Perhatian!!!, novel ini hanya karangan dan imajinasi author. jadi jangan menganggap serius dan melakukan hal hal yang ada di dalam cerita ini secara sadar, karena itu akan membahayakan kamu dan orang di sekitarmu || terima kasih semuanya atas perhatiannya 😘😘😘.
Hawa panas mulai terasa Ketika seorang pemuda tengah melakukan postur aneh di sebuah bengkel yang ada di kota Dataran tinggi. Pemuda itu melakukan posisi kuda-kuda yang kokoh sembari mengarahkan kedua tangannya ke depan yang tampak sedang membungkus sesuatu. Butiran-butiran keringat seukuran beras mulai meleleh dari dahi pemuda itu Ketika urat yang ada di sekitar kepalanya mulai timbul. Pemuda itu tidak lain adalah Surya, dia sekarang tengah menatap tangannya yang berisikan sebuah benda cair yang melayang. “Arghhhh sial ini begitu memakan banyak energi,” kata Surya dengan bergetar mempertahankan bentuk anehnya itu. Setelah Surya tahu bahwa benih apinya bisa melelehkan panduan itu, dia mulai memposisikan dirinya seperti apa yang telah diperlihatkan datuk merah. Memang pada awalnya Surya terlihat mampu dan juga di merasa bangga membayangkan Ketika dia sedang berada di posisi yang mirip dengan gurunya. Namun selang beberapa saat, Surya baru menyadari bahwa panduan itu meleleh deng
Di sebuah sudut yang ada di bengkel milik datuk merah, seorang pemuda tengah duduk dengan wajah sedikit lesu. “Surya, ini minumanmu,” kata seorang kakek ke arah pemuda lesu. Pemuda yang masih dalam keadaan linglung itu langsung mengambil cangkir yang telah di sodorkan pihak lain ke arahnya. Sosok pemuda lesu itu tidak lain adalah Surya, dia baru saja sadarkan diri setelah dipindahkan datuk merah Ketika pingsan di bengkel akibat kelelahan. Sementara Surya masih dalam keadaan linglung, datuk merah mulai pergi lagi meninggalkan pemuda itu sendiri di dalam bengkel yang panas. “Hhhhh itu sungguh mengerikan,” kata Surya dengan takut saat mengingat kejadian sebelumnya. Dia baru saja selesai melebur paduan besi yang telah dipilihnya sebelumnya. Meski dia percaya diri untuk melakukan hal itu, namun tampaknya energinya sama sekali tidak mumpuni untuk menopang kepercayaan diri itu. Memikirkan hal ini lagi, Surya mulai menggelengkan kepalanya dengan tidak puas. “Ahh tampaknya aku masih har
“Ini bagaimana mungkin?” tanya seorang kakek yang sedang melihat ke arah tangan pemuda di hadapannya. Melihat reaksi pihak lain, Surya kini yakin bahwa benih bayi api milinya tidak biasa. Sementara itu, sosok kakek bungkuk yang masih takjub melihat ke arah tangan Surya hanya bisa bergumam dalam hati. “Apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana anak ini bisa menjadi seaneh ini?” Jelas kakek itu bingung karena apa yang dilihatnya tidak masuk akal. Dia telah lama mengenal benih Raja api yang notabene adalah benihnya sendiri luar dalam, namun apa yang ada di hadapannya begitu asing untuk dirinya. “Apakah ini benih yang terakhir kali aku berikan?” tanya datuk merah ke arah Surya. Surya yang mendengar hal ini hanya bisa menatap kakek itu dengan tatapan aneh. “Apa yang salah dengan datuk merah?” tanya Surya dalam hati Ketika melihat perilaku datuk merah sekarang. “Ya ini adalah benih yang datuk berikan sebelumnya, ada apa datuk? Apakah benihku cacat?” tanya Surya sedikit khawatir. Jelas
Malam hari yang cukup dingin di sebuah area yang tampak kacau, terlihat sekelompok orang sedang melakukan kerja bakti bersama-sama.“Ahhhh sial, apakah kita di latih dengan cara ini?” tanya seorang mengeluh.“Tampaknya kita hanya bisa manfaatkan untuk memperbaiki sungai ini saja, setelah itu dia pasti akan pura-pura lupa pernah mengatakan bahwa dia akan mengajarkan kita silat,” kata orang lain dengan sedikit skeptis.“Ya benar, akan terlalu bagus untuk menjadi kenyataan bahwa pemuda desa seperti kita bisa belajar silat dari sosok yang agung seperti itu.” yang lain menambahkan.“Ahhhh benar, mengingat kepribadian dia yang begitu buruk, aku semakin yakin kita hanya dimanfaatkan.”“Lalu apakah kita akan terus seperti ini?” tanya yang lain saat menggendong sekarung pasir bersamanya.“Jelas kita harus berhenti dan menjauh dari dia, tapi apakah kita bisa?”Mendengar pernyataan ini, sekelompok orang itu menjadi diam. Tampilan mereka terlihat buruk sekarang ketika wajah mereka mulai menghitam
Di sebuah area yang kacau di kota Dataran Tinggi, tampak selusin orang sedang berkumpul melihat ke satu arah dengan seksama.“Apa bagusnya buku itu?” Tanya Yampadi dengan tidak senang.Sementara itu, lusinan pemuda yang ada di area itu sama penasarannya dengan Yampadi, bahkan Elpri tidak bisa untuk tidak bertanya dalam hati.“Apa yang bagus dari buku itu? aku berharap bahwa Rizal tidak akan membuat lelucon di saat-saat seperti ini,” Elpri tampak sedikit khawatir Ketika memikirkan satu hal.Sementara sekelompok orang sedang melihatnya, Rizal mulai melihat buku yang ada di hadapannya dengan serius. Dengan ini dia mulai bergumam di dalam hati.“Benar ini bukan ilusi...”Sebenarnya Rizal tidak berharap bahwa dia benar-benar diberikan sebuah buku yang berguna oleh Surya, dia selalu berpikir itu hanyalah halusinasinya.Namun setelah berada di titik ini, dia akhirnya yakin bahwa semuanya adalah kenyataan. Dengan itu senyum manis mulai tersinggung di wajah mudanya itu.Sekelompok orang di se
Pagi hari yang berembun di sebuah gua yang lembab, seorang pemuda terlihat dengan malas mulai bangkit dari tidurnya. “Yawn, tubuhku lelah sekali,” lirih pemuda itu sembari meregangkan tubuhnya. Setelah dia merasa puas dengan gerakan meregangkan itu, dia mulai mengucek-ngucek matanya dengan cukup cepat. Sosok itu duduk sebentar di atas batu besar yang telah menjadi tempat tidurnya. Jelas dia sekarang masih mencoba untuk mengumpulkan kesadaran setelah tertidur dengan kondisi yang buruk semalam. Setelah beberapa saat berdiam diri melihat ke arah dinding gua dengan tatapan kosong, sosok itu akhirnya mulai beranjak dan berjalan menuju satu arah. Pemuda itu langsung saja melakukan setiap aktivitas paginya dengan cukup semangat. Selagi pemuda itu melakukan kegiatan paginya, dia mengingat satu hal. “Ahhh benar, aku semalam memberikan buku acak untuk mereka, aku berharap mereka tidak melakukan hal salah yang bisa membuat mereka terluka,” kata Surya dengan sedikit tidak enak hati. Jelas
Di sebuah bengkel yang ada di kota Dataran tinggi, seorang pemuda tengah berpeluh keringat Ketika menghantamkan palu yang ada di tangannya ke arah besi panas yang di capit dengan tangannya yang lain. “Dentang! Denting! Dentang!” suara benturan benda logam terus terdengar layaknya musik di telinga yang tertata rapi. Setelah sekian lama dipukul, besi itu akhirnya menjadi lebih panjang dan tipis dari sebelumnya. Tampak bahwa besi itu sudah mulai mendingin, pemuda yang menempa itu meletakan logam itu ke dalam tungku pembakaran sekali lagi. “Ahhhh tampaknya tidak mudah untuk membuat pusaka,” kata Surya dengan sedikit tidak berharap. Surya harus membuat keris yang bagus untuk pelanggan pertamanya ini, tapi dia sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Dari tadi pagi Surya sudah memikirkan bentuk keris yang akan dibuatnya, namun pemuda itu jelas sial Ketika dia sama sekali tidak bisa memikirkan sesuatu yang bagus. Dengan itu dia mengeluh dengan banyak. “Huft, apa yang aku harus lakuka
“Hey mengapa kau termenung? Apa ada yang salah?” tanya seorang pemuda yang kini ada di hadapan Hijau karambia. Sementara itu, Hijau karambia sendiri masih termenung syok Ketika melihat ke arah pihak lain. Bahkan beruk yang kini masih tergantung di pundaknya bergetar hebat sebelum akhirnya kencing di pundak majikannya saat itu juga. Surya yang melihat kedua mahluk yang aneh itu hanya bisa mengernyit. “Mengapa mereka terlihat seperti kesurupan?” dengan itu Surya mulai melihat kebelakang ingin tau apa yang sebenarnya terjadi. Namun Ketika Surya menoleh kebelakang, dia hanya bisa melihat kekosongan tanpa adanya siapapun di sana. Dengan itu Surya mulai melihat ke arah dua makhluk itu sekali lagi dengan tatapan khawatir. “Apa yang menyebabkan mereka berdua begitu ketakutan?” tanya Surya dalam hati. Mungkin jika pihak lain mendengar pertanyaan Surya, mereka akan menangis darah karena tidak tahu harus berkata apa. Sementara Surya menatap mereka dengan aneh. Hijau mulai tersadar Ketika