Share

Bab 03

Penulis: Dayu SA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 13:38:39

Malam itu terasa lebih panjang daripada biasanya. Jam antik di sudut ruangan berdentang sekali, menandakan waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. 

Emma masih terduduk di tepi tempat tidur, pikirannya melayang-layang antara rasa takut dan kebingungan. Segalanya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung, hanya saja ia sadar sepenuhnya bahwa ini adalah kenyataan.

Ruangan tempatnya berada terlihat seperti kamar dari abad ke-18. Tempat tidur berkanopi dengan tirai sutra melingkupi sisi-sisinya, sementara dinding dihiasi dengan wallpaper bermotif bunga yang sudah mulai pudar. 

Cermin besar berdiri di sudut, bingkainya terbuat dari kayu berukir yang terlihat sangat kuno. Cahaya lampu gantung kristal yang redup memberikan kesan suram pada ruangan ini.

Emma berjalan pelan ke arah jendela besar yang tertutup tirai tebal. Ia menyibakkan tirai itu dengan hati-hati, mengintip ke luar. Gelap. Tidak ada apa-apa selain taman yang luas, dihiasi dengan patung-patung marmer yang sebagian tertutup lumut. Langit malam mendung, hampir tidak ada bintang yang terlihat.

Emma menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, bayangan Lucas kembali menghantui pikirannya. Senyum dinginnya, tatapan tajamnya, dan cara pria itu memperkenalkan dirinya dengan penuh dominasi—semua itu membuat Emma merasa kecil dan tidak berdaya.

"Kenapa aku harus berada di sini?" bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar.

Pikirannya kembali ke masa lalu, mencoba mencari alasan bagaimana ia bisa terjebak dalam situasi ini. 

Suara langkah kaki terdengar. Langkah kaki itu terdengar begitu jelas di malam yang begitu hening.

Emma tersentak, membalikkan tubuhnya dengan cepat. Suara itu berasal dari lorong di luar kamarnya. Gadis itu menahan napas, berusaha mendengarkan lebih jelas. Langkah kaki itu berat, teratur, dan mendekat ke pintu kamarnya.

Ketika suara itu berhenti tepat di depan pintu, jantung Emma berdegup kencang. Ia mundur perlahan, kembali ke tempat tidur, mencoba mencari tempat untuk bersembunyi. Namun sebelum ia sempat melakukan apa pun, pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang wanita paruh baya dengan seragam hitam sederhana.

"Maaf jika aku mengganggu," kata wanita itu dengan suara lembut. "Namaku Marta. Aku ditugaskan untuk memastikan kebutuhanmu terpenuhi."

Emma menatap Marta dengan waspada. Wanita itu membawa nampan berisi semangkuk sup panas dan sepotong roti.

"Ini untukmu," kata Marta lagi, melangkah masuk dan meletakkan nampan itu di meja kecil dekat tempat tidur.

Emma tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya mengamati gerakan Marta yang lembut namun penuh kehati-hatian, seperti seseorang yang terbiasa bekerja di bawah tekanan.

"Kau tidak perlu takut," tambah Marta, seolah memahami ketakutan Emma. "Aku hanya seorang pelayan di sini."

"Apa... apa yang sebenarnya terjadi?" suara Emma akhirnya keluar, meskipun terdengar serak.

Marta berhenti sejenak, menatap Emma dengan raut wajah yang sulit diartikan. "Kau aman di sini, selama kau patuh pada aturan," jawabnya akhirnya.

Emma ingin bertanya lebih jauh, tetapi tatapan Marta seolah memperingatkannya untuk tidak menggali lebih dalam. Wanita itu hanya tersenyum tipis sebelum melangkah keluar dari kamar, menutup pintu dengan pelan di belakangnya.

Emma memandang sup di meja. Perutnya kosong, tetapi rasa takut membuatnya ragu untuk menyentuh makanan itu. Bagaimana jika makanan itu beracun? Bagaimana jika ini semua adalah bagian dari rencana Lucas untuk menghancurkannya secara perlahan?

Namun, setelah beberapa menit berlalu, rasa lapar akhirnya mengalahkan rasa takutnya. Emma mengambil sendok dan mulai memakan sup itu dengan hati-hati. Rasanya lezat, jauh lebih baik daripada makanan yang biasa ia makan di rumah.

Setelah selesai, ia kembali duduk di tepi tempat tidur, mencoba memahami situasinya. Pikiran tentang Lucas dan kata-katanya terus berputar di kepalanya. "Kau milikku sekarang," ucapan pria itu terngiang-ngiang di telinganya, membuat Emma merasa seperti sebuah barang yang bisa diperjualbelikan

"Apa yang akan terjadi padaku di sini?" bisiknya, hampir tak terdengar.

Namun, Emma tidak tahu bahwa di ruangan lain, Lucas sedang mengawasinya dengan intens.

---

Di lantai bawah, di salah satu ruangan yang tersembunyi di dalam kastil besar ini, Lucas duduk di kursi kulit besar di depan meja kayu yang penuh dokumen. Dinding ruangannya dihiasi rak buku tinggi yang dipenuhi volume tebal, sementara lampu meja memberikan pencahayaan hangat pada ruangan tersebut.

Namun, perhatian Lucas sepenuhnya terfokus pada layar besar di depannya, yang menampilkan rekaman CCTV dari kamar Emma. Ia melihat setiap gerakannya—dari saat Emma duduk dengan gelisah di tempat tidur hingga ketika ia berjalan mendekati jendela.

Lucas menyandarkan tubuhnya ke kursi, satu tangan memegang segelas bourbon, sementara tangan lainnya mengetuk-ngetuk lengan kursi dengan pelan. Ada senyum kecil di wajahnya, tetapi senyuman itu tidak memancarkan kebaikan.

"Dia seperti anak rusa yang tersesat," gumamnya pelan, nada suaranya setengah mengejek, setengah terpesona.

Seorang pria tua dengan seragam hitam memasuki ruangan, membungkuk hormat sebelum berbicara. "Tuan Lucas, Marta telah memastikan dia makan malam."

Lucas mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari layar. "Bagus. Dia butuh kekuatan untuk bertahan di sini."

Pria tua itu tampak ragu sejenak sebelum melanjutkan. "Jika saya boleh bertanya, Tuan... apa rencana Anda untuk gadis itu?"

Lucas menoleh perlahan, menatap pria itu dengan sorot mata dingin. "Rencana? Tidak perlu terlalu jauh berpikir, Stefan. Dia ada di sini karena aku menginginkannya di sini."

Stefan menunduk, tidak berani membalas.

Lucas berdiri, meletakkan gelas bourbon di meja. Ia berjalan ke arah layar, menatap Emma yang kini berdiri di jendela dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Dia berbeda," ucap Lucas perlahan, hampir kepada dirinya sendiri. "Lemah, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang... menarik."

Stefan tetap diam, menunggu dengan sabar jika tuannya ingin menambahkan sesuatu.

Lucas menghela napas, berbalik menghadap Stefan. "Pastikan dia tidak pergi ke mana-mana. Aku ingin dia tetap berada di bawah pengawasan. Dan, Stefan..."

"Ya, Tuan?"

"Jangan biarkan dia tahu bahwa dia diawasi."

"Seperti perintah Anda, Tuan," jawab Stefan sebelum membungkuk dan keluar dari ruangan.

Setelah pintu menutup, Lucas kembali menatap layar CCTV. Ia memperbesar gambar, fokus pada wajah Emma yang terlihat putus asa. Matanya menyipit, mencoba membaca pikiran gadis itu.

---

Di kamar, Emma mulai merasa semakin gelisah. Ada sesuatu yang tidak beres, meskipun ia tidak bisa menjelaskan apa itu. Perasaan bahwa ia diawasi semakin kuat, seperti ada sepasang mata tak terlihat yang terus memperhatikannya.

Ia memutuskan untuk mencoba tidur, meskipun pikirannya masih dipenuhi ketakutan. Dengan langkah berat, ia merangkak ke tempat tidur, menarik selimut tebal hingga menutupi tubuhnya.

Namun, meskipun ia menutup matanya, rasa kantuk tidak kunjung datang. Bayangan Lucas dan perasaan asing tentang tempat ini terus mengusik pikirannya.

Di lantai bawah, Lucas mematikan layar CCTV, puas dengan apa yang ia lihat. Ia tahu malam ini Emma tidak akan melakukan hal bodoh. Lagipula, ia tidak memiliki tempat untuk pergi, dan Lucas telah memastikan bahwa setiap sudut kastil ini diawasi.

Bab terkait

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 04

    Hari demi hari berlalu dengan monoton. Emma hanya menghabiskan waktunya di kamar yang disediakan Lucas tanpa bisa bersosialisasi atau melihat sekeliling kastil. Ia merasa seperti burung yang dipenjara dalam sangkar mewah, dikelilingi oleh keindahan yang tidak memberinya kebebasan.Setiap pagi, seorang pelayan datang membawakan sarapan, diikuti dengan makan siang dan makan malam. Para pelayan yang bekerja di sana bersikap terlalu kaku dan dingin, hampir seperti robot yang hanya menjalankan tugas. Tidak ada percakapan hangat, tidak ada senyuman tulus. Ketika Emma mencoba bertanya tentang kastil ini atau tentang Lucas, mereka hanya menjawab dengan sopan, tetapi tanpa memberi informasi apa pun.Pada malam hari, ketika keheningan menyelimuti kastil, perasaan diawasi semakin kuat. Emma sering duduk di tepi tempat tidur, memandang keluar jendela, bertanya-tanya bagaimana nasibnya akan berakhir.Namun, di balik kesunyiannya, ia merasa mendapatkan sedikit kekuatan dari rutinitas yang stabil. S

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 05

    Lucas duduk di ruang kerjanya, memutar gelas bourbon dengan gerakan lambat. Pandangannya terfokus pada layar monitor yang menampilkan Emma berjalan perlahan di taman. Meski gadis itu tampak menikmati kebebasan kecilnya, Lucas tahu ia tetap berada dalam kendalinya."Dia terlihat lebih tenang sekarang," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia memiringkan kepala sedikit, memperhatikan bagaimana Emma berhenti untuk menyentuh air mancur. "Setidaknya taman itu tidak sia-sia."Ia menghela napas, pikirannya kembali ke malam ketika semuanya dimulai. Sebuah malam yang tak pernah ia rencanakan, tetapi mengubah segalanya.---Ruangan itu penuh sesak dengan suara obrolan para pria berjas mahal dan suara denting gelas-gelas kristal. Lucas duduk di salah satu sudut dengan tenang, mengamati barang-barang yang dilelang. Ia datang ke sini bukan untuk bersenang-senang, melainkan mencari sesuatu yang benar-benar menarik baginya—senjata kuno atau barang antik bernilai tinggi.Ket

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 06

    Emma duduk di pinggir tempat tidur sambil menggenggam kalung kecil di lehernya. Ruangan tempatnya tinggal kini adalah salah satu kamar paling mewah yang pernah ia lihat, dengan dinding berlapis panel kayu mahal, karpet tebal, dan jendela besar yang menghadap taman. Namun, setiap kali ia menatap ke luar, pagar tinggi yang mengelilingi properti itu selalu mengingatkannya bahwa ini bukan rumah—ini adalah penjara. Beberapa hari telah berlalu sejak malam itu, malam di mana kehidupannya berubah secara tiba-tiba. Sebelum ini, ia hanya seorang gadis desa sederhana yang mencoba bertahan hidup di kota besar. Namun, nasib kejam menyeretnya ke dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan. Dan sekarang, di bawah "perlindungan" Lucas, ia merasa seperti seekor burung yang dipelihara di dalam sangkar emas. "Burung kecil," gumam Emma pelan, mengingat bagaimana Lucas menyebutnya di suatu malam saat mereka kebetulan bertemu di taman. Ia tidak mengerti mengapa Lucas melakukan ini. Jika ia hanya ingin

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 07

    Malam itu, Emma berdiri di dekat jendela, matanya mengawasi gerakan para penjaga di luar sana. Ia sudah mempelajari pola mereka selama beberapa hari terakhir. Tidak sempurna, tetapi cukup untuk memberinya keberanian.Jantungnya berdebar keras. Ia tahu, malam ini adalah malamnya. Jika ia gagal, tidak ada lagi kesempatan kedua. Lucas mungkin tidak akan memberinya kelonggaran lagi jika ia tertangkap.Emma menghela napas panjang, menggenggam kalung di lehernya untuk terakhir kali sebagai pengingat akan tujuan utamanya. "Demi kebebasan," gumamnya pelan. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar dari kamar, menyelinap ke lorong panjang yang gelap dan sunyi.Lorong itu hampir gelap sepenuhnya, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil di dinding. Emma berjongkok, menghindari cahaya kamera yang bergerak perlahan dari satu sisi ke sisi lain. Ia telah mempelajari sudutnya, tahu kapan harus bergerak dan kapan harus berhenti.Beberapa menit berlalu seperti jam, s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 08

    Cahaya pagi mengintip perlahan melalui celah tirai kamar Emma. Ia duduk di sudut tempat tidur dengan kaki bersila, memeluk lututnya sendiri. Mata cokelatnya menatap lurus ke lantai, tetapi pikirannya melayang jauh. Semalam, ia gagal. Bukan hanya gagal melarikan diri, tapi juga gagal memahami orang yang kini mengurungnya. Lucas, pria yang lebih menyeramkan daripada semua penjaga bersenjata di rumah ini.Ketukan pelan di pintu memecah lamunannya. Emma tak menjawab, tetapi pintu itu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Marta, seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai pelayan di rumah ini. Marta masuk dengan langkah tenang, membawa nampan berisi makanan di tangannya. Aroma sup hangat memenuhi udara, tetapi Emma tidak bergeming.Marta meletakkan nampan itu di meja kecil di dekat jendela, lalu berbalik menghadap Emma. Matanya mengamati gadis muda itu dengan penuh rasa iba, tetapi juga dengan sedikit ketegasan."Kau tidak makan malam semalam," kata Marta d

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 09

    Malam kembali menyelimuti kediaman megah Lucas. Kali ini, Emma duduk di tepi tempat tidurnya, tubuhnya bersandar pada dinding dingin. Cahaya remang-remang dari lampu di sudut kamar membuat bayangannya memanjang di lantai, menambah kesan sunyi yang menyelimuti ruangan itu.Pikirannya kembali berputar, mencari celah untuk melarikan diri. Setiap langkah, setiap keputusan, harus diperhitungkan dengan matang. Kegagalan semalam adalah pengingat pahit bahwa kesalahan kecil bisa membawa konsekuensi besar.“Aku harus lebih cermat,” pikir Emma. Tatapannya tertuju pada pintu kamar yang terkunci, pikirannya berusaha menemukan kelemahan sistem yang ada. Ia tahu Lucas tidak akan membiarkan kesalahannya terulang.Dari tempatnya duduk, Emma bisa mendengar langkah berat penjaga yang sesekali melewati koridor. Langkah itu ritmis, seperti detak waktu yang perlahan menghitung mundur harapannya. Namun, kali ini, ia tidak akan gegabah.Emma berdiri, menghampiri jendela

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 10

    Di ruang kerjanya yang luas dan megah, Lucas berdiri membelakangi meja kerjanya, menatap keluar jendela besar yang menghadap ke taman. Gelas bourbon di tangannya hampir kosong, tetapi ia belum juga meneguknya. Ia hanya memutar gelas itu perlahan, mencoba menenangkan perasaan yang mendadak berkecamuk di dalam dadanya.Perasaan itu datang dengan tiba-tiba, membakar dirinya seperti api yang sulit dipadamkan. Kemarahan, frustasi, dan—entah bagaimana—sesuatu yang menyerupai kekecewaan.“Kenapa aku begitu peduli?” pikirnya sambil memejamkan mata. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya, mencoba mengendalikan emosi yang bahkan ia sendiri tidak sepenuhnya pahami.Emma. Nama itu berputar di pikirannya seperti mantra yang sulit diusir. Gadis itu hanyalah salah satu bagian kecil dari dunianya, dunia yang telah ia bangun dengan darah dan keringat selama bertahun-tahun. Tapi mengapa satu tindakan bodohnya membuatnya merasa terganggu seperti ini?Lucas menggel

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 11

    Kediaman Lucas tetap terasa seperti penjara meskipun dilengkapi kemewahan yang tak ada habisnya. Di balik tembok-tembok tinggi dan gerbang yang kokoh, Emma merasa semakin terperangkap dalam kehidupan yang tak pernah ia pilih. Pagi itu, seperti biasa, Emma merasakan kebosanan yang tak tertahankan. Ia terjaga lebih awal, duduk di tepi ranjang, memandang keluar jendela yang besar. Taman yang luas dan rimbun itu tampak tenang, seolah-olah mengundang Emma untuk berlari bebas. Namun, ia tahu ia harus lebih bijaksana. Setelah pelarian pertamanya yang gagal, ia tahu bahwa ia tidak bisa gegabah. Pelarian keduanya harus lebih matang, lebih terencana. Kali ini, ia tidak boleh lengah. "Selama ini, aku selalu terjebak dalam rutinitas yang sudah terbentuk," gumamnya pelan pada dirinya sendiri, menatap kalung yang melingkar di lehernya. Kalung itu adalah satu-satunya peninggalan neneknya, satu-satunya benda berharga yang masih ia miliki. Itu adalah pengingat akan rumah lamanya, akan kehi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-24

Bab terbaru

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 94 - Janji di Bawah Langit Malam [END]

    Emma menatap langit malam yang terbentang luas di atasnya. Kilauan bintang-bintang tampak berkelip di antara gelapnya malam, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Angin berembus lembut, membelai kulitnya dengan kesejukan yang menenangkan. Ia berdiri di samping Lucas, di sebuah bukit kecil yang menawarkan pemandangan kota dari kejauhan. Tempat ini begitu sunyi, seolah terpisah dari dunia yang penuh hiruk-pikuk di bawah sana. Emma mengerti bahwa Lucas tidak membawa dirinya ke sini tanpa alasan. "Tempat ini..." Emma membuka suara, memecah keheningan di antara mereka. "Kenapa kau membawaku ke sini?" Lucas mengalihkan pandangannya dari hamparan kota dan menatap Emma. "Ini tempat yang sering kudatangi saat aku butuh berpikir," jawabnya pelan. "Di sini, aku bisa merasa bebas. Tidak ada gangguan, tidak ada tekanan, hanya aku dan pikiranku sendiri." Emma mengangguk mengerti. Ia bisa merasakan ketenangan yang sama. Dalam sebulan terakhir, hidup mereka penuh dengan kekacauan. Konflik

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 93 - Masa Depan yang Baru

    Matahari baru saja terbit di ufuk timur, menyapu kediaman Lucas dengan cahaya keemasan yang lembut. Setelah malam yang panjang dan penuh ketegangan, pagi ini terasa lebih tenang. Tidak ada lagi ancaman yang membayangi, tidak ada lagi pertarungan yang harus dihadapi. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Lucas bisa menarik napas lega.Ia berdiri di balkon kamarnya, menatap hamparan taman di bawah sana. Udara pagi yang sejuk menyentuh wajahnya, membawa aroma embun yang menyegarkan. Namun, pikirannya masih terpusat pada satu hal—Emma.Wanita itu telah melalui begitu banyak hal. Ia terluka karena menjadi bagian dari dunianya, dunia yang penuh dengan bahaya dan intrik. Tetapi, meskipun demikian, Emma tidak pernah menunjukkan penyesalan. Ia tetap berada di sisinya, menghadapi semuanya dengan keteguhan hati yang luar biasa.Lucas tahu, ada satu hal yang harus ia lakukan sekarang.Tanpa ragu, ia melangkah keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar te

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 92 - Penerimaan Antonio Aldrin

    Malam di kediaman Lucas begitu sunyi. Udara dingin menyusup melalui jendela besar di ruang kerjanya, tetapi pria itu tetap duduk tegak di balik meja kayu besar, menatap laporan-laporan yang tersusun rapi di hadapannya. Setelah semua konflik yang ia hadapi, organisasi mulai kembali stabil. Ia telah menyingkirkan Morelli dan Vasquez, membuktikan bahwa ia bukan pemimpin yang bisa diremehkan. Namun, Lucas tahu bahwa masih ada satu orang lagi yang harus ia hadapi—ayahnya.Seakan menjawab pikirannya, ketukan keras terdengar di pintu ruang kerjanya. Lucas tidak terkejut. Ia sudah menduga bahwa cepat atau lambat pria itu akan datang menemuinya."Masuk," katanya, suaranya tetap dingin dan terkendali.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Antonio Aldrin. Meski usianya sudah semakin tua, auranya masih menekan, menandakan bahwa ia adalah seseorang yang telah lama terbiasa dengan kekuasaan. Namun, malam ini, ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Sorot matanya t

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 91 - Langkah Terakhir

    Malam sudah larut, tetapi Lucas masih duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terhampar di mejanya. Titik-titik merah menandai lokasi para sisa anak buah Morelli dan Vasquez yang masih berkeliaran. Beberapa di antara mereka sudah melarikan diri ke luar negeri, tetapi sebagian kecil masih bertahan, berusaha mencari perlindungan.Lucas menghela napas panjang. Satu langkah lagi, dan ini semua akan selesai.Pintu ruang kerja terbuka tanpa ketukan. Stefan masuk dengan ekspresi tegas. "Semuanya sudah siap. Anak buah kita sudah berada di posisi masing-masing."Lucas mengangguk, lalu berdiri. "Bagus. Pastikan tidak ada celah bagi mereka untuk melarikan diri.""Kita juga sudah mengamankan jalur komunikasi mereka. Jika mereka mencoba meminta bantuan, pesan itu tidak akan pernah sampai," tambah Stefan.Lucas menyeringai kecil. "Kali ini, aku ingin memastikan mereka tidak punya tempat untuk kembali."Stefan menatapnya sejenak sebelu

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 90 - Langkah Baru

    Pagi menjelang dengan tenang di kediaman Lucas. Sinar matahari keemasan menyelinap melalui celah-celah jendela besar, menerangi ruangan dengan kehangatan yang lembut. Suara burung di kejauhan terdengar samar, berpadu dengan desiran angin yang berembus perlahan.Emma membuka matanya perlahan. Rasanya tubuhnya lebih ringan, meski masih ada sedikit nyeri di lengannya yang belum sepenuhnya pulih. Saat ia menggerakkan kepalanya, matanya langsung menemukan sosok Lucas yang masih duduk di sampingnya, menatapnya dengan ekspresi lembut."Kau tidak tidur?" suara Emma serak karena baru bangun.Lucas menggeleng pelan. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."Emma tersenyum kecil. Ia tahu Lucas masih merasa cemas, tetapi ia juga tahu pria itu tidak akan mengatakannya secara langsung. Jadi, ia hanya meraih tangan Lucas dan menggenggamnya erat. "Aku sudah lebih baik. Kau tidak perlu terus mengkhawatirkanku."Lucas menghela napas, lalu akhirnya i

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 89 - Sisa-Sisa Pengkhianatan

    Malam telah larut ketika Lucas duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terbentang di atas meja. Wilayah kekuasaan yang sebelumnya dikuasai Morelli dan Vasquez kini sepenuhnya berada di bawah kendalinya. Namun, meskipun kedua orang itu telah ditangkap dan dihabisi, Lucas tahu bahwa masalah tidak berhenti di situ. Stefan berdiri di sampingnya, melaporkan perkembangan terbaru. "Beberapa anggota bawahan Morelli dan Vasquez masih bertahan. Mereka kehilangan pemimpin, tetapi tidak kehilangan ambisi." Lucas menghela napas. "Aku sudah menduga ini. Mereka tidak akan menyerah begitu saja." "Tepat," Stefan mengangguk. "Ada laporan bahwa sebagian dari mereka mencoba membentuk kelompok baru. Mereka masih belum cukup kuat untuk menantang kita secara langsung, tetapi jika dibiarkan, mereka bisa menjadi ancaman dalam beberapa bulan ke depan." Lucas menatap peta di hadapannya. "Siapa pemimpin mereka sekarang?" Stefan

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 88 - Harga Sebuah Penghianatan

    Ruangan itu gelap dan dingin, hanya diterangi oleh satu lampu gantung yang menggantung rendah di langit-langit, memberikan cahaya redup yang membuat bayangan panjang di dinding. Bau debu bercampur darah masih terasa di udara, dan suara napas berat memenuhi keheningan.Di tengah ruangan, dua pria yang terikat pada kursi dengan tangan ke belakang tampak gemetar. Morelli dan Vasquez, dua pemimpin organisasi yang berani mengkhianati Lucas, kini tidak lebih dari bayangan diri mereka yang dulu.Lucas berdiri di depan mereka, mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang digulung hingga siku. Matanya dingin, penuh ketegasan. Ia tidak langsung berbicara, membiarkan ketegangan menggantung di udara, membiarkan ketakutan menyusup ke dalam tulang kedua pria itu.Stefan berdiri di sudut ruangan, mengamati dengan ekspresi santai, tetapi matanya penuh kewaspadaan. Beberapa anak buah Lucas berjaga di sekitar, memastikan tidak ada celah bagi Morelli dan Vasquez untuk melarikan diri.Akhirnya, Lucas menar

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 87 - Amarah yang Belum Reda

    Suasana di dalam kastil terasa tegang. Para penjaga masih berjaga di berbagai sudut, memastikan tidak ada lagi penyusup yang berkeliaran. Stefan telah memerintahkan pembersihan menyeluruh, tetapi atmosfer tetap dipenuhi ketegangan.Di dalam salah satu kamar di sayap barat, Emma terbaring di tempat tidur dengan perban yang melingkari bahunya. Dokter pribadi keluarga Aldrin baru saja selesai membersihkan dan menutup lukanya.Meskipun bukan luka yang fatal, rasa nyeri masih terasa setiap kali Emma bergerak. Namun, yang lebih mengganggunya bukanlah rasa sakit itu sendiri—melainkan ekspresi Lucas.Ia berdiri di sudut ruangan, diam, dengan ekspresi yang gelap dan penuh kemarahan yang tertahan.“Lucas…” Emma memanggil pelan.Lucas tidak segera menjawab. Ia hanya menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba memastikan bahwa Emma benar-benar masih di sana, masih bernapas, masih hidup.Butuh beberapa saat sebelum ia akhirnya mendekat. Ia duduk d

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 86 - Amarah yang Tak Terbendung

    Dunia seakan melambat saat suara tembakan bergema di luar kastil. Emma menatap keluar jendela dengan mata membelalak, napasnya tertahan melihat beberapa pria bersenjata yang mulai menyerbu area luar.Pelayan yang tadi bersamanya langsung menarik tangannya. “Nona, kita harus pergi! Ini berbahaya!”Emma tersentak dari keterkejutannya dan mengangguk cepat. Mereka berdua bergegas melewati koridor kastil yang panjang, tetapi baru beberapa langkah, suara ledakan kecil terdengar dari luar, mengguncang dinding-dinding kastil.Panik mulai menjalari tubuh Emma. “Lucas! Aku harus menemui Lucas!”“Tuan Lucas pasti sudah bergerak!” Pelayan itu mencoba menenangkannya, tetapi suara alarm yang mulai meraung di seluruh kastil membuat situasi semakin mencekam.Para penjaga segera bergerak, mengambil posisi untuk mempertahankan kastil dari serangan mendadak ini. Emma bisa melihat beberapa orang berlari menuju titik pertahanan, dan di tengah kekacauan itu, ia merasakan ketakutan yang luar biasa.Namun, s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status