Terkadang kita menemui orang-orang yang baik saat ada maunya atau tahu posisi kita lebih tinggi dari mereka. Apa yang biasanya kalian lakukan untuk menghadapi orang-orang seperti itu?
Poppy ingin menanyakan alasan perubahan Donna yang begitu mendadak. Namun, mulutnya sulit untuk mengatakan isi hatinya. “Aku tidak memasukkan dalam hati setiap ucapan dan tindakan buruk orang-orang.” Alhasil, dia hanya bisa mengatakan kebohongan sebagai jawaban. Poppy selalu membayangkan bisa bercakap-cakap santai dengan seseorang, namun dia tak pernah bisa melakukannya. Dia takut jika kata-katanya akan menyakiti atau menyinggung lawan bicaranya. Alhasil, dia hanya mengucap kalimat yang membuat orang tersenyum saat mendengarnya. “Terima kasih, Nyonya. Silakan beristirahat.” Ketika Donna keluar dari kamar, Poppy menyesal karena tak mempertanyakan rasa penasarannya. Dia sangat ingin tahu alasan semua orang bersikap baik padanya secara tiba-tiba. Dia segera berjalan ke pintu, ragu-ragu ingin memanggil Donna lagi untuk bertanya, tetapi dia malah mendengar suara pelayan pribadinya itu sedang bercakap-cakap dengan pelayan lain. Poppy menempelkan telinga di pintu agar suara mereka ter
Selagi Robin berbincang penuh ketegangan dengan Antonio, Poppy saat ini baru saja selesai menyiapkan sesuatu di dapur. Atas usulan Donna yang antusias ingin menunjukkan pada semua orang jika nyonya yang dilayaninya semakin dekat dengan Robin Luciano, Poppy menuruti usulan Donna membuatkan makanan ringan untuk suaminya itu. “Apa kau yakin dia akan menyukai kue manis ini?” Poppy tak ingin meragukan Donna, namun selera Robin tak sesuai dengan sikap dinginnya. “Benar, saya pernah melihat koki diam-diam mengantar kudapan malam untuk tuan,” ujar Donna dengan suara lirih, takut ada yang mendengarkan. “Tapi, mohon rahasiakan ini dari siapa pun, Nyonya,” pinta Donna kemudian. Poppy mengangguk sambil lanjut menyiapkan tiga kue dengan krim merah muda dan toping stroberi di piring. Ada lima kue serupa yang dia tinggalkan di dapur, karena piring yang diambilnya tak cukup untuk menampung semua kue-kue itu. Dia sedikit memiringkan kepala ketika melihat kue buatannya yang dibuat dalam waktu sin
“Apa yang kau lakukan di sana?” Robin mengira Poppy sengaja menguping pembicaraannya dengan Antonio. Dia menggerakkan kepala, menyuruh Antonio untuk membuka pintu semakin lebar.Robin tak menunjukkan rasa bersalah saat Poppy mendengar bahwa dirinya akan menyingkirkannya. Wanita itu memang hanya dibayar untuk menuruti perintahnya sesuai perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.“Silakan masuk, Nyonya.”Poppy terkesiap kala melihat Antonio sudah berdiri di hadapannya, seolah-olah baru saja terbangun dari mimpi buruk. Namun, ternyata itu semua bukanlah mimpi semata.Robin menunggu di dalam dengan ekspresi dingin, namun juga terlihat marah, sehingga pria itu tampak lebih menyeramkan jika dilihat dari sudut pandang Poppy. Wajah rupawan Robin terkalahkan oleh perangainya yang garang dan selalu berhasil membuat nyali Poppy menciut.“S-saya hanya … hanya membawakan kudapan untuk Anda,” ujar Poppy lirih.“Apa kau ingin menyuruhku berjalan ke sana hanya untuk mendengarmu bicara?” Robi
Poppy mengabaikan obrolan Robin dan Antonio, meninggalkan ruangan itu dengan pertanyaan di benaknya, ‘Apa dia ingin membuang kue itu dengan kedua tangannya sendiri? Sayang sekali ….’Poppy pernah merasakan kelaparan selama beberapa hari ketika Saul menghukum dan mengurungnya di gudang. Terkadang, dia hanya mendapatkan makanan sisa atau yang sudah tak layak untuk dikonsumsi.Saat berpikir Robin akan membuang kue itu, Poppy merasa sedikit marah padanya. Robin tak bisa menghargai makanan, yang menurut orang lain mungkin adalah makanan mewah bagi mereka.‘Setidaknya, dia bisa memberikan kue itu untuk pelayan.’Selain itu, ucapan kejam Robin yang akan memberikannya kepada Antonio sangat membuat Poppy sakit hati, seakan-akan dirinya hanya sebuah barang yang tak memiliki nyawa maupun perasaan.Saat Poppy menutup pintu ruangan itu, Poppy masih sempat mendengar Antonio pun tak menginginkan dirinya, dan hanya bersikap sesuai dengan posisinya.“Kalau kau tidak menginginkan perempuan itu, kau tid
“Ada yang bilang, para lelaki pendiam seperti Tuan Robin agak canggung mengekspresikan diri. Saya yakin, Tuan Robin pasti diam-diam tertarik pada Anda.” Donna masih berusaha keras membuat Poppy percaya. Jika ucapannya salah, Donna telah bertekad akan membuat ucapannya menjadi kenyataan. ‘Kalau Tuan Robin tidak mencintai Poppy, maka aku akan berusaha mendekatkan mereka. Setelah mereka benar-benar jadi pasangan suami istri yang sesungguhnya, aku akan meminta sesuatu sebagai imbalan.’ Dia tak peduli lagi dengan masa lalu Poppy, setelah sebelumnya cukup terpengaruh karena pelayan lain mencibir dan mengucilkannya. Melayani seorang budak merupakan nasib buruk baginya. Namun, ketika mendengar Robin menghukum Mia demi Poppy, dan meskipun kabar itu tidak benar, harapan Donna muncul kembali. Apa pun identitas Poppy sebelumnya, selama Poppy adalah nyonya rumah sekaligus istri Robin Luciano, Donna yang menjadi pelayan pribadi wanita itu pun akan mendapatkan banyak keuntungan. “Tidak. Aku san
Poppy hampir terjatuh setelah didorong oleh pelayan pribadinya. Dia tak terbiasa memakai sepatu hak sepuluh senti, yang baginya terlalu tinggi sehingga kesulitan mempertahankan keseimbangan. Beruntung, tangannya sigap menangkap punggung sofa yang ada di tengah ruangan. “S-saya … anu ….” Udara dingin menggigit setiap jengkal kulit Poppy. Dia mengenakan gaun hitam mini, menampilkan belahan dada tanpa lengan dan dengan bagian bawah di atas paha. Apalagi, tatapan suaminya yang dingin seperti biasa tak terpengaruh oleh penampilannya itu, kian membuat badan Poppy menggigil. Dalam hati, dia menyesal telah menuruti ide gila Donna dan Lucia untuk merayu Robin Luciano. “Apa kau tidak mendengar pertanyaanku?” geram Robin. Robin terganggu oleh kedatangan Poppy yang mendadak dan tidak mengetuk pintu terlebih dulu. Satu hal yang tak disukai Robin, orang-orang yang tak punya sopan santun masuk ke ruangannya tanpa permisi. “Saya ….” Poppy kesulitan menjawab. Dia memejamkan mata, membayangkan
Dalam benak Poppy hanya dipenuhi oleh ajaran aktivitas dewasa dari Lucia untuk mempertahankan hidupnya. Rasa takut Poppy mendadak berkurang ketika mencium aroma tubuh Robin yang membius kesadarannya. Suara Robin pun hanya terdengar seperti erangan menggoda. Poppy tak tahu apa yang terjadi dengan perubahan tubuhnya, namun dia sangat menginginkan belaian Robin saat ini juga. Poppy tiba-tiba berhenti bergerak, memandang Robin dengan tatapan sayu, dipenuhi oleh hasrat dan memohon, “Tuan … sentuh saya ….” Tak mendapat respon apa pun, Poppy menurunkan ujung gaun bagian atasnya. Mata Robin terbelalak ketika Poppy dengan berani menunjukkan dadanya yang tak tertutup apa pun. “Sentuh saya di sini ….” Poppy menirukan cara bicara Lucia, mendayu-dayu manja. Namun, itu belum semuanya. Poppy meraih tangan Robin, menyentuhkan telapak tangan besar itu hingga meremas kedua dadanya. “Tuan … saya mohon ….” Robin sungguh tak menyangka. Wanita yang selalu bertingkah seperti tikus tersudut dan ketaku
Ucapan Poppy persis dengan semua ajaran Lucia, termasuk dengan ekspresi wajah dan nada bicaranya yang menggoda. Dia seharusnya takut, namun mulutnya bergerak sendiri mengucap kata-kata yang sebenarnya tak ingin dia ucapkan. “Beraninya kau menghinaku!” Entah bagaimana ekspresi Robin sekarang, dia lalu mengentak lebih cepat dan kuat sampai membuat Poppy menjerit nikmat. “Tu- Tuan … Anda sangat … kuat … tapi, ini … belum cukup ….” “Sialan,” umpat Robin lirih. Poppy menjerit ketika merasakan tubuhnya melayang. Kemudian jatuh terduduk dengan keras di pangkuan Robin selagi tubuh mereka masih bersatu. Mendadak, Poppy merasa dirinya di ambang batas kepuasan yang diinginkan. “Sudah, Tuan … hentikan.” Dia mendorong bahu Robin sambil mengangkat badannya. Namun, Robin kembali menjatuhkan badan Poppy dalam sekali entakan. “Ahhh … Tuan!! Sudah … cukup ….” Rasa panas di tubuh Poppy berangsur mereda setelah mendapat kepuasan. “Cukup katamu? Siapa yang datang ke sini untuk merayuku, hah?!” P
Karya ini spesial untuk seseorang yang mengalami trauma serupa. Saya menulis ini dengan harapan X bisa jadi seperti Poppy yang akhirnya menemukan kebahagiaan sejati, serta dijadikan penghiburan dan motivasi. Respons trauma pada setiap individu itu berbeda-beda--saya tahu-- tapi saya yakin jika kamu bisa melaluinya. Waktu akan menyembuhkan lukamu, semua orang di sekitarmu akan selalu membantu. Kalau memang masih ada orang-orang toxic yang menghakimi nasib burukmu/hidupmu, abaikan saja ... seperti Rafael mengabaikan kebencian kakeknya. Maafkan kesalahan mereka untuk membuat hidupmu lebih nyaman dan damai, seperti Poppy memaafkan kesalahan besar ibu tirinya. Semua orang berhak bahagia, begitu pula denganmu ... 🌞 Sedikit dari Author ... Sebenarnya V tipe yang ... ini loh karyaku, mau suka atau nggak itu dari perspektif masing-masing, mungkin ada penulis lain yang baca cuma butuh inspirasi tanpa meninggalkan jejak, mungkin orang tertentu yg kalau pas cerita nggak sesuai dengan kei
“Oh, jangan menangis, Nick,” pinta Robin, berusaha menidurkan putranya. Namun, suara tangisan Nick semakin kencang. Poppy lantas ikut membantu Robin menenangkannya. “Lihat wajah Nick, suamiku. Dia menangis, tapi seperti sedang marah … seperti kau yang sering marah tidak jelas.” Poppy terkekeh. “Dia akan menjadi pria yang lebih tampan dariku kelak.” Poppy tiba-tiba mencium pipi Robin. “Tapi, kau tetap jadi pria yang paling tampan untukku.” Meski telah hidup bersama lebih dari setahun, wajah Robin masih merona setiap kali mendengar pujian istrinya. Debaran dalam dadanya pun masih sama seperti awal-awal menyadari cintanya. Perasaan Robin tak berubah. Hanya sikapnya yang berubah menjadi lebih penyayang. “Jangan terlalu banyak membaca novel! Awas saja kalau kau juga merayu pria lain!” “Itu tidak akan pernah terjadi.” Poppy malah mengusap-usap wajahnya ke wajah suaminya sambil terkekeh. “Aku tahu kau suka dirayu.” Robin masih menyimpan aura misterius. Namun, Poppy merasa lebih ban
“Dokter! Cepat periksa istriku!” titah Robin.Poppy tampak begitu lemas. Napasnya berat dan matanya tertutup rapat.“Istri Anda hanya kelelahan, Tuan.”Robin bernapas lega. Dia kembali menggenggam tangan istrinya. Seandainya dia bisa melahirkan, dia akan menggantikan peran Poppy daripada melihatnya begitu tak berdaya.Menyaksikan istrinya melahirkan, Robin sontak teringat pada Sienna. Apa pun kesalahannya, Sienna juga pernah mempertaruhkan nyawa demi melahirkannya.Robin merenung sambil menciumi punggung tangan Poppy. Dia yang merasa lebih tinggi dari para wanita, sampai membeli seorang istri, juga bersikap buruk pada ibunya, ternyata hanya pria lemah yang tak lebih kuat dari mereka.“Silakan menunggu di luar, Tuan. Kami akan bersiap memindahkan Nyonya Poppy ke kamar.”Robin keluar dari ruang bersalin dengan wajah bahagia. Keluarganya menyambut dengan pelukan hangat sambil memberikan selamat.Ketika memeluk Sienna, ucapan lirih lolos dari mulutny
Capri akan makan siang ketika Antonio meneleponnya. Dia sampai tersedak suapan pertama saat mendengar Poppy keguguran dan sedang diperiksa dokter.Dengan kecepatan penuh, Capri mengemudikan mobil sampai ke rumah sakit yang dikatakan Antonio. Dia bahkan kena tilang karena melanggar rambu lalu lintas jalan. Untung saja, dia tak mengalami kecelakaan.Melihat orang-orang berkumpul di ruang pemeriksaan, serta rekan sejawatnya yang pucat pasi, Capri merasakan firasat buruk. Tanpa basa-basi, dia segera mengikuti dokter itu untuk memeriksa kondisi Poppy.Setelah menunggu beberapa menit, Capri keluar sambil menunduk.“Jangan katakan itu,” gumam Robin, enggan mendengar berita buruk.Capri membuka mulut akan bicara. Namun, teriakan seorang wanita dari kejauhan menghalanginya.“Robin!!!” seru Sienna sambil menangis.Dia langsung memeluk putranya. “Tidak apa-apa. Yang penting Poppy selamat. Jangan menyalahkan dirimu sendiri.”
“Istriku!!” Robin panik bukan main. Poppy tak pernah menunjukkan wajah kesakitan seperti itu, bahkan ketika dia menyiksanya.Poppy memegangi perutnya yang terasa melilit kencang. Bayi dalam perutnya seakan memberontak ingin keluar, berputar-putar di dalam perutnya.Robin dapat merasakan gerakan bayi dari perut istrinya yang begitu jelas, seperti menendang tangannya. Bayi itu bahkan ikut menyalahkannya, pikir Robin.Dengan tangan gemetar, dia menekan nomor telepon Antonio di ponselnya sampai ibu jarinya hampir salah menekan nomor orang lain.“Cepat kemari! Istriku kesakitan!”“Baik, Tuan!”Antonio yang menunggu di luar, bergegas lari kencang ke dalam bersama para pengawal. Kedatangan mereka membuat pengunjung lain kaget dan panik.Sementara itu, Robin sudah berhasil menggendong istrinya. Cukup berat, namun dia tak begitu merasakannya.Mereka akhirnya bertemu di koridor. Para pengawal segera mengawal Robin, juga Antonio yang membawa sepatu Poppy yang terjatuh.“Cepat ke rumah sakit!” t
“Wah! Terima kasih banyak, Tuan Robin! Semoga kita bisa berjumpa lagi.” Wanita muda itu lalu pergi tanpa melihat Poppy.Robin berdiri canggung, tak berani menatap istrinya. “Ayo, makan … makan dulu.”Robin jelas menyembunyikan sesuatu!Ketika akan digandeng suaminya, Poppy segera menarik tangannya. “Apa-apaan itu tadi? Sejak kapan kau jadi ramah pada orang lain?!”Sebelum pertanyaan Poppy terjawab, seorang pelayan restoran mendekati mereka. “Tuan Robin, saya akan mengantar Anda ke ruangan yang sudah Anda pesan.”Dengan bibir cemberut, Poppy akhirnya menunda kemarahannya. Sampai di dalam ruangan VIP restoran, dia langsung menatap tajam suaminya yang duduk berseberangan darinya.“Kau belum menjawabku!”Sepanjang mengenal Robin, baru kali ini Poppy melihat kegugupan suaminya itu.Robin bingung … harus dari mana dia mulai menceritakannya?‘Tidak, itu bukan rahasia. Aku tidak pernah berniat menyembunyikan sesuatu dari istriku,’ batin Robin.“Kenapa kau membiarkan wanita lain mendekatimu? J
Dante tak punya niat lagi untuk membesarkan seorang Luciano yang bisa membangkitkan kerajaan mafianya. Dia sudah pasrah dengan hidupnya yang akan segera berakhir.“Yang penting, istri dan anakmu sehat. Kuharap, Poppy dapat melahirkan cicitku tanpa masalah,” ucap Dante tulus selagi menahan sakit di jantungnya.Sebelum mengunjungi Dante, Robin ingin membicarakan banyak hal. Termasuk menunjukkan bahwa dia telah mengubah Pulau Luciano seperti keinginannya selama ini. Robin selalu ingin menyalahkan keputusan kakeknya. Namun sekarang, dengan keadaan Dante yang seperti itu, ucapannya hanya terkunci dalam hati.“Bagaimana keadaan Stefan?” Meskipun begitu, Dante masih belum bisa menerima sosok Sienna. Sejak dulu hingga saat ini, Dante merasa jika keluarganya berantakan karena wanita itu.“Papa sudah semakin sehat dengan hadirnya mama.”“Baguslah.” Tapi, Dante tak menunjukkan kebenciannya pada Sienna secara gamblang. Dia khawatir Robin tak mau menjenguknya lagi.“Rafael juga menemukan bakat b
“Maaf, Tuan.” Antonio lupa pada kecemburuan Robin yang semakin bertambah kuat selama istrinya mengandung. Bahkan, Robin pernah menugaskan tiga pengawal untuk ikut membangun proyek di Pulau Luciano hanya karena tersenyum menyapa Poppy dalam jarak dekat.Beruntung, penggunaan senjata sekarang diawasi ketat oleh Rafael supaya tak terjadi kekacauan yang tidak perlu. Kalau tidak, Robin mungkin akan menembak semua orang yang dipikirnya mencoba merayu Poppy.“Jangan keterlaluan, Antonio! Cepat cari pendamping daripada merayu istri orang lain!” Robin berdecak sebal selagi menuntun istrinya.“Baik, Tuan. Saya akan memikirkannya.”Mereka pun segera melaju ke rumah tahanan wanita.Awalnya, Carita menolak bertemu. Namun, Robin menggunakan kekuasaannya untuk memaksa Carita tanpa sepengetahuan Poppy.Dibalik kaca pembatas, Poppy akhirnya bisa menatap wajah ibu tirinya dari dekat. Carita terlihat kurus dan lusuh. Matanya tampak sayu, tak bisa menatap lurus ke arah anak tirinya.“Bagaimana kabarmu?”
Robin mewujudkan harapan Poppy sesuai ucapannya. Setiap hari selama berbulan-bulan, dia selalu memanjakan istrinya itu.Dengan kasih sayang yang Poppy dapatkan dari keluarga barunya, traumanya menghilang sepenuhnya. Dan kini, dia siap menemui ibu tirinya yang mendekam di balik jeruji besi.“Apa kau yakin akan menemuinya? Tidak bisakah menunggu setelah kau melahirkan?” Robin mengusap perut buncit istrinya yang duduk di pangkuannya. Wajahnya sesekali mengernyit ketika Poppy bergerak.Berat … namun, Robin tak mengeluh sedikitpun.“Aku yakin. Seminggu lagi aku akan melahirkan. Aku ingin dia mengetahuinya. Biar bagaimanapun, dia adalah orang yang membesarkanku selama ini.” Kebencian Poppy pada Carita berangsur menghilang, meski dia belum bisa memaafkan sepenuhnya. “Aku akan mendampingimu, sekaligus menjenguk kakek.”Dante Luciano dirawat di rumah sakit kepolisian. Sebulan lalu, Dante mengalami gagal ginjal parah, juga komplikasi penyakit lainnya.Robin juga baru tahu jika Dante ternyata