Apakah ini yang dinamakan c-c-c-c .....
Selagi Robin berbincang penuh ketegangan dengan Antonio, Poppy saat ini baru saja selesai menyiapkan sesuatu di dapur. Atas usulan Donna yang antusias ingin menunjukkan pada semua orang jika nyonya yang dilayaninya semakin dekat dengan Robin Luciano, Poppy menuruti usulan Donna membuatkan makanan ringan untuk suaminya itu. “Apa kau yakin dia akan menyukai kue manis ini?” Poppy tak ingin meragukan Donna, namun selera Robin tak sesuai dengan sikap dinginnya. “Benar, saya pernah melihat koki diam-diam mengantar kudapan malam untuk tuan,” ujar Donna dengan suara lirih, takut ada yang mendengarkan. “Tapi, mohon rahasiakan ini dari siapa pun, Nyonya,” pinta Donna kemudian. Poppy mengangguk sambil lanjut menyiapkan tiga kue dengan krim merah muda dan toping stroberi di piring. Ada lima kue serupa yang dia tinggalkan di dapur, karena piring yang diambilnya tak cukup untuk menampung semua kue-kue itu. Dia sedikit memiringkan kepala ketika melihat kue buatannya yang dibuat dalam waktu sin
“Apa yang kau lakukan di sana?” Robin mengira Poppy sengaja menguping pembicaraannya dengan Antonio. Dia menggerakkan kepala, menyuruh Antonio untuk membuka pintu semakin lebar.Robin tak menunjukkan rasa bersalah saat Poppy mendengar bahwa dirinya akan menyingkirkannya. Wanita itu memang hanya dibayar untuk menuruti perintahnya sesuai perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.“Silakan masuk, Nyonya.”Poppy terkesiap kala melihat Antonio sudah berdiri di hadapannya, seolah-olah baru saja terbangun dari mimpi buruk. Namun, ternyata itu semua bukanlah mimpi semata.Robin menunggu di dalam dengan ekspresi dingin, namun juga terlihat marah, sehingga pria itu tampak lebih menyeramkan jika dilihat dari sudut pandang Poppy. Wajah rupawan Robin terkalahkan oleh perangainya yang garang dan selalu berhasil membuat nyali Poppy menciut.“S-saya hanya … hanya membawakan kudapan untuk Anda,” ujar Poppy lirih.“Apa kau ingin menyuruhku berjalan ke sana hanya untuk mendengarmu bicara?” Robi
Poppy mengabaikan obrolan Robin dan Antonio, meninggalkan ruangan itu dengan pertanyaan di benaknya, ‘Apa dia ingin membuang kue itu dengan kedua tangannya sendiri? Sayang sekali ….’Poppy pernah merasakan kelaparan selama beberapa hari ketika Saul menghukum dan mengurungnya di gudang. Terkadang, dia hanya mendapatkan makanan sisa atau yang sudah tak layak untuk dikonsumsi.Saat berpikir Robin akan membuang kue itu, Poppy merasa sedikit marah padanya. Robin tak bisa menghargai makanan, yang menurut orang lain mungkin adalah makanan mewah bagi mereka.‘Setidaknya, dia bisa memberikan kue itu untuk pelayan.’Selain itu, ucapan kejam Robin yang akan memberikannya kepada Antonio sangat membuat Poppy sakit hati, seakan-akan dirinya hanya sebuah barang yang tak memiliki nyawa maupun perasaan.Saat Poppy menutup pintu ruangan itu, Poppy masih sempat mendengar Antonio pun tak menginginkan dirinya, dan hanya bersikap sesuai dengan posisinya.“Kalau kau tidak menginginkan perempuan itu, kau tid
“Ada yang bilang, para lelaki pendiam seperti Tuan Robin agak canggung mengekspresikan diri. Saya yakin, Tuan Robin pasti diam-diam tertarik pada Anda.” Donna masih berusaha keras membuat Poppy percaya. Jika ucapannya salah, Donna telah bertekad akan membuat ucapannya menjadi kenyataan. ‘Kalau Tuan Robin tidak mencintai Poppy, maka aku akan berusaha mendekatkan mereka. Setelah mereka benar-benar jadi pasangan suami istri yang sesungguhnya, aku akan meminta sesuatu sebagai imbalan.’ Dia tak peduli lagi dengan masa lalu Poppy, setelah sebelumnya cukup terpengaruh karena pelayan lain mencibir dan mengucilkannya. Melayani seorang budak merupakan nasib buruk baginya. Namun, ketika mendengar Robin menghukum Mia demi Poppy, dan meskipun kabar itu tidak benar, harapan Donna muncul kembali. Apa pun identitas Poppy sebelumnya, selama Poppy adalah nyonya rumah sekaligus istri Robin Luciano, Donna yang menjadi pelayan pribadi wanita itu pun akan mendapatkan banyak keuntungan. “Tidak. Aku san
Poppy hampir terjatuh setelah didorong oleh pelayan pribadinya. Dia tak terbiasa memakai sepatu hak sepuluh senti, yang baginya terlalu tinggi sehingga kesulitan mempertahankan keseimbangan. Beruntung, tangannya sigap menangkap punggung sofa yang ada di tengah ruangan. “S-saya … anu ….” Udara dingin menggigit setiap jengkal kulit Poppy. Dia mengenakan gaun hitam mini, menampilkan belahan dada tanpa lengan dan dengan bagian bawah di atas paha. Apalagi, tatapan suaminya yang dingin seperti biasa tak terpengaruh oleh penampilannya itu, kian membuat badan Poppy menggigil. Dalam hati, dia menyesal telah menuruti ide gila Donna dan Lucia untuk merayu Robin Luciano. “Apa kau tidak mendengar pertanyaanku?” geram Robin. Robin terganggu oleh kedatangan Poppy yang mendadak dan tidak mengetuk pintu terlebih dulu. Satu hal yang tak disukai Robin, orang-orang yang tak punya sopan santun masuk ke ruangannya tanpa permisi. “Saya ….” Poppy kesulitan menjawab. Dia memejamkan mata, membayangkan
Dalam benak Poppy hanya dipenuhi oleh ajaran aktivitas dewasa dari Lucia untuk mempertahankan hidupnya. Rasa takut Poppy mendadak berkurang ketika mencium aroma tubuh Robin yang membius kesadarannya. Suara Robin pun hanya terdengar seperti erangan menggoda. Poppy tak tahu apa yang terjadi dengan perubahan tubuhnya, namun dia sangat menginginkan belaian Robin saat ini juga. Poppy tiba-tiba berhenti bergerak, memandang Robin dengan tatapan sayu, dipenuhi oleh hasrat dan memohon, “Tuan … sentuh saya ….” Tak mendapat respon apa pun, Poppy menurunkan ujung gaun bagian atasnya. Mata Robin terbelalak ketika Poppy dengan berani menunjukkan dadanya yang tak tertutup apa pun. “Sentuh saya di sini ….” Poppy menirukan cara bicara Lucia, mendayu-dayu manja. Namun, itu belum semuanya. Poppy meraih tangan Robin, menyentuhkan telapak tangan besar itu hingga meremas kedua dadanya. “Tuan … saya mohon ….” Robin sungguh tak menyangka. Wanita yang selalu bertingkah seperti tikus tersudut dan ketaku
Ucapan Poppy persis dengan semua ajaran Lucia, termasuk dengan ekspresi wajah dan nada bicaranya yang menggoda. Dia seharusnya takut, namun mulutnya bergerak sendiri mengucap kata-kata yang sebenarnya tak ingin dia ucapkan. “Beraninya kau menghinaku!” Entah bagaimana ekspresi Robin sekarang, dia lalu mengentak lebih cepat dan kuat sampai membuat Poppy menjerit nikmat. “Tu- Tuan … Anda sangat … kuat … tapi, ini … belum cukup ….” “Sialan,” umpat Robin lirih. Poppy menjerit ketika merasakan tubuhnya melayang. Kemudian jatuh terduduk dengan keras di pangkuan Robin selagi tubuh mereka masih bersatu. Mendadak, Poppy merasa dirinya di ambang batas kepuasan yang diinginkan. “Sudah, Tuan … hentikan.” Dia mendorong bahu Robin sambil mengangkat badannya. Namun, Robin kembali menjatuhkan badan Poppy dalam sekali entakan. “Ahhh … Tuan!! Sudah … cukup ….” Rasa panas di tubuh Poppy berangsur mereda setelah mendapat kepuasan. “Cukup katamu? Siapa yang datang ke sini untuk merayuku, hah?!” P
“Saya akan memijat Anda. Tuan Robin pasti terlalu bersemangat sampai tidak keluar ruangan berjam-jam.” Poppy hanya menurut. Dia masih seperti orang linglung yang baru saja melakukan perbuatan buruk dan tak terlupakan. Ketika merasakan pijatan Donna, Poppy menjadi lebih nyaman dan terkantuk-kantuk. “Tadi, aku merasa jadi seperti orang lain. Ada sesuatu yang mendorongku melakukan perbuatan tidak senonoh, padahal aku sangat takut kepada Tuan Robin,” ujar Poppy. Donna menepuk lembut lengan Poppy, menghentikan pijatannya sejenak. “Jangan khawatir, Nyonya. Semua orang yang sedang jatuh cinta selalu melakukan hal yang mustahil, dan terkadang tidak sadar dengan perbuatannya sendiri.” Mata Poppy yang hampir tertutup, tiba-tiba terbuka lebar. “Siapa yang jatuh cinta kepada siapa?” Pelayan itu tersenyum, berbohong tanpa menunjukkan rasa bersalah. “Anda pun tidak sadar sudah jatuh cinta kepada Tuan Robin. Tetapi, saya bisa melihatnya dengan jelas.” “Tidak mungkin! Jantungku saja sepert
“Aku aku pernah meyakini jika Nyonya Sienna tidak pernah berselingkuh. Dari sifatnya, kau juga bisa menebak itu, bukan?”Poppy mengangguk.“Tapi, ada saksi mata yang melihat perselingkuhan mereka. Dia adalah Rod, tangan kanan Tuan Dante, sebelum digantikan Luca. Selain itu, ada bukti hasil tes DNA yang menyatakan bahwa Tuan Rafael bukan anak kandung Tuan Stefan.”“Tapi, Tuan Dante bisa memalsukan hasil tes seperti itu dengan mudah, apalagi waktu itu belum maju seperti sekarang. Robin bahkan bisa membuat identitas baru untukku dalam semalam.”Raut wajah Larry yang sebelumnya tenang, kini terlihat keruh, membayangkan masa lalu pahit tuannya. “Kau benar. Aku bisa menyelidikinya lebih dalam, tapi Nyonya Sienna tiba-tiba menghilang, serta meninggalkan pesan bahwa dia sudah tidak bisa hidup bersama dengan Tuan Stefan karena tidak mencintainya lagi … sekaligus membenarkan perselingkuhannya dengan salah satu pengawal kediaman.”“Mustahil …,” gumam Poppy kecewa.“Tuan Stefan pasti mengatakan pa
Poppy kembali bingung. Apakah Larry berada di pihak Rafael? Namun, sudah jelas jika Stefan mengatakan membenci putra bungsu yang bukan darah dagingnya.“Pengawal Robin di depan pasti akan melapor padanya kalau tahu kau datang dari luar. Aku akan mengantarmu.”“Tunggu sebentar.” Poppy mencegah Larry yang akan berdiri. “Bisakah … kau memberi tahuku … di mana Nyonya Sienna saat ini?”“Mengapa kau ingin tahu?”Meski telah mendengar dari Stefan, tetapi Poppy masih penasaran apakah ucapannya benar atau hanya efek dari kejiwaannya yang terganggu. Poppy ingin tahu dan mencari solusi agar bisa menyembuhkan luka di hati suaminya.“Aku hanya ingin mengenal Robin lebih dalam. Dia tidak akan mengatakannya padaku. Kuharap, dia bisa membagi luka di hatinya denganku.”Larry dapat melihat dengan jelas pipi Poppy merona. Dia tersenyum samar, kembali duduk dengan santai.“Kalau kau tidak keberatan mendengarkanku dan menyimpan rahasia ini dari siapa pun.”Poppy segera mengangguk. Larry lalu mulai berceri
Larry baru kali ini bertatap muka dengan Poppy dalam jarak yang cukup dekat. Rupanya, ada alasan khusus mengapa Robin memilih wanita ini, pikirnya. Perawakan dan rambut Poppy hampir mirip dengan Sienna. “Kau … siapa? Mengapa kau ada di sini?” Stefan mendadak sadar jika Poppy bukanlah istrinya.Saat ini, Poppy dan Stefan bersimpuh di lantai. Mereka baru selesai menenangkan diri setelah menangis cukup lama. ‘Mungkinkah dia terlalu banyak menangis sehingga pandangannya menjadi jernih dan melihatku bukan sebagai istrinya lagi?’ batin Poppy bertanya-tanya.“Aku bertanya padamu! Jangan membuatku mengulang pertanyaanku dua kali! Apa kau gadis bayaran papaku untuk menggodaku?!” sergah Stefan. Caranya membentak, bahkan kalimatnya sangat mirip dengan putranya.“Saya adalah menantu Anda. Istri Robin Luciano.”Poppy melirik ke arah Larry yang sudah membuka mulut akan mencegahnya menjawab jujur. Seharusnya Poppy tidak mengatakan identitasnya, sebab Stefan masih menganggap Robin masih seperti bel
Poppy ternganga, panik bukan main hingga membeku di tempat. Dia tak sempat bereaksi dan hanya memejamkan mata dengan erat ketika Stefan sudah berada di hadapannya, seakan-akan ingin menusuknya.“Pengawal sialan! Kau berani menyentuh istriku, hah?! Aku akan membunuhmu!”“Hentikan!” jerit Poppy dengan suara melengking tinggi. Dia segera membuka mata ketika tak mendengar pergerakan di sekitarnya.Stefan yang sudah berada di dekatnya, hampir menusuk pengawal yang tetap diam dengan tenang, tiba-tiba berhenti bergerak setelah mendengar teriakannya. Pisau dapur di tangan Stefan langsung terjatuh dari genggaman, beruntung tak mengenai kakinya.“M-maaf … aku tidak bermaksud berteriak …,” sesal Poppy, takut membuat Stefan semakin marah. Poppy mundur perlahan, menatap salah satu pengawal untuk meminta pertolongan. Namun, tak ada yang mendekat atau hanya terlihat ingin menolongnya.Para pengawal itu tetap waspada meski diam saja. Mereka tak mau membuat kemarahan Stefan semakin menjadi-jadi.Stef
Poppy awalnya takut pada Stefan. Namun, setelah melihat warna matanya yang sama dengan Robin, dia bisa memastikan jika pria itu berhubungan dengan keluarga Luciano, warna mata yang cukup langka di dunia.‘Apa aku pernah melihat orang ini sebelumnya? Siapa dia?’Stefan berkedip lambat seperti baru saja terbangun. “Maaf, Sayang, aku tidak bermaksud membentakmu.”Genggaman di pergelangan tangan Poppy mengendur. Tangan Stefan gemetaran dan ekspresinya menunjukkan kekhawatiran. Takut Sienna palsu di depannya marah, lalu meninggalkannya.Poppy yang melihat mata Stefan berembun menjadi kasihan padanya. Dia bisa saja kabur, namun penasaran dengan sosok di depannya.“Kau tidak marah, ‘kan? Tolong jangan marah padaku,” pinta Stefan dengan suara gemetar.“Tidak. Aku yang justru minta maaf karena berniat menerobos wilayahmu.”“Tunggu di sini dulu. Aku akan membukakan pintu ini.” Genggaman Stefan kembali mengencang. “Jangan pergi ke mana-mana,” ucapnya memelas.Poppy mengangguk, tapi Stefan tampak
“Nyonya, saya akan patroli dulu,” pamit Marcello. Setelah kepergian Robin, suasana di kediaman terasa sepi. Robin mengajak hampir separuh pengawal kediaman, tetapi menambah pengawal khusus untuk berjaga di luar rumah. Alhasil, pekerjaan pengawal di kediaman cukup sibuk. Para pengawal baru Robin hanya berjaga di area depan, terutama di pintu-pintu masuk, berjaga jika ada penyusup menyerang selagi Robin tak ada. Karena itu, Poppy sangat berterima kasih pada Marcello yang meluangkan waktu untuk melindunginya. “Ya. Terima kasih sudah menjagaku, Marcello. Mari kita makan malam bersama seperti biasa nanti.” “Baik, Nyonya.” Begitu masuk ke dalam kamar, Poppy sekilas melihat ke arah jendela. Dia lalu berhenti sejenak, memandang ke bawah. Dari lantai dua itu, dia bisa melihat halaman rumah cukup jelas. Mendadak, Poppy ingat surat Rafael. “Haruskah aku ke sana?” Setelah menimbang-nimbang sebentar, Poppy memutuskan akan memeriksa tempat yang dimaksud Rafael, sebelum waktu pertemuan dua h
“Kau tahu aku tidak suka mengulang perkataanku.” Robin bersikeras tak ingin menjawab sekarang.Poppy menunduk lesu, lalu ambruk di dada Robin, menikmati hangat tubuh suaminya dan air yang merendam tubuhnya. Tubuh bawahnya tak lupa menggoda. Dia ingin membuat Robin kelelahan sehingga tak bisa pergi ke mana-mana.“Masukkan kalau kau ingin,” bisik Robin tenang.Saat ini, Robin sedang membayangkan rencananya. Dia tergoda pada istrinya, tapi menghancurkan Pulau Solterra bukan main-main semata. Sayangnya, konsentrasinya langsung buyar ketika merasakan miliknya telah bersarang dalam tubuh istrinya.Robin membuka mata selagi menggerakkan pinggang Poppy. “Apa yang kau bicarakan dengan Rafael tadi pagi?” Sekaligus ingin mengetes kejujurannya.“Rafael hanya datang memberiku bu … ah … jangan digerakkan seperti ini ….” Poppy menahan badan dengan kedua tangan mencengkeram pundak suaminya.Meski Robin sendiri yang bertanya tentang Rafael, tetapi dia jadi kesal sendiri. Pengawalnya melapor jika Rafae
Pada akhirnya, ‘hanya pulang sebentar’ menjadi kalimat yang terlupakan. Robin memutuskan untuk tidur di kediaman, menemani Poppy yang tak berhenti memohon agar dirinya tidak pergi. Poppy juga menyerangnya terus-menerus dengan pengakuan hati. Bagaimana mungkin Robin bisa meninggalkan istri yang begitu membutuhkannya? Dia setidaknya akan memberi kepuasan pada istrinya agar tak begitu merindukannya nanti. Meski Poppy memohon, dia tetap akan pergi selama beberapa waktu dan belum tahu pasti kapan akan kembali.“Kau mau pergi lagi? Kau bilang tidak akan pergi ke mana-mana malam ini,” rengek Poppy, matanya masih terpejam. Dia tampaknya belum puas memeluk suaminya, tak membiarkan Robin melangkah keluar kamar, bahkan sampai hampir tengah malam dan di saat dia masih sangat mengantuk.Robin saat ini duduk di tepi ranjang kamar istrinya. Dia hanya akan ke toilet sebentar, tetapi Poppy kembali terbangun sambil menarik tangannya.“Aku ingin buang air. Apa kau mau ikut?”“Tidak. Kau pasti berbohon
Pengakuan Poppy bagaikan rentetan tembakan yang tepat menembus jantungnya. Robin Luciano baru kali ini mengalami kekalahan. Poppy menyerangnya dengan kata-kata yang sesungguhnya sangat ingin didengarnya, mengalahkan dirinya dengan telak.“Aku merindukanmu, Robin.”Ledakan dalam dada Robin semakin besar setelah mendengar kata rindu dan namanya disebut dengan mesra. Dia tak kuasa lagi menahan diri atau melanjutkan rencana ‘hanya pulang sebentar’.Robin berbalik, melihat kesungguhan Poppy dalam sekejap. Wanita itu langsung menunduk malu setelah secara impulsif menyatakan kasih sayangnya.“Aku tidak mendengarmu bicara. Apa yang kau katakan?”‘Mustahil! Aku mengatakannya dengan suara yang cukup keras!’ jerit Poppy dalam hati, tak kuasa menatap Robin setelah mulutnya sudah kurang ajar mengungkap rahasia hatinya.“Kau selalu bicara dengan suara pelan. Katakan sekali lagi,” titah Robin.“Aku merindukanmu!” seru Poppy sambil memejamkan mata, wajahnya terlihat merah padam.Sedetik kemudian, Pop