Share

Bab 05

Author: Dayu SA
last update Last Updated: 2025-01-08 13:40:27

Lucas duduk di ruang kerjanya, memutar gelas bourbon dengan gerakan lambat. Pandangannya terfokus pada layar monitor yang menampilkan Emma berjalan perlahan di taman. Meski gadis itu tampak menikmati kebebasan kecilnya, Lucas tahu ia tetap berada dalam kendalinya.

"Dia terlihat lebih tenang sekarang," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia memiringkan kepala sedikit, memperhatikan bagaimana Emma berhenti untuk menyentuh air mancur. "Setidaknya taman itu tidak sia-sia."

Ia menghela napas, pikirannya kembali ke malam ketika semuanya dimulai. Sebuah malam yang tak pernah ia rencanakan, tetapi mengubah segalanya.

---

Ruangan itu penuh sesak dengan suara obrolan para pria berjas mahal dan suara denting gelas-gelas kristal. Lucas duduk di salah satu sudut dengan tenang, mengamati barang-barang yang dilelang. Ia datang ke sini bukan untuk bersenang-senang, melainkan mencari sesuatu yang benar-benar menarik baginya—senjata kuno atau barang antik bernilai tinggi.

Ketika daftar barang hampir selesai, ia mulai merasa bosan. Namun, kemudian suara berat dari pelelang menggema di seluruh ruangan, menarik kembali perhatiannya.

"Kami memiliki sesuatu yang sangat spesial untuk malam ini," ucap pria itu, senyumnya penuh arti. "Bukan barang biasa. Tapi... hidup. Segar. Murni."

Lucas mengangkat alis, merasa terganggu oleh cara pria itu berbicara. Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, sebuah pintu di ujung ruangan terbuka, dan dua pria membawa seorang gadis masuk.

Gadis itu mengenakan gaun tipis yang kusut, rambutnya berantakan, dan tubuhnya gemetar hebat. Ia meringkuk, seperti berusaha membuat dirinya sekecil mungkin. Matanya merah dan basah oleh air mata, tetapi ada ketegaran samar dalam sorotannya—sebuah percikan kecil yang seolah-olah menolak menyerah pada nasibnya.

Ketika gadis itu dibawa masuk, Lucas menyandarkan tubuhnya di kursi, mencoba memahami apa yang sebenarnya sedang ia rasakan. Ia tidak menyukai cara pria-pria di ruangan itu memandang gadis itu—seolah-olah ia hanyalah barang dagangan tanpa jiwa.

"Apakah ini lelucon?" bisik salah satu pria di meja sebelahnya, terdengar geli. "Kita datang untuk seni dan barang antik, bukan untuk... ini."

Lucas hanya mendengarnya sepintas, tetapi matanya tetap terpaku pada gadis itu. Ketika pelelang mulai memamerkan "barang dagangan" mereka, suasana ruangan berubah menjadi semakin tidak nyaman bagi Lucas.

Lucas terdiam, matanya terpaku pada gadis itu. Sesuatu dalam dirinya terguncang. Ia telah melihat banyak hal dalam hidupnya—lebih dari yang ia inginkan—tetapi pemandangan ini terasa berbeda.

"Ini adalah tawaran utama malam ini," pelelang melanjutkan dengan nada penuh antusiasme. "Seorang gadis muda yang masih murni. Koleksi terbaru dari Madam Marissa. Dia bisa menjadi pelayan pribadi, atau mungkin... lebih."

Tawa kecil terdengar dari beberapa pria di ruangan, tetapi Lucas tidak tertawa. Ia meneguk bourbonnya, mencoba mengabaikan perasaan aneh yang mulai muncul.

Ketika angka-angka mulai disebutkan, Lucas tetap diam. Hingga salah satu pria di meja depan menyebutkan tawaran dengan nada penuh arogansi. Seorang pria hidung belang dengan perut buncit yang sangat mengganggu pemandangan.

"Lima puluh juta," katanya.

Gadis itu tersentak, tubuhnya semakin gemetar. Ia memandangi lantai, tetapi air matanya terus mengalir.

Lucas mengepalkan tangannya di bawah meja. Ia tidak tahu apa yang terjadi dalam dirinya, tetapi membayangkan gadis itu jatuh ke tangan pria seperti itu membuatnya merasa muak.

"Seratus juta," suara Lucas akhirnya terdengar, tenang tetapi tegas.

Ruangan menjadi sunyi. Semua kepala menoleh ke arahnya.

Pelelang terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar. "Seratus juta dari Tuan bertopeng di sudut ruangan! Apakah ada yang ingin menawar lebih tinggi?"

Tidak ada yang menjawab. Tidak ada yang berani membeli sesuatu dengan angka setinggi itu.

"Kalau begitu, gadis ini milik Anda," pelelang akhirnya mengumumkan.

Lucas berdiri perlahan, langkahnya mantap saat ia mendekati gadis itu. Gadis itu mengangkat kepala sedikit, tatapannya penuh kebingungan dan ketakutan.

Lucas berhenti di depannya, menatap matanya langsung. Untuk sesaat, tidak ada yang berbicara.

"Ayo," katanya singkat, isyarat kepada anak buahnya untuk membawa gadis itu pergi.

___

Lucas mengusap wajahnya, berusaha membuang pikiran yang mengganggunya. Ia meneguk bourbonnya dan kembali memusatkan perhatian pada meja kerjanya yang penuh dengan dokumen. Peta wilayah, laporan pengiriman, dan catatan transaksi ilegal tersebar rapi di sana.

Sebagai kepala dari salah satu sindikat kriminal terbesar, pekerjaan Lucas tak pernah selesai. Tetapi malam ini, ia merasa pikirannya sulit untuk fokus.

Sesekali, ia melirik layar CCTV. Di sana, Emma masih terlihat berjalan perlahan di taman, berhenti di dekat air mancur untuk menyentuh permukaan air. Wajahnya terlihat sedikit lebih santai dibandingkan hari-hari sebelumnya.

Lucas memalingkan wajahnya dari layar, berusaha mengalihkan perhatian pada laporan di tangannya. Tetapi setiap beberapa menit, matanya kembali terpaku pada monitor.

"Burung kecil itu akhirnya bernapas," gumamnya dengan nada sinis, meskipun di dalam hatinya ia tidak sepenuhnya yakin apa yang ia rasakan.

---

Setelah beberapa saat, pintu ruang kerja terbuka. Seorang pria berpostur tegap dengan jas hitam masuk tanpa diundang. Itu adalah Gavin, tangan kanan Lucas.

"Tuan," Gavin memulai dengan nada rendah, "semua sudah diatur untuk pengiriman minggu depan. Tapi ada sedikit masalah dengan salah satu klien di wilayah timur. Mereka menolak menaikkan harga."

Lucas mengangkat pandangannya perlahan, menatap Gavin dengan ekspresi datar. "Dan kau datang ke sini untuk meminta izin membereskan masalah itu?"

Gavin tersenyum kecil, tetapi ada nada gugup di balik suaranya. "Hanya ingin memastikan keputusan Anda, Tuan."

Lucas bersandar di kursinya, menatap monitor CCTV sekali lagi sebelum akhirnya mengembalikan perhatian penuh pada Gavin. "Pastikan mereka mengerti siapa yang mereka hadapi. Jika perlu, beri mereka sedikit... peringatan."

"Dimengerti." Gavin mengangguk singkat, lalu berhenti sejenak sebelum menambahkan, "Ngomong-ngomong, tentang gadis itu..."

Lucas menatapnya tajam. "Apa tentang dia?"

"Anda tampaknya memberikan perhatian lebih padanya," kata Gavin hati-hati. "Apakah ini hanya masalah kebetulan, atau ada sesuatu yang lebih?"

Lucas bersandar di kursinya, menatap Gavin dengan tatapan yang sulit ditebak. "Apa yang kau pikir aku lakukan?"

"Saya tidak tahu, Tuan. Tapi jika ada sesuatu yang lebih dari sekadar kepemilikan, mungkin ini waktu yang kurang tepat."

Lucas tersenyum tipis, meski tidak ada kehangatan dalam senyumnya. "Gavin, kau hanya perlu melakukan tugasmu. Tidak lebih, tidak kurang."

Gavin mengangguk cepat, tahu bahwa ia telah melangkah terlalu jauh. "Dimengerti, Tuan."

Ketika Gavin pergi, Lucas kembali memandangi layar.

"Berisik sekali," gumamnya. Tetapi, kata-kata Gavin itu masih menggantung di pikirannya.

Di layar, Emma mulai berdiri dari bangkunya, mengamati bunga-bunga di taman. Lucas memperhatikan gerakannya dengan seksama, meski ia tidak tahu mengapa ia begitu tertarik.

"Burung kecil itu," katanya pelan, "seharusnya tidak membuatku terlalu banyak berpikir."

Tetapi ia tahu, dalam dirinya ada sesuatu yang berubah sejak malam pelelangan itu—sesuatu yang ia sendiri tidak ingin akui.

Related chapters

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 06

    Emma duduk di pinggir tempat tidur sambil menggenggam kalung kecil di lehernya. Ruangan tempatnya tinggal kini adalah salah satu kamar paling mewah yang pernah ia lihat, dengan dinding berlapis panel kayu mahal, karpet tebal, dan jendela besar yang menghadap taman. Namun, setiap kali ia menatap ke luar, pagar tinggi yang mengelilingi properti itu selalu mengingatkannya bahwa ini bukan rumah—ini adalah penjara. Beberapa hari telah berlalu sejak malam itu, malam di mana kehidupannya berubah secara tiba-tiba. Sebelum ini, ia hanya seorang gadis desa sederhana yang mencoba bertahan hidup di kota besar. Namun, nasib kejam menyeretnya ke dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan. Dan sekarang, di bawah "perlindungan" Lucas, ia merasa seperti seekor burung yang dipelihara di dalam sangkar emas. "Burung kecil," gumam Emma pelan, mengingat bagaimana Lucas menyebutnya di suatu malam saat mereka kebetulan bertemu di taman. Ia tida

    Last Updated : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 07

    Malam itu, Emma berdiri di dekat jendela, matanya mengawasi gerakan para penjaga di luar sana. Ia sudah mempelajari pola mereka selama beberapa hari terakhir. Tidak sempurna, tetapi cukup untuk memberinya keberanian.Jantungnya berdebar keras. Ia tahu, malam ini adalah malamnya. Jika ia gagal, tidak ada lagi kesempatan kedua. Lucas mungkin tidak akan memberinya kelonggaran lagi jika ia tertangkap.Emma menghela napas panjang, menggenggam kalung di lehernya untuk terakhir kali sebagai pengingat akan tujuan utamanya. "Demi kebebasan," gumamnya pelan. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar dari kamar, menyelinap ke lorong panjang yang gelap dan sunyi.Lorong itu hampir gelap sepenuhnya, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil di dinding. Emma berjongkok, menghindari cahaya kamera yang bergerak perlahan dari satu sisi ke sisi lain. Ia telah mempelajari sudutnya, tahu kapan harus bergerak dan kapan harus berhenti.Beberapa menit berlalu seperti jam, s

    Last Updated : 2025-01-23
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 01

    Emma meringkuk di sudut ruangan yang remang-remang, memeluk tubuhnya sendiri, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Pandangan para pria di ruangan itu membuatnya merasa telanjang meskipun ia mengenakan pakaian. Gaun sederhana berwarna putih yang diberikan oleh wanita itu terasa seperti jaring laba-laba yang melekat di tubuhnya, terlalu tipis dan membuatnya terlihat mencolok.Lampu-lampu neon yang berpendar berwarna merah dan ungu menghiasi ruangan penuh asap rokok, dengan musik yang berdentum keras memekakkan telinga. Ia merasa seperti seekor rusa yang tersesat di tengah hutan para pemangsa."Hei, lihat gadis itu," salah satu pria di dekat pintu berbisik kepada temannya. "Dia terlihat seperti rusa kecil yang ketakutan.""Rusa? Dia lebih seperti boneka porselen yang akan pecah," balas temannya, tertawa kecil. Suara mereka menusuk telinga Emma, membuatnya merasa semakin terpojok.Emma meremas gaun itu dengan kedua tangannya, mencoba meredakan gemetar yang tak bisa ia kendalikan. "Ken

    Last Updated : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 02

    Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan stabil di jalan yang sepi. Tidak ada suara selain deru mesin dan napas Emma yang masih berat. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena trauma dari malam itu, tetapi juga karena kehadiran pria misterius yang duduk di sebelahnya.Pria itu mengenakan setelan serba hitam yang rapi, membuatnya terlihat seperti pria dari dunia lain. Namun, topeng yang masih menutupi sebagian wajahnya membuat pria itu terlihat semakin menyeramkan. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya selama perjalanan.Emma melirik keluar jendela, berharap melihat sesuatu yang familiar—sebuah tanda bahwa ia masih berada di dunia nyata. Namun yang terlihat hanya gelapnya malam, ditemani cahaya bulan samar yang memantulkan bayangan pohon-pohon tinggi di sepanjang jalan."Aku tahu apa yang ada di kepalamu," suara pria itu tiba-tiba memecah kesunyian, datar namun tajam.Emma tersentak, menoleh dengan cepat. Ia tidak berani menjawab."Jangan berpikir untuk melarikan diri," lanjutnya,

    Last Updated : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 03

    Malam itu terasa lebih panjang daripada biasanya. Jam antik di sudut ruangan berdentang sekali, menandakan waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Emma masih terduduk di tepi tempat tidur, pikirannya melayang-layang antara rasa takut dan kebingungan. Segalanya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung, hanya saja ia sadar sepenuhnya bahwa ini adalah kenyataan.Ruangan tempatnya berada terlihat seperti kamar dari abad ke-18. Tempat tidur berkanopi dengan tirai sutra melingkupi sisi-sisinya, sementara dinding dihiasi dengan wallpaper bermotif bunga yang sudah mulai pudar. Cermin besar berdiri di sudut, bingkainya terbuat dari kayu berukir yang terlihat sangat kuno. Cahaya lampu gantung kristal yang redup memberikan kesan suram pada ruangan ini.Emma berjalan pelan ke arah jendela besar yang tertutup tirai tebal. Ia menyibakkan tirai itu dengan hati-hati, mengintip ke luar. Gelap. Tidak ada apa-apa selain taman yang luas, dihiasi dengan patung-patung marmer yang sebagian tertu

    Last Updated : 2025-01-08
  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 04

    Hari demi hari berlalu dengan monoton. Emma hanya menghabiskan waktunya di kamar yang disediakan Lucas tanpa bisa bersosialisasi atau melihat sekeliling kastil. Ia merasa seperti burung yang dipenjara dalam sangkar mewah, dikelilingi oleh keindahan yang tidak memberinya kebebasan.Setiap pagi, seorang pelayan datang membawakan sarapan, diikuti dengan makan siang dan makan malam. Para pelayan yang bekerja di sana bersikap terlalu kaku dan dingin, hampir seperti robot yang hanya menjalankan tugas. Tidak ada percakapan hangat, tidak ada senyuman tulus. Ketika Emma mencoba bertanya tentang kastil ini atau tentang Lucas, mereka hanya menjawab dengan sopan, tetapi tanpa memberi informasi apa pun.Pada malam hari, ketika keheningan menyelimuti kastil, perasaan diawasi semakin kuat. Emma sering duduk di tepi tempat tidur, memandang keluar jendela, bertanya-tanya bagaimana nasibnya akan berakhir.Namun, di balik kesunyiannya, ia merasa mendapatkan sedikit kekuatan dari rutinitas yang stabil. S

    Last Updated : 2025-01-08

Latest chapter

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 07

    Malam itu, Emma berdiri di dekat jendela, matanya mengawasi gerakan para penjaga di luar sana. Ia sudah mempelajari pola mereka selama beberapa hari terakhir. Tidak sempurna, tetapi cukup untuk memberinya keberanian.Jantungnya berdebar keras. Ia tahu, malam ini adalah malamnya. Jika ia gagal, tidak ada lagi kesempatan kedua. Lucas mungkin tidak akan memberinya kelonggaran lagi jika ia tertangkap.Emma menghela napas panjang, menggenggam kalung di lehernya untuk terakhir kali sebagai pengingat akan tujuan utamanya. "Demi kebebasan," gumamnya pelan. Dengan hati-hati, ia melangkah keluar dari kamar, menyelinap ke lorong panjang yang gelap dan sunyi.Lorong itu hampir gelap sepenuhnya, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil di dinding. Emma berjongkok, menghindari cahaya kamera yang bergerak perlahan dari satu sisi ke sisi lain. Ia telah mempelajari sudutnya, tahu kapan harus bergerak dan kapan harus berhenti.Beberapa menit berlalu seperti jam, s

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 06

    Emma duduk di pinggir tempat tidur sambil menggenggam kalung kecil di lehernya. Ruangan tempatnya tinggal kini adalah salah satu kamar paling mewah yang pernah ia lihat, dengan dinding berlapis panel kayu mahal, karpet tebal, dan jendela besar yang menghadap taman. Namun, setiap kali ia menatap ke luar, pagar tinggi yang mengelilingi properti itu selalu mengingatkannya bahwa ini bukan rumah—ini adalah penjara. Beberapa hari telah berlalu sejak malam itu, malam di mana kehidupannya berubah secara tiba-tiba. Sebelum ini, ia hanya seorang gadis desa sederhana yang mencoba bertahan hidup di kota besar. Namun, nasib kejam menyeretnya ke dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan. Dan sekarang, di bawah "perlindungan" Lucas, ia merasa seperti seekor burung yang dipelihara di dalam sangkar emas. "Burung kecil," gumam Emma pelan, mengingat bagaimana Lucas menyebutnya di suatu malam saat mereka kebetulan bertemu di taman. Ia tida

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 05

    Lucas duduk di ruang kerjanya, memutar gelas bourbon dengan gerakan lambat. Pandangannya terfokus pada layar monitor yang menampilkan Emma berjalan perlahan di taman. Meski gadis itu tampak menikmati kebebasan kecilnya, Lucas tahu ia tetap berada dalam kendalinya."Dia terlihat lebih tenang sekarang," gumamnya pelan, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri. Ia memiringkan kepala sedikit, memperhatikan bagaimana Emma berhenti untuk menyentuh air mancur. "Setidaknya taman itu tidak sia-sia."Ia menghela napas, pikirannya kembali ke malam ketika semuanya dimulai. Sebuah malam yang tak pernah ia rencanakan, tetapi mengubah segalanya.---Ruangan itu penuh sesak dengan suara obrolan para pria berjas mahal dan suara denting gelas-gelas kristal. Lucas duduk di salah satu sudut dengan tenang, mengamati barang-barang yang dilelang. Ia datang ke sini bukan untuk bersenang-senang, melainkan mencari sesuatu yang benar-benar menarik baginya—senjata kuno atau barang antik bernilai tinggi.Ket

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 04

    Hari demi hari berlalu dengan monoton. Emma hanya menghabiskan waktunya di kamar yang disediakan Lucas tanpa bisa bersosialisasi atau melihat sekeliling kastil. Ia merasa seperti burung yang dipenjara dalam sangkar mewah, dikelilingi oleh keindahan yang tidak memberinya kebebasan.Setiap pagi, seorang pelayan datang membawakan sarapan, diikuti dengan makan siang dan makan malam. Para pelayan yang bekerja di sana bersikap terlalu kaku dan dingin, hampir seperti robot yang hanya menjalankan tugas. Tidak ada percakapan hangat, tidak ada senyuman tulus. Ketika Emma mencoba bertanya tentang kastil ini atau tentang Lucas, mereka hanya menjawab dengan sopan, tetapi tanpa memberi informasi apa pun.Pada malam hari, ketika keheningan menyelimuti kastil, perasaan diawasi semakin kuat. Emma sering duduk di tepi tempat tidur, memandang keluar jendela, bertanya-tanya bagaimana nasibnya akan berakhir.Namun, di balik kesunyiannya, ia merasa mendapatkan sedikit kekuatan dari rutinitas yang stabil. S

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 03

    Malam itu terasa lebih panjang daripada biasanya. Jam antik di sudut ruangan berdentang sekali, menandakan waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Emma masih terduduk di tepi tempat tidur, pikirannya melayang-layang antara rasa takut dan kebingungan. Segalanya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung, hanya saja ia sadar sepenuhnya bahwa ini adalah kenyataan.Ruangan tempatnya berada terlihat seperti kamar dari abad ke-18. Tempat tidur berkanopi dengan tirai sutra melingkupi sisi-sisinya, sementara dinding dihiasi dengan wallpaper bermotif bunga yang sudah mulai pudar. Cermin besar berdiri di sudut, bingkainya terbuat dari kayu berukir yang terlihat sangat kuno. Cahaya lampu gantung kristal yang redup memberikan kesan suram pada ruangan ini.Emma berjalan pelan ke arah jendela besar yang tertutup tirai tebal. Ia menyibakkan tirai itu dengan hati-hati, mengintip ke luar. Gelap. Tidak ada apa-apa selain taman yang luas, dihiasi dengan patung-patung marmer yang sebagian tertu

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 02

    Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan stabil di jalan yang sepi. Tidak ada suara selain deru mesin dan napas Emma yang masih berat. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena trauma dari malam itu, tetapi juga karena kehadiran pria misterius yang duduk di sebelahnya.Pria itu mengenakan setelan serba hitam yang rapi, membuatnya terlihat seperti pria dari dunia lain. Namun, topeng yang masih menutupi sebagian wajahnya membuat pria itu terlihat semakin menyeramkan. Tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya selama perjalanan.Emma melirik keluar jendela, berharap melihat sesuatu yang familiar—sebuah tanda bahwa ia masih berada di dunia nyata. Namun yang terlihat hanya gelapnya malam, ditemani cahaya bulan samar yang memantulkan bayangan pohon-pohon tinggi di sepanjang jalan."Aku tahu apa yang ada di kepalamu," suara pria itu tiba-tiba memecah kesunyian, datar namun tajam.Emma tersentak, menoleh dengan cepat. Ia tidak berani menjawab."Jangan berpikir untuk melarikan diri," lanjutnya,

  • Tawanan Cinta Sang Mafia    Bab 01

    Emma meringkuk di sudut ruangan yang remang-remang, memeluk tubuhnya sendiri, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Pandangan para pria di ruangan itu membuatnya merasa telanjang meskipun ia mengenakan pakaian. Gaun sederhana berwarna putih yang diberikan oleh wanita itu terasa seperti jaring laba-laba yang melekat di tubuhnya, terlalu tipis dan membuatnya terlihat mencolok.Lampu-lampu neon yang berpendar berwarna merah dan ungu menghiasi ruangan penuh asap rokok, dengan musik yang berdentum keras memekakkan telinga. Ia merasa seperti seekor rusa yang tersesat di tengah hutan para pemangsa."Hei, lihat gadis itu," salah satu pria di dekat pintu berbisik kepada temannya. "Dia terlihat seperti rusa kecil yang ketakutan.""Rusa? Dia lebih seperti boneka porselen yang akan pecah," balas temannya, tertawa kecil. Suara mereka menusuk telinga Emma, membuatnya merasa semakin terpojok.Emma meremas gaun itu dengan kedua tangannya, mencoba meredakan gemetar yang tak bisa ia kendalikan. "Ken

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status