Share

Tawanan Cinta Sang Mafia
Tawanan Cinta Sang Mafia
Author: Dayu SA

Bab 01

Author: Dayu SA
last update Last Updated: 2025-01-08 13:37:14

Emma meringkuk di sudut ruangan yang remang-remang, memeluk tubuhnya sendiri, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. 

Pandangan para pria di ruangan itu membuatnya merasa telanjang meskipun ia mengenakan pakaian. Gaun sederhana berwarna putih yang diberikan oleh wanita itu terasa seperti jaring laba-laba yang melekat di tubuhnya, terlalu tipis dan membuatnya terlihat mencolok.

Lampu-lampu neon yang berpendar berwarna merah dan ungu menghiasi ruangan penuh asap rokok, dengan musik yang berdentum keras memekakkan telinga. Ia merasa seperti seekor rusa yang tersesat di tengah hutan para pemangsa.

"Hei, lihat gadis itu," salah satu pria di dekat pintu berbisik kepada temannya. "Dia terlihat seperti rusa kecil yang ketakutan."

"Rusa? Dia lebih seperti boneka porselen yang akan pecah," balas temannya, tertawa kecil. Suara mereka menusuk telinga Emma, membuatnya merasa semakin terpojok.

Emma meremas gaun itu dengan kedua tangannya, mencoba meredakan gemetar yang tak bisa ia kendalikan. "Kenapa... kenapa aku di sini? Apa salahku?" gumamnya lirih, namun tak ada yang mendengarnya di tengah riuh rendah suara obrolan dan tawa kasar di sekelilingnya.

Beberapa minggu lalu, hidupnya terasa jauh lebih baik meskipun penuh  kesederhanaan, dan kerap kali mengalami kekurangan. 

Ia tinggal di desa kecil bersama neneknya, satu-satunya keluarga yang ia miliki setelah ibunya meninggal dunia bertahun-tahun lalu. Emma tumbuh dengan cerita-cerita samar tentang ayahnya, seorang pria yang meninggalkan keluarganya untuk mencari peruntungan di kota besar.

Setelah kepergian neneknya, ia nekat pergi ke ibu kota untuk mencari ayahnya, satu-satunya harapan terakhir yang ia miliki.

Namun, pencarian itu membawa Emma ke pintu yang salah.

---

Emma pertama kali bertemu wanita itu di rumah besar yang tak pernah ia bayangkan. Wanita itu membuka pintu dengan senyum dingin, memperhatikan Emma dari ujung kepala hingga ujung kaki seperti menilai sebuah barang dagangan.

"Apa maumu?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Saya... saya mencari ayah saya James Anderson. Kata orang, dia tinggal di sini," jawab Emma dengan suara bergetar. 

Dia memang sempat tersesat ketika mencari alamat ayahnya. Maklum saja, ini pertama kalinya ia menjejakkan kaki di kota besar ini. 

Wanita itu menyipitkan matanya, lalu tertawa kecil. "Ayahmu sedang pergi. Tapi, kalau kamu anaknya, ya sudah. Masuk saja."

"Tunggu... Ayah saya di mana sekarang? Kapan dia pulang?" Emma mencoba menggali informasi, meskipun nada suaranya terdengar terlalu gugup untuk memaksa jawaban.

"Apa aku terlihat seperti sekretaris ayahmu?" balas wanita itu dengan nada sinis. "Masuk saja dan tunggu, kalau kau sabar, dia mungkin akan muncul."

Emma mengira itu adalah awal dari sesuatu yang baik. Akhirnya ia bisa menemukan keluarga yang hilang. Namun, kenyataan segera menamparnya dengan keras.

Beberapa hari setelah tinggal di rumah itu, ia mulai merasakan ada yang tidak beres. Wanita itu, yang akhirnya memperkenalkan diri sebagai Marissa, tidak pernah bersikap layaknya seorang ibu baginya.

Ia memperlakukannya seperti beban, menyuruhnya melakukan pekerjaan kasar, sementara pria-pria asing datang dan pergi dari rumah tersebut secara mencurigakan.

Itu mungkin belum seberapa dan Emma pun tidak merasa keberatan. Karena di desa, ia terbiasa melakukan pekerjaan yang jauh lebih berat dari itu. 

Namun rupanya Emma salah. Seharusnya ia tak merasa nyaman dengan kehidupan baru yang ia rasakan. Karena pada malam berikutnya, semuanya berubah. 

---

"Ayo berdiri. Sudah waktunya," kata Marissa dengan nada dingin.

Emma memandangnya bingung. "Waktunya untuk apa?"

Marissa tidak menjawab. Dua pria bertubuh kekar masuk ke kamar, menyeret Emma keluar meskipun ia berteriak dan meronta.

"Diam, anak sialan! Ini untuk kebaikanmu juga," kata Marissa dari belakang, suaranya tajam seperti belati.

Kini Emma tahu, ini bukan tentang kebaikannya. Ini adalah jebakan. Ia diculik, disekap dengan kedua tangan dan kaki terikat, serta penutup mata yang entah sejak kapan telah menutupi kedua matanya.

Hingga akhirnya ketika Emma kembali bisa melihat cahaya, gadis itu mendapati dirinya berada di ruangan ini—tempat ia terduduk sekarang, masih dalam kondisi terikat, serta menjadi tontonan para pria yang tak pernah ia kenal sebelumnya.

---

"Selamat malam, para tamu terhormat," suara seorang pria dengan mikrofon menggema di ruangan itu. Emma menoleh dengan mata melebar, ketakutan. "Malam ini, kami punya sesuatu yang spesial untuk Anda semua. Seorang gadis muda, segar, dan tentu saja... perawan."

Tawa dan sorakan memenuhi ruangan.

Emma merasa mual. Tubuhnya kaku, pikirannya berkecamuk. Ia ingin berteriak, berlari, melakukan sesuatu untuk melarikan diri, tapi tubuhnya seolah membeku. Ia hanya bisa berdiri di sana, menjadi objek yang dipandang dengan nafsu oleh pria-pria yang lebih mirip binatang.

Air mata mengalir di pipi Emma, tapi ia menolak untuk menyerah. Di dalam benaknya, ia mencari cara untuk melawan, untuk kabur dari neraka ini.

"Diam," bisik salah satu pria kekar yang menjaganya di dekat panggung. "Kalau kamu macam-macam, kami tidak akan segan-segan membuatmu menyesal."

"Buka harga dengan dua puluh juta," ujar sang pemandu lelang, suaranya tegas.

Seolah tersulut, suara penawaran langsung mengisi ruangan. Emma mendengar angka demi angka meningkat dengan cepat, seolah hidupnya hanya selembar kertas harga.

Namun di tengah keramaian itu, satu sosok mencuri perhatian. Seorang pria berpakaian serba hitam, wajahnya tertutup topeng, duduk di salah satu kursi di sudut ruangan.

Pria itu tidak ikut berteriak atau bersorak seperti yang lain. Tubuhnya tenang, tetapi kehadirannya terasa mencolok, seperti bayangan gelap yang menyelinap di tengah cahaya lampu.

"Empat puluh juta!" seru salah satu tamu dengan suara lantang.

"Empat puluh lima juta!" teriak yang lain.

Ruangan semakin riuh. Pria bertopeng itu tetap diam, hingga akhirnya ia mengangkat tangannya perlahan.

"Seratus juta," ucapnya, tenang namun tegas.

Suara di ruangan itu seketika berhenti. Semua kepala menoleh ke arahnya. Bahkan pemandu lelang terlihat terkejut.

"Seratus juta? Apakah saya mendengar dengan benar?" tanya sang pemandu, memastikan.

Pria itu mengangguk sekali, lambat, penuh kepastian. "Seratus juta," ulangnya.

Tidak ada yang berani melawan penawaran itu. Dalam beberapa detik, pemandu lelang mengangkat palunya dan mengetukkan di atas meja. "Terjual kepada pria bertopeng dengan seratus juta!" serunya.

Sorakan memenuhi ruangan, tetapi Emma hanya merasakan tubuhnya lemas. Dia tidak tahu apa yang menantinya, tetapi dia tahu satu hal: dia telah menjadi milik pria itu.

Related chapters

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 02

    Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan stabil di jalan yang sepi. Tidak ada suara selain deru mesin dan napas Emma yang masih berat. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena trauma dari malam itu, tetapi juga karena kehadiran pria misterius yang duduk di sebelahnya.Pria itu mengenakan setelan serba hitam yang rapi, membuatnya terlihat seperti pria dari dunia lain. Namun, topeng yang masih menutupi sebagian wajahnya membuat pria itu terlihat semakin menyeramkan. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya selama perjalanan.Emma melirik keluar jendela, berharap melihat sesuatu yang familiar—sebuah tanda bahwa ia masih berada di dunia nyata. Namun yang terlihat hanya gelapnya malam, ditemani cahaya bulan samar yang memantulkan bayangan pohon-pohon tinggi di sepanjang jalan."Aku tahu apa yang ada di kepalamu," suara pria itu tiba-tiba memecah kesunyian, datar namun tajam.Emma tersentak, menoleh dengan cepat. Ia tidak berani menjawab."Jangan berpikir untuk melarikan diri," lanjutnya,

    Last Updated : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 03

    Malam itu terasa lebih panjang daripada biasanya. Jam antik di sudut ruangan berdentang sekali, menandakan waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Emma masih terduduk di tepi tempat tidur, pikirannya melayang-layang antara rasa takut dan kebingungan. Segalanya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung, hanya saja ia sadar sepenuhnya bahwa ini adalah kenyataan.Ruangan tempatnya berada terlihat seperti kamar dari abad ke-18. Tempat tidur berkanopi dengan tirai sutra melingkupi sisi-sisinya, sementara dinding dihiasi dengan wallpaper bermotif bunga yang sudah mulai pudar. Cermin besar berdiri di sudut, bingkainya terbuat dari kayu berukir yang terlihat sangat kuno. Cahaya lampu gantung kristal yang redup memberikan kesan suram pada ruangan ini.Emma berjalan pelan ke arah jendela besar yang tertutup tirai tebal. Ia menyibakkan tirai itu dengan hati-hati, mengintip ke luar. Gelap. Tidak ada apa-apa selain taman yang luas, dihiasi dengan patung-patung marmer yang sebagian tertu

    Last Updated : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 04

    Hari demi hari berlalu dengan monoton. Emma hanya menghabiskan waktunya di kamar yang disediakan Lucas tanpa bisa bersosialisasi atau melihat sekeliling kastil. Ia merasa seperti burung yang dipenjara dalam sangkar mewah, dikelilingi oleh keindahan yang tidak memberinya kebebasan.Setiap pagi, seorang pelayan datang membawakan sarapan, diikuti dengan makan siang dan makan malam. Para pelayan yang bekerja di sana bersikap terlalu kaku dan dingin, hampir seperti robot yang hanya menjalankan tugas. Tidak ada percakapan hangat, tidak ada senyuman tulus. Ketika Emma mencoba bertanya tentang kastil ini atau tentang Lucas, mereka hanya menjawab dengan sopan, tetapi tanpa memberi informasi apa pun.Pada malam hari, ketika keheningan menyelimuti kastil, perasaan diawasi semakin kuat. Emma sering duduk di tepi tempat tidur, memandang keluar jendela, bertanya-tanya bagaimana nasibnya akan berakhir.Namun, di balik kesunyiannya, ia merasa mendapatkan sedikit kekuatan dari rutinitas yang stabil. S

    Last Updated : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 05

    Lucas duduk di ruang kerjanya, memutar gelas bourbon dengan gerakan lambat. Pandangannya terfokus pada layar monitor yang menampilkan Emma berjalan perlahan di taman. Meski gadis itu tampak menikmati kebebasan kecilnya, Lucas tahu ia tetap berada dalam kendalinya."Dia terlihat lebih tenang sekarang," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia memiringkan kepala sedikit, memperhatikan bagaimana Emma berhenti untuk menyentuh air mancur. "Setidaknya taman itu tidak sia-sia."Ia menghela napas, pikirannya kembali ke malam ketika semuanya dimulai. Sebuah malam yang tak pernah ia rencanakan, tetapi mengubah segalanya.---Ruangan itu penuh sesak dengan suara obrolan para pria berjas mahal dan suara denting gelas-gelas kristal. Lucas duduk di salah satu sudut dengan tenang, mengamati barang-barang yang dilelang. Ia datang ke sini bukan untuk bersenang-senang, melainkan mencari sesuatu yang benar-benar menarik baginya—senjata kuno atau barang antik bernilai tinggi.Ket

    Last Updated : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 06

    Emma duduk di pinggir tempat tidur sambil menggenggam kalung kecil di lehernya. Ruangan tempatnya tinggal kini adalah salah satu kamar paling mewah yang pernah ia lihat, dengan dinding berlapis panel kayu mahal, karpet tebal, dan jendela besar yang menghadap taman. Namun, setiap kali ia menatap ke luar, pagar tinggi yang mengelilingi properti itu selalu mengingatkannya bahwa ini bukan rumah—ini adalah penjara. Beberapa hari telah berlalu sejak malam itu, malam di mana kehidupannya berubah secara tiba-tiba. Sebelum ini, ia hanya seorang gadis desa sederhana yang mencoba bertahan hidup di kota besar. Namun, nasib kejam menyeretnya ke dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan. Dan sekarang, di bawah "perlindungan" Lucas, ia merasa seperti seekor burung yang dipelihara di dalam sangkar emas. "Burung kecil," gumam Emma pelan, mengingat bagaimana Lucas menyebutnya di suatu malam saat mereka kebetulan bertemu di taman. Ia tidak mengerti mengapa Lucas melakukan ini. Jika ia hanya ingin

    Last Updated : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 07

    Malam itu, Emma berdiri di dekat jendela, matanya mengawasi gerakan para penjaga di luar sana. Ia sudah mempelajari pola mereka selama beberapa hari terakhir. Tidak sempurna, tetapi cukup untuk memberinya keberanian.Jantungnya berdebar keras. Ia tahu, malam ini adalah malamnya. Jika ia gagal, tidak ada lagi kesempatan kedua. Lucas mungkin tidak akan memberinya kelonggaran lagi jika ia tertangkap.Emma menghela napas panjang, menggenggam kalung di lehernya untuk terakhir kali sebagai pengingat akan tujuan utamanya. "Demi kebebasan," gumamnya pelan. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar dari kamar, menyelinap ke lorong panjang yang gelap dan sunyi.Lorong itu hampir gelap sepenuhnya, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil di dinding. Emma berjongkok, menghindari cahaya kamera yang bergerak perlahan dari satu sisi ke sisi lain. Ia telah mempelajari sudutnya, tahu kapan harus bergerak dan kapan harus berhenti.Beberapa menit berlalu seperti jam, s

    Last Updated : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 08

    Cahaya pagi mengintip perlahan melalui celah tirai kamar Emma. Ia duduk di sudut tempat tidur dengan kaki bersila, memeluk lututnya sendiri. Mata cokelatnya menatap lurus ke lantai, tetapi pikirannya melayang jauh. Semalam, ia gagal. Bukan hanya gagal melarikan diri, tapi juga gagal memahami orang yang kini mengurungnya. Lucas, pria yang lebih menyeramkan daripada semua penjaga bersenjata di rumah ini.Ketukan pelan di pintu memecah lamunannya. Emma tak menjawab, tetapi pintu itu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Marta, seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai pelayan di rumah ini. Marta masuk dengan langkah tenang, membawa nampan berisi makanan di tangannya. Aroma sup hangat memenuhi udara, tetapi Emma tidak bergeming.Marta meletakkan nampan itu di meja kecil di dekat jendela, lalu berbalik menghadap Emma. Matanya mengamati gadis muda itu dengan penuh rasa iba, tetapi juga dengan sedikit ketegasan."Kau tidak makan malam semalam," kata Marta d

    Last Updated : 2025-01-24
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 09

    Malam kembali menyelimuti kediaman megah Lucas. Kali ini, Emma duduk di tepi tempat tidurnya, tubuhnya bersandar pada dinding dingin. Cahaya remang-remang dari lampu di sudut kamar membuat bayangannya memanjang di lantai, menambah kesan sunyi yang menyelimuti ruangan itu.Pikirannya kembali berputar, mencari celah untuk melarikan diri. Setiap langkah, setiap keputusan, harus diperhitungkan dengan matang. Kegagalan semalam adalah pengingat pahit bahwa kesalahan kecil bisa membawa konsekuensi besar.“Aku harus lebih cermat,” pikir Emma. Tatapannya tertuju pada pintu kamar yang terkunci, pikirannya berusaha menemukan kelemahan sistem yang ada. Ia tahu Lucas tidak akan membiarkan kesalahannya terulang.Dari tempatnya duduk, Emma bisa mendengar langkah berat penjaga yang sesekali melewati koridor. Langkah itu ritmis, seperti detak waktu yang perlahan menghitung mundur harapannya. Namun, kali ini, ia tidak akan gegabah.Emma berdiri, menghampiri jendela

    Last Updated : 2025-01-24

Latest chapter

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 94 - Janji di Bawah Langit Malam [END]

    Emma menatap langit malam yang terbentang luas di atasnya. Kilauan bintang-bintang tampak berkelip di antara gelapnya malam, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Angin berembus lembut, membelai kulitnya dengan kesejukan yang menenangkan. Ia berdiri di samping Lucas, di sebuah bukit kecil yang menawarkan pemandangan kota dari kejauhan. Tempat ini begitu sunyi, seolah terpisah dari dunia yang penuh hiruk-pikuk di bawah sana. Emma mengerti bahwa Lucas tidak membawa dirinya ke sini tanpa alasan. "Tempat ini..." Emma membuka suara, memecah keheningan di antara mereka. "Kenapa kau membawaku ke sini?" Lucas mengalihkan pandangannya dari hamparan kota dan menatap Emma. "Ini tempat yang sering kudatangi saat aku butuh berpikir," jawabnya pelan. "Di sini, aku bisa merasa bebas. Tidak ada gangguan, tidak ada tekanan, hanya aku dan pikiranku sendiri." Emma mengangguk mengerti. Ia bisa merasakan ketenangan yang sama. Dalam sebulan terakhir, hidup mereka penuh dengan kekacauan. Konflik

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 93 - Masa Depan yang Baru

    Matahari baru saja terbit di ufuk timur, menyapu kediaman Lucas dengan cahaya keemasan yang lembut. Setelah malam yang panjang dan penuh ketegangan, pagi ini terasa lebih tenang. Tidak ada lagi ancaman yang membayangi, tidak ada lagi pertarungan yang harus dihadapi. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Lucas bisa menarik napas lega.Ia berdiri di balkon kamarnya, menatap hamparan taman di bawah sana. Udara pagi yang sejuk menyentuh wajahnya, membawa aroma embun yang menyegarkan. Namun, pikirannya masih terpusat pada satu hal—Emma.Wanita itu telah melalui begitu banyak hal. Ia terluka karena menjadi bagian dari dunianya, dunia yang penuh dengan bahaya dan intrik. Tetapi, meskipun demikian, Emma tidak pernah menunjukkan penyesalan. Ia tetap berada di sisinya, menghadapi semuanya dengan keteguhan hati yang luar biasa.Lucas tahu, ada satu hal yang harus ia lakukan sekarang.Tanpa ragu, ia melangkah keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar te

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 92 - Penerimaan Antonio Aldrin

    Malam di kediaman Lucas begitu sunyi. Udara dingin menyusup melalui jendela besar di ruang kerjanya, tetapi pria itu tetap duduk tegak di balik meja kayu besar, menatap laporan-laporan yang tersusun rapi di hadapannya. Setelah semua konflik yang ia hadapi, organisasi mulai kembali stabil. Ia telah menyingkirkan Morelli dan Vasquez, membuktikan bahwa ia bukan pemimpin yang bisa diremehkan. Namun, Lucas tahu bahwa masih ada satu orang lagi yang harus ia hadapi—ayahnya.Seakan menjawab pikirannya, ketukan keras terdengar di pintu ruang kerjanya. Lucas tidak terkejut. Ia sudah menduga bahwa cepat atau lambat pria itu akan datang menemuinya."Masuk," katanya, suaranya tetap dingin dan terkendali.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Antonio Aldrin. Meski usianya sudah semakin tua, auranya masih menekan, menandakan bahwa ia adalah seseorang yang telah lama terbiasa dengan kekuasaan. Namun, malam ini, ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Sorot matanya t

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 91 - Langkah Terakhir

    Malam sudah larut, tetapi Lucas masih duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terhampar di mejanya. Titik-titik merah menandai lokasi para sisa anak buah Morelli dan Vasquez yang masih berkeliaran. Beberapa di antara mereka sudah melarikan diri ke luar negeri, tetapi sebagian kecil masih bertahan, berusaha mencari perlindungan.Lucas menghela napas panjang. Satu langkah lagi, dan ini semua akan selesai.Pintu ruang kerja terbuka tanpa ketukan. Stefan masuk dengan ekspresi tegas. "Semuanya sudah siap. Anak buah kita sudah berada di posisi masing-masing."Lucas mengangguk, lalu berdiri. "Bagus. Pastikan tidak ada celah bagi mereka untuk melarikan diri.""Kita juga sudah mengamankan jalur komunikasi mereka. Jika mereka mencoba meminta bantuan, pesan itu tidak akan pernah sampai," tambah Stefan.Lucas menyeringai kecil. "Kali ini, aku ingin memastikan mereka tidak punya tempat untuk kembali."Stefan menatapnya sejenak sebelu

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 90 - Langkah Baru

    Pagi menjelang dengan tenang di kediaman Lucas. Sinar matahari keemasan menyelinap melalui celah-celah jendela besar, menerangi ruangan dengan kehangatan yang lembut. Suara burung di kejauhan terdengar samar, berpadu dengan desiran angin yang berembus perlahan.Emma membuka matanya perlahan. Rasanya tubuhnya lebih ringan, meski masih ada sedikit nyeri di lengannya yang belum sepenuhnya pulih. Saat ia menggerakkan kepalanya, matanya langsung menemukan sosok Lucas yang masih duduk di sampingnya, menatapnya dengan ekspresi lembut."Kau tidak tidur?" suara Emma serak karena baru bangun.Lucas menggeleng pelan. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."Emma tersenyum kecil. Ia tahu Lucas masih merasa cemas, tetapi ia juga tahu pria itu tidak akan mengatakannya secara langsung. Jadi, ia hanya meraih tangan Lucas dan menggenggamnya erat. "Aku sudah lebih baik. Kau tidak perlu terus mengkhawatirkanku."Lucas menghela napas, lalu akhirnya i

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 89 - Sisa-Sisa Pengkhianatan

    Malam telah larut ketika Lucas duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terbentang di atas meja. Wilayah kekuasaan yang sebelumnya dikuasai Morelli dan Vasquez kini sepenuhnya berada di bawah kendalinya. Namun, meskipun kedua orang itu telah ditangkap dan dihabisi, Lucas tahu bahwa masalah tidak berhenti di situ. Stefan berdiri di sampingnya, melaporkan perkembangan terbaru. "Beberapa anggota bawahan Morelli dan Vasquez masih bertahan. Mereka kehilangan pemimpin, tetapi tidak kehilangan ambisi." Lucas menghela napas. "Aku sudah menduga ini. Mereka tidak akan menyerah begitu saja." "Tepat," Stefan mengangguk. "Ada laporan bahwa sebagian dari mereka mencoba membentuk kelompok baru. Mereka masih belum cukup kuat untuk menantang kita secara langsung, tetapi jika dibiarkan, mereka bisa menjadi ancaman dalam beberapa bulan ke depan." Lucas menatap peta di hadapannya. "Siapa pemimpin mereka sekarang?" Stefan

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 88 - Harga Sebuah Penghianatan

    Ruangan itu gelap dan dingin, hanya diterangi oleh satu lampu gantung yang menggantung rendah di langit-langit, memberikan cahaya redup yang membuat bayangan panjang di dinding. Bau debu bercampur darah masih terasa di udara, dan suara napas berat memenuhi keheningan.Di tengah ruangan, dua pria yang terikat pada kursi dengan tangan ke belakang tampak gemetar. Morelli dan Vasquez, dua pemimpin organisasi yang berani mengkhianati Lucas, kini tidak lebih dari bayangan diri mereka yang dulu.Lucas berdiri di depan mereka, mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang digulung hingga siku. Matanya dingin, penuh ketegasan. Ia tidak langsung berbicara, membiarkan ketegangan menggantung di udara, membiarkan ketakutan menyusup ke dalam tulang kedua pria itu.Stefan berdiri di sudut ruangan, mengamati dengan ekspresi santai, tetapi matanya penuh kewaspadaan. Beberapa anak buah Lucas berjaga di sekitar, memastikan tidak ada celah bagi Morelli dan Vasquez untuk melarikan diri.Akhirnya, Lucas menar

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 87 - Amarah yang Belum Reda

    Suasana di dalam kastil terasa tegang. Para penjaga masih berjaga di berbagai sudut, memastikan tidak ada lagi penyusup yang berkeliaran. Stefan telah memerintahkan pembersihan menyeluruh, tetapi atmosfer tetap dipenuhi ketegangan.Di dalam salah satu kamar di sayap barat, Emma terbaring di tempat tidur dengan perban yang melingkari bahunya. Dokter pribadi keluarga Aldrin baru saja selesai membersihkan dan menutup lukanya.Meskipun bukan luka yang fatal, rasa nyeri masih terasa setiap kali Emma bergerak. Namun, yang lebih mengganggunya bukanlah rasa sakit itu sendiri—melainkan ekspresi Lucas.Ia berdiri di sudut ruangan, diam, dengan ekspresi yang gelap dan penuh kemarahan yang tertahan.“Lucas…” Emma memanggil pelan.Lucas tidak segera menjawab. Ia hanya menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba memastikan bahwa Emma benar-benar masih di sana, masih bernapas, masih hidup.Butuh beberapa saat sebelum ia akhirnya mendekat. Ia duduk d

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 86 - Amarah yang Tak Terbendung

    Dunia seakan melambat saat suara tembakan bergema di luar kastil. Emma menatap keluar jendela dengan mata membelalak, napasnya tertahan melihat beberapa pria bersenjata yang mulai menyerbu area luar.Pelayan yang tadi bersamanya langsung menarik tangannya. “Nona, kita harus pergi! Ini berbahaya!”Emma tersentak dari keterkejutannya dan mengangguk cepat. Mereka berdua bergegas melewati koridor kastil yang panjang, tetapi baru beberapa langkah, suara ledakan kecil terdengar dari luar, mengguncang dinding-dinding kastil.Panik mulai menjalari tubuh Emma. “Lucas! Aku harus menemui Lucas!”“Tuan Lucas pasti sudah bergerak!” Pelayan itu mencoba menenangkannya, tetapi suara alarm yang mulai meraung di seluruh kastil membuat situasi semakin mencekam.Para penjaga segera bergerak, mengambil posisi untuk mempertahankan kastil dari serangan mendadak ini. Emma bisa melihat beberapa orang berlari menuju titik pertahanan, dan di tengah kekacauan itu, ia merasakan ketakutan yang luar biasa.Namun, s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status