Masih dengan pemikirannya sendiri, Poppy benar-benar semakin merasa khawatir dan takut dengan Dante, karena Robin sendiri yang memperingatkan.
Dan saat ini, mereka sudah berada di dalam kamar yang sudah disediakan oleh Dante. Jantung Poppy seakan hampir meledak ketika dia dan pria yang kini sudah menjadi suaminya berada di dalam kamar yang sama untuk pertama kalinya.
Selama satu minggu ke depan, Dante Luciano mengharuskan pengantin baru itu tinggal di sana. Walaupun bersikap baik kepada Poppy, Dante belum sepenuhnya percaya kepada cucunya sendiri.
Robin tak pernah mengenalkan seorang wanita kepada kakeknya, dan bahkan tak pernah berhubungan dekat dengan wanita mana pun. Namun, Robin tiba-tiba pulang dengan membawa wanita untuk dinikahi.
Hal itu tentu menimbulkan banyak pertanyaan, walau Dante sendiri sudah mengetahui kabar pernikahan cucunya itu. Dante tak akan tinggal diam dan akan menelisik tentang wanita yang sudah menjadi cucu menantunya.
“Kau rupanya punya bakat menjadi patung,” sindir Robin dengan intonasi datar.
Suara itu, meski tidak keras, membuat Poppy tersentak seolah baru saja dipanggil dari dunia lain. Dia menoleh cepat ke arah Robin, matanya melebar, bibirnya sedikit terbuka, tetapi tak ada kata yang keluar. Suara Robin yang dalam dan dingin selalu berhasil membuatnya merasa kecil, seperti seorang anak yang baru saja dimarahi gurunya.
Robin memiringkan kepala sedikit, ekspresinya tetap tenang, namun sorot matanya seperti pisau tajam yang menguliti setiap reaksi Poppy. Lalu, dengan suara rendah yang membuat udara terasa lebih berat, dia menambahkan “Jangan bilang kau tidak tahu cara bercinta.”
Poppy tersentak. Dia lantas melangkah dengan ragu karena tak tahu harus berbuat apa.
“Aku …” Poppy mencoba menjawab, tapi suaranya tercekat. Dia tak tahu harus berkata apa, langkahnya pun terasa tertahan, ragu di antara maju atau tetap berdiri di tempat.
Ucapan vulgar Robin membuat Poppy sangat malu. Dia tak bisa menunjukkan wajahnya dan pura-pura membetulkan gaun.
Terlebih lagi, Robin mulai melepas satu persatu kain yang menutup badannya. Tanpa canggung, pria itu hanya menyisakan celana pendek di depan wanita yang baru dua kali bertatap muka dengannya.
“T-tidak … bukan begitu …” gumamnya pelan, hampir tak terdengar. Dia menggenggam ujung gaunnya, pura-pura membetulkannya meski tak ada yang perlu diperbaiki. Tangan gemetarnya jelas mengkhianati usahanya untuk terlihat tenang.
Robin tak berkata apa-apa lagi, hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit diterka.
“Lepaskan gaun itu dan bersihkan badanmu dulu!” titah Robin.
“Baik …”
Poppy segera berlari ke kamar mandi. Sungguh, dia sangat takut melewati malam ini.
Dia bukan tak menanti, tetapi tak ingin melakukan kesalahan, atau melihat reaksi sang suami yang tak berselera menggauli dirinya.
Ketika gaun panjang terlepas dari tubuhnya, terlihat carut luka yang membekas di lengan dan paha. Poppy malu menunjukkan bekas penyiksaan bos besar kepada pria yang sudah menjadi suaminya kini.
‘Bagaimana jika dia jijik setelah melihat bekas luka ini? Apakah dia akan mengirimku kembali?’
Poppy menggeleng-gelengkan kepala selagi mengenyahkan pikiran buruknya. Dia segera mandi agar Robin tak marah karena lama menunggu dirinya.
Saat dia keluar dari kamar mandi, Robin tak ada di kamar. Poppy menghela napas lega sambil berjalan ke kursi.
Sebelum sempat duduk, pintu kamar terbuka. Poppy kembali berdiri sambil mengencangkan tali jubah mandi.
Rupanya, Robin baru saja mandi di kamar sebelah. Rambut pria itu masih setengah basah dan tanpa malu mengenakan handuk yang hanya menutup sampai tengah paha.
Tetesan air terlihat di ujung helai rambutnya, namun dia tampak tak peduli. Dengan gerakan malas, dia menggosok rambutnya sekilas menggunakan handuk sebelum melemparnya sembarangan ke atas kursi di sudut ruangan.
Tanpa banyak bicara, Robin melangkah ke ranjang dan duduk santai di sana, bersandar dengan satu tangan menopang tubuhnya. Sorot matanya tajam, namun wajahnya tetap tak menunjukkan emosi apa pun.
Poppy, yang berdiri canggung di sisi ruangan, tak tahu harus berbuat apa. Ketegangan di antara mereka terasa pekat. Dia mencoba mengalihkan pandangan dari sosok Robin, tetapi suaranya yang berat dan tegas segera memecah keheningan.
“Apa yang kau lakukan? Cepat naik ke ranjang dan layani aku,” ujar Robin, dengan nada yang datar, tapi penuh otoritas.
Poppy tertegun, jantungnya berdegup kencang. Kata-kata itu membuat wajahnya memanas, dan dia tak mampu menggerakkan tubuhnya. Pandangan Robin yang menatap langsung padanya, membuat Poppy merasa semakin terpojok.
“B-baik ….” Poppy mengucapkan kata itu dengan ragu, suaranya teredam oleh ketegangan yang menggantung di udara. Langkahnya terasa berat saat dia berjalan pelan menuju ranjang, meremas jubah mandi yang membalut tubuhnya dengan kuat, seolah itu satu-satunya hal yang memberinya sedikit rasa aman.
Namun, ketika dia hampir sampai, Robin bergerak cepat. Dalam sekejap, dia menarik handuk yang terikat di pinggangnya dan melemparkannya ke lantai, mengungkapkan kejantanan tubuhnya.
Poppy merasa seperti tersentak. Bola matanya hampir melompat keluar oleh pemandangan yang membuat wajahnya memerah dalam sekejap. Dia ingin segera menundukkan kepala atau memalingkan wajah, tapi matanya seolah terperangkap, tak bisa berpaling dari tubuh suaminya yang begitu nyata dan menggugah rasa malu.
Robin yang melihat kebingungannya hanya mengerlingkan mata dengan sindiran. “Kau tidak akan bisa membangunkannya hanya dengan tatapan,” ujarnya, suaranya penuh ejekan. “Lepaskan jubah mandimu!”
Poppy memejamkan mata sambil membuka ikatan tali jubah mandi. Cepat atau lambat, mereka tetap akan melakukan hubungan badan.
Dengan rona wajah yang kian memerah, Poppy menjatuhkan jubah mandi ke lantai. Sementara matanya masih terpejam erat, sepasang manik amber sang suami menatap tubuh polosnya, seakan-akan sedang memberi penilaian di setiap jengkal.
Poppy langsung membuka mata ketika Robin menarik tangannya. Dia jatuh menindih paha kekar sang suami, merasakan sesuatu yang mulai mengganjal ketika dia terduduk di pangkuannya.
Alih-alih berbicara, Robin menuntun tangan Poppy untuk mengurut miliknya. Meski secara amatir, Poppy mampu membuat Robin sedikit mengerang, seketika dia menghentikan tangan Poppy. Lalu, mengarahkan mulut sang istri untuk melakukan hal lainnya.
“Uhm ….”
Poppy hampir tersedak saat Robin mendorong belakang kepalanya lebih dalam. Dia sampai kehilangan napas karena tak bisa melawan milik Robin yang terus mendesak.
“Haah … hah ….”
Poppy langsung meraup udara sebanyak-banyaknya ketika Robin melepaskan kepalanya.
“Berbaring …,” perintah Robin datar.
Poppy menurut sambil menyilangkan tangan di depan paha. Masih sangat malu mengekspos tubuhnya.
Tampaknya, Robin tak begitu peduli. Setelah pemanasan singkat yang membuat istrinya basah, Robin mulai membaringkan tubuh Poppy ke ranjang, kemudian mengarahkan kejantanannya untuk melesak masuk ke tempat yang semestinya, melakukan penyatuan.
“Ngh ….”
Poppy menahan diri agar tak menjerit kesakitan. Khawatir Robin akan marah.
Poppy langsung menggigit bibir mungilnya kala lenguhan lolos dari mulutnya. Tak mengelak jika percintaan panas itu menjadi semakin terasa nikmat.
Namun, seolah-olah tak mengizinkan Poppy untuk melihat bagaimana Robin bermain di area intimnya, dan menghantarkan lenguhan nikmat dari bibir Poppy, Robin mengambil sebuah kain yang ada di meja, tanpa melepas penyatuan mereka.
Robin mengikatkan kain tersebut ke mata Poppy, membuat Poppy seketika menjadi ketakutan setelah kenikmatan yang telah dia terima sebelumnya.
“T-Tuan …”
Robin menyentuh bibir Poppy menggunakan ibu jari, lalu mengentak dalam kejantanannya, dan menyemburkan cairannya di dalam Poppy. Perasaan hangat di dalamnya membuat Poppy sedikit terhuyung dan mencengkeram erat lengan Robin yang hanya bisa dia lihat dengan samar di balik kain penutup mata.
Poppy terkulai lemas. Dadanya naik-turun dengan cepat, seiring dengan napasnya yang terengah-engah. Setelah dua kali Robin menyiram benih di rahimnya, pria itu akhirnya membuka kain yang menutup mata Poppy.
Dalam bayangan Poppy sebelumnya, Robin mungkin sedang berbaring di sisinya. Bersiap untuk tidur seperti pasangan suami-istri lain seusai bercinta.
Akan tetapi, Robin ternyata sudah berpakaian rapi. Dia kemudian melempar kain hitam penutup mata ke meja. Tanpa sepatah katapun, Robin mengayunkan kaki menuju pintu.
“Kunci pintu sebelum tidur,” titah Robin tanpa menoleh ke belakang.
Mau tidur di mana suaminya jika dia menyuruh Poppy mengunci pintu? Poppy ingin bertanya, tetapi tak punya nyali setelah mendengar nada suara Robin yang begitu dingin.
“Baik ….” ujar Poppy tertahan. Robin bahkan tak mendengar suara lemas dan lirih istrinya.Setelahnya, Poppy tak bisa tidur nyenyak karena sang suami langsung menghilang setelah menyelesaikan kegiatan panas mereka. Dia tertidur dan terbangun berulang-ulang untuk melihat jam, berjaga-jaga jika Robin akan masuk ke kamar. Namun, Robin tetap tak kembali.Walaupun sudah paham tentang perjanjian mereka, tak elak jika Poppy merasa kecewa. Wanita mana yang akan merasa bahagia ketika sang suami menghilang setelah mendapat kenikmatan darinya? Dia mengira jika hubungan intim itu bisa sedikit mendekatkan mereka.‘Apa mungkin dia sedang mengadakan pesta dengan teman-temannya?’ pikir Poppy menenangkan diri.Kini, satu minggu telah berlalu, dan rutinitas yang sama terus berulang. Setiap malam, Robin akan pergi, kemudian meninggalkannya lagi tanpa banyak berbicara. Hal tersebut terus terjadi, bahkan ketika mereka kembali di kediaman Robin. Dia tahu bahwa suaminya lebih memilih untuk berada di luar rum
Poppy terkejut oleh jawaban suaminya. Dia sempat melempar kain pel agar tak membuat Robin marah karena menunjukkan dirinya terbiasa disuruh-suruh. Akan tetapi, Robin ternyata tak mencegah ataupun marah karena Mia memperlakukan Poppy seperti pelayan.Meski tak memiliki perasaan istimewa kepada Robin, selain rasa terima kasih karena telah membebaskan dirinya dari pulau terkutuk itu, Poppy merasakan sakit hati yang begitu menusuk dada. Tak cukup Robin hanya mendatanginya ketika waktunya bercinta, tetapi juga mengizinkan para pelayan memperbudak dirinya.“Setelah kau selesai dengan pekerjaanmu, temui aku di ruang kerja yang ada di lantai satu,” titah Robin.Begitu Robin mengayunkan langkah kaki menjauh, Mia kembali cekikikan, mentertawakan raut wajah kecewa Poppy yang diabaikan suaminya. Pelayan lain yang mendengar kejadian itu, sekarang tak akan segan lagi memerintah apa pun kepada si nyonya besar palsu.Dibanding penghinaan para pelayan pada dirinya, Poppy lebih kecewa kepada sikap Robin
Ucapan Rafael tidak salah, Poppy memang tak banyak tahu tentang kehidupan pribadi Robin. Poppy tak boleh menunjukkan bahwa dia dan Robin hanya sepasang suami-istri palsu. Namun, kata-kata Rafael tentang keburukan Robin yang tak disangka-sangka membuat Poppy tak bisa mengendalikan ekspresi kaget. Mendadak, Rafael terkekeh. Apakah dia hanya sedang menakuti Poppy untuk melihat reaksinya? Poppy masih ingat jika Dante Luciano mencurigai pernikahan mereka. Mungkinkah Dante mengutus Rafael untuk menyelidikinya? “Kau ternyata sangat menyenangkan, Kakak Ipar. Kau berhasil membuatku berpikir kalau kau benar-benar takut,” ujar Rafael, mengira jika reaksi Poppy hanya dibuat-buat untuk mencairkan suasana. “Ah … i-iya ….” Poppy tertawa kecil dengan canggung, enggan menunjukkan bahwa dirinya tak memahami arah pembicaraan adik iparnya. Selama empat tahun dikurung Saul, dia sedikit lupa bagaimana caranya tertawa lepas. Berharap jika Rafael tak mencurigai tawa palsunya. “Tapi, aku salut denganmu,
‘Lalu bagaimana perasaan anakku di masa depan saat tahu bahwa ayahnya sendiri yang membunuh ibu kandungnya?’ Poppy pun tak ingin mati setelah bisa memimpikan kebebasan. Walaupun dalam kontrak menyebutkan, bahwa Robin akan membebaskan dan memberinya sejumlah uang setelah melahirkan dan bercerai, Poppy sangat tahu jika para mafia tidak pernah menepati janjinya. Dia juga tak sanggup membayangkan nasib anaknya yang akan menjadi penerus bisnis gelap keluarga mafia. “Kau baik-baik saja?” Poppy lagi-lagi terjatuh dalam lamunan mengerikan. Suara Rafael kembali menyadarkan dirinya. “Aku … baik-baik saja ….” Bohong! Yang Poppy rasakan saat ini sangat jauh dari baik-baik saja. Dia sangat takut setelah mengetahui bahwa dirinya sudah membuat perjanjian berbahaya dengan seorang pria yang akan menjadi kepala mafia. “Maafkan aku, Rafael. Aku harus masuk sekarang. Robin akan mencariku kalau aku terlalu lama menghilang.” Untuk menghindari kecurigaan karena tak mampu lagi menjaga ketenangan, Popp
“Gaunmu kotor. Dari mana saja kau?” Suara dingin Robin membuat suasana di dalam kamar terasa mencekam. Poppy melirik gaun panjang dengan lengan pendek berwarna cokelat muda yang dia kenakan. Ada tanah melekat di beberapa tempat yang mengotori gaun mahal itu. “Saya … bekerja lagi setelah membersihkan ruangan Anda.” Poppy yang sedang memunggungi Robin tak berani berbalik, takut kebohongannya langsung diketahui sang suami. Dia membuka lemari dan mencari-cari baju bersih untuk menyibukkan diri, sekaligus menghindari Robin untuk menyembunyikan kegugupannya. “Kau tidak ingat? Aku sudah bilang, kau harus berperan sebagai istri yang sempurna di depan keluargaku.” Tangan Poppy yang memegang baju mendadak gemetaran ketika mendengar suara langkah Robin kian mendekat. Dia melihat bayangan menutup cahaya di sekitarnya saat Robin tepat berdiri di belakangnya. “Apa kau sengaja menunjukkan pada adikku jika kau bukan istriku?” tanya Robin lebih dingin dan mengancam dari sebelumnya. “T-tidak ….”
Robin menatap ke bawah tanpa menekuk wajahnya, mendengar Poppy memohon agar Robin mengampuni kesalahannya. Raut wajah Robin datar dan sulit dibaca, seperti tak menunjukkan belas kasihan pada istrinya sedikit pun.“Saya berjanji akan memperbaiki semua kesalahan saya, Tuan …,” pinta Poppy memelas, menahan lagi tangisannya agar Robin tak semakin marah.Poppy menunduk semakin dalam hingga wajahnya hampir menyentuh paha, sedangkan tangannya masih memegangi celana Robin. Pikirannya dikuasai oleh ingatan ketika Saul menghukumnya dengan cambukan dan pukulan. Sangat takut Robin akan melakukan tindakan yang sama untuk menghukumnya.“Katakan … apa saja kesalahanmu?” Robin bahkan tak menyuruh Poppy berdiri.“Saya … saya mengotori gaun mahal … yang sudah Anda belikan ….”“Salah,” tegas Robin. “Kau pikir aku tidak bisa membelikan gaun baru hanya karena kau mengotorinya?”Manik Poppy bergerak ke kanan-kiri, bingung harus menjawab apa. Dia tak merasa telah merayu adik iparnya, jadi bukan itu yang ha
Poppy merasakan getaran yang berbeda dari suara suaminya. Kali ini, dia yakin jika hukuman dari Robin sudah tak bisa dicegah. Dia terpaksa mengatakan pengakuan palsu karena terbayang cambukan Saul yang menyakitkan. Bahkan, setiap kali melihat bekas luka cambukan di betisnya, Poppy seakan masih merasakan kesakitan itu. “Saya sebenarnya tidak–” Poppy bingung … tak mengaku tetap salah, mengaku pun Robin jadi semakin marah. “Lepaskan,” titah Robin, mencegah Poppy memberi alasan lainnya. “A-apa … maksud Anda?” tanya Poppy tak mengerti. “Turunkan celanaku.” Mata Poppy sontak terbelalak. Dia bisa menebak hukuman apa yang ingin Robin lakukan. ‘Tidak … aku perlu mengatur rencana agar tidak bisa mengandung anaknya lebih dulu!’ Poppy teringat kata-kata Rafael sebelumnya. Jika sampai melahirkan anak Robin, dia mungkin akan segera kehilangan nyawanya. “Apa telingamu hanya pajangan?” Ketegasan Robin tak bisa dibantah. Dengan tangan gemetaran, Poppy menyentuh sabuk di pinggang Robin. Dia m
“Tidak!” balas Poppy dengan cepat, sedikit meninggikan suara karena panik. Mengapa lagi-lagi harus menyeret Rafael ke dalam masalah mereka?“Saya … akan segera melakukannya,” lanjut Poppy, suaranya langsung berubah lirih.Dia pernah mendengar dua pria menggauli satu wanita sekaligus, takut Robin benar-benar akan melakukan itu padanya. Kemudian dia buru-buru melepas seluruh kain yang melekat di tubuhnya, menutup dada menggunakan tangan kanan, sedangkan tangan satunya menutup area kewanitaannya.“Singkirkan tanganmu.”Poppy malu setiap kali mengekspos tubuhnya meski bukan pertama kali. Apalagi, dia tak bisa melihat apa pun, tak tahu apa yang sedang dilihat atau dilakukan Robin.“T-Tuan …?”Sudah dua menit berlalu Poppy berdiri dengan badan kaku, kedua tangannya masih di samping badan sesuai perintah Robin. Namun, Robin tak mengatakan apa pun lagi.Tubuh Poppy mulai gemetaran ketika mengingat satu kejadian yang menyakitkan. Dia pernah di situasi yang sama, namun dengan berpakaian lengkap
Antonio Russo, orang pertama yang diperintahkan Robin untuk menyelidiki latar belakang Poppy. Namun, dia gagal mencari tahu karena Saul Martinez menyembunyikan identitas Poppy yang sesungguhnya dengan sempurna.Salah satu perjanjian antara Saul dan Robin adalah tidak memberikan identitas asli para wanita yang dijualnya. Saul juga telah menyiapkan identitas baru untuk mereka, seolah sosok asli para wanita itu di masa lalu tak pernah ada di dunia.‘Bodoh ….’ Satu kata itu muncul di benak Antonio ketika mengingat penolakan Poppy sebelum sampai di kediaman hari ini.Meskipun belum menemukan informasi atas asal usul Poppy, Antonio tahu penderitaan yang telah Poppy alami selama empat tahun terakhir. Dia merasa iba kepada wanita itu, namun tak menunjukkan terang-terangan.Apalagi, setelah Poppy menolak pemberiannya yang dia lakukan tanpa sepengetahuan Robin. Antonio cukup kecewa karena Poppy seharusnya bisa menggunakan kartu itu untuk menunjukkan sedikit kekuasaan pada para pelayan. Namun, P
Mencegah kehamilan saja belum cukup untuk menyelamatkan hidupnya. Cara itu hanya dapat mengulur waktu untuk sementara. Robin bisa menggantikan Poppy dengan wanita lain setelah dianggap tak berguna, tak bisa mengandung keturunannya, kemudian membunuhnya setelah itu. Jika tidak, Poppy terpaksa menghentikan penggunaan pil kontrasepsi dan mengandung keturunan Robin, namun hidupnya akan berakhir sembilan bulan kemudian setelah melahirkan. ‘Haruskah aku merayunya lebih dulu?’ Poppy mulai memikirkan rencana baru untuk menyelamatkan nyawanya. Dia pernah mengintip para gadis tawanan Saul yang diajari cara memuaskan para pria sebelum dijual. Namun, apakah dia sanggup melakukan perbuatan memalukan itu di hadapan Robin? Dia bahkan selalu ketakutan hanya dengan melihat tatapan tajam suaminya itu! “Apa Anda ingin mampir ke suatu tempat sebelum pulang?” Antonio yang duduk bersebelahan dengan Poppy di kursi penumpang belakang tiba-tiba membuatnya tersadar dari lamunannya. “Tidak. Tuan Robin bis
‘Ini semua karena Rafael!’ batin Poppy mencari-cari alasan. Beberapa saat lalu, ketika dalam perjalanan menuju kantor perusahaan Luciano, Poppy mendengar ocehan Rafael yang mengatakan bahwa Poppy dan Robin tidak seperti pasangan yang telah menikah. ‘Robin memang menunjukkan kemesraan melalui tanda yang ada di tubuhmu, tapi cara kalian berkomunikasi seperti orang asing yang baru saja bertemu. Apakah aku salah menilai?’ kata Rafael waktu itu. ‘Pasangan kencan pun selalu memanggil satu sama lain dengan julukan mesra, tapi kalian terlalu kaku saat bicara,’ imbuh Rafael. Poppy tak menanggapi karena memang ucapan Rafael ada benarnya. Dia takut akan membuat kesalahan sehingga hanya mendengarkan celotehan Rafael saja. Namun, kata-kata Rafael sesungguhnya masih melekat di benaknya. Hingga tanpa sadar, mulutnya spontan memanggil Robin dengan panggilan mesra. ‘Aku sudah melakukan kesalahan besar!’ Poppy mengutuk diri sendiri dalam hati atas kelancangannya. Namun, bukankah Robin mem
Poppy menatap pintu besar di hadapannya. Di balik pintu itu, Robin sedang menanti dirinya. Jantung Poppy berdegup kencang oleh perasaan bercampur aduk. Dia takut menghadapi kemarahan Robin, tetapi juga ada debaran lain karena mengingat mimpinya semalam. Poppy ingin membuktikan jika kejadian semalam bukan sekedar mimpi. Namun, dia punya keberanian untuk bertanya. “Kenapa kau hanya berdiri di sana?! Cepat masuk!” Poppy terkejut bukan main. Pintu itu tertutup rapat, tetapi Robin tahu dirinya ada di sana. Setelah melihat ke atas, dia baru sadar ada kamera pengawas yang bisa diakses Robin. Tangan Poppy berkeringat ketika memutar gagang pintu. Dia melangkah kecil memasuki ruangan yang lebih besar dari kantor Rafael itu. Robin sedang memeriksa dokumen di kursi kebesarannya, sambil sesekali menulis sesuatu. Komputer besar menutup sebagian wajahnya, namun Poppy masih bisa melihat tatapan tajam sang suami yang tertuju padanya. “Duduk,” titah Robin, lalu melanjutkan menandatangani dokumen
Pada akhirnya, Poppy dengan enggan menerima tawaran yang diberikan oleh Rafael. Adik iparnya itu terus berusaha membujuknya, berharap Poppy dapat membuat Robin beristirahat dari rutinitas kerjanya untuk sementara waktu. Di samping itu, tak ada ketentuan dalam perjanjian yang melarang Poppy untuk bepergian. Rafael pun menyampaikan bahwa dia telah memberi tahu Antonio tentang rencananya yang akan mengajak Poppy ke kantor. Namun, Poppy masih merasa kurang nyaman jika hanya mengandalkan persetujuan dari Antonio.“Aku tidak yakin ikut denganmu. Bagaimana kalau aku di rumah saja?” Poppy kembali ragu saat Rafael menghidupkan mesin mobil. Dia duduk gelisah, seakan ingin keluar dari mobil.“Kau akan bosan di rumah sendirian.” Rafael malah memasang sabuk pengaman untuk Poppy.Dada Poppy bergemuruh hebat tatkala Rafael mulai menginjak pedal gas. Dia sangat cemas akan membuat Robin marah, sekaligus antusias karena bisa melihat dunia luar.Sudah lama dia tidak melihat keramaian orang-orang normal
Poppy lantas bergegas ke kamar mandi, melihat sekujur tubuhnya dengan tanda kepemilikan suaminya yang sebelumnya sudah ada, namun sekarang telah memudar. Tak ada tanda kepemilikan baru yang Robin tinggalkan. “Mustahil ….” Gaun tidur yang dipakai Poppy semalam pun seharusnya basah, tetapi tak ada tanda-tanda cairan cinta darinya atau milik suaminya membasahi gaun tipis itu. Seluruh pakaian Poppy memiliki motif dan model berbeda. Tak mungkin Robin mengganti gaun tidur yang hanya ada satu itu. Poppy masih penasaran. Dia sampai mengangkat gaun dan mengendus-endus, mencari aroma suaminya yang mungkin tertinggal. Namun, indra penciumannya hanya menangkap aroma pewangi pakaian. “Kenapa aku bisa bermimpi seperti itu? Dan bagaimana bisa mimpi terasa sangat nyata?” Mustahil dirinya mengharapkan kehadiran Robin setelah lama menanti, yang akhirnya tertidur sendiri dan memimpikannya. Dia justru ingin menghindari Robin sebisa mungkin. “Aku sempat membaca buku tentang trauma akibat kekerasa
Poppy diam-diam merasa takjub oleh sensasi aneh yang baru pertama kali dia rasakan dan memabukkan. Ciuman itu terasa nikmat, tetapi sangat berbeda dari hubungan badan yang biasa mereka lakukan setiap malam, dan terasa menggetarkan hatinya. Bibir Robin ternyata sangat lembut dan tebal. Poppy sesekali menggigit bibir itu, dan tanpa sadar membuat Robin mengerang pelan. “Manis …,” ujar Robin setelah tiba-tiba menjauhkan bibirnya, suaranya berat dan begitu dalam, namun tidak terdengar mengancam. Jantung Poppy mendadak berdebar semakin kencang. Apakah Robin sungguh mengatakan bahwa bibir Poppy terasa manis? Robin yang dingin dan seperti patung yang tak pernah menunjukkan ekspresi selain sinis itu? Tentu saja Poppy sangat terkejut. Pengaruh alkohol ternyata dapat mengubah sikap seseorang dalam sekejap. Namun, keterkejutan itu tak berlangsung lama. “Tuan!” Kali ini, suara nyaring lolos dari bibir Poppy yang sudah terlepas dari ciuman itu, terkejut oleh gerakan mendadak yang dilakukan Robi
Poppy langsung berhenti bergerak. Mencari alasan dengan cepat, kemudian menjawab, “Saya akan ke toilet sebentar.”Terdengar helaan napas panjang Robin yang tampak lelah. “Benar, aku juga belum mandi. Badanku sangat lengket. Siapkan air hangat untuk berendam,” titahnya kemudian.Poppy segera turun dari ranjang. Namun, langkahnya terhenti oleh kebingungan. “Tidak! Lepaskan dulu bajuku, lalu angkat aku ke kamar mandi!”Mulut Poppy sontak menganga. Apa Robin sedang bercanda? Bagaimana caranya mengangkat badan sebesar itu?“Kau tidak mendengarku?!” bentak Robin. Namun, entah mengapa Poppy lebih takut pada Robin yang biasanya. Pria yang saat ini bersama dirinya itu tak seperti Robin yang sering menghantui pikirannya.“Baik, Tuan.”Poppy mendekati suaminya yang duduk lemas, seperti akan terjatuh. Dia meraba pundak Robin karena tak begitu melihat dengan jelas dalam kegelapan, kemeja yang dipakai suaminya pun berwarna hitam.Napas kasar Robin menerpa kening Poppy ketika tangannya berusaha me
‘Minumlah pil pencegah kehamilan ini sebelum kau siap bicara dengan Robin. Namun, aku masih menyarankan kau bicara baik-baik dengan kakakku secepatnya untuk mendiskusikan saat yang tepat untuk memiliki anak,’ ujar Rafael setelah makan malam tadi.Poppy tak bertanya cara Rafael mendapatkan pil pencegah kehamilan tersebut dengan cepat. Dia yakin jika orang-orang yang berhubungan dengan dunia hitam akan mudah mendapatkan apa pun yang mereka inginkan.Dia melihat dua botol pil di tangannya. Satu botol tersebut berisi obat pencegah kehamilan darurat yang dapat diminum setelah melakukan hubungan badan, satu botol lainnya adalah pil kontrasepsi harian untuk mencegah kehamilan.Poppy mengambil pil kontrasepsi dan segera meminumnya. Kemudian mencari tempat terbaik untuk menyembunyikan dua botol berharga itu di kamar mandi pribadinya.‘Aku akan menyembunyikan di sini saja. Tuan Robin tidak mungkin merangkak di tempat kotor begini.’ Akhirnya, dia memutuskan untuk menyembunyikan dua botol itu di