang baru pertama kali ia rasakan untuk seumur hidupnya. Seringkali bibir indahnya melepaskan r*ntihan panjang dan juga bergelombang. "A-ampun! Tolong hentikan! Aku mohon!" Karin meminta belas kasih pria yang sedang menggigit toping merah muda serabinya. "Sudah, aku menyerah aku nggak sanggup lagi." ucapnya dengan suara bergetar. Lalu sejurus dengan itu tanggul bendungan air di dalam lembah kegelapan bocor hingga airnya mengalir ke permukaan. Si pria perkasa yang mengerti apa yang terjadi dengan sigap meneguk air langka tersebut sampai kering. "Luar biasa, perempuan ini benar-benar berbeda dengan wanita lain yang pernah melayaniku." Eriko yang bersemangat tak sabar ingin lanjut ke permainan inti. Lalu iapun mengerahkan batang kehidupannya ke serabi sempit yang sepertinya sulit ia lewati. "Kamu masih gadis?" Eriko tersenyum menyeringai ia tak menyangka jika mendapatkan barang bagus malam itu. "Aku mohon jangan! Aku belum pernah melakukan itu dengan siapapun, tolong jangan rusak aku pak!" ucapnya dengan sopan dan berharap penuh dalam hati agar dirinya tidak dicampuri lebih jauh. "Pak?" Eriko cukup tersinggung dengan panggilan itu. Lalu Eriko menampar pipi mulus gadis itu hingga meninggalkan bekas merah. Plak! "Aku bukan ayahmu dan apalagi saudaramu, kita tidak punya hubungan apapun jadi panggil aku tuan karena aku adalah majikan, apa kamu mengerti!!" tanya Eriko dengan suara menggelegar bagai petir. "Hiks." Karin makin menangis mendengar bentakan luar biasa itu. "Panggil aku tuan!" titah Eriko. "Tidak, aku nggak punya hutang apapun padamu, aku juga tidak mengenalmi, posisiku saat ini adalah korban jadi kenapa aku harus menuruti semua yang kamu katakan???" Karin menolak dengan berani. "Apa?" Eriko tersenyum getir. "Kamu dan ayahmu benar-benar manusia durjana dan tidak tahu diri! Pantas saja pepatah mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, ternyata salah satu orang itu adalah kamu!" lalu Eriko yang emosi dan merasa di rendahkan dengan sigap meluncurkan serangan ke serabi mungil yang ada di hadapan senjatanya. "Aaaaa!!" Karin berteriak hingga suaranya menggema di seluruh kamar. "Sakitt!!" air matanya pecah lalu kedua tangannya mencengkram bahu kekar pria yang sedang menggagahinya. "Sempit! Ternyata kamu benar-benar original," Eriko tersenyum puas. Lalu ia kembali menerjang hingga cairan merah merembes di sprei putih selembut sutra yang mereka pakai. "Hiks." meski Karin terus menangis namun Eriko yang tenggelam dalam lautan nafs* sama sekali tidak peduli dengan penderitaan gadis muda tersebut. Tiga jam kemudian Eriko yang berhasil mencapai puncak sebanyak 3 kali akhirnya berhenti lalu berbaring di sebelah Karin yang lemah tak berdaya. "Sana mandi karena 2 jam lagi aku akan memakaimu kembali." Pernyataan mafia kejam itu membuat kedua netra Karin membelalak sempurna. "Apa?" ucapnya dengan lirih. "Sana atau aku akan melemparmu! Kamar mandinya ada disana!" Eriko menendang kaki Karin. Lalu jemarinya menunjuk ke arah pintu yang tak jauh dari mereka. "Cepat!" pekik Eriko. Lalu gadis cantik itu turun dengan menangis sesunggukan. "Hiks, ma-mama!" ucapnya dengan suara terbata-bata. Lalu iapun berjalan dengan langkah terpingkal-pingkal menuju kamar mandi. Sesampainya di dalam kamar mandi Karin makin menangis saat melihat seluruh tubuhnya dipenuhi dengan ruam merah. Bagian serabinya juga terasa sakit hingga tak dapat ia lukiskan dengan kata-kata. Lalu ketika ia menoleh ke bawah kedua netranya melihat bekas merah yang telah mengering di pahanya. "Harusnya ini kuberikan kepada suamiku tapi dia malah merenggutnya, hiks! Mama... papa! Kenapa nasib keluarga kita jadi seperti ini? Apa yang sebenarnya telah terjadi sampai-sampai kalian berurusan dengan orang jahat sepertinya?" Karin bener-bener penasaran mengapa kedua orang tuanya sampai mengenal pria mengerikan yang baru saja merenggut kesuciannya. Lalu Karin menyalakan shower dan mengguyur tubuhnya dengan penuh air mata dan penyesalan dalam hati. "Aku kangen papa sama mama, ya Tuhan sampai kapan aku akan jadi tawanan pria brengs*k itu? Aku nggak mau menjadi pelayan nafs*nya, tolong bantu aku keluar dari sini karena aku nggak mau terus-terusan terjebak dalam dosa." Karin berharap yang maha kuasa membantunya agar bisa melarikan diri dari tempat asing yang seperti neraka untuknya. Sementara Eriko yang berbaring di ranjang kedatangan tamu yaitu sang kaki tangan yang sudah menemaninya selama 15 tahun lamanya. "Maaf karena saya sudah mengganggu waktu istirahat tuan," ucap Leonardo. "Ada apa?" tanya Eriko. "Jas*d pak Arnold sudah kami buang ke laut tuan," ujar Leonardo. "Good job!" Eriko tersenyum simpul. "Selanjutnya apa yang harus kami lakukan tuan? Apa masih ada pekerjaan yang harus kami selesaikan sekarang?" tanya Leonardo yang selalu siaga dengan perintah sang pemimpin Setan Merah. "Tidak ada, kalian bisa langsung beristirahat sekarang karena besok kita ada meeting penting," ucap Eriko. "Siap tuan." saat Leonardo akan pergi ia tiba-tiba teringat dengan putri semata wayang pak Arnold. "Bagaimana dengan gadis itu? Apa kita tidak akan eksekusinya, tuan? Menurut saya akan merepotkan jika membiarkan dia hidup terlalu lama, jika boleh mengutarakan pendapat menurut saya tuan tidak perlu memeliharanya karena dia bisa menjadi malapetaka untuk kita," ucap Leonardo.Eriko mempermainkan ujung rambutnya, matanya berbinar sinis. Dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya, dia berkata, "Aku mengerti, dan aku akan menghabisinya setelah aku puas bermain dengannya."Leonardo mengangguk hormat kepada Eriko "Kalau begitu saya permisi sekarang tuan." kemudian suara sepatunya bergema pelan di lantai saat ia berjalan menuju pintu.Lalu dengan gerakan halus, dia menarik pintu hingga tertutup, meninggalkan suara klik yang nyata di ruangan yang kini kembali sunyi.Sementara Eriko yang di tinggal menggenggam kuat pinggir ranjang, lalu ia tersenyum menyeringai seraya nafasnya terdengar berat.“Siapa juga yang ingin memelihara perempuan itu lama-lama disini, aku bahkan punya rencana akan menjual gadis itu ke lembah hitam sebagai tebusan atas segala kerugian yang di timbulkan ayahnya,” gumam Eriko pelan.Satu jam berlalu, Eriko menoleh ke arah pintu kamar mandi, "Kenapa perempuan itu belum keluar dari dalam? Apa yang dia lakukan sampai-sampai belum selesai mandi s
Demi misi balas dendam Karin mencoba tegar dan mengikuti permainan pria mengerikan yang ada di hadapannya.Lalu gadis malang itu mulai membersihkan diri di bawah air shower.Setelah selesai mandi ia kembali ke kamar dengan tubuh basah kuyup tanpa dibalut sehelai benangpun."Bolehkah saya meminta handuk, Tuan?" tanya Karin dengan sopan."Silahkan, gunakan saja yang ini." jawab Eriko sambil melemparkan handuk yang baru saja ia gunakan ke tubuh Karin.Bruk!Karin menahan handuk itu di dadannya gambar tidak terjatuh ke lantai."Terimakasih banyak, Tuan. " ucap Karin sambil menggunakan handuk tersebut untuk mengeringkan tubuhnya."Buang segera setelah kamu gunakan karena aku tidak suka menggunakan handuk bekas orang lain," ujar Eriko.Egois, pikir Karin dalam hati.Dia nggak suka memakai bekas orang lain, tapi dia memberikan bekasnya pada orang lain, dasar laki-laki jahanam, Karin mengumpat dalam hati."Baik, Tuan," sahut Karin dengan tersenyum tipis.Namun di dalam hatinya terpendam rasa
Mata pria tampan itu mengembun, raut kesedihan tergambar jelas di wajahnya."Terus kamu menerima perjodohan itu?" tanya Eriko dengan bibir bergetar.Elena menganggukkan kepala."Aku sudah berulang kali menolaknya tapi kedua orang tuaku tak bosan memaksaku untuk menerima lamaran itu, padahal aku sudah mengatakan kalau aku sudah punya kamu dan tahun depan kita akan menikah tapi... hiks... mereka malah menentang hubungan kita, jujur aku nggak mau menikah dengan laki-laki itu tapi apa boleh buat, mereka orang tuaku dan aku nggak bisa menentang perintah mereka." Elena menangis lalu ia memeluk kekasihnya."Kalau kamu benar-benar mencintai aku, ayo kita pergi kawin lari!" seru Eriko."Maaf, aku nggak bisa karena orang tuaku mengatakan akan memutus hubungan mereka denganku kalau aku sampai menikah dengan laki-laki miskin dan anak yatim piatu sepertimu, maafkan Eriko... orang tuaku tidak percaya kalau kamu sanggup membahagiakan aku." penjelasan Elena sontak merobek hati Eriko.Hatinya juga kia
Kemudian Eriko bergegas keluar kamar karena perutnya terasa lapar.Dalam perjalanan menuju meja makan, ia teringat perkataan dokter, "Perempuan itu harus makan teratur dan menghabiskan obatnya." Hal itu membuat Eriko merasa kesal, karena berarti ia harus merawat gadis tersebut."Sial, kenapa aku harus merasa terbebani seperti ini? Biarkan saja dia mat1 kelaparan, toh itu bukan urusanku." gumam Eriko sambil mencoba menutup mata dan hatinya terhadap gadis malang itu.Sesampainya di meja makan, pelayan yang seksi dan gemulai melayaninya."Mau paha atau dada, Tuan?" tanya pelayan sambil menunjukkan beberapa potongan ayam goreng serundeng yang tersaji dalam wadah keramik."Dada." jawab Eriko, sambil melirik ke arah batok kelapa pelayan tersebut."Baiklah, Tuan." sahut pelayan itu sambil meletakkan dua potong dada ayam yang besar di piring majikannya.Lalu sang pelayan menambahkan sayur lodeh, kerupuk, dan sambal terasi ke piring tersebut."Selamat menikmati tuan." sang pelayan meletakkan p
"Hiks...!" netra gadis itu basah akan air mata. Lalu Eriko melirik si gadis yang nampak ketakutan. "Nanti juga kamu akan terbiasa melayani semua orang-orang pentingku, biasanya aku bosan dulu baru mereka akan memakai para wanitaku tapi untuk Leonardo aku ikhlas kalau kamu kami pakai bersama-sama." ucap Eriko dengan senyum menyeringai. Ia sanggup berkata kejam karena benci dengan kedua orang tua Karin yang sudah mengkhianati dan merugikannya. "Ja-jangan tuan, tolong jangan!" Karin geleng-geleng kepala. Lalu tangannya yang bergetar memegang tangan Eriko yang kekar dan bidang. "Jangan sekejam itu padaku tuan, aku tahu kesalahan orang tuaku tidak bisa di maafkan tapi tolong.... jangan hukum aku seberat itu, aku memang bukan wanita baik-baik tapi aku selalu menjaga diriku dari pergaulan bebas jadi aku mohon... jangan, hiks!" Karin menangis, ia juga berharap mendapat belas kasih dari pria kejam itu. "Hei." Eriko menjambak rambut indah gadis itu. "Ala bisa karena biasa, semua manusi
Setelah itu, Leonardo membawanya ke hadapan Karin. "Makanlah!" titah Leonardo. Kemudian Karin mengangguk berulang kali, ia langsung patuh karena yakin bahwa Leonardo akan mengasihaninya jika ia bersikap baik. Lalu dengan tangan gemetar, Karin membuka plastik yang membungkus roti tawar. Setelah mengambil dua lembar, ia mencoba membuka tutup selai coklat, namun ia gagal membuka tutupnya karena tak punya tenaga. "Susah," keluhnya dengan suara pelan. Akhirnya, Karin hanya menggigit roti tawar tanpa selai, ia juga enggan meminta bantuan karena takut merepotkan. Sementara itu, Leonardo yang duduk di sofa terus mengamati aksi Karin. Karin yang menyadari hal itu sontak merasa tak nyaman, namun ia tidak berani mengeluh. Lalu dengan ragu Karin menoleh ke Leonardo dan bertanya. "Apa tuan mau?" ucap Karin sambil menawarkan roti tawar yang ia pegang. "Tidak." jawab Leonardo seraya menggelengkan kepala. "Baiklah." ucap Karin lalu melanjutkan makan dengan menundukkan kepala. Setelah gad
Kemudian Aldo mencoba menghubungi kekasihnya namun tidak berhasil. "Ck, aku benar-benar penasaran dengan keberadaan Karin," gumamnya. Lalu dengan keputusan bulat, Aldo berangkat menuju rumah sahabatnya Karin yang tidak terlalu jauh dari lokasinya berada saat itu. Setelah beberapa saat dalam perjalanan, Aldo tiba di tujuan dan bertemu Dini yang sedang duduk santai di teras rumahnya. "Ada apa? Kenapa datang ke rumahku tanpa memberitahu terlebih dahulu?" tanya Dini dengan ekspresi terkejut. "Maaf, tapi aku kesini untuk menanyakan tentang Karin," jelas Aldo. "Oh... gitu, aku juga sebenarnya heran kenapa nomornya tidak bisa dihubungi. Kamu ingin menanyakan hal itu juga, kan?" sambung Dini. "Iya, benar. Tadi aku ke rumahnya dan ada dua orang asing yang berjaga di depan gerbang. Mereka bilang Karin sudah pindah, tapi itu tidak masuk akal karena dia tidak pernah cerita apa-apa tentang pindah," ungkap Aldo. "Iya ya, masa mereka pindah rumah tanpa memberitahu kita?" Dini menamb
"Ah, haha... itu aku... saat memasak aku memotong kuku di samping panci, astaga... maafkan aku ya, aku benar-benar tidak sengaja." ucapnya dengan raut wajah yang menyesal."Ah ya sudahlah nggak apa-apa namanya juga nggak sengaja, ibuku juga sering seperti itu kok kadang-kadang ketemu rambut di kuah gule atau di nasi," timpal Aldo sambil tersenyum."Tapi aku mohon maaf banget nih nggak bisa lanjut makan karena jadi nggak selera setalah melihat kuku yang tadi!" Aldo menyudahi makannya. "Oh, tidak apa-apa, maafkan aku ya... Padahal aku yang mengajak kamu makan tapi makanannya malah bermasalah." Dini menundukkan kepala sebagai tanda permintaan maafnya."Nggak usah dipikirkan lagi, oh iya, aku harus segera pergi karena ada janji dengan teman-teman nongkrong." Aldo bangkit dari duduknya."Baik, hati-hati di jalan." Dini mengantar Aldo ke pintu utama. "Terima kasih banyak untuk hidangannya, maaf kalau aku harus pergi sekarang." kemudian Aldo menaiki motornya dan melaju membelah jalan raya.
"Kalau kamu tidak mau mengakhiri hidupku, maka aku yang akan melakukannya!" ujarnya sambil mengarahkan mata pisau tersebut ke dirinya sendiri.Leonardo yang menyaksikan kejadian itu tidak bisa berdiam diri karena ia langsung teringat pada adiknya yang mengakhiri hidupnya 20 tahun yang lalu.KemuIdian ia segera bangkit dari duduknya dan mendekati Karin."Turunkan pisaumu!" Leonardo membentak Karin karena ia benar-benar takut jika gadis muda itu sampai bertindak lebih jauh."Tidak!" kemudian Karin ingin men*suk perutnya beruntung Eriko yang cekatan menendang tangan Karin hingga pisau itu terpelanting ke lantai."Sakit!" Karin memegang tangannya yang terasa panas dan berdenyut."Baru segitu sudah meringis, apalagi kalau kamu melukai dirimu sendiri! Aku benar-benar bosan melihatmu! Semuanya, berbaris karena kalian akan memakainya rame-rame." perintah gila Eriko sontak membuat gadis muda ambruk terjatuh ke lantai pingsan tak sadarkan diri.Melihat kejadian itu membuat Eriko menghela nafas
Tindakan itu membuat Karin merasa tidak nyaman, terlebih karena ada Leonardo dan beberapa pelayan di sana.Dalam upaya untuk melepaskan diri, Karin mendorong dada kekar sang mafia dengan kedua tangannya.Kemudian Sang mafiapun segera menghentikan ciumannya dan memicingkan matanya"Tidak sopan!" seru Eriko yang merasa telah di dipermalukan karena ditolak di depan banyak orang."Maaf, Tuan " ucap Karin sambil menundukkan kepala karena takut bertatapan mata langsung dengan pria menyeramkan itu."Aku tidak terima permintaan maafmu. Kamu lancang dan seenaknya padaku!" ucap Eriko dengan nada tinggi.Lalu ia menoleh ke arah Leonardo. "Panggil mereka semua ke sini, kita akan makan bersama."Titah Eriko membuat Leonardo bingung karena pemimpin Setan Merah itu biasanya tidak mau makan bersama dengan banyak orang."Apa Tuan serius?" tanya Leonardo untuk memastikan."Tentu saja." jawab Eriko sambil menganggukkan kepala."Baik tuan." Leonardo yang mengerti bergegas menuju bangunan belakang yang ma
"Ah, haha... itu aku... saat memasak aku memotong kuku di samping panci, astaga... maafkan aku ya, aku benar-benar tidak sengaja." ucapnya dengan raut wajah yang menyesal."Ah ya sudahlah nggak apa-apa namanya juga nggak sengaja, ibuku juga sering seperti itu kok kadang-kadang ketemu rambut di kuah gule atau di nasi," timpal Aldo sambil tersenyum."Tapi aku mohon maaf banget nih nggak bisa lanjut makan karena jadi nggak selera setalah melihat kuku yang tadi!" Aldo menyudahi makannya. "Oh, tidak apa-apa, maafkan aku ya... Padahal aku yang mengajak kamu makan tapi makanannya malah bermasalah." Dini menundukkan kepala sebagai tanda permintaan maafnya."Nggak usah dipikirkan lagi, oh iya, aku harus segera pergi karena ada janji dengan teman-teman nongkrong." Aldo bangkit dari duduknya."Baik, hati-hati di jalan." Dini mengantar Aldo ke pintu utama. "Terima kasih banyak untuk hidangannya, maaf kalau aku harus pergi sekarang." kemudian Aldo menaiki motornya dan melaju membelah jalan raya.
Kemudian Aldo mencoba menghubungi kekasihnya namun tidak berhasil. "Ck, aku benar-benar penasaran dengan keberadaan Karin," gumamnya. Lalu dengan keputusan bulat, Aldo berangkat menuju rumah sahabatnya Karin yang tidak terlalu jauh dari lokasinya berada saat itu. Setelah beberapa saat dalam perjalanan, Aldo tiba di tujuan dan bertemu Dini yang sedang duduk santai di teras rumahnya. "Ada apa? Kenapa datang ke rumahku tanpa memberitahu terlebih dahulu?" tanya Dini dengan ekspresi terkejut. "Maaf, tapi aku kesini untuk menanyakan tentang Karin," jelas Aldo. "Oh... gitu, aku juga sebenarnya heran kenapa nomornya tidak bisa dihubungi. Kamu ingin menanyakan hal itu juga, kan?" sambung Dini. "Iya, benar. Tadi aku ke rumahnya dan ada dua orang asing yang berjaga di depan gerbang. Mereka bilang Karin sudah pindah, tapi itu tidak masuk akal karena dia tidak pernah cerita apa-apa tentang pindah," ungkap Aldo. "Iya ya, masa mereka pindah rumah tanpa memberitahu kita?" Dini menamb
Setelah itu, Leonardo membawanya ke hadapan Karin. "Makanlah!" titah Leonardo. Kemudian Karin mengangguk berulang kali, ia langsung patuh karena yakin bahwa Leonardo akan mengasihaninya jika ia bersikap baik. Lalu dengan tangan gemetar, Karin membuka plastik yang membungkus roti tawar. Setelah mengambil dua lembar, ia mencoba membuka tutup selai coklat, namun ia gagal membuka tutupnya karena tak punya tenaga. "Susah," keluhnya dengan suara pelan. Akhirnya, Karin hanya menggigit roti tawar tanpa selai, ia juga enggan meminta bantuan karena takut merepotkan. Sementara itu, Leonardo yang duduk di sofa terus mengamati aksi Karin. Karin yang menyadari hal itu sontak merasa tak nyaman, namun ia tidak berani mengeluh. Lalu dengan ragu Karin menoleh ke Leonardo dan bertanya. "Apa tuan mau?" ucap Karin sambil menawarkan roti tawar yang ia pegang. "Tidak." jawab Leonardo seraya menggelengkan kepala. "Baiklah." ucap Karin lalu melanjutkan makan dengan menundukkan kepala. Setelah gad
"Hiks...!" netra gadis itu basah akan air mata. Lalu Eriko melirik si gadis yang nampak ketakutan. "Nanti juga kamu akan terbiasa melayani semua orang-orang pentingku, biasanya aku bosan dulu baru mereka akan memakai para wanitaku tapi untuk Leonardo aku ikhlas kalau kamu kami pakai bersama-sama." ucap Eriko dengan senyum menyeringai. Ia sanggup berkata kejam karena benci dengan kedua orang tua Karin yang sudah mengkhianati dan merugikannya. "Ja-jangan tuan, tolong jangan!" Karin geleng-geleng kepala. Lalu tangannya yang bergetar memegang tangan Eriko yang kekar dan bidang. "Jangan sekejam itu padaku tuan, aku tahu kesalahan orang tuaku tidak bisa di maafkan tapi tolong.... jangan hukum aku seberat itu, aku memang bukan wanita baik-baik tapi aku selalu menjaga diriku dari pergaulan bebas jadi aku mohon... jangan, hiks!" Karin menangis, ia juga berharap mendapat belas kasih dari pria kejam itu. "Hei." Eriko menjambak rambut indah gadis itu. "Ala bisa karena biasa, semua manusi
Kemudian Eriko bergegas keluar kamar karena perutnya terasa lapar.Dalam perjalanan menuju meja makan, ia teringat perkataan dokter, "Perempuan itu harus makan teratur dan menghabiskan obatnya." Hal itu membuat Eriko merasa kesal, karena berarti ia harus merawat gadis tersebut."Sial, kenapa aku harus merasa terbebani seperti ini? Biarkan saja dia mat1 kelaparan, toh itu bukan urusanku." gumam Eriko sambil mencoba menutup mata dan hatinya terhadap gadis malang itu.Sesampainya di meja makan, pelayan yang seksi dan gemulai melayaninya."Mau paha atau dada, Tuan?" tanya pelayan sambil menunjukkan beberapa potongan ayam goreng serundeng yang tersaji dalam wadah keramik."Dada." jawab Eriko, sambil melirik ke arah batok kelapa pelayan tersebut."Baiklah, Tuan." sahut pelayan itu sambil meletakkan dua potong dada ayam yang besar di piring majikannya.Lalu sang pelayan menambahkan sayur lodeh, kerupuk, dan sambal terasi ke piring tersebut."Selamat menikmati tuan." sang pelayan meletakkan p
Mata pria tampan itu mengembun, raut kesedihan tergambar jelas di wajahnya."Terus kamu menerima perjodohan itu?" tanya Eriko dengan bibir bergetar.Elena menganggukkan kepala."Aku sudah berulang kali menolaknya tapi kedua orang tuaku tak bosan memaksaku untuk menerima lamaran itu, padahal aku sudah mengatakan kalau aku sudah punya kamu dan tahun depan kita akan menikah tapi... hiks... mereka malah menentang hubungan kita, jujur aku nggak mau menikah dengan laki-laki itu tapi apa boleh buat, mereka orang tuaku dan aku nggak bisa menentang perintah mereka." Elena menangis lalu ia memeluk kekasihnya."Kalau kamu benar-benar mencintai aku, ayo kita pergi kawin lari!" seru Eriko."Maaf, aku nggak bisa karena orang tuaku mengatakan akan memutus hubungan mereka denganku kalau aku sampai menikah dengan laki-laki miskin dan anak yatim piatu sepertimu, maafkan Eriko... orang tuaku tidak percaya kalau kamu sanggup membahagiakan aku." penjelasan Elena sontak merobek hati Eriko.Hatinya juga kia
Demi misi balas dendam Karin mencoba tegar dan mengikuti permainan pria mengerikan yang ada di hadapannya.Lalu gadis malang itu mulai membersihkan diri di bawah air shower.Setelah selesai mandi ia kembali ke kamar dengan tubuh basah kuyup tanpa dibalut sehelai benangpun."Bolehkah saya meminta handuk, Tuan?" tanya Karin dengan sopan."Silahkan, gunakan saja yang ini." jawab Eriko sambil melemparkan handuk yang baru saja ia gunakan ke tubuh Karin.Bruk!Karin menahan handuk itu di dadannya gambar tidak terjatuh ke lantai."Terimakasih banyak, Tuan. " ucap Karin sambil menggunakan handuk tersebut untuk mengeringkan tubuhnya."Buang segera setelah kamu gunakan karena aku tidak suka menggunakan handuk bekas orang lain," ujar Eriko.Egois, pikir Karin dalam hati.Dia nggak suka memakai bekas orang lain, tapi dia memberikan bekasnya pada orang lain, dasar laki-laki jahanam, Karin mengumpat dalam hati."Baik, Tuan," sahut Karin dengan tersenyum tipis.Namun di dalam hatinya terpendam rasa