Nggak bahaya tuh? 😱
Ucapan Poppy persis dengan semua ajaran Lucia, termasuk dengan ekspresi wajah dan nada bicaranya yang menggoda. Dia seharusnya takut, namun mulutnya bergerak sendiri mengucap kata-kata yang sebenarnya tak ingin dia ucapkan. “Beraninya kau menghinaku!” Entah bagaimana ekspresi Robin sekarang, dia lalu mengentak lebih cepat dan kuat sampai membuat Poppy menjerit nikmat. “Tu- Tuan … Anda sangat … kuat … tapi, ini … belum cukup ….” “Sialan,” umpat Robin lirih. Poppy menjerit ketika merasakan tubuhnya melayang. Kemudian jatuh terduduk dengan keras di pangkuan Robin selagi tubuh mereka masih bersatu. Mendadak, Poppy merasa dirinya di ambang batas kepuasan yang diinginkan. “Sudah, Tuan … hentikan.” Dia mendorong bahu Robin sambil mengangkat badannya. Namun, Robin kembali menjatuhkan badan Poppy dalam sekali entakan. “Ahhh … Tuan!! Sudah … cukup ….” Rasa panas di tubuh Poppy berangsur mereda setelah mendapat kepuasan. “Cukup katamu? Siapa yang datang ke sini untuk merayuku, hah?!” P
“Saya akan memijat Anda. Tuan Robin pasti terlalu bersemangat sampai tidak keluar ruangan berjam-jam.” Poppy hanya menurut. Dia masih seperti orang linglung yang baru saja melakukan perbuatan buruk dan tak terlupakan. Ketika merasakan pijatan Donna, Poppy menjadi lebih nyaman dan terkantuk-kantuk. “Tadi, aku merasa jadi seperti orang lain. Ada sesuatu yang mendorongku melakukan perbuatan tidak senonoh, padahal aku sangat takut kepada Tuan Robin,” ujar Poppy. Donna menepuk lembut lengan Poppy, menghentikan pijatannya sejenak. “Jangan khawatir, Nyonya. Semua orang yang sedang jatuh cinta selalu melakukan hal yang mustahil, dan terkadang tidak sadar dengan perbuatannya sendiri.” Mata Poppy yang hampir tertutup, tiba-tiba terbuka lebar. “Siapa yang jatuh cinta kepada siapa?” Pelayan itu tersenyum, berbohong tanpa menunjukkan rasa bersalah. “Anda pun tidak sadar sudah jatuh cinta kepada Tuan Robin. Tetapi, saya bisa melihatnya dengan jelas.” “Tidak mungkin! Jantungku saja sepert
Wajah Poppy sontak berubah pucat pasi. Dia masih malu oleh perbuatannya kemarin, beruntung Robin tak datang ke kamar malam harinya. Namun, saat ini dia malah membuat kesalahan yang memalukan lainnya. Robin menggertakkan gigi, sedikit menunduk merasakan nyeri pada kejantanannya. Dahi Poppy cukup keras menghantam miliknya. “Kurang ajar! Kau ingin mencelakaiku?!” “M-maaf, Tuan ….” Tangan Poppy terulur maju-mundur, ingin mengusap bagian tubuh Robin yang sakit, tetapi tak sanggup melakukannya. “Jangan sentuh aku!” Robin menampar tangan Poppy yang ragu akan menyentuhnya. Badan Poppy merosot bersimpuh ketika melihat Robin meninggalkan dirinya sambil memaki. Robin telah memergoki dirinya membaca novel dewasa, juga terkena hantaman dahinya. ‘Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku memanggilkan dokter? Bagaimana kalau … miliknya patah?’ Tak berselang lama, pelayan pribadi Poppy masuk terburu-buru. Melihat Poppy hampir menangis dan berlutut, Donna segera membantunya berdiri. “Sa
Wajah Robin mengernyit singkat. “Perempuan gila!” Robin Luciano, pria berusia tiga puluh satu tahun itu tak menyangka telah menikahi wanita aneh dan menjengkelkan. Saat pertama kali bertemu dengan Poppy, Robin mengira bahwa Poppy mudah dikendalikan, cukup pendiam, dan tidak banyak tingkah. Selain itu, Poppy terlihat berbeda dengan wanita-wanita yang dijual Saul Martinez. Poppy memiliki wajah yang berbeda dari wanita di negaranya, sangat sempurna untuk menipu kakeknya. Namun, dibalik sikap lugu, pemalu, dan sering ketakutan itu, Poppy ternyata memiliki pikiran di luar imajinasinya. Robin semakin berpikir bahwa hukuman darinya beberapa waktu lalu, justru sangat dinikmati wanita di hadapannya itu. “Untuk apa aku harus membuka celanaku di sini?!” Wajah Robin mengeras, enggan menunjukkan keterkejutan, mendadak istri di atas kertasnya ingin menyerangnya. “Itu ….” Pandangan Poppy seakan berputar-putar. Dia sadar telah salah bicara dan sangat malu setelahnya. Suaranya sangat keras keti
“Kau datang sendiri?” Poppy ingin menanyakan keberadaan Robin kepada Antonio, tetapi dia malu untuk mengungkapkan terus terang.Tampaknya, Antonio memahami makna yang tersirat dari pertanyaan itu. Dia lantas menjawab, “Tuan Robin masih sibuk menyiapkan pembukaan kelab malam, Nyonya.”Debaran akan penantian itu berubah menjadi lebih cepat, namun dipenuhi oleh keresahan. Poppy baru ingat tentang kelab malam milik Robin, serta beberapa tawanan Saul yang ada di sana, para wanita cantik dengan kelas terbaik yang dibeli oleh suaminya.Mendadak, terbesit pikiran yang membuat dada Poppy terasa sesak, ‘Apakah dia bersenang-senang dengan wanita-wanita itu sehingga enggan pulang? Atau mungkin … dia sedang memilih penggantiku karena aku selalu melakukan kesalahan?’“Adakah kebutuhan yang Anda perlukan?” Pertanyaan Antonio menyadarkan Poppy dari pikiran buruknya, meski belum sepenuhnya hilang dari benak dan hatinya.“Tidak ada ….”“Baiklah. Anda bisa mencari saya di ruang kerja lantai satu jika me
Suasana di ruang makan pagi ini sangat berbeda dengan hari-hari biasanya. Poppy selalu makan seorang diri, namun kali ini Robin ikut sarapan dengannya. Akan tetapi, ada seorang lagi yang bergabung bersama mereka di ruang makan. Dia adalah gadis yang terlihat bersama Robin semalam. Poppy tak bisa tidur sampai pagi karena memikirkan gadis itu. Robin pun tak datang ke kamarnya, sehingga membuat Poppy gelisah dan tak dapat memejamkan mata, memikirkan apa yang sedang mereka lakukan setelah memasuki kediaman pada tengah malam. ‘Bagaimana bisa gadis itu ada di sini?’ batin Poppy bingung dan resah, tatapannya terus tertuju pada makanan pada piring yang hanya dimainkan oleh alat makan dalam genggamannya. Poppy masih mengingatnya. Gadis yang berusaha dia ajak kabur dari Pulau Solterra. Ketika melihat kapal pengangkut datang malam itu, Poppy kembali mencoba melarikan diri dengan mengajak satu tawanan baru Saul. Gadis itu hampir kehilangan kesuciannya karena terus melawan, dan Poppy akhirnya
Di kediaman Robin Luciano terdapat banyak pengawal berjaga. Namun, Robin tetap meminta Poppy untuk menjaga gadis yang bernama Alice itu.‘Apakah dia sedang menyuruhku secara halus jika aku harus menjadi pelayan temannya?’ Pikiran itu spontan melekat dalam benak Poppy yang sudah terbiasa disuruh orang seperti Saul Martinez.“Kau sudah melihat sendiri, istriku cukup pendiam. Ajarilah dia untuk bersikap seperti orang normal,” ujar Robin, sontak membuat dua wanita yang duduk di samping meja menatap dirinya.‘Jadi, aku bukan orang normal di matanya? Tetapi, dia tidak seharusnya mengatakan itu di depan orang asing walaupun Alice adalah temannya.’Apakah Robin telah mengatakan rahasia pernikahan mereka kepada Alice?“Kenapa? Ada yang salah dengan ucapanku?” Robin bertanya kepada Alice alih-alih memedulikan perasaan orang yang telah dibuat tersinggung oleh kata-katanya.“Ucapanmu agak … kejam … terhadap istrimu. Apa hubungan kalian baik-baik saja?” tanya Alice ragu.“Bukan urusanmu. Kau hanya
“Ah, Robin pasti mengajakmu ke sana.” Alice menanggapi ucapannya sendiri dengan canggung.“B-Benar ….” Poppy diam-diam menghela napas lega.Alice yang duduk di samping Poppy memutar badan ke arah depan. Manik hijau tua miliknya kembali memperhatikan orang-orang yang sedang bekerja di taman.“Saul Martinez ….”Satu nama yang disebut Alice itu, spontan membuat Poppy kembali salah tingkah. Dia sudah bertekad melupakan tentang Pulau Solterra, namun nama Saul masih melekat pada ketakutan yang susah payah ingin dikuburnya dalam-dalam.‘Kenapa Alice tiba-tiba menyebut nama itu? Apa yang ingin dia katakan?’“Aku dengar, Saul sejak dulu menargetkan anak-anak yang baru saja kehilangan orang tua mereka. Ada beberapa gadis yang memiliki orang tua berada sepertiku, lalu menculik kami dan mengambil aset keluarga kami setelahnya, entah bagaimana caranya.”Poppy berpaling menatap Alice dengan mata terbuka lebar dalam sekejap. Namun, dia berhasil langsung mengendalikan diri agar tak menunjukkan keterk
“Anda … mau membantu saya?” Poppy menatap Robin penuh harap.Akan tetapi, Robin tak menjawab. Dia kembali melumat bibir Poppy dengan ciuman yang semakin panas.Tangan Robin meremas tubuh Poppy, menyelusuri punggungnya. Poppy merasakan hawa panas yang mengalir dari setiap sentuhan Robin meski terhalang kain.Sementara itu, Robin mulai memejamkan mata. Bibir mungil Poppy terasa lebih manis dari saat dia pertama kali menciumnya.Benar. Robin masih mengingat ciuman pertama mereka, tetapi dia menyangkalnya.Robin Luciano telah berjanji pada diri sendiri bahwa dirinya tak akan memberikan hatinya kepada siapa pun. Ketika mencium Poppy saat ini, pikirannya juga terus menyanggah bahwa dia mulai tertarik kepada Poppy.BUK!Robin mengangkat badan Poppy, lalu mendudukan di atas meja. Dia melepas ciumannya hanya untuk berkata, “Kau seharusnya minta bantuanku.” Kemudian kembali mencium Poppy.Poppy pun tak berniat menjawab. D
Robin seolah sedang mengatakan jika Poppy tak seharusnya memercayai Rafael. Meski tak dikatakan secara langsung ataupun menyebutkan alasannya, Poppy merasa kali ini Robin bukan sedang mengancamnya, melainkan memberinya peringatan. ‘Rafael sangat baik padaku. Dia juga banyak membantuku. Apakah karena Tuan Robin tidak akur dengan Rafael sampai membencinya dan berpikir buruk tentangnya?’ “Jika kau salah memercayai seseorang sampai merusak rencanaku, kupastikan kau akan benar-benar menyesal,” ancam Robin kali ini. Poppy menelan ludah susah payah. Kata-kata Robin sesungguhnya ada benarnya. Beberapa saat lalu, Rafael menyebut nama keluarga asli Poppy. Rafael pun mengatakan akan mencari informasi tentang wanita bernama Nyonya Valentine, yang Poppy pastikan adalah ibu tirinya. ‘Rafael tidak boleh mencari tahu tentang latar belakangku. Sebaiknya aku minta bantuan Tuan Robin saja, daripada masalah semakin runyam karena identitasku yang sesungguhnya terbongkar,’ batin Poppy memutuskan. “Aku
“Poppy, aku punya berita baik!” seru Rafael sambil mengetuk pintu kamar. Poppy bergegas membuka pintu dan berniat mengusir Rafael. Robin pasti akan menuduhnya lagi jika melihatnya bicara dengan Rafael, apalagi di depan kamarnya. “Rafael, sekarang bukan waktu yang tepat untuk bicara.” “Tidak, kau harus mendengarkanku dulu! Barusan aku mendapat informasi tentang orang yang menjual lukisan wanita yang mirip denganmu!” Rafael menunjuk lukisan di dalam kamar Poppy dengan tatapan mata. Poppy sontak terpaku menatap Rafael. “Sungguh? Siapa orang itu?” Poppy berusaha bersikap tenang agar tak terlihat mencurigakan karena begitu tertarik dengan lukisan itu. Namun, ketenangan Poppy segera hilang ketika melihat Robin mendekat dari kejauhan. Ekspresi Robin dingin dan terlihat marah. Entah marah karena kejadian sebelumnya atau marah karena Poppy bicara dengan Rafael? “Kita bicara nanti saja, Rafael. Aku tidak mau Robin salah pa
“Bagaimana aku tidak marah kalau rapat penting denganmu tertunda karenanya?”Robin enggan berdebat dengan kakeknya. Lagi pula, memang benar dia terlambat menghadiri rapat karena Poppy. Dia pikir, Dante tak akan marah kepada Poppy karena mereka tak cukup dekat. Tak masalah jika dia mengkambinghitamkan Poppy. Terlebih lagi, Robin cukup kesal karena Poppy mulai berani melawannya.“Tidak, Kakek! Robin bohong! Aku tidak pernah mencegah Robin pergi ke kantor! Dia sendiri yang tiba-tiba datang dan malah duduk santai mengganggu kesenanganku!” Kali ini, Poppy mengatakan hal sesungguhnya, sekaligus meluapkan isi hatinya. Dia semakin takut setelah melihat raut wajah Dante mengeras, tak ingin mengalah atau terkena kemarahan Dante.Robin tertawa tanggung dan tak percaya. Perempuan yang selalu berlagak seperti tikus kecil yang terpojok dan tak berdaya, kini berani menuduhnya di depan Dante. “Wah, wah, kau benar-benar pintar membual!”Rahang Dante berkedut sambil menatap Poppy dan Robin bergantia
“Kenapa Kakek tidak bilang dulu sebelum datang?” tanya Robin, mencoba untuk mengalihkan pertanyaan Dante. Robin yakin jika Dante hanya mendengar percakapan terakhirnya dengan Poppy setelah mencerna pertanyaan Dante. Jika Dante benar-benar mengetahui situasinya dengan Poppy, dia tak akan bertanya. “Kau seharusnya ada di kantor sekarang! Dan aku tidak berkewajiban melaporkan setiap kegiatanku padamu!” Dante menunjuk Robin menggunakan tongkat jalan, tepat di depan wajahnya. “Apa kau menipuku dengan menyewa perempuan ini untuk kau jadikan istri?!” “Omong kosong apa yang kau katakan, Kakek? Untuk apa aku menikah dan membuat hidupku rumit jika hanya untuk menipumu?” sanggah Robin sambil menyingkirkan tongkat dari depan wajahnya. Dante memicingkan mata, tak terlihat percaya sedikit pun dengan Robin. “Jadi, kau mengaku jika hidupmu rumit karena berpura-pura menikah?!” Robin menghela napas kasar. “Ya, hidupku rumit karena menikah, tetapi aku tidak pura-pura menikah dengannya. Aku bisa menu
Robin telah memutuskan akan membantu Poppy sembuh dari trauma dan tak punya lagi pikiran untuk menggantikan Poppy dengan wanita lain. Setelah berpikir panjang, menikah lagi untuk mendapatkan kekuasaan dari kakeknya akan membuat masalah semakin rumit. Namun, Poppy malah memilih Alice daripada dirinya? Hah! Robin hanya bisa tertawa dalam hati. ‘Tidak semudah itu kau bisa kabur dariku!’ Langkah Robin penuh percaya diri ketika dia meninggalkan Poppy. Dia tampak sangat menikmati ekspresi terkejut yang ditunjukkan istrinya, sampai lupa sejenak jika dia harus segera ke kantor. “Anda tahu tentang lukisan itu?” Poppy kembali menyusul Robin. “Tuan, katakan pada saya, siapa yang telah menjual lukisan itu?” Ketakutan Poppy akan Robin Luciano tak lebih besar dari rasa ingin tahunya tentang keluarganya. Dia sampai berani menarik lengan Robin agar berhenti untuk bicara dengannya, tatapannya pun berusaha melihat mata Robin yang lurus ke depan. Namun, Robin tetap tak berhenti melangkah. “A
Omong kosong apa yang baru saja Alice ucapkan?! Robin merasa salah karena meninggikan suara, tetapi tak merasa ucapannya salah. Dia memang ingin agar Alice bisa segera hidup mandiri. Bukan karena dia membenci Alice, tetapi hanya mendidik Alice supaya tidak bergantung kepada orang lain. Biar bagaimanapun, Robin bukan orang tua Alice. Dia juga memiliki bisnis berbahaya yang kemungkinan besar bisa melibatkan orang-orang di sekitarnya. Alice akan lebih aman jika setelah lulus sekolah berpura-pura tak mengenal dirinya, kecuali jika Robin telah mendapatkan semua aset kakeknya. “Kau ingin kabur dari rumah dengan mengajak istriku?” Robin ikut berdiri, tak suka mendongak ke arah dua wanita itu. Ucapan Alice tentang Poppy bukan kesalahan bagi Robin. Namun, walaupun dia tak puas atau tak suka pada Poppy, bukan berarti mereka bisa kabur sesuka hati. Poppy belum melahirkan keturunannya! “Apa kau yakin istriku mau pergi denganmu?” tantang Robin. Tentu saja Poppy tak akan berani melangkahkan k
Bukan hanya Poppy, Antonio pun semakin resah selagi melihat jam tangan. Dia merasa sangat ingin menyeret Robin yang tak melakukan atau mengatakan apa pun, berdiri seperti patung kokoh yang tak dapat diruntuhkan. “Kau tidak mau duduk dulu dan makan siang bersama kami?” Akhirnya, Alice memecah suasana canggung. Robin segera duduk bersila di karpet, membuat Antonio ternganga, sedangkan Poppy langsung bergeser agar tak terlalu dekat dengannya. Melihat dari betapa cepat Robin menanggapi ajakan Alice, dia seperti sudah menantikannya sejak tadi. “Aku sudah berjanji pada orang tuamu untuk menjagamu. Bukan berarti aku senang duduk di tempat kotor ini.” Robin berniat menyindir Poppy, menunjukkan bahwa dirinya hanya ingin menyenangkan putri kenalannya. Secara tak langsung mengatakan jika dia tak sudi duduk di samping Poppy. Akan tetapi, Poppy malah mengambil saputangan. Kemudian mengulurkan saputangan itu kepada Robin. “Gunakan ini untuk melapisi tempat dudukmu supaya celanamu tidak kotor …
Mata Antonio tiba-tiba melebar. Terbersit kemungkinan gila yang hampir mustahil. ‘Jangan-jangan … Tuan Robin merindukan Nyonya Poppy?’ BRAK! Suara keras pada pintu yang membentur meja dekat pintu kamar menepis prasangka Antonio. Robin membuka pintu kamar Poppy, tetapi istrinya tidak ada di kamar. Hanya ada Donna yang sedang membersihkan perabot. Setelah Robin menemukan obat pencegah kehamilan miliknya, Poppy membiarkan Donna melakukan pekerjaan yang semestinya. Poppy tak lagi meresahkan seseorang akan mengobrak-abrik kamarnya. “Tuan Robin, apakah Anda mencari nyonya?” tanya Donna, terkejut dan langsung merapikan pakaian ketika menyadari kehadiran Robin. “Apa aku terlihat sedang mencarimu?” balas Robin ketus. “Tidak, Tuan …” Donna menatap lantai, tak berani memandangi Robin. “Nyonya sedang di taman belakang dengan–” Tak menunggu ucapan Donna selesai, Robin segera melangkah menuju tempat istrinya berada. Dia perlu menegaskan sekali lagi pada Poppy jika dia tidak pernah tertar