Share

Bab 03

Penulis: Dayu SA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 13:38:39

Malam itu terasa lebih panjang daripada biasanya. Jam antik di sudut ruangan berdentang sekali, menandakan waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. 

Emma masih terduduk di tepi tempat tidur, pikirannya melayang-layang antara rasa takut dan kebingungan. Segalanya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung, hanya saja ia sadar sepenuhnya bahwa ini adalah kenyataan.

Ruangan tempatnya berada terlihat seperti kamar dari abad ke-18. Tempat tidur berkanopi dengan tirai sutra melingkupi sisi-sisinya, sementara dinding dihiasi dengan wallpaper bermotif bunga yang sudah mulai pudar. 

Cermin besar berdiri di sudut, bingkainya terbuat dari kayu berukir yang terlihat sangat kuno. Cahaya lampu gantung kristal yang redup memberikan kesan suram pada ruangan ini.

Emma berjalan pelan ke arah jendela besar yang tertutup tirai tebal. Ia menyibakkan tirai itu dengan hati-hati, mengintip ke luar. Gelap. Tidak ada apa-apa selain taman yang luas, dihiasi dengan patung-patung marmer yang sebagian tertutup lumut. Langit malam mendung, hampir tidak ada bintang yang terlihat.

Emma menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Namun, bayangan Lucas kembali menghantui pikirannya. Senyum dinginnya, tatapan tajamnya, dan cara pria itu memperkenalkan dirinya dengan penuh dominasi—semua itu membuat Emma merasa kecil dan tidak berdaya.

"Kenapa aku harus berada di sini?" bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar.

Pikirannya kembali ke masa lalu, mencoba mencari alasan bagaimana ia bisa terjebak dalam situasi ini. 

Suara langkah kaki terdengar. Langkah kaki itu terdengar begitu jelas di malam yang begitu hening.

Emma tersentak, membalikkan tubuhnya dengan cepat. Suara itu berasal dari lorong di luar kamarnya. Gadis itu menahan napas, berusaha mendengarkan lebih jelas. Langkah kaki itu berat, teratur, dan mendekat ke pintu kamarnya.

Ketika suara itu berhenti tepat di depan pintu, jantung Emma berdegup kencang. Ia mundur perlahan, kembali ke tempat tidur, mencoba mencari tempat untuk bersembunyi. Namun sebelum ia sempat melakukan apa pun, pintu terbuka perlahan, memperlihatkan seorang wanita paruh baya dengan seragam hitam sederhana.

"Maaf jika aku mengganggu," kata wanita itu dengan suara lembut. "Namaku Marta. Aku ditugaskan untuk memastikan kebutuhanmu terpenuhi."

Emma menatap Marta dengan waspada. Wanita itu membawa nampan berisi semangkuk sup panas dan sepotong roti.

"Ini untukmu," kata Marta lagi, melangkah masuk dan meletakkan nampan itu di meja kecil dekat tempat tidur.

Emma tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya mengamati gerakan Marta yang lembut namun penuh kehati-hatian, seperti seseorang yang terbiasa bekerja di bawah tekanan.

"Kau tidak perlu takut," tambah Marta, seolah memahami ketakutan Emma. "Aku hanya seorang pelayan di sini."

"Apa... apa yang sebenarnya terjadi?" suara Emma akhirnya keluar, meskipun terdengar serak.

Marta berhenti sejenak, menatap Emma dengan raut wajah yang sulit diartikan. "Kau aman di sini, selama kau patuh pada aturan," jawabnya akhirnya.

Emma ingin bertanya lebih jauh, tetapi tatapan Marta seolah memperingatkannya untuk tidak menggali lebih dalam. Wanita itu hanya tersenyum tipis sebelum melangkah keluar dari kamar, menutup pintu dengan pelan di belakangnya.

Emma memandang sup di meja. Perutnya kosong, tetapi rasa takut membuatnya ragu untuk menyentuh makanan itu. Bagaimana jika makanan itu beracun? Bagaimana jika ini semua adalah bagian dari rencana Lucas untuk menghancurkannya secara perlahan?

Namun, setelah beberapa menit berlalu, rasa lapar akhirnya mengalahkan rasa takutnya. Emma mengambil sendok dan mulai memakan sup itu dengan hati-hati. Rasanya lezat, jauh lebih baik daripada makanan yang biasa ia makan di rumah.

Setelah selesai, ia kembali duduk di tepi tempat tidur, mencoba memahami situasinya. Pikiran tentang Lucas dan kata-katanya terus berputar di kepalanya. "Kau milikku sekarang," ucapan pria itu terngiang-ngiang di telinganya, membuat Emma merasa seperti sebuah barang yang bisa diperjualbelikan

"Apa yang akan terjadi padaku di sini?" bisiknya, hampir tak terdengar.

Namun, Emma tidak tahu bahwa di ruangan lain, Lucas sedang mengawasinya dengan intens.

---

Di lantai bawah, di salah satu ruangan yang tersembunyi di dalam kastil besar ini, Lucas duduk di kursi kulit besar di depan meja kayu yang penuh dokumen. Dinding ruangannya dihiasi rak buku tinggi yang dipenuhi volume tebal, sementara lampu meja memberikan pencahayaan hangat pada ruangan tersebut.

Namun, perhatian Lucas sepenuhnya terfokus pada layar besar di depannya, yang menampilkan rekaman CCTV dari kamar Emma. Ia melihat setiap gerakannya—dari saat Emma duduk dengan gelisah di tempat tidur hingga ketika ia berjalan mendekati jendela.

Lucas menyandarkan tubuhnya ke kursi, satu tangan memegang segelas bourbon, sementara tangan lainnya mengetuk-ngetuk lengan kursi dengan pelan. Ada senyum kecil di wajahnya, tetapi senyuman itu tidak memancarkan kebaikan.

"Dia seperti anak rusa yang tersesat," gumamnya pelan, nada suaranya setengah mengejek, setengah terpesona.

Seorang pria tua dengan seragam hitam memasuki ruangan, membungkuk hormat sebelum berbicara. "Tuan Lucas, Marta telah memastikan dia makan malam."

Lucas mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari layar. "Bagus. Dia butuh kekuatan untuk bertahan di sini."

Pria tua itu tampak ragu sejenak sebelum melanjutkan. "Jika saya boleh bertanya, Tuan... apa rencana Anda untuk gadis itu?"

Lucas menoleh perlahan, menatap pria itu dengan sorot mata dingin. "Rencana? Tidak perlu terlalu jauh berpikir, Stefan. Dia ada di sini karena aku menginginkannya di sini."

Stefan menunduk, tidak berani membalas.

Lucas berdiri, meletakkan gelas bourbon di meja. Ia berjalan ke arah layar, menatap Emma yang kini berdiri di jendela dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Dia berbeda," ucap Lucas perlahan, hampir kepada dirinya sendiri. "Lemah, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang... menarik."

Stefan tetap diam, menunggu dengan sabar jika tuannya ingin menambahkan sesuatu.

Lucas menghela napas, berbalik menghadap Stefan. "Pastikan dia tidak pergi ke mana-mana. Aku ingin dia tetap berada di bawah pengawasan. Dan, Stefan..."

"Ya, Tuan?"

"Jangan biarkan dia tahu bahwa dia diawasi."

"Seperti perintah Anda, Tuan," jawab Stefan sebelum membungkuk dan keluar dari ruangan.

Setelah pintu menutup, Lucas kembali menatap layar CCTV. Ia memperbesar gambar, fokus pada wajah Emma yang terlihat putus asa. Matanya menyipit, mencoba membaca pikiran gadis itu.

---

Di kamar, Emma mulai merasa semakin gelisah. Ada sesuatu yang tidak beres, meskipun ia tidak bisa menjelaskan apa itu. Perasaan bahwa ia diawasi semakin kuat, seperti ada sepasang mata tak terlihat yang terus memperhatikannya.

Ia memutuskan untuk mencoba tidur, meskipun pikirannya masih dipenuhi ketakutan. Dengan langkah berat, ia merangkak ke tempat tidur, menarik selimut tebal hingga menutupi tubuhnya.

Namun, meskipun ia menutup matanya, rasa kantuk tidak kunjung datang. Bayangan Lucas dan perasaan asing tentang tempat ini terus mengusik pikirannya.

Di lantai bawah, Lucas mematikan layar CCTV, puas dengan apa yang ia lihat. Ia tahu malam ini Emma tidak akan melakukan hal bodoh. Lagipula, ia tidak memiliki tempat untuk pergi, dan Lucas telah memastikan bahwa setiap sudut kastil ini diawasi.

Bab terkait

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 04

    Hari demi hari berlalu dengan monoton. Emma hanya menghabiskan waktunya di kamar yang disediakan Lucas tanpa bisa bersosialisasi atau melihat sekeliling kastil. Ia merasa seperti burung yang dipenjara dalam sangkar mewah, dikelilingi oleh keindahan yang tidak memberinya kebebasan.Setiap pagi, seorang pelayan datang membawakan sarapan, diikuti dengan makan siang dan makan malam. Para pelayan yang bekerja di sana bersikap terlalu kaku dan dingin, hampir seperti robot yang hanya menjalankan tugas. Tidak ada percakapan hangat, tidak ada senyuman tulus. Ketika Emma mencoba bertanya tentang kastil ini atau tentang Lucas, mereka hanya menjawab dengan sopan, tetapi tanpa memberi informasi apa pun.Pada malam hari, ketika keheningan menyelimuti kastil, perasaan diawasi semakin kuat. Emma sering duduk di tepi tempat tidur, memandang keluar jendela, bertanya-tanya bagaimana nasibnya akan berakhir.Namun, di balik kesunyiannya, ia merasa mendapatkan sedikit kekuatan dari rutinitas yang stabil. S

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 05

    Lucas duduk di ruang kerjanya, memutar gelas bourbon dengan gerakan lambat. Pandangannya terfokus pada layar monitor yang menampilkan Emma berjalan perlahan di taman. Meski gadis itu tampak menikmati kebebasan kecilnya, Lucas tahu ia tetap berada dalam kendalinya."Dia terlihat lebih tenang sekarang," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia memiringkan kepala sedikit, memperhatikan bagaimana Emma berhenti untuk menyentuh air mancur. "Setidaknya taman itu tidak sia-sia."Ia menghela napas, pikirannya kembali ke malam ketika semuanya dimulai. Sebuah malam yang tak pernah ia rencanakan, tetapi mengubah segalanya.---Ruangan itu penuh sesak dengan suara obrolan para pria berjas mahal dan suara denting gelas-gelas kristal. Lucas duduk di salah satu sudut dengan tenang, mengamati barang-barang yang dilelang. Ia datang ke sini bukan untuk bersenang-senang, melainkan mencari sesuatu yang benar-benar menarik baginya—senjata kuno atau barang antik bernilai tinggi.Ket

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 06

    Emma duduk di pinggir tempat tidur sambil menggenggam kalung kecil di lehernya. Ruangan tempatnya tinggal kini adalah salah satu kamar paling mewah yang pernah ia lihat, dengan dinding berlapis panel kayu mahal, karpet tebal, dan jendela besar yang menghadap taman. Namun, setiap kali ia menatap ke luar, pagar tinggi yang mengelilingi properti itu selalu mengingatkannya bahwa ini bukan rumah—ini adalah penjara. Beberapa hari telah berlalu sejak malam itu, malam di mana kehidupannya berubah secara tiba-tiba. Sebelum ini, ia hanya seorang gadis desa sederhana yang mencoba bertahan hidup di kota besar. Namun, nasib kejam menyeretnya ke dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan. Dan sekarang, di bawah "perlindungan" Lucas, ia merasa seperti seekor burung yang dipelihara di dalam sangkar emas. "Burung kecil," gumam Emma pelan, mengingat bagaimana Lucas menyebutnya di suatu malam saat mereka kebetulan bertemu di taman. Ia tida

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 07

    Malam itu, Emma berdiri di dekat jendela, matanya mengawasi gerakan para penjaga di luar sana. Ia sudah mempelajari pola mereka selama beberapa hari terakhir. Tidak sempurna, tetapi cukup untuk memberinya keberanian.Jantungnya berdebar keras. Ia tahu, malam ini adalah malamnya. Jika ia gagal, tidak ada lagi kesempatan kedua. Lucas mungkin tidak akan memberinya kelonggaran lagi jika ia tertangkap.Emma menghela napas panjang, menggenggam kalung di lehernya untuk terakhir kali sebagai pengingat akan tujuan utamanya. "Demi kebebasan," gumamnya pelan. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar dari kamar, menyelinap ke lorong panjang yang gelap dan sunyi.Lorong itu hampir gelap sepenuhnya, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil di dinding. Emma berjongkok, menghindari cahaya kamera yang bergerak perlahan dari satu sisi ke sisi lain. Ia telah mempelajari sudutnya, tahu kapan harus bergerak dan kapan harus berhenti.Beberapa menit berlalu seperti jam, s

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 01

    Emma meringkuk di sudut ruangan yang remang-remang, memeluk tubuhnya sendiri, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Pandangan para pria di ruangan itu membuatnya merasa telanjang meskipun ia mengenakan pakaian. Gaun sederhana berwarna putih yang diberikan oleh wanita itu terasa seperti jaring laba-laba yang melekat di tubuhnya, terlalu tipis dan membuatnya terlihat mencolok.Lampu-lampu neon yang berpendar berwarna merah dan ungu menghiasi ruangan penuh asap rokok, dengan musik yang berdentum keras memekakkan telinga. Ia merasa seperti seekor rusa yang tersesat di tengah hutan para pemangsa."Hei, lihat gadis itu," salah satu pria di dekat pintu berbisik kepada temannya. "Dia terlihat seperti rusa kecil yang ketakutan.""Rusa? Dia lebih seperti boneka porselen yang akan pecah," balas temannya, tertawa kecil. Suara mereka menusuk telinga Emma, membuatnya merasa semakin terpojok.Emma meremas gaun itu dengan kedua tangannya, mencoba meredakan gemetar yang tak bisa ia kendalikan. "Ken

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 02

    Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan stabil di jalan yang sepi. Tidak ada suara selain deru mesin dan napas Emma yang masih berat. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena trauma dari malam itu, tetapi juga karena kehadiran pria misterius yang duduk di sebelahnya.Pria itu mengenakan setelan serba hitam yang rapi, membuatnya terlihat seperti pria dari dunia lain. Namun, topeng yang masih menutupi sebagian wajahnya membuat pria itu terlihat semakin menyeramkan. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya selama perjalanan.Emma melirik keluar jendela, berharap melihat sesuatu yang familiar—sebuah tanda bahwa ia masih berada di dunia nyata. Namun yang terlihat hanya gelapnya malam, ditemani cahaya bulan samar yang memantulkan bayangan pohon-pohon tinggi di sepanjang jalan."Aku tahu apa yang ada di kepalamu," suara pria itu tiba-tiba memecah kesunyian, datar namun tajam.Emma tersentak, menoleh dengan cepat. Ia tidak berani menjawab."Jangan berpikir untuk melarikan diri," lanjutnya,

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 07

    Malam itu, Emma berdiri di dekat jendela, matanya mengawasi gerakan para penjaga di luar sana. Ia sudah mempelajari pola mereka selama beberapa hari terakhir. Tidak sempurna, tetapi cukup untuk memberinya keberanian.Jantungnya berdebar keras. Ia tahu, malam ini adalah malamnya. Jika ia gagal, tidak ada lagi kesempatan kedua. Lucas mungkin tidak akan memberinya kelonggaran lagi jika ia tertangkap.Emma menghela napas panjang, menggenggam kalung di lehernya untuk terakhir kali sebagai pengingat akan tujuan utamanya. "Demi kebebasan," gumamnya pelan. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar dari kamar, menyelinap ke lorong panjang yang gelap dan sunyi.Lorong itu hampir gelap sepenuhnya, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil di dinding. Emma berjongkok, menghindari cahaya kamera yang bergerak perlahan dari satu sisi ke sisi lain. Ia telah mempelajari sudutnya, tahu kapan harus bergerak dan kapan harus berhenti.Beberapa menit berlalu seperti jam, s

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 06

    Emma duduk di pinggir tempat tidur sambil menggenggam kalung kecil di lehernya. Ruangan tempatnya tinggal kini adalah salah satu kamar paling mewah yang pernah ia lihat, dengan dinding berlapis panel kayu mahal, karpet tebal, dan jendela besar yang menghadap taman. Namun, setiap kali ia menatap ke luar, pagar tinggi yang mengelilingi properti itu selalu mengingatkannya bahwa ini bukan rumah—ini adalah penjara. Beberapa hari telah berlalu sejak malam itu, malam di mana kehidupannya berubah secara tiba-tiba. Sebelum ini, ia hanya seorang gadis desa sederhana yang mencoba bertahan hidup di kota besar. Namun, nasib kejam menyeretnya ke dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan. Dan sekarang, di bawah "perlindungan" Lucas, ia merasa seperti seekor burung yang dipelihara di dalam sangkar emas. "Burung kecil," gumam Emma pelan, mengingat bagaimana Lucas menyebutnya di suatu malam saat mereka kebetulan bertemu di taman. Ia tida

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 05

    Lucas duduk di ruang kerjanya, memutar gelas bourbon dengan gerakan lambat. Pandangannya terfokus pada layar monitor yang menampilkan Emma berjalan perlahan di taman. Meski gadis itu tampak menikmati kebebasan kecilnya, Lucas tahu ia tetap berada dalam kendalinya."Dia terlihat lebih tenang sekarang," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia memiringkan kepala sedikit, memperhatikan bagaimana Emma berhenti untuk menyentuh air mancur. "Setidaknya taman itu tidak sia-sia."Ia menghela napas, pikirannya kembali ke malam ketika semuanya dimulai. Sebuah malam yang tak pernah ia rencanakan, tetapi mengubah segalanya.---Ruangan itu penuh sesak dengan suara obrolan para pria berjas mahal dan suara denting gelas-gelas kristal. Lucas duduk di salah satu sudut dengan tenang, mengamati barang-barang yang dilelang. Ia datang ke sini bukan untuk bersenang-senang, melainkan mencari sesuatu yang benar-benar menarik baginya—senjata kuno atau barang antik bernilai tinggi.Ket

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 04

    Hari demi hari berlalu dengan monoton. Emma hanya menghabiskan waktunya di kamar yang disediakan Lucas tanpa bisa bersosialisasi atau melihat sekeliling kastil. Ia merasa seperti burung yang dipenjara dalam sangkar mewah, dikelilingi oleh keindahan yang tidak memberinya kebebasan.Setiap pagi, seorang pelayan datang membawakan sarapan, diikuti dengan makan siang dan makan malam. Para pelayan yang bekerja di sana bersikap terlalu kaku dan dingin, hampir seperti robot yang hanya menjalankan tugas. Tidak ada percakapan hangat, tidak ada senyuman tulus. Ketika Emma mencoba bertanya tentang kastil ini atau tentang Lucas, mereka hanya menjawab dengan sopan, tetapi tanpa memberi informasi apa pun.Pada malam hari, ketika keheningan menyelimuti kastil, perasaan diawasi semakin kuat. Emma sering duduk di tepi tempat tidur, memandang keluar jendela, bertanya-tanya bagaimana nasibnya akan berakhir.Namun, di balik kesunyiannya, ia merasa mendapatkan sedikit kekuatan dari rutinitas yang stabil. S

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 03

    Malam itu terasa lebih panjang daripada biasanya. Jam antik di sudut ruangan berdentang sekali, menandakan waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Emma masih terduduk di tepi tempat tidur, pikirannya melayang-layang antara rasa takut dan kebingungan. Segalanya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung, hanya saja ia sadar sepenuhnya bahwa ini adalah kenyataan.Ruangan tempatnya berada terlihat seperti kamar dari abad ke-18. Tempat tidur berkanopi dengan tirai sutra melingkupi sisi-sisinya, sementara dinding dihiasi dengan wallpaper bermotif bunga yang sudah mulai pudar. Cermin besar berdiri di sudut, bingkainya terbuat dari kayu berukir yang terlihat sangat kuno. Cahaya lampu gantung kristal yang redup memberikan kesan suram pada ruangan ini.Emma berjalan pelan ke arah jendela besar yang tertutup tirai tebal. Ia menyibakkan tirai itu dengan hati-hati, mengintip ke luar. Gelap. Tidak ada apa-apa selain taman yang luas, dihiasi dengan patung-patung marmer yang sebagian tertu

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 02

    Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan stabil di jalan yang sepi. Tidak ada suara selain deru mesin dan napas Emma yang masih berat. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena trauma dari malam itu, tetapi juga karena kehadiran pria misterius yang duduk di sebelahnya.Pria itu mengenakan setelan serba hitam yang rapi, membuatnya terlihat seperti pria dari dunia lain. Namun, topeng yang masih menutupi sebagian wajahnya membuat pria itu terlihat semakin menyeramkan. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya selama perjalanan.Emma melirik keluar jendela, berharap melihat sesuatu yang familiar—sebuah tanda bahwa ia masih berada di dunia nyata. Namun yang terlihat hanya gelapnya malam, ditemani cahaya bulan samar yang memantulkan bayangan pohon-pohon tinggi di sepanjang jalan."Aku tahu apa yang ada di kepalamu," suara pria itu tiba-tiba memecah kesunyian, datar namun tajam.Emma tersentak, menoleh dengan cepat. Ia tidak berani menjawab."Jangan berpikir untuk melarikan diri," lanjutnya,

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 01

    Emma meringkuk di sudut ruangan yang remang-remang, memeluk tubuhnya sendiri, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Pandangan para pria di ruangan itu membuatnya merasa telanjang meskipun ia mengenakan pakaian. Gaun sederhana berwarna putih yang diberikan oleh wanita itu terasa seperti jaring laba-laba yang melekat di tubuhnya, terlalu tipis dan membuatnya terlihat mencolok.Lampu-lampu neon yang berpendar berwarna merah dan ungu menghiasi ruangan penuh asap rokok, dengan musik yang berdentum keras memekakkan telinga. Ia merasa seperti seekor rusa yang tersesat di tengah hutan para pemangsa."Hei, lihat gadis itu," salah satu pria di dekat pintu berbisik kepada temannya. "Dia terlihat seperti rusa kecil yang ketakutan.""Rusa? Dia lebih seperti boneka porselen yang akan pecah," balas temannya, tertawa kecil. Suara mereka menusuk telinga Emma, membuatnya merasa semakin terpojok.Emma meremas gaun itu dengan kedua tangannya, mencoba meredakan gemetar yang tak bisa ia kendalikan. "Ken

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status