Share

Tawanan Hasrat sang Penguasa
Tawanan Hasrat sang Penguasa
Penulis: VERARI

1. Terperangkap

Penulis: VERARI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-28 15:59:05

“Jangan mendekat!” teriak seorang wanita di gang dekat bangunan tinggi pada tengah malam.

Rose–nama panggilan wanita itu–terpojok di gang buntu. Hanya langkah kaki Rose yang terdengar, menggema di antara dinding beton yang tinggi dan rapat.

Kakinya lelah setelah berlari tiada henti. Melarikan diri dari tangan kanan bos besar yang memergoki dirinya akan membebaskan seorang tawanan, Flint.

Usaha Rose pun hampir berhasil, dengan ikut di sebuah kapal angkutan barang. Namun, ternyata tidak semudah itu untuk lolos dari pulau yang bernama Solterra ini.

Terlalu banyak anak buah bos besarnya, termasuk Flint yang melihat Rose naik ke kapal. Flint lantas menyuruh rekan-rekannya yang lain untuk mengejar Rose dan mengadukannya kepada bos besar. 

Dan di sinilah dirinya sekarang. Seperti tikus terpojok yang siap dimangsa. Flint lantas mengancam akan mengadukan Rose pada bos besar atas perbuatannya. 

Selama empat tahun berada di pulau Solterra yang dihuni oleh para mafia ini, bahkan perdagangan manusia merupakan kejadian yang wajar, membuat Rose tidak sanggup. Terlebih siksaan yang diterimanya dari bos besar ketika bosnya itu sedang kesal. Tubuh Rose penuh dengan lebam dan juga bekas luka yang hampir mengering akibat pukulan, serta cambukan yang diterimanya.

“Apa yang akan kau lakukan kalau aku mendekat?” Flint menyeringai bengis. 

Pria itu menarik tangan Rose dengan kasar. Sedetik kemudian, terdengar jerit kesakitan yang keluar dari mulutnya.

Rose mencakar tangan Flint sampai mengeluarkan sedikit darah. Mata Flint sontak terbelalak penuh amarah.

“Kurang ajar!”

PLAK!

Telinga Rose berdengung ketika merasakan sengatan rasa sakit yang luar biasa di tulang pipinya. Flint menampar wanita berusia 22 tahun itu dengan kuat dan tanpa ragu.

“A-aku akan mengadukan perbuatanmu pada Bos Saul!” ujar Rose, dengan suara yang bergetar, bahkan hampir tidak terdengar.

Mendengar nama bos besar disebut, cekalan tangan Flint melonggar di lengan Rose.

Saul Martinez, bos besar pemilik pusat perdagangan manusia di Pulau Solterra, pernah mengatakan kepada seluruh anak buahnya jika Rose dijadikan pelayan pribadi. Tak ada yang berani memperlakukan Rose dengan kasar, kecuali Saul yang selalu melampiaskan amarah dengan menjadikan Rose seperti samsak hidup.

“Apa kau pikir Bos Saul akan peduli padamu, hah?!” Flint mendorong-dorong kepala Rose menggunakan telunjuk. Kuku panjang pria itu sampai menggores dahinya.

“Gadis bodoh! Kau dijadikan pelayan pribadi dan tidak boleh keluar dari gedung atau menampakkan diri di depan pelanggan bukan karena bos menyukaimu!”

Rose meringis kesakitan, tapi tak berani melawan. Dia hanya mundur untuk menghindari Flint yang terus mendekat.

“Bos Saul menyembunyikanmu dari semua orang dan tidak menjualmu sebagai pelacur karena ibu tirimu yang menjualmu kepada Bos Besar, oleh karena itu tidak ada orang luar yang pernah melihatmu! Bukan berarti kau jadi perempuan spesial di tempat ini!” 

Rasa nyeri di pipi dan kepala Rose seolah menghilang dalam sekejap. Dadanya bergemuruh dan terasa sesak ketika mendengar ucapan Flint yang begitu mengejutkan.

“Apa katamu?” Mata Rose memanas. Air bening menggenang di pelupuk matanya. Berharap jika Flint hanya marah dan asal bicara.

Tak mungkin wanita yang mengasuh dan merawatnya dengan penuh kasih sayang sejak ibu kandungnya meninggal itu tega menjual dirinya! Bahkan, sampai ayah Rose meninggal, sang ibu tiri masih memperlakukan dirinya dengan baik.

Rose baru mengetahui fakta ini. Dia tidak bisa diam saja!

Melihat Rose yang akan kabur, Flint kembali menghentikan pergerakan Rose dengan menjambak rambut perempuan itu dengan kasar. “Akh!” Rose menjerit karena rambutnya ditarik, rasanya seperti akan lepas dari kulit kepalanya.

Dengan keberanian yang entah dari mana datangnya, Rose menendang selangkangan Flint, membuat pria itu terjatuh dan merintih kesakitan. Dan hal itu dimanfaatkan Rose untuk kabur.

“JALANG SIALAN! CEPAT TANGKAP DIA!”

Rose berlari sekuat tenaga, napasnya memburu. Terdengar teriakan kesakitan Flint yang masih merintih di belakangnya, namun Rose tak menoleh.

Tujuannya adalah ke kapal yang akan dia tumpangi, akan tetapi dilihatnya dari kejauhan, kapal tersebut sudah berlayar pergi, hingga tubuhnya menabrak seseorang.

“Akh!” pekiknya spontan.

Pria di depannya dengan sosok tinggi serta tatapan tajam yang kini menatap langsung ke arahnya, membuat Rose terdiam, ekspresinya cukup untuk membuat darah Rose seolah berhenti mengalir.

Bertepatan dengan itu, Flint berhasil menemukan Rose. Dengan wajah yang memerah karena amarah, Flint melihat sosok Rose.

Gadis itu berdiri di sana, punggungnya membelakangi dinding beton yang kasar. Namun, sesuatu membuat langkah Flint terhenti.

Rose tidak sendirian. Di sampingnya, berdiri seorang pria yang membuat darah Flint membeku. Sosok itu tinggi, mengenakan jas gelap yang rapi, seolah keberadaannya di gang kumuh itu adalah hal yang keliru.

“Tidak mungkin ….” Flint berbisik, mulutnya kering. Ia mengenali pria itu. Semua orang di pulau ini mengenalnya.

Pria itu melirik Flint sekilas. “Kukira kau sedang mencari sesuatu?” tanyanya santai, suaranya rendah namun penuh kekuatan.

“Tuan Robin …” Suara Flint berubah parau. Kerongkongannya mendadak terasa kering karena sangat gugup berhadapan dengan pria yang bernama Robin ini.

Rose menatap pria di hadapannya dengan bingung. Sosok itu berdiri tenang, matanya yang tajam menatap lurus ke arah Flint yang membeku beberapa langkah di depan. Meski tubuhnya terasa tegang, Rose tidak tahu siapa pria ini atau mengapa kehadirannya membuat Flint begitu pucat.

Nama itu asing di telinga Rose, namun reaksi Flint mengatakan banyak hal. Flint yang biasanya penuh amarah kini tampak seperti anak kecil yang baru saja memergoki monster di bawah tempat tidur. Rose menoleh perlahan ke arah pria itu, mencoba mencari petunjuk dari penampilannya.

Robin mengangkat tangan, menghentikan kalimat Flint. “Aku tidak punya waktu. Panggil bosmu sekarang. Katakan padanya aku ingin berbicara. Di sini. Saat ini.”

Flint terpaku sejenak, tatapan Robin yang dingin membuatnya tak punya pilihan. “S-saya akan segera memanggilnya,” jawab Flint akhirnya. Langkahnya bergegas keluar dari gang, meninggalkan Rose dan Robin.

Saat Flint menghilang, Robin menatap Rose dengan ekspresi yang sulit dibaca. Matanya menelusuri wajah gadis itu, mencoba mencari sesuatu. Rose menelan ludah, tubuhnya terasa kaku.

“Dan kau,” Robin akhirnya membuka suara, “apa kau bekerja untuk mereka?”

Suara rendah Robin berhasil mengintimidasi Rose. Bukannya menjawab, Rose justru semakin takut. Robin kembali melangkah maju. Hingga Rose dapat melihat sepatu mahal dan mengilat di depan sandal kotor yang dipakainya.

“Aku bisa mendengar suaramu tadi. Apa kau tiba-tiba menjadi bisu?” 

Rose tersentak kala tangan pria itu tiba-tiba menaikkan dagunya. Sehingga Rose mau tak mau melihat wajahnya.

“B-benar, Tuan. Saya bekerja di sini.”

DEG!

Rose tiba-tiba merasakan debaran selain ketakutan dalam dadanya ketika tatapan mereka bertemu. Tak pernah menyangka jika pria dengan suara berat dan kasar itu memiliki wajah maskulin yang begitu menawan. Karena selama ini, kebanyakan tamu-tamu bos besarnya itu adalah pria-pria tua dengan perut yang buncit.

Perawakan yang tinggi dan atletis pria itu terbalut dengan jas hitam mewah. Jam tangan seharga ratusan juta yang dikenakannya, menandakan bahwa Robin bukan pelanggan biasa.

“Kau tidak perlu takut denganku …”

Rose menelan ludah bulat-bulat saat mencium aroma permen karet manis dari napas Robin yang menerpa wajahnya.

“A-apa yang kau inginkan dariku, Tuan?” Suaranya keluar dengan parau, hampir tak terdengar

Manik hitam Rose melirik ke samping. Gugup ketika setiap kali matanya berusaha mengalihkan ke tempat lain, pandangan Robin seolah-olah menariknya kembali, seperti ada kekuatan yang tak bisa dilawan.

Robin lantas menyentak kecil dagu Rose agar kembali menatap dirinya. 

Rose ingin memandang ke arah lain, tapi tak bisa menghindari tatapan manik berwarna amber milik Robin yang begitu mengintimidasinya saat ini.

Dengan gerakan tenang, Robin sedikit menunduk, mendekat ke wajahnya. Cukup dekat hingga Rose bisa melihat lekuk sempurna rahangnya, garis wajah tegas yang berbaur dengan sorot mata yang seolah tahu lebih banyak daripada yang diucapkannya. Matanya memerangkap setiap helaan napas Rose.

“Aku akan mengeluarkanmu dari pulau ini,” ucap Robin. Suaranya rendah namun mantap, begitu dekat hingga Rose dapat merasakan kehangatan napasnya yang menyapu wajahnya.

Rose terdiam sejenak, kedua matanya membesar tak percaya. Ucapan Robin barusan bergema di telinganya, begitu mengejutkan hingga dia tak yakin benar-benar mendengarnya dengan jelas.

“A-apa …?!”

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Sukin Dari
Bagussss ceritanya
goodnovel comment avatar
Mini Parwati
omgggg Thor.... buku barumu? amazingggg
goodnovel comment avatar
Keiko
baru 1 bab udh seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   2. Wanita Termahal

    “Kau hanya perlu melakukan apa yang aku perintahkan.” Pria itu mengamati wajah kuyu milik Rose. “Jadilah istriku dan lahirkan keturunan untukku.”Mulut Rose terbuka lebar. Masih tak percaya dengan ucapan pria itu. Dilihat dari mana pun, Rose dan Robin seperti kerak bumi dan langit tertinggi.“Apa Anda sedang bergurau?” Rose tak menganggap dirinya buruk rupa. Hanya saja, penampilannya selalu terlihat lusuh dan kumal selama dikurung di gedung milik bos besar, yang digunakan sebagai tempat transaksi perdagangan manusia.“Apa aku terlihat sedang bercanda?”Rose sontak menggeleng. Meski tampan, ekspresi dingin Robin tak mencerminkan pria yang suka bergurau.“Tuan Robin Luciano!” seruan Saul dari jauh sedikit mengikis ketegangan yang Rose rasakan.Pria berbadan besar dan terlihat berisi itu menunduk hormat secara singkat kepada Robin. Rose langsung takjub dibuatnya.Bos besar yang tak pernah menekuk wajah di hadapan orang lain, dan saat ini … tampak seperti pelayan di depan Robin. Namun, ha

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   3. Selamat Tinggal

    Sambil menggertakkan gigi, Saul mengibaskan tangan pada para anak buahnya untuk mundur. “Kita akan bertransaksi di dalam.”Robin memerintahkan anak buahnya untuk membawa masuk Rose ke helikopter. Para wanita yang sudah dipesan Robin juga dibawa masuk memenuhi helikopter lainnya. Tak berselang lama, Robin keluar dari gedung bersama dengan Saul yang telah menemukan keceriaan kembali. Orang mana yang tak bahagia mendapatkan uang sebanyak itu?“Kau bisa membaca, bukan?” tanya Robin begitu memasuki helikopter yang sama dengan Rose.Rose diculik saat usianya delapan belas tahun. Tepatnya, selepas dirinya merayakan kelulusan SMA. Tentu saja dirinya bisa membaca dan menulis.Namun, karena masih bingung dan takut dengan situasi yang baru saja terjadi, Rose bahkan tak merasa marah dianggap seperti orang tak berpendidikan.“Bisa,” balas Rose singkat.“Baca ini.” Robin mengulurkan map kuning padanya. Tanpa berkata-kata, Rose langsung menuruti perintahnya.Map tersebut berisi dokumen-dokumen iden

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   4. Keluarga Baru

    Pria di depannya yang kini sah menjadi suaminya duduk dengan tenang, seperti tidak terganggu sama sekali oleh situasi ini.Robin menyandarkan punggungnya pada sofa, lengan kanannya diletakkan di sandaran, menatap Poppy dengan ekspresi tenang tapi penuh pengamatan. “Kakekku, Dante Luciano, mengharuskan kita tinggal di rumahnya selama satu minggu ke depan,” ujarnya, memecah keheningan.Poppy mengangkat wajahnya, menatap Robin dengan sedikit bingung. “Di rumahnya?” tanyanya pelan.Robin mengangguk. “Dia ingin memastikan pernikahan ini berjalan sesuai harapannya. Dante adalah pria yang selalu mencari kepastian, dan aku yakin dia akan mengamatimu mulai sekarang.”Poppy menunduk, jemarinya saling meremas. “Aku mengerti.”Robin mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, menatap Poppy lebih lekat. “Kau tidak perlu khawatir. Tugasmu hanya bermain sesuai peran kita. Bersikaplah seperti yang sudah kita sepakati. Jika kau bisa melakukannya dengan baik, tidak ada yang perlu kau takutkan.”Poppy menga

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   5. Amatir

    Masih dengan pemikirannya sendiri, Poppy benar-benar semakin merasa khawatir dan takut dengan Dante, karena Robin sendiri yang memperingatkan.Dan saat ini, mereka sudah berada di dalam kamar yang sudah disediakan oleh Dante. Jantung Poppy seakan hampir meledak ketika dia dan pria yang kini sudah menjadi suaminya berada di dalam kamar yang sama untuk pertama kalinya. Selama satu minggu ke depan, Dante Luciano mengharuskan pengantin baru itu tinggal di sana. Walaupun bersikap baik kepada Poppy, Dante belum sepenuhnya percaya kepada cucunya sendiri. Robin tak pernah mengenalkan seorang wanita kepada kakeknya, dan bahkan tak pernah berhubungan dekat dengan wanita mana pun. Namun, Robin tiba-tiba pulang dengan membawa wanita untuk dinikahi. Hal itu tentu menimbulkan banyak pertanyaan, walau Dante sendiri sudah mengetahui kabar pernikahan cucunya itu. Dante tak akan tinggal diam dan akan menelisik tentang wanita yang sudah menjadi cucu menantunya. “Kau rupanya punya bakat menjadi patung

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   6. Nyonya Palsu

    “Baik ….” ujar Poppy tertahan. Robin bahkan tak mendengar suara lemas dan lirih istrinya.Setelahnya, Poppy tak bisa tidur nyenyak karena sang suami langsung menghilang setelah menyelesaikan kegiatan panas mereka. Dia tertidur dan terbangun berulang-ulang untuk melihat jam, berjaga-jaga jika Robin akan masuk ke kamar. Namun, Robin tetap tak kembali.Walaupun sudah paham tentang perjanjian mereka, tak elak jika Poppy merasa kecewa. Wanita mana yang akan merasa bahagia ketika sang suami menghilang setelah mendapat kenikmatan darinya? Dia mengira jika hubungan intim itu bisa sedikit mendekatkan mereka.‘Apa mungkin dia sedang mengadakan pesta dengan teman-temannya?’ pikir Poppy menenangkan diri.Kini, satu minggu telah berlalu, dan rutinitas yang sama terus berulang. Setiap malam, Robin akan pergi, kemudian meninggalkannya lagi tanpa banyak berbicara. Hal tersebut terus terjadi, bahkan ketika mereka kembali di kediaman Robin. Dia tahu bahwa suaminya lebih memilih untuk berada di luar rum

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   7. Adik Ipar

    Poppy terkejut oleh jawaban suaminya. Dia sempat melempar kain pel agar tak membuat Robin marah karena menunjukkan dirinya terbiasa disuruh-suruh. Akan tetapi, Robin ternyata tak mencegah ataupun marah karena Mia memperlakukan Poppy seperti pelayan.Meski tak memiliki perasaan istimewa kepada Robin, selain rasa terima kasih karena telah membebaskan dirinya dari pulau terkutuk itu, Poppy merasakan sakit hati yang begitu menusuk dada. Tak cukup Robin hanya mendatanginya ketika waktunya bercinta, tetapi juga mengizinkan para pelayan memperbudak dirinya.“Setelah kau selesai dengan pekerjaanmu, temui aku di ruang kerja yang ada di lantai satu,” titah Robin.Begitu Robin mengayunkan langkah kaki menjauh, Mia kembali cekikikan, mentertawakan raut wajah kecewa Poppy yang diabaikan suaminya. Pelayan lain yang mendengar kejadian itu, sekarang tak akan segan lagi memerintah apa pun kepada si nyonya besar palsu.Dibanding penghinaan para pelayan pada dirinya, Poppy lebih kecewa kepada sikap Robin

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   8. Yang Paling Dia Benci

    Ucapan Rafael tidak salah, Poppy memang tak banyak tahu tentang kehidupan pribadi Robin. Poppy tak boleh menunjukkan bahwa dia dan Robin hanya sepasang suami-istri palsu. Namun, kata-kata Rafael tentang keburukan Robin yang tak disangka-sangka membuat Poppy tak bisa mengendalikan ekspresi kaget. Mendadak, Rafael terkekeh. Apakah dia hanya sedang menakuti Poppy untuk melihat reaksinya? Poppy masih ingat jika Dante Luciano mencurigai pernikahan mereka. Mungkinkah Dante mengutus Rafael untuk menyelidikinya? “Kau ternyata sangat menyenangkan, Kakak Ipar. Kau berhasil membuatku berpikir kalau kau benar-benar takut,” ujar Rafael, mengira jika reaksi Poppy hanya dibuat-buat untuk mencairkan suasana. “Ah … i-iya ….” Poppy tertawa kecil dengan canggung, enggan menunjukkan bahwa dirinya tak memahami arah pembicaraan adik iparnya. Selama empat tahun dikurung Saul, dia sedikit lupa bagaimana caranya tertawa lepas. Berharap jika Rafael tak mencurigai tawa palsunya. “Tapi, aku salut denganmu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   9. Takut Mengandung

    ‘Lalu bagaimana perasaan anakku di masa depan saat tahu bahwa ayahnya sendiri yang membunuh ibu kandungnya?’ Poppy pun tak ingin mati setelah bisa memimpikan kebebasan. Walaupun dalam kontrak menyebutkan, bahwa Robin akan membebaskan dan memberinya sejumlah uang setelah melahirkan dan bercerai, Poppy sangat tahu jika para mafia tidak pernah menepati janjinya. Dia juga tak sanggup membayangkan nasib anaknya yang akan menjadi penerus bisnis gelap keluarga mafia. “Kau baik-baik saja?” Poppy lagi-lagi terjatuh dalam lamunan mengerikan. Suara Rafael kembali menyadarkan dirinya. “Aku … baik-baik saja ….” Bohong! Yang Poppy rasakan saat ini sangat jauh dari baik-baik saja. Dia sangat takut setelah mengetahui bahwa dirinya sudah membuat perjanjian berbahaya dengan seorang pria yang akan menjadi kepala mafia. “Maafkan aku, Rafael. Aku harus masuk sekarang. Robin akan mencariku kalau aku terlalu lama menghilang.” Untuk menghindari kecurigaan karena tak mampu lagi menjaga ketenangan, Popp

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04

Bab terbaru

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   150. Suami yang Suka Menghilang

    Firasat Poppy benar. Dia begitu sakit hati saat Robin berniat mengembalikan identitas aslinya.‘Aku seharusnya senang. Tanpa usaha apa pun, aku bisa kembali ke kehidupanku semula. Tapi, rasanya sakit sekali saat tahu kau mungkin akan melepasku,’ batin Poppy, diam ketika Robin melepas tangannya dan melangkah masuk ruang kerjanya, seakan-akan saat ini adalah masa-masa terakhirnya bisa memegang tangan pria itu.“Mari masuk, Nyonya.” Poppy melangkah dengan berat. Namun, ketika masuk ke ruangan kerja suaminya, pikirannya segera teralihkan oleh pemandangan di hadapannya. Ruang kerja yang luas itu tampak menciut dengan banyak pria besar memenuhi ruangan. Poppy tak bisa menahan kekagetan ketika melihat sosok yang tak terduga di antara mereka, orang yang pernah memohon bantuannya agar mau memintakan izin kepada Robin karena mengaku takut padanya. Namun, orang itu sekarang justru duduk di tengah-tengah pria berbadan besar seperti seorang bos tanpa jas snellinya. “Bagaimana kabar Anda, Nyonya

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   149. Jarak

    ‘Kenapa dia memanggilku dengan nama itu?’ batin Poppy gelisah. Entah mengapa dia justru tak senang ketika Robin memanggilnya dengan nama asli. Sudah lama dia berharap Robin memanggil nama Poppy, namun Robin justru seperti ingin menunjukkan jarak, seakan ingin mengembalikan Poppy ke tempat asalnya dengan identitas Stella Valentine.“Apa … maksudmu?”Ucapan Robin yang menyuruhnya untuk bisa melindungi diri sendiri bisa memiliki banyak makna. Akan tetapi, hanya ada satu hal yang muncul di benak Poppy. Robin mungkin akan meninggalkan dirinya sehingga tak akan bisa melindunginya lagi.“Kembali pada posisi menembak,” titah Robin, enggan membicarakan masalah itu.Poppy akhirnya kembali melanjutkan latihan. Mereka hanya membicarakan tentang teknik menembak yang benar, tanpa membahas perkataan Robin sebelumnya.Meski Poppy terlihat sudah melupakan ucapan Robin, namun dalam kepalanya masih dipenuhi tanda tanya. Dia tak berani bertanya ataupun menyela Robin yang bersungguh-sungguh mengajarinya.

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   148. Melindungi Dirimu Sendiri

    DEG!Robin berhenti berjalan selagi meremas dadanya. Entah mengapa dia tiba-tiba merasakan seseorang memanggilnya. Kemudian, kedua alisnya terangkat ketika terbersit firasat buruk.“Apa yang terjadi dengan perempuan itu?” gumamnya.Dia segera mengayunkan kaki dengan cepat. Hingga akhirnya, dia sampai di lapangan latihan tembak tak sampai lima menit.“Apa yang kau lakukan, Jose?!” bentak Robin ketika dia melihat istrinya sedang mengarahkan senjata pada salah satu tawanan mereka.Suara keras Robin biasanya membuat dada Poppy bergetar takut. Namun, sekarang dia sangat lega mendengar suara itu, hingga ingin melempar senjata dan berlari memeluk suaminya.“Apa maksud Anda, Bos?” Jose tak memahami kemarahan Robin.“Aku menyuruhmu mengajarinya menembak, bukan membunuh orang!”Robin mengumpat dalam hati. Dia seharusnya tak teralihkan pada masalah kecil seperti cincin pernikahan. Karena kelalaiannya, Poppy mungkin akan mengingat traumanya.“Oh, kupikir akan lebih baik jika Nyonya Poppy belajar

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   147. Menunggu Robin

    Sementara itu, Robin tak tahu kesulitan apa yang sedang dihadapi istrinya. Dia justru sibuk memilih-milih cincin pernikahan yang tampak elegan, namun dapat terlihat semua orang dengan jelas.“Yang ini sepertinya akan cocok di jari manisnya.” Robin tersenyum puas sambil melipat tangan di depan dada dan menyandarkan punggung di kursinya. Dia membayangkan Poppy akan tersenyum lebar sambil memamerkan cincin itu kepada semua orang, lalu mengatakan bahwa dia adalah milik Robin Luciano.“Tuan, saya sudah datang.” Antonio membuka pintu ruangan itu, lalu menghampiri Robin, berdiri di dekat kursinya. “Anda akan membeli cincin itu?” tanyanya kemudian.Robin memicingkan mata, mengamati gerak-gerik mencurigakan tangan kanannya itu. Antonio sedikit memiringkan kepala ketika melihat cincin dengan berlian tanpa warna. Dia terlihat tak menyukai ide Robin membeli cincin itu.“Cincin itu tidak cocok untuk Anda, Tuan.”“Apa kau pikir aku yang akan memakainya?”“Oh, Anda ingin membelikan cincin itu untuk

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   146. Berlatih

    “Tuan, hentikan …,” isak seorang gadis muda. “Ah, sial! Jangan banyak meronta! Kau sendiri yang merayuku … buka saja kakimu lebih lebar!” Mata Poppy terbelalak ketika melihat pria tampan dan gadis muda sedang bergumul tanpa busana di sofa panjang. Wajahnya sontak merah padam, kemudian Robin menutup matanya. “Jangan berani melihat milik pria lain!” Robin menatap tajam anak buahnya yang akhirnya menyadari kehadirannya. “Keluar dari ruanganku!” bentaknya. Pria itu segera menyeret si gadis keluar sambil membawa pakaian mereka. Robin sudah terbiasa melihat pemandangan seperti itu, tetapi tidak dengan istrinya, dan bukan di ruang kerjanya. Robin mencoba untuk menahan amarahnya. Baru dua hari dia tak datang, kantornya digunakan untuk melakukan tindakan asusila. Dia benar-benar ingin segera merealisasikan tujuannya dan menghabisi semua pria hidung belang itu. “Robin, lepas …,” pinta Poppy, setelah mendengar pintu ditutup. Robin melepaskan tangannya dari mata Poppy. Dia kemudian melempa

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   145. Markas Luciano

    Keinginan Dante begitu jelas sampai Poppy yang tidak begitu ahli membaca ekspresi wajah seseorang pun dapat mengetahuinya. Apa pun yang terjadi, Poppy tak sudi melakukan hal keji kepada orang lain.Sayangnya, Poppy tak punya kuasa untuk menolak perintah itu. Robin pun tidak membantah Dante lagi.Mereka bahkan sudah sampai di depan markas besar keluarga Luciano saat ini …“Pegang tanganku,” titah Robin ketika mereka turun dari mobil.Di area parkir luas itu, banyak pria bertato hanya mengenakan kaos tanpa lengan. Mereka segera berbaris, menunduk singkat kepada Robin.“Halo, Bos! Tumben kau datang siang-siang,” sapa pria bertubuh kekar yang menjadi satu-satunya orang berpakaian rapi.“Kakek menyuruh istriku untuk berlatih menembak. Siapkan tempatnya,” perintah Robin, lalu menggandeng Poppy masuk ke pintu ganda besar.“Ingat, kau harus terus berada di sisiku.”Poppy menunduk. Dia semakin erat mencengkeram jaket kulit suaminya.Suasana di markas Lucia

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   144. Menantu Sempurna

    Dante tiba-tiba mengancam dengan kebohongan mereka. Kebohongan apa yang dimaksud Dante? Sebab, telah banyak kebohongan yang mereka lakukan. Apakah tentang pernikahan palsu mereka atau identitas asli Poppy? Poppy dan Robin diam, setidaknya mereka harus mendengar lebih dulu agar tak salah paham dan menjawab berbeda dari maksud Dante, yang justru akan membongkar kebohongan lainnya. “Kau tidak akan bisa berbohong tentang hidupmu, Poppy. Haruskah aku memanggilmu Stella mulai sekarang?” Dante langsung menyelidiki latar belakang Poppy dengan kedua wanita yang mengaku sebagai ibunya. Tak banyak yang bisa ditemukan oleh orang suruhannya karena Robin telah menutup sebagian besar masa lalu Poppy. Akan tetapi, masih ada beberapa orang yang mengenal Carita dan keluarganya yang bisa ditanyai. Dalam semalam, Dante menerima informasi tambahan yang membenarkan bahwa Carita adalah ibu tiri Poppy. Entah bagaimana hubungan mereka, termasuk sosok April yang telah diberikan identitas baru, Dante belum

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   143. Perintah Mengejutkan

    Robin menatap kakeknya tak percaya. “Lalu kenapa, katamu? Aku suaminya dan berhak menyingkirkan semua orang yang berani mendekatinya! Termasuk kau, Kakek!”Ucapan Dante, tentu saja, membuat Robin semakin meradang. Namun, Dante segera menyangkal, “Aku menginginkan Poppy untuk urusan lain. Bukan seperti yang kau pikirkan.”“Apa kau pikir akan akan memercayaimu?! Apa kau kira aku tidak pernah melihatmu memanggil gadis-gadis muda ke kamarmu?”Poppy menelan ludah susah payah selagi menyembunyikan kengerian. Dia seharusnya tahu jika Dante sama saja dengan para mafia lainnya, selalu berbuat buruk meski kondisinya sekarang cukup membuat Poppy iba padanya. Namun, kata-kata Robin masih terlalu mengejutkan. Poppy hanya pernah mendengar tentang Dante yang gemar menyewa gadis-gadis penjaja malam, tak sepenuhnya percaya. Dia tak menyangka jika hal tersebut adalah kebenaran.‘Bagaimana mungkin orang yang sudah berumur seperti Dante Luciano tega menggauli gadis seusia cucunya, bahkan lebih muda? Apa

  • Tawanan Hasrat sang Penguasa   142. Tampan

    Robin Luciano bersenandung tak jelas sambil menatap dirinya di pantulan cermin kamar mandi. Kedua tangannya meremas-remas rambut yang berbusa, lalu menoleh ke kanan-kiri dengan gerakan lambat, seperti sedang mencari-cari kecacatan di wajahnya. “Apa aku memang setampan itu?” Gerakan Robin berhenti, lalu terkekeh lirih dan singkat. Dia bersikap seolah-olah tidak terlalu bahagia walaupun hanya ada dirinya sendiri di dalam kamar mandi itu. ‘Robin … lebih cepat lagi … aku suka melihat wajah tampanmu saat mendapat kepuasan dariku.’ Robin mengingat lagi racauan Poppy semalam. Badannya tiba-tiba berguncang pelan, merinding oleh gelenyar nikmat yang seolah masih bisa dirasakannya. “Kakek … kakek … jangan harap kau bisa merayu istriku. Wajahmu tidak setampan aku.” Robin menyeringai pada diri sendiri di depannya. TOK TOK! “Lihat, lihat … dia sudah tidak sabar melihatku sampai menggangguku yang sedang mandi.” Robin bergeleng-geleng sambil berdecak dengan satu sudut mulut terangkat.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status