Maafkan V. Kemarin ada sedikit kendala sampai nggak update berhari-hari 🙏🏻🙏🏻 Untuk selanjutnya akan update seperti biasa ❤️
Di kediaman Robin Luciano terdapat banyak pengawal berjaga. Namun, Robin tetap meminta Poppy untuk menjaga gadis yang bernama Alice itu.‘Apakah dia sedang menyuruhku secara halus jika aku harus menjadi pelayan temannya?’ Pikiran itu spontan melekat dalam benak Poppy yang sudah terbiasa disuruh orang seperti Saul Martinez.“Kau sudah melihat sendiri, istriku cukup pendiam. Ajarilah dia untuk bersikap seperti orang normal,” ujar Robin, sontak membuat dua wanita yang duduk di samping meja menatap dirinya.‘Jadi, aku bukan orang normal di matanya? Tetapi, dia tidak seharusnya mengatakan itu di depan orang asing walaupun Alice adalah temannya.’Apakah Robin telah mengatakan rahasia pernikahan mereka kepada Alice?“Kenapa? Ada yang salah dengan ucapanku?” Robin bertanya kepada Alice alih-alih memedulikan perasaan orang yang telah dibuat tersinggung oleh kata-katanya.“Ucapanmu agak … kejam … terhadap istrimu. Apa hubungan kalian baik-baik saja?” tanya Alice ragu.“Bukan urusanmu. Kau hanya
“Ah, Robin pasti mengajakmu ke sana.” Alice menanggapi ucapannya sendiri dengan canggung.“B-Benar ….” Poppy diam-diam menghela napas lega.Alice yang duduk di samping Poppy memutar badan ke arah depan. Manik hijau tua miliknya kembali memperhatikan orang-orang yang sedang bekerja di taman.“Saul Martinez ….”Satu nama yang disebut Alice itu, spontan membuat Poppy kembali salah tingkah. Dia sudah bertekad melupakan tentang Pulau Solterra, namun nama Saul masih melekat pada ketakutan yang susah payah ingin dikuburnya dalam-dalam.‘Kenapa Alice tiba-tiba menyebut nama itu? Apa yang ingin dia katakan?’“Aku dengar, Saul sejak dulu menargetkan anak-anak yang baru saja kehilangan orang tua mereka. Ada beberapa gadis yang memiliki orang tua berada sepertiku, lalu menculik kami dan mengambil aset keluarga kami setelahnya, entah bagaimana caranya.”Poppy berpaling menatap Alice dengan mata terbuka lebar dalam sekejap. Namun, dia berhasil langsung mengendalikan diri agar tak menunjukkan keterk
Poppy berdiri sambil menunduk di depan Robin yang duduk di sofa kamarnya, setelah Donna kabur lebih dulu dengan alasan ingin segera menyelesaikan pekerjaan. Baru kali ini dia melihat Robin tersenyum cukup lama. Badannya sampai menggigil melihat senyuman suaminya … sangat sinis dan mematikan, seakan ingin menelan jiwa Poppy hanya dengan senyuman itu. “Jadi, kau adalah orang yang memulai gosip di antara karyawan kediaman?” Poppy menggeleng dengan cepat, kedua tangannya saling meremas di depan badan. Senyuman lepas yang beberapa saat lalu terlihat di wajahnya telah menghilang. “Aku sedang sibuk bekerja, dan kau malah mengolok-olokku dengan lelucon murahan itu di belakangku?” Kini, senyuman sinis Robin tak lagi terlihat. Wajahnya mengeras selagi menatap tajam istri kontraknya. “Kau tadi tertawa lebar waktu tidak melihatku, sekarang kau diam tidak menjawabku. Apa kau sengaja melakukan hal yang tidak kusuka?!” “T-Tidak, Tuan ….” “Lalu mengapa kau menyebarkan gosip pada para pelayan k
‘Perempuan sepertiku?’ Pertanyaan itu terus terngiang dalam benak Poppy. Dia tak memahami wanita yang seperti apa dirinya bagi Robin Luciano. Namun, ucapan Robin jelas menyakiti hatinya, merendahkan harga dirinya.Poppy berbaring tanpa busana di ranjang dengan mata tertutup seperti biasa, menggertakkan gigi setiap kali Robin mengentak inti kenikmatannya. Dia diam tak bergerak seperti patung selagi sang suami sedang memaksakan diri untuk meninggalkan benih di rahimnya.‘Ah … Tuan Robin menutup mataku karena tidak mau menunjukkan wajahnya yang kesulitan mencapai kenikmatan.’Malam ini terasa sangat berbeda … tidak ada kenikmatan sedikit pun meski cara Robin memperlakukan Poppy seperti biasa. Poppy hanya teringat setiap kalimat kejam yang diucapkan suaminya.Poppy tersenyum getir. Tak menyadari jika pria di atas tubuhnya tak menyukai senyuman itu. Senyumannya tak selaras dan seakan meminta belas kasihan di saat mereka sedang bercinta.Robin lantas menangkup pipi Poppy hingga senyumnya m
Pigura lukisan yang berukuran cukup besar itu menunjukkan wajah yang teramat dirindukan Poppy. Meski kenangan bersama dengan wanita cantik dengan gaun biru tua dalam lukisan tersebut tak banyak, namun dia sangat menyayanginya.“Aku menemukan lukisan ini di pameran teman dari rekan bisnisku. Waktu pertama kali melihatnya, aku juga sangat terkejut dengan wajah dalam lukisan ini … sangat mirip denganmu, bukan?”‘Tentu saja … karena dia adalah ibu kandungku ….’Poppy kesulitan menanggapi dengan mulutnya yang terkunci. Tak menyangka jika lukisan yang selalu dipajang di ruang keluarga kediaman orang tuanya akan dia lihat di kediaman Robin Luciano. Tanah kelahirannya bahkan berada di ujung lain dari negara ini.“Bahkan, warna matanya pun mirip denganmu. Hitam pekat, terlihat misterius, namun sangat cantik … kecantikannya berbeda dari orang-orang dari negara kita ini.”Secara tak langsung, Rafael pun sedang memuji Poppy. Akan tetapi, pikiran Poppy masih terpusat pada lukisan itu.“Dari mana …
Poppy tersentak kala mendengar suara derit lirih pada pintu di belakangnya. Dia sontak berpaling ke belakang sambil mengusap air mata. “Siapa?” Tidak ada siapa pun di sana. Namun, Poppy yakin mendengar langkah orang menjauh. Dia bergegas berdiri hingga tiba-tiba terhuyung hampir jatuh. Kakinya kesemutan karena cukup lama bersimpuh. Beruntung, tangannya sigap menopang tubuh. “Rafael?” panggil Poppy lirih. Setelah kesemutan di kakinya menghilang, dia berjalan cepat ke arah pintu. Kepalanya menengok ke kanan kiri pada koridor, namun tak menemukan siapa pun. “Aku yakin mendengar seseorang berjalan cepat …,” gumamnya heran. Dari ujung koridor, Donna terlihat keluar dari ruangan lain. Poppy melambaikan tangan pada pelayan pribadinya yang sedang menepuk-nepuk mulutnya saat menguap lebar. “Kemari, Donna!” seru Poppy. Donna bergegas menghampiri majikannya. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” “Apa kau tadi lewat di depan ruangan ini?” Donna terlihat salah tingkah, membuat Poppy curiga
Kerutan di kening Poppy kian jelas terlihat. Raut wajahnya menunjukkan kepanikan yang begitu hebat. “Kenapa tidak ada? Apa Donna membersihkan kamar mandi saat aku tidak ada di kamar?” Poppy menggeleng pelan. Dia sudah menegaskan jika Donna tak perlu membersihkan kamar mandi di kamarnya, bahkan Poppy sering menyuruh Donna segera beristirahat saat malam tanpa perlu membereskan kamarnya. Pelayan pribadinya itu hanya mengumpulkan kain kotor, sementara Poppy yang lebih sering merapikan kamar. Donna juga dengan senang hati mengurangi pekerjaannya atas keinginan Poppy. “Mustahil … aku jelas meletakkannya di sini ….” Suara ketukan pintu terdengar. “Apa kau tidur di dalam sana? Aku tidak punya banyak waktu menunggumu.” Suara berat dan tegas Robin mengejutkan Poppy. Dia segera menarik tangannya dari kolong, sampai tangannya sedikit tergores sudut runcing bawah lemari. “Ugh …” Poppy mengerang sambil mengusap lengan bawahnya. Goresan lemari itu sedikit membuat kulit putihnya kemerahan. D
Wajah Poppy langsung berubah pucat pasi. Jiwanya seakan pergi meninggalkan raga karena terlalu takut menghadapi pria di depannya.“Berdiri dan ikuti aku,” titah Robin.Badan Poppy mendadak jadi lemah saat memaksa kakinya melangkah. Dunia di sekelilingnya seolah berputar, merasakan bahwa langkahnya akan membawa dirinya pada hukuman berat yang sesungguhnya, yang mungkin dapat mengancam kehidupannya.Dia tak pernah menyangka jika Robin menemukan obat pencegah kehamilan itu, sebelum dia memiliki rencana lain untuk menyelamatkan diri dari kontrak berbahaya dengan Robin Luciano.“Baca ini!” Suara tegas dan dalam Robin Luciano mengembalikan kesadaran Poppy.Poppy baru sadar dia telah mengikuti Robin sampai di ruang kerja lantai pertama. Lalu segera mengambil kertas di atas meja yang ditunjukkan suaminya dengan tangan gemetar, apalagi Robin masih berdiri dengan tangan terlipat di depan dada sambil menatap tajam dirinya.“Baca dengan keras pada bagian nomor empat!” perintah tegas Robin lainnya
“Anda … mau membantu saya?” Poppy menatap Robin penuh harap.Akan tetapi, Robin tak menjawab. Dia kembali melumat bibir Poppy dengan ciuman yang semakin panas.Tangan Robin meremas tubuh Poppy, menyelusuri punggungnya. Poppy merasakan hawa panas yang mengalir dari setiap sentuhan Robin meski terhalang kain.Sementara itu, Robin mulai memejamkan mata. Bibir mungil Poppy terasa lebih manis dari saat dia pertama kali menciumnya.Benar. Robin masih mengingat ciuman pertama mereka, tetapi dia menyangkalnya.Robin Luciano telah berjanji pada diri sendiri bahwa dirinya tak akan memberikan hatinya kepada siapa pun. Ketika mencium Poppy saat ini, pikirannya juga terus menyanggah bahwa dia mulai tertarik kepada Poppy.BUK!Robin mengangkat badan Poppy, lalu mendudukan di atas meja. Dia melepas ciumannya hanya untuk berkata, “Kau seharusnya minta bantuanku.” Kemudian kembali mencium Poppy.Poppy pun tak berniat menjawab. D
Robin seolah sedang mengatakan jika Poppy tak seharusnya memercayai Rafael. Meski tak dikatakan secara langsung ataupun menyebutkan alasannya, Poppy merasa kali ini Robin bukan sedang mengancamnya, melainkan memberinya peringatan. ‘Rafael sangat baik padaku. Dia juga banyak membantuku. Apakah karena Tuan Robin tidak akur dengan Rafael sampai membencinya dan berpikir buruk tentangnya?’ “Jika kau salah memercayai seseorang sampai merusak rencanaku, kupastikan kau akan benar-benar menyesal,” ancam Robin kali ini. Poppy menelan ludah susah payah. Kata-kata Robin sesungguhnya ada benarnya. Beberapa saat lalu, Rafael menyebut nama keluarga asli Poppy. Rafael pun mengatakan akan mencari informasi tentang wanita bernama Nyonya Valentine, yang Poppy pastikan adalah ibu tirinya. ‘Rafael tidak boleh mencari tahu tentang latar belakangku. Sebaiknya aku minta bantuan Tuan Robin saja, daripada masalah semakin runyam karena identitasku yang sesungguhnya terbongkar,’ batin Poppy memutuskan. “Aku
“Poppy, aku punya berita baik!” seru Rafael sambil mengetuk pintu kamar. Poppy bergegas membuka pintu dan berniat mengusir Rafael. Robin pasti akan menuduhnya lagi jika melihatnya bicara dengan Rafael, apalagi di depan kamarnya. “Rafael, sekarang bukan waktu yang tepat untuk bicara.” “Tidak, kau harus mendengarkanku dulu! Barusan aku mendapat informasi tentang orang yang menjual lukisan wanita yang mirip denganmu!” Rafael menunjuk lukisan di dalam kamar Poppy dengan tatapan mata. Poppy sontak terpaku menatap Rafael. “Sungguh? Siapa orang itu?” Poppy berusaha bersikap tenang agar tak terlihat mencurigakan karena begitu tertarik dengan lukisan itu. Namun, ketenangan Poppy segera hilang ketika melihat Robin mendekat dari kejauhan. Ekspresi Robin dingin dan terlihat marah. Entah marah karena kejadian sebelumnya atau marah karena Poppy bicara dengan Rafael? “Kita bicara nanti saja, Rafael. Aku tidak mau Robin salah pa
“Bagaimana aku tidak marah kalau rapat penting denganmu tertunda karenanya?”Robin enggan berdebat dengan kakeknya. Lagi pula, memang benar dia terlambat menghadiri rapat karena Poppy. Dia pikir, Dante tak akan marah kepada Poppy karena mereka tak cukup dekat. Tak masalah jika dia mengkambinghitamkan Poppy. Terlebih lagi, Robin cukup kesal karena Poppy mulai berani melawannya.“Tidak, Kakek! Robin bohong! Aku tidak pernah mencegah Robin pergi ke kantor! Dia sendiri yang tiba-tiba datang dan malah duduk santai mengganggu kesenanganku!” Kali ini, Poppy mengatakan hal sesungguhnya, sekaligus meluapkan isi hatinya. Dia semakin takut setelah melihat raut wajah Dante mengeras, tak ingin mengalah atau terkena kemarahan Dante.Robin tertawa tanggung dan tak percaya. Perempuan yang selalu berlagak seperti tikus kecil yang terpojok dan tak berdaya, kini berani menuduhnya di depan Dante. “Wah, wah, kau benar-benar pintar membual!”Rahang Dante berkedut sambil menatap Poppy dan Robin bergantia
“Kenapa Kakek tidak bilang dulu sebelum datang?” tanya Robin, mencoba untuk mengalihkan pertanyaan Dante. Robin yakin jika Dante hanya mendengar percakapan terakhirnya dengan Poppy setelah mencerna pertanyaan Dante. Jika Dante benar-benar mengetahui situasinya dengan Poppy, dia tak akan bertanya. “Kau seharusnya ada di kantor sekarang! Dan aku tidak berkewajiban melaporkan setiap kegiatanku padamu!” Dante menunjuk Robin menggunakan tongkat jalan, tepat di depan wajahnya. “Apa kau menipuku dengan menyewa perempuan ini untuk kau jadikan istri?!” “Omong kosong apa yang kau katakan, Kakek? Untuk apa aku menikah dan membuat hidupku rumit jika hanya untuk menipumu?” sanggah Robin sambil menyingkirkan tongkat dari depan wajahnya. Dante memicingkan mata, tak terlihat percaya sedikit pun dengan Robin. “Jadi, kau mengaku jika hidupmu rumit karena berpura-pura menikah?!” Robin menghela napas kasar. “Ya, hidupku rumit karena menikah, tetapi aku tidak pura-pura menikah dengannya. Aku bisa menu
Robin telah memutuskan akan membantu Poppy sembuh dari trauma dan tak punya lagi pikiran untuk menggantikan Poppy dengan wanita lain. Setelah berpikir panjang, menikah lagi untuk mendapatkan kekuasaan dari kakeknya akan membuat masalah semakin rumit. Namun, Poppy malah memilih Alice daripada dirinya? Hah! Robin hanya bisa tertawa dalam hati. ‘Tidak semudah itu kau bisa kabur dariku!’ Langkah Robin penuh percaya diri ketika dia meninggalkan Poppy. Dia tampak sangat menikmati ekspresi terkejut yang ditunjukkan istrinya, sampai lupa sejenak jika dia harus segera ke kantor. “Anda tahu tentang lukisan itu?” Poppy kembali menyusul Robin. “Tuan, katakan pada saya, siapa yang telah menjual lukisan itu?” Ketakutan Poppy akan Robin Luciano tak lebih besar dari rasa ingin tahunya tentang keluarganya. Dia sampai berani menarik lengan Robin agar berhenti untuk bicara dengannya, tatapannya pun berusaha melihat mata Robin yang lurus ke depan. Namun, Robin tetap tak berhenti melangkah. “A
Omong kosong apa yang baru saja Alice ucapkan?! Robin merasa salah karena meninggikan suara, tetapi tak merasa ucapannya salah. Dia memang ingin agar Alice bisa segera hidup mandiri. Bukan karena dia membenci Alice, tetapi hanya mendidik Alice supaya tidak bergantung kepada orang lain. Biar bagaimanapun, Robin bukan orang tua Alice. Dia juga memiliki bisnis berbahaya yang kemungkinan besar bisa melibatkan orang-orang di sekitarnya. Alice akan lebih aman jika setelah lulus sekolah berpura-pura tak mengenal dirinya, kecuali jika Robin telah mendapatkan semua aset kakeknya. “Kau ingin kabur dari rumah dengan mengajak istriku?” Robin ikut berdiri, tak suka mendongak ke arah dua wanita itu. Ucapan Alice tentang Poppy bukan kesalahan bagi Robin. Namun, walaupun dia tak puas atau tak suka pada Poppy, bukan berarti mereka bisa kabur sesuka hati. Poppy belum melahirkan keturunannya! “Apa kau yakin istriku mau pergi denganmu?” tantang Robin. Tentu saja Poppy tak akan berani melangkahkan k
Bukan hanya Poppy, Antonio pun semakin resah selagi melihat jam tangan. Dia merasa sangat ingin menyeret Robin yang tak melakukan atau mengatakan apa pun, berdiri seperti patung kokoh yang tak dapat diruntuhkan. “Kau tidak mau duduk dulu dan makan siang bersama kami?” Akhirnya, Alice memecah suasana canggung. Robin segera duduk bersila di karpet, membuat Antonio ternganga, sedangkan Poppy langsung bergeser agar tak terlalu dekat dengannya. Melihat dari betapa cepat Robin menanggapi ajakan Alice, dia seperti sudah menantikannya sejak tadi. “Aku sudah berjanji pada orang tuamu untuk menjagamu. Bukan berarti aku senang duduk di tempat kotor ini.” Robin berniat menyindir Poppy, menunjukkan bahwa dirinya hanya ingin menyenangkan putri kenalannya. Secara tak langsung mengatakan jika dia tak sudi duduk di samping Poppy. Akan tetapi, Poppy malah mengambil saputangan. Kemudian mengulurkan saputangan itu kepada Robin. “Gunakan ini untuk melapisi tempat dudukmu supaya celanamu tidak kotor …
Mata Antonio tiba-tiba melebar. Terbersit kemungkinan gila yang hampir mustahil. ‘Jangan-jangan … Tuan Robin merindukan Nyonya Poppy?’ BRAK! Suara keras pada pintu yang membentur meja dekat pintu kamar menepis prasangka Antonio. Robin membuka pintu kamar Poppy, tetapi istrinya tidak ada di kamar. Hanya ada Donna yang sedang membersihkan perabot. Setelah Robin menemukan obat pencegah kehamilan miliknya, Poppy membiarkan Donna melakukan pekerjaan yang semestinya. Poppy tak lagi meresahkan seseorang akan mengobrak-abrik kamarnya. “Tuan Robin, apakah Anda mencari nyonya?” tanya Donna, terkejut dan langsung merapikan pakaian ketika menyadari kehadiran Robin. “Apa aku terlihat sedang mencarimu?” balas Robin ketus. “Tidak, Tuan …” Donna menatap lantai, tak berani memandangi Robin. “Nyonya sedang di taman belakang dengan–” Tak menunggu ucapan Donna selesai, Robin segera melangkah menuju tempat istrinya berada. Dia perlu menegaskan sekali lagi pada Poppy jika dia tidak pernah tertar