Share

Bab 05

Author: Dayu SA
last update Last Updated: 2025-01-08 13:40:27

Lucas duduk di ruang kerjanya, memutar gelas bourbon dengan gerakan lambat. Pandangannya terfokus pada layar monitor yang menampilkan Emma berjalan perlahan di taman. Meski gadis itu tampak menikmati kebebasan kecilnya, Lucas tahu ia tetap berada dalam kendalinya.

"Dia terlihat lebih tenang sekarang," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia memiringkan kepala sedikit, memperhatikan bagaimana Emma berhenti untuk menyentuh air mancur. "Setidaknya taman itu tidak sia-sia."

Ia menghela napas, pikirannya kembali ke malam ketika semuanya dimulai. Sebuah malam yang tak pernah ia rencanakan, tetapi mengubah segalanya.

---

Ruangan itu penuh sesak dengan suara obrolan para pria berjas mahal dan suara denting gelas-gelas kristal. Lucas duduk di salah satu sudut dengan tenang, mengamati barang-barang yang dilelang. Ia datang ke sini bukan untuk bersenang-senang, melainkan mencari sesuatu yang benar-benar menarik baginya—senjata kuno atau barang antik bernilai tinggi.

Ketika daftar barang hampir selesai, ia mulai merasa bosan. Namun, kemudian suara berat dari pelelang menggema di seluruh ruangan, menarik kembali perhatiannya.

"Kami memiliki sesuatu yang sangat spesial untuk malam ini," ucap pria itu, senyumnya penuh arti. "Bukan barang biasa. Tapi... hidup. Segar. Murni."

Lucas mengangkat alis, merasa terganggu oleh cara pria itu berbicara. Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, sebuah pintu di ujung ruangan terbuka, dan dua pria membawa seorang gadis masuk.

Gadis itu mengenakan gaun tipis yang kusut, rambutnya berantakan, dan tubuhnya gemetar hebat. Ia meringkuk, seperti berusaha membuat dirinya sekecil mungkin. Matanya merah dan basah oleh air mata, tetapi ada ketegaran samar dalam sorotannya—sebuah percikan kecil yang seolah-olah menolak menyerah pada nasibnya.

Ketika gadis itu dibawa masuk, Lucas menyandarkan tubuhnya di kursi, mencoba memahami apa yang sebenarnya sedang ia rasakan. Ia tidak menyukai cara pria-pria di ruangan itu memandang gadis itu—seolah-olah ia hanyalah barang dagangan tanpa jiwa.

"Apakah ini lelucon?" bisik salah satu pria di meja sebelahnya, terdengar geli. "Kita datang untuk seni dan barang antik, bukan untuk... ini."

Lucas hanya mendengarnya sepintas, tetapi matanya tetap terpaku pada gadis itu. Ketika pelelang mulai memamerkan "barang dagangan" mereka, suasana ruangan berubah menjadi semakin tidak nyaman bagi Lucas.

Lucas terdiam, matanya terpaku pada gadis itu. Sesuatu dalam dirinya terguncang. Ia telah melihat banyak hal dalam hidupnya—lebih dari yang ia inginkan—tetapi pemandangan ini terasa berbeda.

"Ini adalah tawaran utama malam ini," pelelang melanjutkan dengan nada penuh antusiasme. "Seorang gadis muda yang masih murni. Koleksi terbaru dari Madam Marissa. Dia bisa menjadi pelayan pribadi, atau mungkin... lebih."

Tawa kecil terdengar dari beberapa pria di ruangan, tetapi Lucas tidak tertawa. Ia meneguk bourbonnya, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang mulai muncul.

Ketika angka-angka mulai disebutkan, Lucas tetap diam. Hingga salah satu pria di meja depan menyebutkan tawaran dengan nada penuh arogansi. Seorang pria hidung belang dengan perut buncit yang sangat mengganggu pemandangan.

"Lima puluh juta," katanya.

Gadis itu tersentak, tubuhnya semakin gemetar. Ia memandangi lantai, tetapi air matanya terus mengalir.

Lucas mengepalkan tangannya di bawah meja. Ia tidak tahu apa yang terjadi dalam dirinya, tetapi membayangkan gadis itu jatuh ke tangan pria seperti itu membuatnya merasa muak.

"Seratus juta," suara Lucas akhirnya terdengar, tenang tetapi tegas.

Ruangan menjadi sunyi. Semua kepala menoleh ke arahnya.

Pelelang terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar. "Seratus juta dari Tuan bertopeng di sudut ruangan! Apakah ada yang ingin menawar lebih tinggi?"

Tidak ada yang menjawab. Tidak ada yang berani membeli sesuatu dengan angka setinggi itu.

"Kalau begitu, gadis ini milik Anda," pelelang akhirnya mengumumkan.

Lucas berdiri perlahan, langkahnya mantap saat ia mendekati gadis itu. Gadis itu mengangkat kepala sedikit, tatapannya penuh kebingungan dan ketakutan.

Lucas berhenti di depannya, menatap matanya langsung. Untuk sesaat, tidak ada yang berbicara.

"Ayo," katanya singkat, isyarat kepada anak buahnya untuk membawa gadis itu pergi.

___

Lucas mengusap wajahnya, berusaha membuang pikiran yang mengganggunya. Ia meneguk bourbonnya dan kembali memusatkan perhatian pada meja kerjanya yang penuh dengan dokumen. Peta wilayah, laporan pengiriman, dan catatan transaksi ilegal tersebar rapi di sana.

Sebagai kepala dari salah satu sindikat kriminal terbesar, pekerjaan Lucas tak pernah selesai. Tetapi malam ini, ia merasa pikirannya sulit untuk fokus.

Sesekali, ia melirik layar CCTV. Di sana, Emma masih terlihat berjalan perlahan di taman, berhenti di dekat air mancur untuk menyentuh permukaan air. Wajahnya terlihat sedikit lebih santai dibandingkan hari-hari sebelumnya.

Lucas memalingkan wajahnya dari layar, berusaha mengalihkan perhatian pada laporan di tangannya. Tetapi setiap beberapa menit, matanya kembali terpaku pada monitor.

"Burung kecil itu akhirnya bernapas," gumamnya dengan nada sinis, meskipun di dalam hatinya ia tidak sepenuhnya yakin apa yang ia rasakan.

---

Setelah beberapa saat, pintu ruang kerja terbuka. Seorang pria berpostur tegap dengan jas hitam masuk tanpa diundang. Itu adalah Gavin, tangan kanan Lucas.

"Tuan," Gavin memulai dengan nada rendah, "semua sudah diatur untuk pengiriman minggu depan. Tapi ada sedikit masalah dengan salah satu klien di wilayah timur. Mereka menolak menaikkan harga."

Lucas mengangkat pandangannya perlahan, menatap Gavin dengan ekspresi datar. "Dan kau datang ke sini untuk meminta izin membereskan masalah itu?"

Gavin tersenyum kecil, tetapi ada nada gugup di balik suaranya. "Hanya ingin memastikan keputusan Anda, Tuan."

Lucas bersandar di kursinya, menatap monitor CCTV sekali lagi sebelum akhirnya mengembalikan perhatian penuh pada Gavin. "Pastikan mereka mengerti siapa yang mereka hadapi. Jika perlu, beri mereka sedikit... peringatan."

"Dimengerti." Gavin mengangguk singkat, lalu berhenti sejenak sebelum menambahkan, "Ngomong-ngomong, tentang gadis itu..."

Lucas menatapnya tajam. "Apa tentang dia?"

"Anda tampaknya memberikan perhatian lebih padanya," kata Gavin hati-hati. "Apakah ini hanya masalah kebetulan, atau ada sesuatu yang lebih?"

Lucas bersandar di kursinya, menatap Gavin dengan tatapan yang sulit ditebak. "Apa yang kau pikir aku lakukan?"

"Saya tidak tahu, Tuan. Tapi jika ada sesuatu yang lebih dari sekadar kepemilikan, mungkin ini waktu yang kurang tepat."

Lucas tersenyum tipis, meski tidak ada kehangatan dalam senyumnya. "Gavin, kau hanya perlu melakukan tugasmu. Tidak lebih, tidak kurang."

Gavin mengangguk cepat, tahu bahwa ia telah melangkah terlalu jauh. "Dimengerti, Tuan."

Ketika Gavin pergi, Lucas kembali memandangi layar.

"Berisik sekali," gumamnya. Tetapi, kata-kata Gavin itu masih menggantung di pikirannya.

Di layar, Emma mulai berdiri dari bangkunya, mengamati bunga-bunga di taman. Lucas memperhatikan gerakannya dengan seksama, meski ia tidak tahu mengapa ia begitu tertarik.

"Burung kecil itu," katanya pelan, "seharusnya tidak membuatku terlalu banyak berpikir."

Tetapi ia tahu, dalam dirinya ada sesuatu yang berubah sejak malam pelelangan itu—sesuatu yang ia sendiri tidak ingin akui.

Related chapters

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 06

    Emma duduk di pinggir tempat tidur sambil menggenggam kalung kecil di lehernya. Ruangan tempatnya tinggal kini adalah salah satu kamar paling mewah yang pernah ia lihat, dengan dinding berlapis panel kayu mahal, karpet tebal, dan jendela besar yang menghadap taman. Namun, setiap kali ia menatap ke luar, pagar tinggi yang mengelilingi properti itu selalu mengingatkannya bahwa ini bukan rumah—ini adalah penjara. Beberapa hari telah berlalu sejak malam itu, malam di mana kehidupannya berubah secara tiba-tiba. Sebelum ini, ia hanya seorang gadis desa sederhana yang mencoba bertahan hidup di kota besar. Namun, nasib kejam menyeretnya ke dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan. Dan sekarang, di bawah "perlindungan" Lucas, ia merasa seperti seekor burung yang dipelihara di dalam sangkar emas. "Burung kecil," gumam Emma pelan, mengingat bagaimana Lucas menyebutnya di suatu malam saat mereka kebetulan bertemu di taman. Ia tidak mengerti mengapa Lucas melakukan ini. Jika ia hanya ingin

    Last Updated : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 07

    Malam itu, Emma berdiri di dekat jendela, matanya mengawasi gerakan para penjaga di luar sana. Ia sudah mempelajari pola mereka selama beberapa hari terakhir. Tidak sempurna, tetapi cukup untuk memberinya keberanian.Jantungnya berdebar keras. Ia tahu, malam ini adalah malamnya. Jika ia gagal, tidak ada lagi kesempatan kedua. Lucas mungkin tidak akan memberinya kelonggaran lagi jika ia tertangkap.Emma menghela napas panjang, menggenggam kalung di lehernya untuk terakhir kali sebagai pengingat akan tujuan utamanya. "Demi kebebasan," gumamnya pelan. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar dari kamar, menyelinap ke lorong panjang yang gelap dan sunyi.Lorong itu hampir gelap sepenuhnya, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil di dinding. Emma berjongkok, menghindari cahaya kamera yang bergerak perlahan dari satu sisi ke sisi lain. Ia telah mempelajari sudutnya, tahu kapan harus bergerak dan kapan harus berhenti.Beberapa menit berlalu seperti jam, s

    Last Updated : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 08

    Cahaya pagi mengintip perlahan melalui celah tirai kamar Emma. Ia duduk di sudut tempat tidur dengan kaki bersila, memeluk lututnya sendiri. Mata cokelatnya menatap lurus ke lantai, tetapi pikirannya melayang jauh. Semalam, ia gagal. Bukan hanya gagal melarikan diri, tapi juga gagal memahami orang yang kini mengurungnya. Lucas, pria yang lebih menyeramkan daripada semua penjaga bersenjata di rumah ini.Ketukan pelan di pintu memecah lamunannya. Emma tak menjawab, tetapi pintu itu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Marta, seorang wanita paruh baya yang bekerja sebagai pelayan di rumah ini. Marta masuk dengan langkah tenang, membawa nampan berisi makanan di tangannya. Aroma sup hangat memenuhi udara, tetapi Emma tidak bergeming.Marta meletakkan nampan itu di meja kecil di dekat jendela, lalu berbalik menghadap Emma. Matanya mengamati gadis muda itu dengan penuh rasa iba, tetapi juga dengan sedikit ketegasan."Kau tidak makan malam semalam," kata Marta d

    Last Updated : 2025-01-24
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 09

    Malam kembali menyelimuti kediaman megah Lucas. Kali ini, Emma duduk di tepi tempat tidurnya, tubuhnya bersandar pada dinding dingin. Cahaya remang-remang dari lampu di sudut kamar membuat bayangannya memanjang di lantai, menambah kesan sunyi yang menyelimuti ruangan itu.Pikirannya kembali berputar, mencari celah untuk melarikan diri. Setiap langkah, setiap keputusan, harus diperhitungkan dengan matang. Kegagalan semalam adalah pengingat pahit bahwa kesalahan kecil bisa membawa konsekuensi besar.“Aku harus lebih cermat,” pikir Emma. Tatapannya tertuju pada pintu kamar yang terkunci, pikirannya berusaha menemukan kelemahan sistem yang ada. Ia tahu Lucas tidak akan membiarkan kesalahannya terulang.Dari tempatnya duduk, Emma bisa mendengar langkah berat penjaga yang sesekali melewati koridor. Langkah itu ritmis, seperti detak waktu yang perlahan menghitung mundur harapannya. Namun, kali ini, ia tidak akan gegabah.Emma berdiri, menghampiri jendela

    Last Updated : 2025-01-24
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 10

    Di ruang kerjanya yang luas dan megah, Lucas berdiri membelakangi meja kerjanya, menatap keluar jendela besar yang menghadap ke taman. Gelas bourbon di tangannya hampir kosong, tetapi ia belum juga meneguknya. Ia hanya memutar gelas itu perlahan, mencoba menenangkan perasaan yang mendadak berkecamuk di dalam dadanya.Perasaan itu datang dengan tiba-tiba, membakar dirinya seperti api yang sulit dipadamkan. Kemarahan, frustasi, dan—entah bagaimana—sesuatu yang menyerupai kekecewaan.“Kenapa aku begitu peduli?” pikirnya sambil memejamkan mata. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya, mencoba mengendalikan emosi yang bahkan ia sendiri tidak sepenuhnya pahami.Emma. Nama itu berputar di pikirannya seperti mantra yang sulit diusir. Gadis itu hanyalah salah satu bagian kecil dari dunianya, dunia yang telah ia bangun dengan darah dan keringat selama bertahun-tahun. Tapi mengapa satu tindakan bodohnya membuatnya merasa terganggu seperti ini?Lucas menggel

    Last Updated : 2025-01-24
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 11

    Kediaman Lucas tetap terasa seperti penjara meskipun dilengkapi kemewahan yang tak ada habisnya. Di balik tembok-tembok tinggi dan gerbang yang kokoh, Emma merasa semakin terperangkap dalam kehidupan yang tak pernah ia pilih. Pagi itu, seperti biasa, Emma merasakan kebosanan yang tak tertahankan. Ia terjaga lebih awal, duduk di tepi ranjang, memandang keluar jendela yang besar. Taman yang luas dan rimbun itu tampak tenang, seolah-olah mengundang Emma untuk berlari bebas. Namun, ia tahu ia harus lebih bijaksana. Setelah pelarian pertamanya yang gagal, ia tahu bahwa ia tidak bisa gegabah. Pelarian keduanya harus lebih matang, lebih terencana. Kali ini, ia tidak boleh lengah. "Selama ini, aku selalu terjebak dalam rutinitas yang sudah terbentuk," gumamnya pelan pada dirinya sendiri, menatap kalung yang melingkar di lehernya. Kalung itu adalah satu-satunya peninggalan neneknya, satu-satunya benda berharga yang masih ia miliki. Itu adalah pengingat akan rumah lamanya, akan kehi

    Last Updated : 2025-01-24
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 12

    Lucas berdiri di tepi jendela besar kamarnya, pandangannya terpaku pada taman yang terhampar di bawah sana. Namun, anehnya, suasana terasa berbeda. Lampu-lampu taman tidak menyala, bunga-bunga yang biasanya penuh warna kini terlihat layu, dan jalan setapak berbatu itu tampak tertutup kabut tipis.Ia tidak sendiri. Di tengah taman, seorang wanita berdiri membelakanginya, gaunnya putih panjang berkibar pelan oleh angin malam. Rambut hitamnya menjuntai hingga punggung, sedikit berantakan. Wanita itu memandangi celah kecil di sudut taman—celah yang Lucas tahu sangat baik. Celah itu menjadi tempat yang tidak hanya mengundang kebebasan, tetapi juga membawa kenangan pahit yang menghancurkan.Lucas kecil muncul di sebelahnya, tubuh mungilnya berdiri di sisi jendela. Ia tidak berkata apa-apa, hanya memandangi wanita itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Wanita itu berbalik perlahan, menatap langsung ke arah Lucas kecil di jendela. Wajahnya pucat, tetapi matanya berbinar

    Last Updated : 2025-01-25
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 13

    Malam itu, setelah mimpi buruk yang ia alami, Lucas duduk di ruang kerjanya dengan segelas bourbon di tangan. Rasa lelah menghantamnya, tetapi ia tidak bisa membiarkan dirinya tidur. Setiap kali ia memejamkan mata, mimpi yang sama datang menghantam—mimpi tentang wanita yang pernah menjadi dunianya, sekaligus luka terdalam dalam hidupnya.Ia berjalan pelan ke jendela besar yang menghadap ke taman, membiarkan pandangannya terhenti di sudut yang paling gelap. Di situlah semuanya dimulai dan di situ pula semuanya berakhir.Lucas kecil berusia delapan tahun. Ia berdiri di kamarnya, memandang keluar jendela, melihat sosok wanita itu berjalan pelan ke arah celah kecil di sudut taman. Wanita itu—ibunya—biasanya hanya duduk di kursi roda, diam, tenggelam dalam dunianya sendiri. Tapi malam itu berbeda.Lucas tidak tahu apa yang mendorong ibunya untuk bangkit dari kursi roda, tetapi ia melihatnya berjalan, meski dengan langkah yang goyah, menuju celah kecil yang nyar

    Last Updated : 2025-01-25

Latest chapter

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 94 - Janji di Bawah Langit Malam [END]

    Emma menatap langit malam yang terbentang luas di atasnya. Kilauan bintang-bintang tampak berkelip di antara gelapnya malam, menciptakan pemandangan yang menenangkan. Angin berembus lembut, membelai kulitnya dengan kesejukan yang menenangkan. Ia berdiri di samping Lucas, di sebuah bukit kecil yang menawarkan pemandangan kota dari kejauhan. Tempat ini begitu sunyi, seolah terpisah dari dunia yang penuh hiruk-pikuk di bawah sana. Emma mengerti bahwa Lucas tidak membawa dirinya ke sini tanpa alasan. "Tempat ini..." Emma membuka suara, memecah keheningan di antara mereka. "Kenapa kau membawaku ke sini?" Lucas mengalihkan pandangannya dari hamparan kota dan menatap Emma. "Ini tempat yang sering kudatangi saat aku butuh berpikir," jawabnya pelan. "Di sini, aku bisa merasa bebas. Tidak ada gangguan, tidak ada tekanan, hanya aku dan pikiranku sendiri." Emma mengangguk mengerti. Ia bisa merasakan ketenangan yang sama. Dalam sebulan terakhir, hidup mereka penuh dengan kekacauan. Konflik

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 93 - Masa Depan yang Baru

    Matahari baru saja terbit di ufuk timur, menyapu kediaman Lucas dengan cahaya keemasan yang lembut. Setelah malam yang panjang dan penuh ketegangan, pagi ini terasa lebih tenang. Tidak ada lagi ancaman yang membayangi, tidak ada lagi pertarungan yang harus dihadapi. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Lucas bisa menarik napas lega.Ia berdiri di balkon kamarnya, menatap hamparan taman di bawah sana. Udara pagi yang sejuk menyentuh wajahnya, membawa aroma embun yang menyegarkan. Namun, pikirannya masih terpusat pada satu hal—Emma.Wanita itu telah melalui begitu banyak hal. Ia terluka karena menjadi bagian dari dunianya, dunia yang penuh dengan bahaya dan intrik. Tetapi, meskipun demikian, Emma tidak pernah menunjukkan penyesalan. Ia tetap berada di sisinya, menghadapi semuanya dengan keteguhan hati yang luar biasa.Lucas tahu, ada satu hal yang harus ia lakukan sekarang.Tanpa ragu, ia melangkah keluar dari kamarnya dan menuju ke kamar te

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 92 - Penerimaan Antonio Aldrin

    Malam di kediaman Lucas begitu sunyi. Udara dingin menyusup melalui jendela besar di ruang kerjanya, tetapi pria itu tetap duduk tegak di balik meja kayu besar, menatap laporan-laporan yang tersusun rapi di hadapannya. Setelah semua konflik yang ia hadapi, organisasi mulai kembali stabil. Ia telah menyingkirkan Morelli dan Vasquez, membuktikan bahwa ia bukan pemimpin yang bisa diremehkan. Namun, Lucas tahu bahwa masih ada satu orang lagi yang harus ia hadapi—ayahnya.Seakan menjawab pikirannya, ketukan keras terdengar di pintu ruang kerjanya. Lucas tidak terkejut. Ia sudah menduga bahwa cepat atau lambat pria itu akan datang menemuinya."Masuk," katanya, suaranya tetap dingin dan terkendali.Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Antonio Aldrin. Meski usianya sudah semakin tua, auranya masih menekan, menandakan bahwa ia adalah seseorang yang telah lama terbiasa dengan kekuasaan. Namun, malam ini, ada sesuatu yang berbeda pada dirinya. Sorot matanya t

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 91 - Langkah Terakhir

    Malam sudah larut, tetapi Lucas masih duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terhampar di mejanya. Titik-titik merah menandai lokasi para sisa anak buah Morelli dan Vasquez yang masih berkeliaran. Beberapa di antara mereka sudah melarikan diri ke luar negeri, tetapi sebagian kecil masih bertahan, berusaha mencari perlindungan.Lucas menghela napas panjang. Satu langkah lagi, dan ini semua akan selesai.Pintu ruang kerja terbuka tanpa ketukan. Stefan masuk dengan ekspresi tegas. "Semuanya sudah siap. Anak buah kita sudah berada di posisi masing-masing."Lucas mengangguk, lalu berdiri. "Bagus. Pastikan tidak ada celah bagi mereka untuk melarikan diri.""Kita juga sudah mengamankan jalur komunikasi mereka. Jika mereka mencoba meminta bantuan, pesan itu tidak akan pernah sampai," tambah Stefan.Lucas menyeringai kecil. "Kali ini, aku ingin memastikan mereka tidak punya tempat untuk kembali."Stefan menatapnya sejenak sebelu

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 90 - Langkah Baru

    Pagi menjelang dengan tenang di kediaman Lucas. Sinar matahari keemasan menyelinap melalui celah-celah jendela besar, menerangi ruangan dengan kehangatan yang lembut. Suara burung di kejauhan terdengar samar, berpadu dengan desiran angin yang berembus perlahan.Emma membuka matanya perlahan. Rasanya tubuhnya lebih ringan, meski masih ada sedikit nyeri di lengannya yang belum sepenuhnya pulih. Saat ia menggerakkan kepalanya, matanya langsung menemukan sosok Lucas yang masih duduk di sampingnya, menatapnya dengan ekspresi lembut."Kau tidak tidur?" suara Emma serak karena baru bangun.Lucas menggeleng pelan. "Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."Emma tersenyum kecil. Ia tahu Lucas masih merasa cemas, tetapi ia juga tahu pria itu tidak akan mengatakannya secara langsung. Jadi, ia hanya meraih tangan Lucas dan menggenggamnya erat. "Aku sudah lebih baik. Kau tidak perlu terus mengkhawatirkanku."Lucas menghela napas, lalu akhirnya i

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 89 - Sisa-Sisa Pengkhianatan

    Malam telah larut ketika Lucas duduk di ruang kerjanya, menatap peta besar yang terbentang di atas meja. Wilayah kekuasaan yang sebelumnya dikuasai Morelli dan Vasquez kini sepenuhnya berada di bawah kendalinya. Namun, meskipun kedua orang itu telah ditangkap dan dihabisi, Lucas tahu bahwa masalah tidak berhenti di situ. Stefan berdiri di sampingnya, melaporkan perkembangan terbaru. "Beberapa anggota bawahan Morelli dan Vasquez masih bertahan. Mereka kehilangan pemimpin, tetapi tidak kehilangan ambisi." Lucas menghela napas. "Aku sudah menduga ini. Mereka tidak akan menyerah begitu saja." "Tepat," Stefan mengangguk. "Ada laporan bahwa sebagian dari mereka mencoba membentuk kelompok baru. Mereka masih belum cukup kuat untuk menantang kita secara langsung, tetapi jika dibiarkan, mereka bisa menjadi ancaman dalam beberapa bulan ke depan." Lucas menatap peta di hadapannya. "Siapa pemimpin mereka sekarang?" Stefan

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 88 - Harga Sebuah Penghianatan

    Ruangan itu gelap dan dingin, hanya diterangi oleh satu lampu gantung yang menggantung rendah di langit-langit, memberikan cahaya redup yang membuat bayangan panjang di dinding. Bau debu bercampur darah masih terasa di udara, dan suara napas berat memenuhi keheningan.Di tengah ruangan, dua pria yang terikat pada kursi dengan tangan ke belakang tampak gemetar. Morelli dan Vasquez, dua pemimpin organisasi yang berani mengkhianati Lucas, kini tidak lebih dari bayangan diri mereka yang dulu.Lucas berdiri di depan mereka, mengenakan kemeja hitam dengan lengan yang digulung hingga siku. Matanya dingin, penuh ketegasan. Ia tidak langsung berbicara, membiarkan ketegangan menggantung di udara, membiarkan ketakutan menyusup ke dalam tulang kedua pria itu.Stefan berdiri di sudut ruangan, mengamati dengan ekspresi santai, tetapi matanya penuh kewaspadaan. Beberapa anak buah Lucas berjaga di sekitar, memastikan tidak ada celah bagi Morelli dan Vasquez untuk melarikan diri.Akhirnya, Lucas menar

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 87 - Amarah yang Belum Reda

    Suasana di dalam kastil terasa tegang. Para penjaga masih berjaga di berbagai sudut, memastikan tidak ada lagi penyusup yang berkeliaran. Stefan telah memerintahkan pembersihan menyeluruh, tetapi atmosfer tetap dipenuhi ketegangan.Di dalam salah satu kamar di sayap barat, Emma terbaring di tempat tidur dengan perban yang melingkari bahunya. Dokter pribadi keluarga Aldrin baru saja selesai membersihkan dan menutup lukanya.Meskipun bukan luka yang fatal, rasa nyeri masih terasa setiap kali Emma bergerak. Namun, yang lebih mengganggunya bukanlah rasa sakit itu sendiri—melainkan ekspresi Lucas.Ia berdiri di sudut ruangan, diam, dengan ekspresi yang gelap dan penuh kemarahan yang tertahan.“Lucas…” Emma memanggil pelan.Lucas tidak segera menjawab. Ia hanya menatapnya dalam-dalam, seolah mencoba memastikan bahwa Emma benar-benar masih di sana, masih bernapas, masih hidup.Butuh beberapa saat sebelum ia akhirnya mendekat. Ia duduk d

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 86 - Amarah yang Tak Terbendung

    Dunia seakan melambat saat suara tembakan bergema di luar kastil. Emma menatap keluar jendela dengan mata membelalak, napasnya tertahan melihat beberapa pria bersenjata yang mulai menyerbu area luar.Pelayan yang tadi bersamanya langsung menarik tangannya. “Nona, kita harus pergi! Ini berbahaya!”Emma tersentak dari keterkejutannya dan mengangguk cepat. Mereka berdua bergegas melewati koridor kastil yang panjang, tetapi baru beberapa langkah, suara ledakan kecil terdengar dari luar, mengguncang dinding-dinding kastil.Panik mulai menjalari tubuh Emma. “Lucas! Aku harus menemui Lucas!”“Tuan Lucas pasti sudah bergerak!” Pelayan itu mencoba menenangkannya, tetapi suara alarm yang mulai meraung di seluruh kastil membuat situasi semakin mencekam.Para penjaga segera bergerak, mengambil posisi untuk mempertahankan kastil dari serangan mendadak ini. Emma bisa melihat beberapa orang berlari menuju titik pertahanan, dan di tengah kekacauan itu, ia merasakan ketakutan yang luar biasa.Namun, s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status