Mata pria tampan itu mengembun, raut kesedihan tergambar jelas di wajahnya.
"Terus kamu menerima perjodohan itu?" tanya Eriko dengan bibir bergetar. Elena menganggukkan kepala. "Aku sudah berulang kali menolaknya tapi kedua orang tuaku tak bosan memaksaku untuk menerima lamaran itu, padahal aku sudah mengatakan kalau aku sudah punya kamu dan tahun depan kita akan menikah tapi... hiks... mereka malah menentang hubungan kita, jujur aku nggak mau menikah dengan laki-laki itu tapi apa boleh buat, mereka orang tuaku dan aku nggak bisa menentang perintah mereka." Elena menangis lalu ia memeluk kekasihnya. "Kalau kamu benar-benar mencintai aku, ayo kita pergi kawin lari!" seru Eriko. "Maaf, aku nggak bisa karena orang tuaku mengatakan akan memutus hubungan mereka denganku kalau aku sampai menikah dengan laki-laki miskin dan anak yatim piatu sepertimu, maafkan Eriko... orang tuaku tidak percaya kalau kamu sanggup membahagiakan aku." penjelasan Elena sontak merobek hati Eriko. Hatinya juga kian hancur karena kata-kata itu keluar dari mulut orang yang paling ia cintai di dunia ini. "Jadi ini semua karena harta? Kamu meninggalkan aku karena aku miskin?" Eriko bertanya dengan nada marah. "Iya, tapi ini semua atas permintaan orang tuaku, maafkan aku Eriko... maaf!" Elena menangis seraya menundukkan kepala. Hatinya juga menyesalkan karena sudah terlalu jujur pada kekasihnya. "Luar biasa, padahal kita sudah berjanji akan sehidup semati tapi semua hanya bullshit! Omong kosong." Eriko yang emosional mencengkram kedua bahu kekasihnya. "Pergilah jika itu yang kamu inginkan, tapi ingat! Setelah hari ini kamu nggak akan pernah melihat aku lagi, bahkan jika kita bertemu di jalan kita nggak boleh saling menyapa, kamu dan aku selesai!" setalah itu Eriko pergi dengan rasa sakit di dalam dadanya. "Eriko, tunggu! Aku ikut kamu!" Elena yang masih cinta tak ingin kehilangan kekasihnya. Lalu iapun menyebrangi jalan untuk mengejar Eriko. Naasnya Elena yang tak hati-hati dan tidak memperhatikan jalan malah tertabrak mobil sedan yang melaju dengan kecepatan tinggi. Ciiit....! Bruk! "Aaaaa!!" Elena berteriak dengan kencang hingga di dengar jelas oleh kekasihnya. "Elena!" Eriko membalik badan dan ia melihat kekasihnya telah terkapar di atas aspal dengan berlumur darah. "Elena!" Eriko berlari dengan jantung berdegup kencang menuju kekasihnya yang terbaring lemah di atas aspal. "Sayang, maafkan aku! Tolong bertahanlah!" Eriko memangku kepala Elena. "Tolong, panggil ambulance!" serunya dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca. "Tidak perlu." bisik Elena lemah dengan mata sayu dan napas tersengal. "Rasa-rasanya waktuku sudah dekat, kepalaku sangat sakit Eriko." lalu Elena menggenggam tangan kekasihnya. "Jika aku tak berumur panjang, aku ingin kamu memaafkan aku dan tidak membenci orang tuaku... dan tolong lanjutkan hidupmu dengan baik." Setelah berkata demikian, Elena menutup mata sambil menitikkan air mata. "El-Elena!!!" teriak Eriko saat kekasihnya menghembuskan napas terakhir, tentunya tragedi itu meninggalkan luka mendalam di hatinya. Sejak kehilangan Elena, Eriko mencoba beberapa kali menjalin hubungan dengan wanita lain, namun tak satupun yang mampu menggantikan cinta pertamanya. Ketika ia ingin serius pada seorang wanita tiba-tiba kedua orang tuanya menentang karena statusnya yang miskin dan tak punya keluarga. Penolakan besar itu membuat hatinya kembali terluka dan timbul dalam benaknya untuk menerima tawaran dari seorang pria yang ingin menjadikannya kurir dengan gaji yang sangat besar. Eriko yang telah menjadi kurir selama beberapa bulan, dengan bakat dan kejujurannya yang luar biasa serta keahlian bela diri, akhirnya mendapat kepercayaan dari Mario Dicaprio, tokoh penting di daerah tersebut. Eriko mengabdi kepada Mario selama dua bulan dan selalu memenuhi ekspektasi. Karena itu, ia dikirim ke markas pusat. Namun, disana ia mendapat perlakuan yang kurang baik dari para petinggi. Kekecewaan ini mendorong Eriko untuk melakukan kudeta, mengajak banyak orang menantang kepemimpinan yang kejam. Tanpa diduga, perlawanan mereka berhasil ketika Eriko sukses memukul mundur sang pemimpin bersama pasukannya. Sejak saat itu, Eriko resmi menjadi pemimpin di daerah Utara. Beberapa tahun kemudian, karena keadilan dalam membagi upah dan sikap tidak pilih kasih, ia diangkat menjadi pemimpin utama atas permintaan semua anggota sindikat mafia Setan Merah. Flashback Off. "Perempuan ini benar-benar menyebalkan!" Eriko merasa keberatan menolong gadis itu, namun jika ia mengabaikannya, hatinya akan tersiksa karena terus teringat kekasih di masa lalunya. Kemudian Eriko meletakkan gadis itu di atas ranjang dan menghubungi dokter yang biasa mereka pakai jasanya.. Eriko [Dok, tolong datang ke tempat saya] Dokter Akbar [Baik, Pak Eriko] Setelah selesai berbicara, Eriko mematikan sambungan teleponnya. Kemudian ia mengirim pesan singkat kepada Leonardo. Eriko [Leonardo, jika belum tidur, segera ke kamarku] Leonardo [Baik, Tuan] Setelah itu Leonardo bergegas menuju kamar Eriko. Tok tok tok! Leonardo mengetuk pintu dari luar dan dipersilakan masuk oleh Eriko. Ketika Leonardo membuka pintu, ia menatap bingung ke arah Eriko yang duduk bert*lanjang dada di pinggir ranjang sambil memperhatikan wajah Karin yang terbaring dengan mata terpejam di atas ranjang. "Ada apa tuan?" tanya Leonardo seraya mendekat. Lalu Eriko menoleh ke arah Leonardo yang kini berdiri di sebelahnya. "Dia demam," ucap Eriko. "Sudah kukatakan, tuan tidak perlu memeliharanya. Lagipula, mengapa tuab harus sibuk memandangi keturunan musuh kita? Sebaiknya buang saja dia ke Lembah Hitam, biar mereka yang mengurusnya," ujar Leonardo. "Aku mengerti, tapi tunggu sampai dia sembuh." jawab Eriko dengan nada lembut yang membuat Leonardo mengerutkan dahinya. "Apakah Tuan benar-benar menyukai gadis ini?" tanya Leonardo dengan rasa penasaran di hatinya. "Tidak, dia hanya mengingatkanku pada kekasihku," jawab Eriko. "Baiklah kalau begitu, terus apa yang bisa aku bantu, tuan?" tanya Leonardo yang siap menjalankan perintah. "Beli beberapa set pakaian wanita yang sopan ke mall," perintah Eriko. "Baik, apa masih ada yang lainnya, tuan?" tanya Leonardo. "Cukup," jawab Eriko. Kemudian Leonardo beranjak dari kamar dan segera berangkat ke mall. Lalu beberapa saat kemudian, dokter Akbar yang ditunggupun tiba. "Ada apa dengan gadis ini, Pak?" tanya dokter Akbar. "Demam dokter," jawab Eriko. "Baiklah." Kemudian dokter Akbar menyingkap selimut yang menutupi tubuh gadis itu. Lalu dokter cukup terkejut melihat kondisi tubuh gadis tersebut yang di penuhi ruam merah dan Lebam. Ini pertama kalinya aku menangani pasien wanita disini, apa mungkin perempuan ini adalah kekasihnya pak, Eriko? dokter Akbar bertanya-tanya dalam hatinya. Setelah memeriksa dengan intensif dokter Akbar menjelaskan kondisi Karin pada Eriko. "Nona ini memang demam, dia juga mengalami hipotermia karena ruangan ini sangat dingin. Terus, Pakaian yang dikenakannya tidak cukup menghangatkan, dan dia juga kelaparan sehingga asam lambungnya naik serta masuk angin." terang dokter Akbar sambil menyerahkan beberapa obat kepada Eriko. "Pastikan obat ini diminum sampai habis dan nona cantik ini juga harus makan secara teratur." tambahnya sebelum mengemasi barang-barangnya. "Saya permisi dulu, Pak. Hubungi saya kapanpun jika mana ini belum sembuh," ucap dokter Akbar. "Baik, terima kasih banyak, Dokter," balas Eriko. Setelah itu dokter Akbar meninggalkan kamar yang dinginnya bagai kutub Utara. Lalu Eriko yang berdiri di sebelah ranjang menatap ketiga AC di kamarnya, ia inngin mematikan dua di antaranya, namun ia berpikir dua kali. "Aku tidak mau dikendalikan oleh anak musuhku," gumam Eriko.Kemudian Eriko bergegas keluar kamar karena perutnya terasa lapar.Dalam perjalanan menuju meja makan, ia teringat perkataan dokter, "Perempuan itu harus makan teratur dan menghabiskan obatnya." Hal itu membuat Eriko merasa kesal, karena berarti ia harus merawat gadis tersebut."Sial, kenapa aku harus merasa terbebani seperti ini? Biarkan saja dia mat1 kelaparan, toh itu bukan urusanku." gumam Eriko sambil mencoba menutup mata dan hatinya terhadap gadis malang itu.Sesampainya di meja makan, pelayan yang seksi dan gemulai melayaninya."Mau paha atau dada, Tuan?" tanya pelayan sambil menunjukkan beberapa potongan ayam goreng serundeng yang tersaji dalam wadah keramik."Dada." jawab Eriko, sambil melirik ke arah batok kelapa pelayan tersebut."Baiklah, Tuan." sahut pelayan itu sambil meletakkan dua potong dada ayam yang besar di piring majikannya.Lalu sang pelayan menambahkan sayur lodeh, kerupuk, dan sambal terasi ke piring tersebut."Selamat menikmati tuan." sang pelayan meletakkan p
"Hiks...!" netra gadis itu basah akan air mata. Lalu Eriko melirik si gadis yang nampak ketakutan. "Nanti juga kamu akan terbiasa melayani semua orang-orang pentingku, biasanya aku bosan dulu baru mereka akan memakai para wanitaku tapi untuk Leonardo aku ikhlas kalau kamu kami pakai bersama-sama." ucap Eriko dengan senyum menyeringai. Ia sanggup berkata kejam karena benci dengan kedua orang tua Karin yang sudah mengkhianati dan merugikannya. "Ja-jangan tuan, tolong jangan!" Karin geleng-geleng kepala. Lalu tangannya yang bergetar memegang tangan Eriko yang kekar dan bidang. "Jangan sekejam itu padaku tuan, aku tahu kesalahan orang tuaku tidak bisa di maafkan tapi tolong.... jangan hukum aku seberat itu, aku memang bukan wanita baik-baik tapi aku selalu menjaga diriku dari pergaulan bebas jadi aku mohon... jangan, hiks!" Karin menangis, ia juga berharap mendapat belas kasih dari pria kejam itu. "Hei." Eriko menjambak rambut indah gadis itu. "Ala bisa karena biasa, semua manusi
Setelah itu, Leonardo membawanya ke hadapan Karin. "Makanlah!" titah Leonardo. Kemudian Karin mengangguk berulang kali, ia langsung patuh karena yakin bahwa Leonardo akan mengasihaninya jika ia bersikap baik. Lalu dengan tangan gemetar, Karin membuka plastik yang membungkus roti tawar. Setelah mengambil dua lembar, ia mencoba membuka tutup selai coklat, namun ia gagal membuka tutupnya karena tak punya tenaga. "Susah," keluhnya dengan suara pelan. Akhirnya, Karin hanya menggigit roti tawar tanpa selai, ia juga enggan meminta bantuan karena takut merepotkan. Sementara itu, Leonardo yang duduk di sofa terus mengamati aksi Karin. Karin yang menyadari hal itu sontak merasa tak nyaman, namun ia tidak berani mengeluh. Lalu dengan ragu Karin menoleh ke Leonardo dan bertanya. "Apa tuan mau?" ucap Karin sambil menawarkan roti tawar yang ia pegang. "Tidak." jawab Leonardo seraya menggelengkan kepala. "Baiklah." ucap Karin lalu melanjutkan makan dengan menundukkan kepala. Setelah gad
Kemudian Aldo mencoba menghubungi kekasihnya namun tidak berhasil. "Ck, aku benar-benar penasaran dengan keberadaan Karin," gumamnya. Lalu dengan keputusan bulat, Aldo berangkat menuju rumah sahabatnya Karin yang tidak terlalu jauh dari lokasinya berada saat itu. Setelah beberapa saat dalam perjalanan, Aldo tiba di tujuan dan bertemu Dini yang sedang duduk santai di teras rumahnya. "Ada apa? Kenapa datang ke rumahku tanpa memberitahu terlebih dahulu?" tanya Dini dengan ekspresi terkejut. "Maaf, tapi aku kesini untuk menanyakan tentang Karin," jelas Aldo. "Oh... gitu, aku juga sebenarnya heran kenapa nomornya tidak bisa dihubungi. Kamu ingin menanyakan hal itu juga, kan?" sambung Dini. "Iya, benar. Tadi aku ke rumahnya dan ada dua orang asing yang berjaga di depan gerbang. Mereka bilang Karin sudah pindah, tapi itu tidak masuk akal karena dia tidak pernah cerita apa-apa tentang pindah," ungkap Aldo. "Iya ya, masa mereka pindah rumah tanpa memberitahu kita?" Dini menamb
"Ah, haha... itu aku... saat memasak aku memotong kuku di samping panci, astaga... maafkan aku ya, aku benar-benar tidak sengaja." ucapnya dengan raut wajah yang menyesal."Ah ya sudahlah nggak apa-apa namanya juga nggak sengaja, ibuku juga sering seperti itu kok kadang-kadang ketemu rambut di kuah gule atau di nasi," timpal Aldo sambil tersenyum."Tapi aku mohon maaf banget nih nggak bisa lanjut makan karena jadi nggak selera setalah melihat kuku yang tadi!" Aldo menyudahi makannya. "Oh, tidak apa-apa, maafkan aku ya... Padahal aku yang mengajak kamu makan tapi makanannya malah bermasalah." Dini menundukkan kepala sebagai tanda permintaan maafnya."Nggak usah dipikirkan lagi, oh iya, aku harus segera pergi karena ada janji dengan teman-teman nongkrong." Aldo bangkit dari duduknya."Baik, hati-hati di jalan." Dini mengantar Aldo ke pintu utama. "Terima kasih banyak untuk hidangannya, maaf kalau aku harus pergi sekarang." kemudian Aldo menaiki motornya dan melaju membelah jalan raya.
Tindakan itu membuat Karin merasa tidak nyaman, terlebih karena ada Leonardo dan beberapa pelayan di sana.Dalam upaya untuk melepaskan diri, Karin mendorong dada kekar sang mafia dengan kedua tangannya.Kemudian Sang mafiapun segera menghentikan ciumannya dan memicingkan matanya"Tidak sopan!" seru Eriko yang merasa telah di dipermalukan karena ditolak di depan banyak orang."Maaf, Tuan " ucap Karin sambil menundukkan kepala karena takut bertatapan mata langsung dengan pria menyeramkan itu."Aku tidak terima permintaan maafmu. Kamu lancang dan seenaknya padaku!" ucap Eriko dengan nada tinggi.Lalu ia menoleh ke arah Leonardo. "Panggil mereka semua ke sini, kita akan makan bersama."Titah Eriko membuat Leonardo bingung karena pemimpin Setan Merah itu biasanya tidak mau makan bersama dengan banyak orang."Apa Tuan serius?" tanya Leonardo untuk memastikan."Tentu saja." jawab Eriko sambil menganggukkan kepala."Baik tuan." Leonardo yang mengerti bergegas menuju bangunan belakang yang ma
"Kalau kamu tidak mau mengakhiri hidupku, maka aku yang akan melakukannya!" ujarnya sambil mengarahkan mata pisau tersebut ke dirinya sendiri. Leonardo yang menyaksikan kejadian itu tidak bisa berdiam diri karena ia langsung teringat pada adiknya yang mengakhiri hidupnya 20 tahun yang lalu. Kemudian ia segera bangkit dari duduknya dan mendekati Karin. "Turunkan pisaumu!" Leonardo membentak Karin karena ia benar-benar takut jika gadis muda itu sampai bertindak lebih jauh. "Tidak!" kemudian Karin ingin men*suk perutnya beruntung Eriko yang cekatan menendang tangan Karin hingga pisau itu terpelanting ke lantai. "Sakit!" Karin memegang tangannya yang terasa panas dan berdenyut. "Baru segitu sudah meringis, apalagi kalau kamu melukai dirimu sendiri! Aku benar-benar bosan melihatmu! Semuanya, berbaris karena kalian akan memakainya rame-rame." perintah gila Eriko sontak membuat gadis muda ambruk terjatuh ke lantai pingsan tak sadarkan diri. Melihat kejadian itu membuat Eriko menghela n
"Bapak, saya yakin pekerjaan kotor ini sudah berlangsung selama puluhan tahun, Saya dengar dari pihak berwajib banyak laporan orang hilang mulai dari 21 tahun yang lalu, Saya rasa 5 miliar itu nggak seberapa karena yang beredar di masyarakat, lewat jalur resmi saja harganya minimal 2 miliar rupiah." Laksamana Abdullah tersenyum licik. Dia juga percaya bahwa Eriko akan memenuhi permintaannya. "Baiklah, kalau bapak tidak mau menerima 5 miliar berarti masalah ini kita bawa ke jalur hukum." Eriko yang arogan tak mau dipermainkan pria berseragam di hadapannya. "Bapak serius?" Tanya Laksamana untuk memastikan. "Tentu saja. Tapi saya akan memberikan Bapak kesempatan untuk berubah pikiran, saya tunggu 5 menit kalau tidak masalah ini kita bawa ke jalur hukum." Arash yang telah selesai bernegosiasi balik badan. Kemudian ia dan kedua kaki tangannya bergegas pergi menuju kontainer TEMU 456759. "Apa Tuan "Iya. Tapi saya akan memberikan Bapak kesempatan untuk berubah pikiran. Saya a
"Sa, sakit ...tolong aku!" Isabella berteriak histeris. "Pergi sekarang juga dari sini atau nyawamu akan melayang." ucap Eriko dengan tenang. "Ba, baiklah Tuan!" Isabella berlari terbirit-birit karena ia trauma jika kena letusan untuk yang kedua kalinya. Setelah wanita elegan itu pergi Eriko kembali memandangi Karin yang masih terbaring di atas jalan aspal. "Kamu mau satu tembakan? Pelurunya masih banyak nih!" Eriko memainkan senjatanya hingga membuat wajah Karin pucat. "Te-terserah Tuan saja, ucap Karin. "Angkuh juga ya kamu, padahal nyawamu sudah di ujung tanduk tapi gengsimu masih setinggi langit." Setelah itu Eriko menoleh ke arah Leonardo. "Kenapa kamu membiarkan dia pergi?" "Saya sudah melarangnya, Tuan. Bahkan saya sudah mengatakan tuan dalam perjalanan pulang tapi gadis ini tetap bandel dan ingin kabur bersama Isabella." Leonardo menjelaskan situasi yang sebenarnya. "Oh, jadi seperti itu?" Kemudian Eriko menggoyang telunjuknya. Menyuruh Karin untuk berdi
Karin yang dibentak seketika sadar kalau yang ada di hadapannya pasti wanita penghibur mafia kejam itu."Maaf, Anda siapa ya?" tanya Karin."Kamu bertanya? Kamu bicara padaku seolah-olah aku ini adalah adikmu? Di mana sopan santunmu perempuan perusak hubungan orang???" Isabella mendekat lalu menjabat rambut hitam panjang Karin."Lepaskan aku." Karin mencoba melepaskan cengkraman wanita cantik nan elegan, namun sifatnya menyeramkan."Tidak, dengar ya! Sebelumnya aku tidak pernah datang ke sini karena tidak pernah diundang oleh kekasihku, tapi aku memberanikan diri melanggar perintahnya karena aku tidak tahan saat mendengar cerita kalau ada perempuan yang bersarang di sini." Isabella yang emosional makin mengencangkan cengkramannya hingga gadis muda itu kesakitan."Maafkan aku kalau sudah menyakitimu tapi ...aku juga tidak mau di sini, kalau kamu memang ingin aku pergi, bantu aku keluar dari tempat ini," pinta Karin."Baik, akan aku lakukan." setelah itu Isabella melepaskan cengkramanny
Leonardo tersentak dengan keberanian Karin. "Apa yang kamu lakukan? Apa kamu gila?" tanyanya sambil mendorong kasar tubuh Karin. "Aku menyukaimu, Tuan," ucap Karin, penuh harap bahwa pria yang ada di hadapannya bisa membawanya keluar dari istana yang terasa seperti neraka untuknya. "Jernihkan pikiranmu. Kamu pikir aku menyukaimu hanya karena aku baik padamu?" Leonardo menggeleng. "Tidak, aku hanya merasa iba, lupakan saja rencana apa pun yang ada di kepalamu karena itu akan menjadi maut untukmu!" Leonardo berharap Karin tidak membuat masalah yang bisa membahayakan posisinya juga. "Tapi aku sungguh-sungguh, Tuan. Kebaikanmu benar-benar menyentuh hatiku. Aku belum pernah pacaran sebelumnya dan aku juga tak pernah menyangka bisa jatuh cinta padamu." ucap Marisa dengan senyum hangat, sambil menggenggam erat tangan Leonardo. "Aku tahu, aku memang bukan tipe anda tuan, aku juga akan berlapang dada kalau tuan tidak mau menjadi pacarku, tapi ...jangan larang aku untuk mencintaimu di dalam
"Bapak, saya yakin pekerjaan kotor ini sudah berlangsung selama puluhan tahun, Saya dengar dari pihak berwajib banyak laporan orang hilang mulai dari 21 tahun yang lalu, Saya rasa 5 miliar itu nggak seberapa karena yang beredar di masyarakat, lewat jalur resmi saja harganya minimal 2 miliar rupiah." Laksamana Abdullah tersenyum licik. Dia juga percaya bahwa Eriko akan memenuhi permintaannya. "Baiklah, kalau bapak tidak mau menerima 5 miliar berarti masalah ini kita bawa ke jalur hukum." Eriko yang arogan tak mau dipermainkan pria berseragam di hadapannya. "Bapak serius?" Tanya Laksamana untuk memastikan. "Tentu saja. Tapi saya akan memberikan Bapak kesempatan untuk berubah pikiran, saya tunggu 5 menit kalau tidak masalah ini kita bawa ke jalur hukum." Arash yang telah selesai bernegosiasi balik badan. Kemudian ia dan kedua kaki tangannya bergegas pergi menuju kontainer TEMU 456759. "Apa Tuan "Iya. Tapi saya akan memberikan Bapak kesempatan untuk berubah pikiran. Saya a
"Kalau kamu tidak mau mengakhiri hidupku, maka aku yang akan melakukannya!" ujarnya sambil mengarahkan mata pisau tersebut ke dirinya sendiri. Leonardo yang menyaksikan kejadian itu tidak bisa berdiam diri karena ia langsung teringat pada adiknya yang mengakhiri hidupnya 20 tahun yang lalu. Kemudian ia segera bangkit dari duduknya dan mendekati Karin. "Turunkan pisaumu!" Leonardo membentak Karin karena ia benar-benar takut jika gadis muda itu sampai bertindak lebih jauh. "Tidak!" kemudian Karin ingin men*suk perutnya beruntung Eriko yang cekatan menendang tangan Karin hingga pisau itu terpelanting ke lantai. "Sakit!" Karin memegang tangannya yang terasa panas dan berdenyut. "Baru segitu sudah meringis, apalagi kalau kamu melukai dirimu sendiri! Aku benar-benar bosan melihatmu! Semuanya, berbaris karena kalian akan memakainya rame-rame." perintah gila Eriko sontak membuat gadis muda ambruk terjatuh ke lantai pingsan tak sadarkan diri. Melihat kejadian itu membuat Eriko menghela n
Tindakan itu membuat Karin merasa tidak nyaman, terlebih karena ada Leonardo dan beberapa pelayan di sana.Dalam upaya untuk melepaskan diri, Karin mendorong dada kekar sang mafia dengan kedua tangannya.Kemudian Sang mafiapun segera menghentikan ciumannya dan memicingkan matanya"Tidak sopan!" seru Eriko yang merasa telah di dipermalukan karena ditolak di depan banyak orang."Maaf, Tuan " ucap Karin sambil menundukkan kepala karena takut bertatapan mata langsung dengan pria menyeramkan itu."Aku tidak terima permintaan maafmu. Kamu lancang dan seenaknya padaku!" ucap Eriko dengan nada tinggi.Lalu ia menoleh ke arah Leonardo. "Panggil mereka semua ke sini, kita akan makan bersama."Titah Eriko membuat Leonardo bingung karena pemimpin Setan Merah itu biasanya tidak mau makan bersama dengan banyak orang."Apa Tuan serius?" tanya Leonardo untuk memastikan."Tentu saja." jawab Eriko sambil menganggukkan kepala."Baik tuan." Leonardo yang mengerti bergegas menuju bangunan belakang yang ma
"Ah, haha... itu aku... saat memasak aku memotong kuku di samping panci, astaga... maafkan aku ya, aku benar-benar tidak sengaja." ucapnya dengan raut wajah yang menyesal."Ah ya sudahlah nggak apa-apa namanya juga nggak sengaja, ibuku juga sering seperti itu kok kadang-kadang ketemu rambut di kuah gule atau di nasi," timpal Aldo sambil tersenyum."Tapi aku mohon maaf banget nih nggak bisa lanjut makan karena jadi nggak selera setalah melihat kuku yang tadi!" Aldo menyudahi makannya. "Oh, tidak apa-apa, maafkan aku ya... Padahal aku yang mengajak kamu makan tapi makanannya malah bermasalah." Dini menundukkan kepala sebagai tanda permintaan maafnya."Nggak usah dipikirkan lagi, oh iya, aku harus segera pergi karena ada janji dengan teman-teman nongkrong." Aldo bangkit dari duduknya."Baik, hati-hati di jalan." Dini mengantar Aldo ke pintu utama. "Terima kasih banyak untuk hidangannya, maaf kalau aku harus pergi sekarang." kemudian Aldo menaiki motornya dan melaju membelah jalan raya.
Kemudian Aldo mencoba menghubungi kekasihnya namun tidak berhasil. "Ck, aku benar-benar penasaran dengan keberadaan Karin," gumamnya. Lalu dengan keputusan bulat, Aldo berangkat menuju rumah sahabatnya Karin yang tidak terlalu jauh dari lokasinya berada saat itu. Setelah beberapa saat dalam perjalanan, Aldo tiba di tujuan dan bertemu Dini yang sedang duduk santai di teras rumahnya. "Ada apa? Kenapa datang ke rumahku tanpa memberitahu terlebih dahulu?" tanya Dini dengan ekspresi terkejut. "Maaf, tapi aku kesini untuk menanyakan tentang Karin," jelas Aldo. "Oh... gitu, aku juga sebenarnya heran kenapa nomornya tidak bisa dihubungi. Kamu ingin menanyakan hal itu juga, kan?" sambung Dini. "Iya, benar. Tadi aku ke rumahnya dan ada dua orang asing yang berjaga di depan gerbang. Mereka bilang Karin sudah pindah, tapi itu tidak masuk akal karena dia tidak pernah cerita apa-apa tentang pindah," ungkap Aldo. "Iya ya, masa mereka pindah rumah tanpa memberitahu kita?" Dini menamb
Setelah itu, Leonardo membawanya ke hadapan Karin. "Makanlah!" titah Leonardo. Kemudian Karin mengangguk berulang kali, ia langsung patuh karena yakin bahwa Leonardo akan mengasihaninya jika ia bersikap baik. Lalu dengan tangan gemetar, Karin membuka plastik yang membungkus roti tawar. Setelah mengambil dua lembar, ia mencoba membuka tutup selai coklat, namun ia gagal membuka tutupnya karena tak punya tenaga. "Susah," keluhnya dengan suara pelan. Akhirnya, Karin hanya menggigit roti tawar tanpa selai, ia juga enggan meminta bantuan karena takut merepotkan. Sementara itu, Leonardo yang duduk di sofa terus mengamati aksi Karin. Karin yang menyadari hal itu sontak merasa tak nyaman, namun ia tidak berani mengeluh. Lalu dengan ragu Karin menoleh ke Leonardo dan bertanya. "Apa tuan mau?" ucap Karin sambil menawarkan roti tawar yang ia pegang. "Tidak." jawab Leonardo seraya menggelengkan kepala. "Baiklah." ucap Karin lalu melanjutkan makan dengan menundukkan kepala. Setelah gad